• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis disparitas pemanfaatan sumberdaya perikanan dalam perspektif pengelolaan pesisir Provinsi Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis disparitas pemanfaatan sumberdaya perikanan dalam perspektif pengelolaan pesisir Provinsi Jawa Timur"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DISPARITAS PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DALAM PERSPEKTIF PENGELOLAAN

PESISIR PROVINSI JAWA TIMUR

TOTOK HENDARTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Analisis Disparitas Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dalam Perspektif Pengelolaan Pesisir Provinsi Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Mei 2010

Totok Hendarto

(3)

TOTOK HENDARTO. Disparity Analysis of Fishery Resources Utilization in East Java Province Coastal Area Management Perspective. Under Direction of ISMUDI MUCHSIN, HARIADI KARTODIHARDJO and LUKY ADRIANTO.

Indonesia consists of 70% sea, a big potential of diversity, 6.1 million ton per year of fishery, and 57% have utilized. Law No.27, 2007 said that fishery resources potential should be managed well, while said that authority of fishery management should be decentralized to province/regency-city government as broad as to increase people’s welfare and local competition. The objectives of this study were to 1) identify disparity of fishery resources utilization in East Java coastal area; 2) to identify disparity of East Java coastal area development, and 3) to arrange the strategy of East Java coastal area management. The study has done by quantitative and qualitative phenomenological by survey method. North location of this study represented by Lamongan Regency, while the south location represented by Trenggalek Regency. Disparity of fishery resources utilization in coastal area management perspective caused development disparity in north coastal area and south coastal area in East Java Province. The characteristic of north coastal area was more opened and has high economic activity network. It showed economical dynamic which higher than others. Planning and arranging area development strategy should be directed to maturing organization and revitalization its function. In the south coastal area, according to its diversity, resources condition, decentralization maturity level, and region authority, it should be directed to investment which bigger both the number of variety and the number of infrastructure unit, and facility of area development.

(4)

TOTOK HENDARTO. Analisis Disparitas Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dalam Perspektif Pengelolaan Pesisir Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh ISMUDI MUCHSIN, HARIADI KARTODIHARDJO dan LUKY ADRIANTO.

Indonesia dengan luas wilayah yang terdiri dari 70 % lautan merupakan negara kepulauan dengan luas perairan diperkirakan mencapai 5,8 juta km2 dan panjang garis pantai 81.000 km2. Potensi sumberdaya perikanan masih cukup besar sekitar 6,1 juta ton per tahun dan baru dimanfaatkan 57 persennya. Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup besar baik dari segi kuantitas maupun keragamannya. Potensi yang besar dan memiliki arti penting dalam konteks perekonomian bangsa, perencanaan dan pengelolaan yang berkelanjutan dari wilayah pesisir merupakPPan sebuah kebutuhan yang mutlak.

Kerangka spasial, suatu pemerataan hasil pembangunan adalah adanya keseimbangan kemajuan antar wilayah. Salah satu masalah mendasar pembangunan di Indonesia adalah masalah disparitas pembangunan antar wilayah. Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah diantaranya adalah : (1). aspek geografi, (2). aspek aktifitas ekonomi serta (3). aspek kebijakan pemerintah. Pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan pesisir pada masa otonomi daerah yang paling tepat adalah dengan melakukan pengelolaan secara optimal, yang dapat menjamin potensi lestari sumberdaya perikanan dan stablitas produksi serta keberlanjutan ditingkat usaha perikanan, sesuai Undang-undang otonomi daerah dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya wilayah pesisir dan sumberdaya hayati laut.

Salah satu aspek teknik yang digunakan sebagai tolak ukur adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE / Catch Per Unit Effort). Pemetaan potensi ekonomi wilayah merupakan seperangkat proses menghasilkan rumusan informasi pendukung pemerintah menyusun sebuah kebijakan. Perkembangan wilayah pesisir dianalisis dengan Shift Share, untuk menganalisis herarki wilayah pesisir indikator sosial digunakan analisis komponen utama dan menganalisis herarki wilayah pesisir indikator man-made capital digunakan analisis Skalogram. Kontribusi dan keterkaitan sektor perikanan laut dalam struktur pembangunan nasional dipergunakan analisis input output. Untuk mengetahui tingkat kesusksesan maupun tingkat kegagalannya, sehingga digunakan analisis kebijakan

(5)

wilayah pesisir dari aspek kependudukan, di Utara berherarki rendah, di Selatan berherarki sedang, aspek kependidikan di Utara berherarki tinggi, di Selatan berherarki sedang, aspek kesehatan di Utara-Selatan berherarki sedang, meskipun nilai Utara tiga kali lipat lebih besar dari Selatan. Faktor keragaan pemanfaatan sumberdaya perikanan (secara geografis), potensi ekonomi wilayah (tingkat kematangan aktifitas ekonomi) dan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di wilayah pesisir Utara dan Selatan Jawa Timur menyebabkan terjadinya disparitas. Disparitas pembangunan wilayah menghasilkan struktur hubungan antar wilayah yang saling memperlemah dan menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik. Secara menyeluruh disparitas pemanfaatan sumberdaya perikanan dalam perspektif pengelolaan wilayah pesisir menyebabkan terjadinya disparitas pembangunan wilayah pesisir Utara dan Selatan di Provinsi Jawa Timur.

Strategi yang bisa disarankan oleh penulis guna mengurangi terjadinya disparitas wilayah pesisir meliputi dua strategi yaitu strategi pertama, program pengembangan wilayah pesisir atas dasar pasokan (supply side strategy) dan permintaan (demand side strategy). Strategi kedua, adalah pengembangan wilayah pesisir atas dasar strategi keterkaitan (lingkages) antar wilayah pesisir.

(6)

PERIKANAN DALAM PERSPEKTIF PENGELOLAAN PESISIR PROVINSI JAWA TIMUR

TOTOK HENDARTO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Perikanan dalam Perspektif Pengelolaan Pesisir Provinsi Jawa Timur

Nama : Totok Hendarto Nomor Pokok : C261030061

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Lautan

Komisi Pembimbing :

Ketua : Prof. Dr. Ismudi Muchsin

Anggota : Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo MS Dr. Ir. Luky Adrianto M.Sc

Penguji Luar Komisi : Daniel Mohammad Rosyid PhD, CPM

(Institut Teknologi Sepuluh Nopember ITS Surabaya, Ketua Dewan Masyarakat Pesisir Jawa Tmur)

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo M.Sc ( Guru Besar Institut Pertanian Bogor)

Ujian Terbuka pada :

Hari : Jum’at

Tanggal : 5 Maret 2010-02-23 Jam : 13.30 – Selesai

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……… i

DAFTAR TABEL ……… iv

DAFTAR GAMBAR ………... vii

DAFTAR LAMPIRAN ………... x

1. PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ....………….………..……… 1

1.2 Perumusan Masalah ...……...………..………… 5

1.3 Tujuan Penelitian ...………...………….………... 7

1.4 Kegunaan Penelitian………...… 7

2. TINJAUAN PUSTAKA……….……… 8

2.1 Ekosistem Wilayah Pesisir dan Lautan .………. 8

2.2 Tipologi Perkembangan Wilayah Pesisir ……… 13

2.3 Nilai Ekonomi Sumberdaya Pesisir …….………...…… 17

2.4 Integrasi Perikanan dalam Pengelolaan Pesisir Terpadu... 21

2.5 Pengelolaan Perikanan dalam Konsepsi Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir ...…. 28

2.6 Pengembangan Sektor Perikanan Laut dan Industri Perikanan.. 32

2.7 Penelitian Terdahulu ... 35

3. KERANGKA PEMIKIRAN ... 39

3.1 Kerangka Teoritis ...……… 39

3.2 Hipotesis ...……… 43

3.3 Novelty (Kebaruan) Penelitian ... 43

4. METODOLOGI PENELITIAN...……… 44

4.1Lokasi Penelitian ...………...……... 44

4.2 Data dan Sumber Data ... 46

4.3 Metode Analisis ....………. 46

(9)

4.3.3 Analisis Disparitas Pembangunan Wilayah Pesisir Jawa

Timur ... 49

4.3.4 Analisis Kontribusi-Keterkaitan dan Struktur Perekonomian Wilayah ... 51

4.3.5 Analisis Kebijakan Pembangunan Perikanan ... 62

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 64

5.1 Keragaan Umum Propinsi Jawa Timur .……….. 64

5.1.1 Kondisi Geografis ………..……… 64

5.1.2 Demografi ……… 65

5.1.3 Kondisi Perekonomian ……….……… 65

5.1.4 Disparitas Wilayah dan Kondisi social Budaya .……… 66

5.2Keragaan Umum Kabupaten Lamongan ...………...…….. 69

5.2.1 Kondisi Geografis ………..……… 69

5.2.2 Demografi ...……… 70

5.2.3 Kondisi Perekonomian ……….……… 70

5.2.4 Potensi Perikanan ………...……… 71

5.3 Keragaan Umum Kabupaten Trenggalek ... 73

5.3.1 Kondisi Geografis ………..……… 73

5.3.2 Demografi ...……… 74

5.3.3 Kondisi Perekonomian ……….……… 75

5.3.4 Potensi Perikanan ………...……… 76

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 79

6.1 Analisis Keragaan Perikanan ……… 79

6.1.1 Analisis Keragaan Perikanan Wilayah Pesisir Utara ...… 80

6.1.2 Analisis Keragaan Perikanan Wilayah Pesisir Selatan ..… 90

6.1.3 Analisis Deskriptif Program dan Bentuk Kegiatan Pembangunan Wilayah Pesisir ...……… 100

6.2Analisis Disparitas Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan ...… 103

6.2.1 Rasio antar Dua Variabel Tiap Lokasi ... 105

6.2.2 Pangsa Sektoral Tiap Lokasi ... 111

6.2.3 Pangsa Lokal Tiap Sektor ... 112

6.2.4 Indeks Spesialisasi Tiap Lokasi ... 113

6.2.5 Indeks Lokalisasi Tiap Sektor ... 115

(10)

6.2.7 Laju Pertumbuhan Lokal Tiap Sektor ... 116

6.2.8 Dayasaing Lokal Tiap Sektor ...…... 117

6.3 Analisis Disparitas Pembangunan Wilayah Pesisir Jawa Timur 119

6.3.1 Analisis Shift Share Perkembangan Wilayah Pesisir ….... 119

6.3.2 Analisis Komponen Utama Herarki Wilayah Indikator Sosial Ekonomi ……….… 125

6.3.3 Analisis Skalogram Herarki Wilayah Pesisir Indikator Man-made Capital ... 130

6.4 Analisis Kontribusi dan Keterkaitan Sumberdaya Pesisir Terhadap Perkembangan Wilayah ... 133

6.4.1 Analisis Pembentukan Output, NTB dan Pendapatan diWilayah Pesisir ...……… 133

6.4.2 Analisis Pengganda Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Wilayah Pesisir ... 135

6.4.3 Analisis Keterkaitan-Sebaran Kebelakang dan Kedepan Output, Pendapatan dan tenaga Kerja di Wilayah Pesisir 138

6.5 Pembahasan ...……… 144

7. KESIMPULAN DAN SARAN ...……… 157

7.1 Kesimpulan ...………. 157

7.2 Saran ... 158

DAFTAR PUSTAKA ... 160

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Matrik Analisis Pemetaan Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir

dan Laut ...…..……….. 47

2. Bentuk Umum Tabel Input-Output ..………... 53

3. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Kab. Lamongan ….. .. 71

4. Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut Kab. Lamongan ... .. 72

5. Keragaan Jenis, Produksi Utama, Skala Usaha & Lokasi Industri Perikanan Laut di Kab. Lamongan ...….. .. 72

6. Jumlah Nelayan di Kabupaten Trenggalek ..……….. .. 77

7. Jumlah dan jenis Alat Tangkap di Kabupaten Trenggalek . . 77

8. Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut Kabupaten Trenggalek 78

9. Keragaan Jenis, Produksi Utama & Lokasi Industri Perikanan Laut di Kab.Trenggalek. ... 78

10. Hasil Tangkapan Ikan di Wilayah Pesisir Utara ... 80

11. Rata-rata Bulan Produksi Hasil Tangkapan Ikan di Wilayah Pesisir Utara... 81

12. Rata-rata Produksi Hasil Tangkapan Ikan per Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Utara... 82

13. Jumlah dan Rata-rata Hasil Tangkapan Ikan per Bulan di Wilayah Pesisir Utara... 83

14. Upaya Penangkapan (effort) Tahunan (Trip) di Wilayah Pesisir Utara ... 84

15. Rata-rata Upaya Penangkapan (effort) Ikan per Bulan per Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Utara ... 85

16. Nilai Rata-rata dan Fluktuasi Upaya Penangkapan Ikan per Bulan per Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Utara ... 85

17. Hasil Tangkapan Ikan di Wilayah Pesisir Selatan ………….. 90

18. Rata-rata Bulan Produksi Hasil Tangkapan Ikan di Wilayah Pesisir Selatan ... 91

19. Rata-rata Produksi Hasil Tangkapan Ikan per Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Selatan ... 92

(12)

21. Upaya Penangkapan (effort) Tahunan (Trip)

di Wilayah Pesisir Selatan ... 94 22. Upaya Penangkapan (effort) Rata-rata Hasil Tangkapan Ikan per Bulan per Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Selatan ... 95 23. Nilai Rata-rata dan Fluktuasi Upaya Penangkapan Ikan per Bulan per Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Selatan ... 96

24. Program dan Bentuk Kegiatan di Wilayah Pesisir

di Wilayah Pesisir Utara ... 101 25. Program dan Bentuk Kegiatan di Wilayah Pesisir

di Wilayah Pesisir Selatan ... 102 26. Struktur Ekonomi Kecamatan Paciran dan Brondong

Di Wilayah Pesisir Utara ... 103 27. Struktur Ekonomi Kecamatan Paciran dan Brondong

Di Wilayah Pesisir Selatan ... 104 28. Rasio Sektor Perikanan Laut- Pertanian Wilayah Pesisir Tahun 2004-2007 ... 105

29. Rasio Sektor Perikanan Laut-Perikanan Lainnya Wilayah

Pesisir Tahun 2004-2007 ... 107 30. Rasio Sektor Perikanan Laut-Industri Pengolahan Tahun

2004-2007 ... 109 31. Rasio Sektor Perikanan Laut-Jasa Wilayah Pesisir Tahun 2004 2007 ... 110

32. Profil Pergeseran Wilayah Pesisir Utara – Selatan Tahun 2004

2007 ………... 125 33. Keterkaitan-Penyebaran Kebelakang dan Kedepan Output

Wilayah Pesisir Utara Selatan ... 139 34. Keterkaitan-Penyebaran Kebelakang dan Kedepan Pendapatan Wilayah Pesisir Utara Selatan ……….……….. 141

35. Keterkaitan-Penyebaran Kebelakang dan Kedepan Tenaga

Kerja Wilayah Pesisir Utara Selatan .………….……….. 143 36. Nilai Potensi Ekonomi Sumberdaya Perikanan di Wilayah Pesisir Utara Dan Selatan Propinsi Jawa Timur .………….……….. 144 37. Disparitas Perkembangan Wilayah Pesisir Utara dan Selatan

(13)

40. Nilai Score Analisis Disparitas Pemanfaatan Sumberdaya

Perikanan (DPSDPI) ... 152 41. Nilai Score Analisis Disparitas Pembanguan Wilayah Pesisir

(DPWP) ... 152 42. Nilai Score Analisis Disparitas Kontribusi Sebaran

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ...………...……….….. 42 2. Sketsa Lokasi Penelitian Wilayah Pesisir Jawa Timur ……... 44 3. Sketsa Lokasi Penelitian Wilayah Pesisir Utara direpresentasikan Oleh Kabupaten Lamogan ………...……….….. 45 4. Sketsa Lokasi Penelitian Wilayah Pesisir Utara direpresentasikan Oleh Kabupaten Trenggalek …...…………...……….….. 45 5. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan di Wilayah Pesisir Utara 80 6. Rata-rata Bulan Produksi Hasil Tangkapan Ikan

di Wilayah Pesisir Utara ...………...……….….. 81 7. Rata-rata Produksi Hasil Tangkapan Ikan per Alat Tangkap

di Wilayah Pesisir Utara ...………...……….….. 82 8. Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan Rata-rata per Bulan

di Wilayah Pesisir Utara ...………...……….….. 83 9. Upaya Penangkapan (effort) Tahunan di Wilayah Pesisir Utara 84 10. Rata-rata dan Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan per Bulan

per Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Utara ……...……….….. 86 11. Tren CPUE Alat Tangkap Purse Seine di Wilayah Pesisir

Utara ...………...……….….. 86 12. Tren CPUE Alat Tangkap Payang Besar di Wilayah Pesisir

Utara ...………...……….….. 87 13. Tren CPUE Alat Tangkap Pancing Prawe di Wilayah Pesisir

Utara ...………...……….….. 88 14. Tren CPUE Alat Tangkap Payang Kecil di Wilayah Pesisir

Utara ...………...……….….. 88 15. Tren CPUE Alat Tangkap Gill Net di Wilayah Pesisir

(15)

16. Indeks Musim Penangkapan Perikanan Laut

Wilayah Pesisir Utara ...………...……….….. 90 17. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan di Wilayah Pesisir Selatan 91 18. Rata-rata Bulan Produksi Hasil Tangkapan Ikan

di Wilayah Pesisir Selatan ...………...……….….. 92 19. Rata-rata Produksi Hasil Tangkapan Ikan per Alat Tangkap

di Wilayah Pesisir Selatan ...………...……….….. 93 20. Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan Rata-rata per Bulan

di Wilayah Pesisir Selatan ...………...……….….. 94 21. Upaya Penangkapan (effort) Tahunan di Wilayah Pesisir Selatan 95 22. Rata-rata dan Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan per Bulan

per Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Selatan …...……….….. 96 23. Tren CPUE Alat Tangkap Pukat Pantai di Wilayah Pesisir

Selatan ...………...……….….. 97 24. Tren CPUE Alat Tangkap Jaring Klitik di Wilayah Pesisir

Selatan ...………...……….….. 97 25. Tren CPUE Alat Tangkap Pukat Cincin di Wilayah Pesisir

Selatan ...………...……….….. 98 26. Tren CPUE Alat Tangkap Pancing di Wilayah Pesisir

Selatan...………...……….….. 98 27. Tren CPUE Alat Tangkap Jaring Angkat di Wilayah Pesisir

Selatan ...………...……….….. 99 28. Indeks Musim Penangkapan Perikanan Laut

Wilayah Pesisir Selatan ...………...……….….. 100 29. PDRB Wilayah Pesisir Utara Selatan Tahun 2004-2007…….. 104 30. Rasio Sektor Perikanan Laut-Pertanian Tahun 2004-2007 ... 106 31. Rasio Sektor Perikanan Laut-Perikanan Lainnya Tahun

2004-2007 ...…... 108 32. Rasio Sektor Perikanan Laut-Industri Pengolahan Tahun

(16)

35. Pangsa Lokal Tiap Sektor Tahun 2004-2007...……….. 113

36. Indeks Spesialisasi Tiap Lokasi Tahun 2004-2007 ..………... 114

37. Indeks Lokalisasi Tiap Sektor Tahun 2004-2007 ....………... 115

38. Kuota Lokasi Tahun 2004-2007 ...……...……….. 116

39. Laju Pertumbuhan Lokal Tiap Sektor Tahun 2004-2007 …….. 117

40. Daya Saing Tiap Sektor Tahun 2004-2007...……….. 118

41. Profil Tingkat Pertumbuhan Tahun 2004-2007 ... 120

42. Profil Daya Saing Tahun 2004-2007...……….. 122

43. Profil Pergeseran Wilayah Tahun 2004-2007 ...………. 123

44. Profil Pergeseran Wilayah Pesisir Utara Selatan Tahun 2004 2007 ...…. 124

45. Score Analisis Komponen Utama Kependudukan Tahun 2004 2007 ...……...……….. 126

46. Score Analisis Komponen Utama Kependidikan Tahun 2004 2007 ...………...……….. 127

47. Faktor Score Analisis Komponen Utama Kesehatan Tahun 2004 2007 ...……….. 129

48. Jumlah Jenis Fasilitas Pelayanan Tahun 2004-2007 …..…….. 130

49. Jumlah Unit Fasilitas Pelayanan Tahun 2004-2007 …..…….. 132

50. Pembentukan Output Tahun 2004-2007 …...……….. 133

51. Pembentukan NTB Tahun 2004-2007 ……...……….. 134

52. Pembentukan Pendapatan Tahun 2004-2007 ...……….. 135

53. Pengganda Output Tahun 2004-2007 …...………... 136

54. Pengganda Pendapatan Tahun 2004-2007...……... 137

55. Pengganda Tenaga Kerja Tahun 2004-2007 ...……... 138

56. Keterkaitan-Penyebaran Kebelakang dan Kedepan Output Tahun 2004-2007...……...….. 140

57. Keterkaitan-Penyebaran Kebelakang dan Kedepan Pendapatan Tahun 2004-2007...……...….. 142

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. PDRB Kab. Lamongan per Kec (Rp/juta) Th 2000 ……… 171 2. PDRB Kab. Lamongan per Kec (Rp/juta) Th 2004 ……… 172 3. PDRB Kab. Lamongan per Kec (Rp/juta) Th 2007….…… 173 4. Rasio Sektor Perikanan Laut - Sektor Lainnya, Pangsa

Sektoral Kab. Lamongan per Kec (Rp/juta) Th 2004 .…… 174 5. Pangsa Sektoral, Pangsa Sektoral Agregat Tiap Kec

Kab. Lamongan Th 2004 ……….…….... 175 6. Kuota Lokasi dan Indeks Spesialisasi per Kec Tiap

Sektor PDRB Th 2004 ...……… 176

7. Laju Pertumbuhan Kec Tiap Sektor Th 2000-2004..……… 177 8. Laju Pertumbuhan Sektoral Agregat, Dayasaing Sektoral

Agregat Th 2000 sd. 2004 ……….… 178 9. Rasio Sektor Perikanan Laut-Sektor Lainnya dan Pangsa

Sektoral PDRB Kab. Lamongan per Kec (Rp/juta)

Th 2007 ………...……… 179 10. Pangsa Sektoral dan Pangsa Lokal Tiap Sektor

Kab. Lamongan Th 2007 ………..……… 180 11. Pangsa Sektoral Agregat dan Pangsa Lokal Tiap Sektor

Per Kec di Lamongan Th 2007 ... 180 12. Kuota Lokasi, Indeks Spesialisasi dan Indeks Lokalisasi per

Kec Kab. Lamongan Sektor Th 2007 ...… 181 13. Laju Pertumbuhan Kec di Lamongan Th 2004-2007 …… 182 14. Laju Pertumbuhan Dayasaing Sektoral Kec di Lamongan

(18)

19. Rasio Sektor Perikanan Laut-Sektor Lainnya, Pangsa Sektoral

Kab. Trenggalek per Kec (Rp/juta) Th 2004 ...……… 188 20. Pangsa Sektoral Agregat dan Pangsa Lokal Kab. Trenggalek

Th 2004 ...……… 189 21. Indeks Lokalisasi, Indeks Spesialisasi Sektor, Kuota Lokasi

dan Laju Pertumbuhan Tiap Kec Th 2004 ...……...… 190 22. Laju Pertumbuhan Kec Agregat dan Dayasaing Sektoral

Agregat Th 2000-2004 ……….…..……… 191 23. Rasio Sektor Perikanan Laut - Sektor Lainnya Kab.

Trenggalek per Kec (Rp/juta) Th 2007 ………...…… 191 24. Pangsa Sektoral Tiap, Pangsa Sektoral Agregat dan Pangsa

Lokal Kec terhadap PDRB Th 2007...……… 192 25. Pangsa Lokal Agregat Sektor, Indeks Spesialisasi, Indeks

Lokalisasi dan Kuota Lokasi PDRB per Kec Th 2007 ... 193 26. Laju Pertumbuhan Kec Tiap Sektor Th 2004-2007 ……... 193 27. Laju Pertumbuhan Kec Agregat Sektor Tiap Sektor

Th 2004-2007 ...…… 194 28. Laju Pertumbuhan Sektoral Agregat Th 2004-2007 ……… 194 29. Dayasaing Sektoral Agregat Wilayah Th 2004-2007 ..…… 194 30. Klasifikasi Tabel IO Jawa Timur untuk 20 Sektor …...…… 195 31. Tabel Koefisien Input Output Jatim th 2000 ……… 196 32. Tabel Transaksi Input Output Jatim th 2004 ……...……… 198 33. Tabel Transaksi Input Output Jatim th 2007 ……...……… 200 34. Tabel PDRB Sektoral Kecamatan Th 2000 ...……… 202 35. Tabel PDRB Sektoral Kecamatan Th 2004 ………..……… 203 36. Tabel PDRB Sektoral Kecamatan Th 2007 ………..……… 204 37. Tabel PDRB Sektoral Kecamatan Th 2000 ………..……… 205 38. Tabel PDRB Sektoral Kecamatan Th 2004 ………..……… 206 39. Tabel PDRB Sektoral Kecamatan Th 2007 ...……...……… 207 40. Open Direct Coefficient Matrix Column Output

(19)

41. Open Direct Coefficient Matrix Column Income

Linkages Lamongan ……….……… 208 42. