• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 Integrasi Materi Muatan HAM Wujud Implementasi

B. Integrasi Materi Muatan HAM

Sebagai sebuah negara yang menganut prinsip negara hukum (rechstaat), mewajibkan asas legalitas dengan menjamin setiap kebijakan yang dibuat baik itu yang bersifat ketetapan (beschicking) dan peraturan (regeling) diwujudkan dalam suatu norma tertulis yang memiliki landasan hukum positif dan konstitusional, termasuk dalam mengimplementasikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip HAM sebagai ciri utama serta bentuk tanggung jawab negara.

Salah satu dasar bagi Pemerintah Indonesia dalam upaya untuk melaksanakan kewajiban negara adalah dengan melaksanakan ketentuan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu melakukan langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain. Pemenuhan hak asasi manusia yang dilandasi atas kewajiban negara yang dalam hal ini adalah Pemerintah, perlu dituangkan dalam kebijakan negara khususnya di tingkat nasional. Namun dalam pelaksanaannya, tidak berarti pula bahwa pemenuhan hak asasi manusia dilakukan secara absolut.

Pemenuhan hak asasi manusia yang terjamin dalam sebuah kebijakan nasional perlu dibatasi mengingat adanya hak orang lain yang sekiranya menjadi batasan dalam penikmatan hak asasi manusia. Dalam Pasal 73 Undang-Undang tersebut juga memuat ketentuan mengenai pembatasan terhadap hak asasi manusia yang menyatakan bahwa hak dan kebebasan yang diatur dalam undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang. Hal ini didasari untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa.

Pembatasan hak asasi manusia tentunya perlu ditentukan dengan peraturan perundang-undangan dengan melihat pada prinsip proporsionalitas sebagai faktor yang relevan dalam menentukan pembatasan bersifat proporsional atau layak yaitu meliputi:

1. Sifat hak asasi manusia yang terdampak; 2. Pentingnya tujuan yang sah dari pembatasan; 3. Sifat dan jangkauan pembatasan;

4. Hubungan antara pembatasan dan tujuannya; dan

5. Cara atau metode lainnya yang tersedia yang kurang membatasi untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.

Pembatasan terhadap pemenuhan hak wajib ditetapkan dengan peraturan undang-undangan dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Dengan demikian, khususnya pada tahapan pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan perundang-undangan dibutuhkan pedoman materi muatan hak asasi manusia yang menjadi acuan dalam rangka pengaturan dan pembatasan hak asasi manusia.

Sebagai bentuk pelaksanaan tanggung jawab negara tersebut, khususnya implementasi yang efektif di bidang hukum, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Direktorat Jenderal HAM telah membentuk Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 24 Tahun 2017 tentang Pedoman Materi Muatan HAM dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Permenkumham 24/2017). Dengan adanya Permenkumham 24/2017 tersebut diharapkan dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan dapat mengacu pada pedoman materi muatan hak asasi manusia khususnya pada tahap perencanaan, penyusunan, pengharmonisan, pembulatan dan pemantapan konsepsi, penetapan, dan pengundangan peraturan perundang-undangan.

Pedoman materi muatan hak asasi manusia yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 24 Tahun 2017 adalah sebuah kebijakan yang dibuat untuk mengintegrasikan materi muatan hak asasi manusia dan pembatasannya dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini dikarenakan masih banyaknya peraturan perundang-undangan yang belum berperspektif hak asasi manusia, sehingga perlu diatur secara komprehensif dan khusus. Pedoman materi muatan hak asasi manusia ini dalam penerapannya disesuaikan dengan berbagai instrumen yang mengatur hak asasi manusia, baik nasional maupun internasional.

Pedoman materi muatan hak asasi manusia ini dibuat dengan tujuan memperkuat implementasi prinsip-prinsip dan nilai-nilai hak asasi manusia sesuai dengan instrumen hak asasi manusia baik secara nasional, maupun internasional yang telah diratifikasi dan diintegrasikan ke dalam peraturan perundang-undangan nasional. Ketentuan ini berlaku untuk peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah.

