• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terminologi perencanaan (planning) dan pengelolaan (management)

memiliki berbagai interpretasi yang tergantung pada tujuan waktu penggunaan terminologi. Perencanaan merupakan serangkaian proses sebelum melakukan sesuatu dimasa depan, yang memiliki dua komponen yaitu menentukan tujuan yang akan dicapai dimasa depan dan mengidentifikasi langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Perencanaan dapat dikategorikan kedalam dua

kelompok besar yaitu perencanaan strategis (strategic planning) dan perencanaan

operasional (operasional planning). Perencanaan strategis merupakan level

tertinggi dalam perencanaan, jenis perencanaan ini menyediakan kerangka, visi dan misi serta strategi besar untuk mencapai beberapa tujuan spesifik. Perencanaan strategis tidak berisi detail langkah pencapaian tujuan. Rencana pengelolaan pesisir dan laut disusun sebagai sebuah dokumen yang diharapkan mampu mengidentifikasi isu dan permasalahan pengelolaan wilayah pesisir pada saat yang sama mampu memberikan solusi dimasa depan.

Terminologi pengelolaan (management) memiliki berbagai makna

tergantung dari tujuan dan sudut pandang pelaku. Pengelolaan memiliki makna sebagai proses pengaturan kegiatan sehari-hari untuk mencapai tujuan tertentu.

Pengelolaan pesisir (coastal management) dapat dipandang sebagai proses

pengaturan kegiatan sehari-hari yang terjadi di wilayah pesisir dan laut.

Pengelolaan dapat dikelompokkan menjadi pengelolaan strategis (strategic

management) dan pengelolaan operasional (operational management). Pengelolaan strategis memfokuskan pada proses terkendali dari sebuah urusan institusi yang terkait dengan wilayah pesisir dan laut, lebih berprespektif makro, sedangkan pengelolaan operasional lebih menitik beratkan pengaturan kegiatan sehari-hari di lapangan sehingga berorientasi mikro (Kay and Alder,1999).

Perencanaan strategis (strategic planning), perencanaan operasional

(operasional planning), pengelolaan strategis (strategic management) dan

pengelolaan operasional (operational management) dalam konteks pengelolaan

pesisir dan laut di Indonesia, kedua jenis perencanaan dan pengelolaan dapat dilakukan tergantung tujuannnya. Bahkan dalam beberapa kasus, tidak ada

pembedaan yang tegas antara kedua jenis perencanaan dan pengelolaan tersebut dalam kerangka pengelolaan pesisir dan laut (Kusumastanto. 2006).

Prinsip pengelolaan wilayah pesisir terdiri dari lima hal yaitu : 1) prinsip pembangunan berkelanjutan; 2) prinsip keterpaduan; 3) prinsip desentralisasi pengelolaan pesisir; 4) prinsip berorientasi pada masyarakat dan 5) prinsip pengelolaan global (Cicin-Sain and Knecht,1998).

Kesatuan ekosistem menjadi hal utama dalam pengelolaan perikanan, tetapi para ahli masih mempunyai pendapat yang berbeda pada cara mengukur ekosistem yang sehat serta memasukkannya dalam konsep penilaian kelestarian sumberdaya perikanan. Terdapat kecenderungan meningkatnya perhatian terhadap kontribusi perikanan terhadap pembangunan yang berkelanjutan. Berkenaan dengan proses globalisasi, industri perikanan merupakan industri yang adaptif,

maket-driven dan sektor yang selalu berkembang dalam perkonomian dunia secara global (FAO, 2001). Pengelolaan perikanan memiliki tujuan yang berbeda-beda bahkan seringkali terjadi konflik diantara tujuan-tujuan itu, beberapa contoh tujuan diantaranya adalah penyediaan berkelanjutan, peningkatan efisiensi dan dan keuntungan ekonomi, komunitas wisata yang berkelanjutan dan kondisi kerja yang sehat dan aman bagi para wisatawan. Tujuan ini secara umum selaras dengan tiga tujuan pengembangan secara berkelanjutan yaitu ekologis, ekonomis, dan pengembangan sosial, yang terdapat dalam tujuan regional. Pengembangan secara berkelanjutan seringkali didefinisikan sebagai ketahanan secara ekonomi, ekologi, dan sosial, untuk mencapai tujuan ini menggunakan pengelolaan perikanan berbasis pengetahuan yang melibatkan beberapa bidang ilmu, di antaranya biologi, ekonomi dan geografi (Heen dan Flaaten, 2007).

Kebijakan pengelolaan perikanan tidak akan berhasil optimal apabila dilakukan secara parsial baik dalam konsteks institusi maupun pengelolaan itu sendiri. Kabijakan dan strategi penguatan kapasitas kelembagaan yang berorientasi pada isu dan permasalahan internasional menjadi sangat pentin dan merupakan komplemen dari strategi kebijakan yang sudah ada dan harus dipandang sebuah pendekatan holistic dan komprehensif (Adrianto, 2004a).

Pada mulanya pengelolaan sumberdaya ikan banyak didasarkan pada

faktor biologis semata dengan pendekatan yang disebut Maximum Sustainable

Yield (MSY) yaitu tangkapan maksimm yang lestari. Inti pendekatan ini adalah setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasias produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini dipanen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok ikan mampu bertahan secara berkesinambungan. Akan tetapi pendekatan pengelolaan dengan konsep ini banyak dikritik oleh berbagai pihak sebagai pendekatan yang terlalu sederhana dan tidak mencukupi. Kritik yang paling mendasar diantaranya karena pendekatan MSY tidak mempertimbangan sama sekali aspek sosial ekonomi pengelolaan sumberdaya alam (Fauzi, 2000). Pelaksanaan konsep pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu menjadikan kebijkan nyata dalam pembangunan sumberdaya pesisir dan lautan Indonesia harus segera dilaksanakan. Peluang keberhasilan implementasi pengelolaan wilayah pesisir paling tidak didukung oleh adanya dua kebijakan yaitu pertama, lahirnya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang akan memberikan peluang yang besar bagi daerah untuk mengelola kawasan psisir dan laut, kedua terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan diharapkan menjadi lokomotif penggerak pembangunan kelautan dan perikanan nasional termasuk didalamnya pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Karena kedua hal tersebut, partisipasi dan komitmen para stakeholder untuk mewujutkan pembangunan pesisir secara lestari merupakan faktor penentu utama (Adrianto dan Kususmastanto, 2004).

Pendekatan ekosistem perikanan diadopsi meliputi penggabungan dua hal yang berbeda tetapi berhubungan dengan harapan dapat menyatukan paradigma. Pertama yaitu pengelolaan ekosistem bertujuan untuk mencapai tujuan dari penghematan struktur, keberagaman dan fungsi ekosistem melalui tindakan pengelolaan yang fokus pada komponen biofisikal ekosistem. Kedua yaitu pengelolaan perikanan bertujuan untuk mencapai tujuan dari pemuasan kebutuhan manusia dan sosial akan makanan dan keuntungan ekonomi melalui tindakan pengelolaan yang berfokus pada aktivitas mencari ikan dan sasaran sumberdaya. Dua paradigma ini cenderung terbagi ke dua perspektif yang berbeda, tetapi

konsep pengembangan berkelanjutan membutuhkan keduanya untuk menjadi pendekatan yang lebih menyeluruh untuk menyeimbangkan manusia dan ekosistem. Pendekatan ekosistem perikanan adalah suatu cara implementasi pengembangan berkelanjutan dalam konteks perikanan (FAO, 2003).

Pengelolaan perikanan merupakan sebuah proses yang kompleks, membutuhkan integrasi antara ekologi dan biologi sumberdaya dengan sosial ekonomi serta faktor institusi yang mempengaruhi perilaku nelayan dan pembuat keputusan. Tujuan dari bidang yang multidisplin ini adalah untuk membantu pengambil keputusan guna mencapai pembangunan yang berkelanjutan dari aktivitas perikanan sehingga generasi yang akan datang juga memperoleh manfaat

dari sumberdaya (Seijo et al, 1998). Pengelolaan sumberdaya ikan adalah suatu

proses yang terintegrasimulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, alokasi sumber dan implementasinya, dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas serta pencapaian tujuan pengelolaan (FAO. 1997). Indikator-indikator yang digunakan sebagai alat bantu pengelolaan harus dapat membantu mengkomunikasikan secara jelas, efektif dan dapat dipertanggung jawabkan dalam aspek pengelolaan sumberdaya (FAO, 2001).

Widodo dan Nurhakim (2002), mengemukakan pengelolaan sumberdaya ikan, pada hakekatnya mencari kemungkinan tindakan yang tepat secara biologi disatu sisi dan kegiatan penangkapan ikan yang mampu memberikan keuntungan ekonomi di sisi lain. Pengelolaan sumberdaya ikan harus mampu mencegah terjadinya konflik antara kegiatan pemnafaatan sumberdaya ikan untuk tujuan ekonomi termasuk adanya keadilan didalam distribusi manfaat yang dihasilkan sumberdaya ikan, serta upayah konservasi ikan untuk kepentingan generasi mendatang. Secara umum tujuan utama pengelolaan sumberdaya ikan adalah : (1) Menjaga kelestarian produksi, melalui regulasi serta tindakan perbaikan. (2) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial para nelayan

(3) Memenuhi keperluan industri yang memanfaatkan produksi tersebut.

Dalam pengelolaan perikanan khususnya pada saat penangkapan, terdapat suatu mekanisme yang lazim dilakukan penangkap ikan yaitu pembuangan, merupakan bagian penangkapan yang tersisa di kapal selama penangkapan ikan secara komersial dan dikembalikan lagi ke laut. Pembuangan ini meliputi spesies

komersial, bahan-bahan komersial tapi tidak dapat dijual, dan organisme yang dapat dijual. Pola pembuangan ditentukan oleh faktor lingkungan dan sosial termasuk peraturan dan kebiasaan nelayan terutama ditentukan kebijaksanaan nelayan yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Mekanisme ini memberikan dampak negatif secara ekonomi dan ekologi seperti hilangnya pendapatan yang potensial dan juga sumber pangan bagi manusia serta dampak pada ekosistem laut (Catchpole, Frid, dan Gray, 2005).

Penyusunan kebijakan perikanan dan kelautan memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berisi faktor-faktor strategis, bersifat makro kebijakan yang dapat digunakan sebagai petunjuk bagi proses pengambilan keputusan yang terkait dengan sektor perikanan dan kelautan. Untuk itu diperlukan tiga pilar sebagai penopang implementasi kebijakan perikanan dan kelautan yaitu : 1) integrasi fungsi dan kewenangan pengelolaan perikanan dan kelautan; 2) implementasi kebijakan perikanan dan kelautan; 3) pendidikan dan riset perikanan dan kelautan yang kuat. Ketiga pilar ini merupakan satu kesatuan yang dapat digunakan sebagai landasan bagi disain sekaligus implementasi kebijakan perikanan dan kelautan nasional (Soewardi dan Adrianto, 2005).

Dokumen terkait