• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan geranasi mendatang untuk memenuhi kebuthan hidupnya. Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu strategi pembangunan yang memberikan semacam ambang batas laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta sumberdaya alam yang ada di dalamnya. Ambang batas ini tidaklah bersifat mutlak, tetapi merupakan batas yang luwes yang bergantung pada kondisi teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan biosfir untuk menerima dampak kegiatan manusia. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia tidak rusak, sehingga pengelolaan pesisir dan laut yang berkelanjutan tidak lepas dari frame pembangunan berkelanjutan (Dahuri, 2000).

Perikanan merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks. Tantangan untuk memelihara sumberdaya menjadi issue yang cukup kompleks dalam pembangunan perikanan. Keberlanjutan merupakan kata kunci dalam pembangunan perikanan yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan masyarakat perikanan. Walaupun konsep keberlanjutan dalam perikanan sudah dapat dipahami, namun sampai sekarang masih menghadapi kesulitan dalam menganalisis atau mengevaluasi keberlanjutan pembangunan perikanan. Khususnya ketika dihadapkan pada permasalahan mengintegrasikan informasi atau data dari ekologi, sosial, ekonomi maupun ehtik (Fauzi, 2002). Perikanan

tempat yang tidak mudah untuk dipisahkan atau dibagi-bagikan, pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan seorang individu berpengaruh pada individu yang lain. Persoalan eksternalitas tetap muncul saat sumberdaya tersebut dimanfaatkan, wakaupun sumberdaya tersebut terdistribusikan merata menurut waktu dan lokasi. Kondisi sumberdaya perikanan, eksternalitas merupakan dilemma sebuah ciri khas dan membedakannya dari sumberdaya lainnya (Sobari, 2003).

Pembangunan perikanan berkelanjutan adalah suatu kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya guna memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Terdapat dua substansi pokok yaitu : 1) konsep kebutuhan mensejahterakan nelayan dan generasi mendatang, 2) gagasan tentang keterbatasan yang bersumber kepada keadaan teknologi dan organisasi sosial yang dikenakan terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa mendatang (Kusumastanto, 2003). Terdapat beberapa cara pengembangan perikanan, diantaranya memperbaiki kerangka legislatif yang berpengaruh pada sektor perikanan, dan penguatan institusional departemen perikanan berupa kolaborasi yang lebih baik dengan departemen lain, ketiga, memecahkan masalah pendanaan, keempat meningkatkan penelitian perikanan dan kelima

pengembangan sumberdaya manusia dibidang perikanan (Thorpe et al. 2009).

Pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan pesisir pada masa otonomi daerah yang paling tepat adalah dengan melakukan pengelolaan secara optimal, yang dapat menjamin potensi lestari sumberdaya perikanan dan stablitas produksi serta keberlanjutan ditingkat usaha perikanan, sesuai Undang-undang otonomi daerah dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya wilayah pesisir dan sumberdaya hayati laut. Pengelolaan optimal perikanan laut memberikan ruang tidak saja untuk keberlanjutan sumberdaya perikanan namun juga mendorong pemerataan serta tegaknya kelembagaan dan kearifan lokal di wilayah pesisir dan lautan. Pengelolaan optimal juga dapat mengalokasikan sumberdaya secara lebih efektif dan efisien sehingga mendorong perubahan produksi kearah yang sesuai dengan daya dukung ekonomi dan daya dukung ekologis wilayah pesisir (Masydzulhak, 2006).

Revitalisasi perikanan merupakan upaya yang tidak dapat dilakukan dalam jangka pendek dan merupakan upaya jangka panjang dan terus menerus. Revitalisasi perikanan itu sendiri memerlukan prasyarat perubahan diantaranya adalah kemauan untuk mengubah pendekatan sektoral menuju pendekatan integratif untuk mengelola sumberdaya perikanan (Dahuri dan Adrianto, 2005).

Penurunan yang tajam pada spesies ikan lebih disebabkan oleh terjadinya penangkapan yang berlebihan sebagai akibat dari perubahan sistem ekonomi

menjadi ekonomi pasar bebas (Vetemaa et al, 2005). Komunitas ikan di wilayah

pesisir pantai Baltik perubahan yang signifikan terjadi karena faktor eutrofikasi

dan suhu air (Adjers et al, 2005). Eutrofikasi merupakan peningkatan kadar

nitrogen dan fosfor di laut, diakui sebagai ancaman utama pada ekosistem laut (Nordvarg dan Hakanso, 2002). Statistika penangkapan ikan yang formal sekarang ini masih merupakan satu sumber data yang digunakan secara luas untuk menggambarkan dinamika persediaan ikan (Lajus, Ojaveer, Tammiksaar, 2007).