Terdapat 28 jenis materi muatan HAM yang diatur dalam peraturan menteri hukum dan HAM ini yaitu:

1. hak untuk hidup;

2. bebas dari penyiksaan atau perlakuan hukuman lain yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat;

3. larangan perbudakan;

4. kebebasan dan keamanan pribadi;

5. perlakuan terhadap orang yang dirampas kebebasannya; 6. kebebasan berpendapat dan berekspresi;

7. hak atas proses peradilan yang adil;

8. jaminan bebas dari perlakuan diskriminasi antara warga negara dan non warga negara (orang asing);

9. kebebasan dari campur tangan yang sewenang-wenang/ secara tidak sah, kecuali dalam hal yang ditentukan oleh hukum;

10. perlindungan anak; 11. perlindungan keluarga;

12. hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama, serta kebebasan untuk menjalankan ibadah menurut agama, kepercayaan, dan budayanya;

13. hak partisipasi dalam pemerintahan; 14. kebebasan bergerak;

15. persamaan antara hak laki-laki dan perempuan; 16. rumah yang layak;

17. penyandang disabilitas; 18. lanjut usia;

19. penggusuran paksa; 20. pangan yang layak; 21. pendidikan;

22. standar kesehatan yang tinggi; 23. kesehatan reproduksi;

24. air;

25. setiap orang memiliki hak untuk mendapat perlindungan untuk kepentingan moral dan materi yang diperoleh dari ciptaan ilmiah, kesusastraan atau artistik dalam hal dia sebagai pencipta;

26. jaminan sosial;

27. hak setiap orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya; dan 28. hak untuk kondisi kerja yang layak.

Pembagian materi muatan ke dalam 28 jenis substansi HAM tersebut berdasarkan instrumen HAM nasional dan internasional yang menjadi acuan atau dasar hukum yang meliputi: UUD NRI 1945, UU HAM, Kovenan Hak Sipil dan Politik, Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, serta Konvensi-konvensi Internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi oleh Indonesia ke dalam peraturan perundang-undangan nasional.

Dalam mengintegrasikan materi muatan HAM ke dalam pembentukan maupun analisis peraturan perundang-undangan, substansi HAM yang termuat dalam pedoman materi muatan HAM tidak serta merta berdiri sendiri, akan tetapi saling terkait satu dengan yang lain. Keterkaitan tersebut disesuaikan dengan jenis dan isi peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk atau dianalisis. Misalnya, peraturan perundang-undangan yang akan mengatur tentang Pendidikan Inklusi Bagi Anak Penyandang Disabilitas, harus memperhatikan substansi materi muatan HAM tentang Pendidikan, Hak Anak, dan Hak Penyandang Disabilitas sesuai dengan yang terdapat dalam pedoman materi muatan HAM.

Dalam mengintegrasikan atau menganalisis sebuah peraturan perundang-undangan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sesuai dengan pedoman materi muatan HAM dalam Permenkumham No. 24 Tahun 2017, yaitu:

1. Substansi HAM yang akan diintegrasikan sesuai dengan muatan yang hendak diatur dalam peraturan perundang-undangan

2. Instrumen HAM yang menjadi dasar hukum atau acuan dalam mengintegrasikan atau menganalisis sebuah peraturan perundang-undangan

3. Menentukan dengan tepat bentuk pengaturan yang disesuaikan dengan pihak right holder (pemegang hak) dan duty bearer (pemenuh hak)

4. Pembatasan HAM yang diperlukan mengingat dalam pemenuhan HAM tidak bersifat absolut, melainkan terdapat hak orang lain dalam penikmatan HAM.

Khusus untuk pembatasan HAM sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Pasal 28J UUD NRI Tahun 1945 dan Pasal 73 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM hanya dapat dilakukan dengan Undang-Undang untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap HAM dan kebebasan dasar orang lain berdasarkan kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa. Selain itu melihat prinsip proporsionalitas sebagai faktor yang relevan dalam menentukan pembatasan HAM yang layak yaitu: 1. Sifat hak asasi manusia yang terdampak; 2. Tujuan yang sah adanya pembatasan hak; 3. Sifat dan jangkauan pembatasan hak; 4. Hubungan antara pembatasan dan tujuannya; dan 5. Cara atau metode lainnya yang tersedia yang kurang membatasi untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.29

29 Pendahuluan Permenkumham No. 24 Tahun 2017 tentang Pedoman Materi Muatan HAM dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Dokumen terkait