Proses terpadu pengelolaan perikanan meliputi pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, pengalokasian sumberdaya dan formulasi serta implementasi, dengan pelaksanaan peraturan yang berpengaruh pada aktivitas perikanan dalam rangka untuk memastikan keberlanjutan produktivitas sumberdaya (FAO, 1997). Pengelolaan perikanan meliputi : 1) mengatur kebijakan dan tujuan budidaya perikanan yang ada maupun potensial serta aktivitas lain terkait dengan pengaruh potensi ekonomi serta kontribusi sosial perikanan untuk tujuan dan kebutuhan lokal maupun nasional; 2) menentukan dan mengimplementasikan tindakan yang penting untuk memungkinkan stakeholders untuk bekerja mencapai tujuan (FAO, 1996).

Nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal diantarnya meliputi nilai pengetahuan, religi, sosial dan ekonomi. Tipe pengelolaan sumberdaya perikanan

dan kelautan dalam kerangka co–management merupakan tipe cooperatif,

pemerintah dan masyarakt terlibat secara bersama dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan (Ramadhan, 2006). Masalah utama dalam pengelolaan sumberdaya perikanan adalah adanya kesenjangan antara kepercayaan publik seperti konservasi jangka panjang stok perikanan dan lingkungan ekologi dengan adanya keinginan tertentu dari pengguna yang mengeksploitasi sumberdaya

perikanan. Terdapat dua faktor utama yang berkontribusi terhadap perilaku nelayan memanfaatkan sumberdaya perikanan yaitu faktor internal dan eskternal.

Perilaku positif nelayan merupakan perilaku yang comform, mengikuti prinsip

ekonomi dan konservasi, sedangkan perilaku negatif adalah kegiatan destruktif yang berakibat buruk bagi kelestarian sumberdaya perikanan (Amanah, 2006).

Masyarakat dan stake holders terkait yang diwakili lembaga adat

seharusnya terlibat secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kebijakan terkait dengan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Pentingnya untuk mengambil nilai-nilai kearifan lokal yang sudah ada dalam masyarakat kedalam suatu model pengelolaan diterjemahkan dalam bentuk co-management, secara ideal masyarakat dan pemerintah adalah mitra yang setara, perhatian utamanya adalah bagaimana memecahkan masalah dalam sistem pengaturan dan pengawasan (Dubbink and Viiet, 1996).

Ancaman terhadap kapasitas keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, baik akibat aktivitas manusia maupun fenomena alam, menuju sumberdaya pesisir dan lautan secara sektoral dan dapat diatasi melalui pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan

dengan pendekatan terpadu dan holistik (Efendy, 2005). Code of Conduct for

Responsible Fisheries (CCRF), mengamanatkan negara-negara didunia untuk melakukan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara bertanggung jawab. Prinsip-prinsip pengelolaan meliputi : 1) pelaksanan hak menangkap ikan diikuti upaya konservasi; 2) pengelolaan mempertahankan kualitas sumberdaya, keanekaragaman hayati dan berkelanjutan; 3) pengembangan armada sesuai kemampuan reproduksi sumberdaya; 4) perumusan kebijakan perikanan; 5) pengelolaan berdasakan prinsip kehati-hatian; 6) pengembangan alat penangkapan yang selektif dan aman terhadap sumberdaya; 7) mempertahankan nilai kandungan nutrisi ikan pada keseluruhan proses produksi; 8) perlindungan dan rehabilitasi terhadap habitat sumber-sumber perikanan kritis; 9) pengintegrasian pengelolaan sumber perikanan dalam kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan 10) penegakan hukum (Manggabarani, 2006).

Undang-undang 31 tahun 2004 Bab I Pasal 1 menyatakan, pengelolaan perikanan adalah semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan dan implementasi serta penegakan hukum dari perundang-undangan dibidang perikanan, yang dilakukan pemerintah atau otoritas lain diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktifitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang disepakati. Pasal 2 menyebutkan, pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemeratan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi dan kelestarian berkelanjutan. Tujuan pengelolaan perikanan tercantum pada Pasal 3, yaitu : 1) meningkatkan taraf hidup nelayan atau pembudidaya skala kecil, 2) meningkatkan penerimaan dan devisa negara, 3) mendorong perluasan dan kesempatan kerja, 4) meningkatkan ketersediaan dan konsumsi protein ikan, 5) mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya, 6) meningkatkan poduktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing, 7) meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengeloahan ikan, 8) mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan lingkungan sumberdaya ikan secara optimal serta 9) menjamin kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan tata ruang.

Menurut Nikijuluw (2002), sumberdaya perikanan harus dikelola dengan baik, karena sumberdaya perikanan sangat sensitif terhadap tindakan manusia. Pendekatan apapun yang dilakukan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya, jika pemanfaatannya dilakukan berlebihan, akhirnya sumberdaya mengalami tekanan secara ekologi dan menurun kualitasnya. Pengelolaan sumberdaya perikanan patut dilakukan supaya pembangunan perikanan dapat dilaksanakan dengan baik dan tujuan pembangunan dapat tercapai. Sumberdaya perikanan terdiri atas sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan serta segala sumberdaya buatan manusia digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya. Pengelolaan sumberdaya perikanan mencakup penataan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan lingkungannya serta pengelolaan kegiatan manusia.

Diberlakukannya Undang-undang 32 tahun 2004 membawa konsekuensi berupa perubahan dalam tata pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Berdasarkan Undang-undang tersebut, Pemda memiliki landasan

yang kuat untuk mengimplementasikan pembangunan kelautan secara terpadu, mulai dari aspek perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya dalam upaya menerapkan pembangunan kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Upaya yang dapat dilakukan adalah menyusun rencana strategis (RENSTRA) pengelolaan sumberdaya secara terpadu dari setiap provinsi dan kabupaten kota, yaitu menyusun zonasi kawasan perairan untuk menfokuskan sektor-sektor tertentu dalam suatu zona, menyusun rencana pengelolaan untuk suatu kawasan tertentu atau suatu sumberdaya tertentu. Membuat rencana aksi yang memuat rencana investasi berbagai sektor, untuk kepentingan pemerintah daerah, swasta maupun masyarakat. Perencanaan hendaknya dilakukan secara partisipatif yaitu segenap komponen daerah terlibat dalam proses dan tahapan perencanaan pengelolaan tersebut (Dahuri, 2003).

Kerangka pembangunan perikanan khususunya perikanan tangkap, pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengelola sumberdaya perikanan, sebagaimana diamanatkan Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 maupun Undang-undang Perikanan No 9 tahun 1985, diperbaharui Undang-undang Perikanan No. 31 tahun 2004. Peran dimaksud adalah memberikan mandat kepada pemerintah dalam mengelola sumberdaya alam, termasuk sumberdaya perikanan untuk kesejahteraan rakyat. Keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya ikan, diwujutkan dalam tiga fungsi yaitu (Nikijuluw, 2002) :

(1) Fungsi alokasi, dijalankan melalui regulasi untuk membagi sumberdaya

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

(2) Fungsi distribusi, dijalankan pemerintah agar terwujut keadilan dan

kewajaran sesuai pengorbanan dan biaya yang dipikul setiap orang, disamping keberpihakan pemerintah kepada yang tersisih atau lebih lemah.

(3) Fungsi stabilisasi, ditujukan agar pemanfaatan sumberdaya ikan tidak

berpotensi menimbulkan instabilitas yang merusak dan menghancurkan tatanan sosial ekonomi masyarakat.

Tujuan pembangunan perikanan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan adalah sebagai berikut :

(2) Meningkatkan penerimaan dan devisa negara

(3) Mendorong perluasan dan kesempatan kerja

(4) Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein hewani

(5) Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan

(6) Meningkatkan produktifitas, mutu, nilai tambah dan daya saing

(7) Meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan

(8) Mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan

lingkungan sumberdaya ikan secara optimal

(9) Menjamin kelestarian sumberdaya ikan, lahan budidaya ikan dan tata ruang.

Penyiapan berbagai program pembangunan dalam pengelolaan pesisir dan lautan terpadu harus didasarkan pada kondisi biofisik, sosial ekonomi dan kelembagaan setempat. Atas dasar kondisi biofisik dan sosial ekonomi tersebut dapat diimplementasikan berbagai program terkait pelibatan aktif masyarakat pesisir mulai dari perencanaan hingga tindak lanjut program (Amanah, 2004).

Kebijakan pembangunan perikanan Indonesia ke depan lebih ditekankan pada pengendalian perikanan tangkap, pengembangan budidaya perikanan dan peningkatan nilai tambah melalui perbaikan mutu dan pengembangan produk mengarah pada pengembangan industri kelautan dan perikanan terpadu berbasis masyarakat. Strategi yang ditempuh adalah peningkatan daya saing komoditas perikanan didukung dengan peningkatan sumberdaya manusia serta pemberian akses dan kesempatan yang sama pada seluruh pelaku usaha di bidang perikanan, sehingga mampu menghadapi persaingan global di tengah peningkatan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dengan berbagai dimensinya. Kebijakan pengendalian perikanan tangkap wilayah perairan yang sudah lebih tangkap, pengembangannya kedepan dilakukan melalui prinsip kehati-hatian, membatasi penambahan upaya penangkapan sekaligus mendorong nelayan dapat beralih kegiatan pembudidayaan ikan atau pengolahan, khususunya melalui pengembangan produk. Wilayah padat tangkap, peningkatan mutu lebih didorong guna memberikan penghasilan lebih besar bagi para nelayan. Wilayah perairan yang masih potensial, peningkatan produksi dilakukan secara selektif sesuai jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan memperhitungkan prinsip kelestarian sumberdaya ikan (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004).

2.5 Pengelolaan Perikanan dalam Konsepsi Perencanaan dan Pengelolaan

Dokumen terkait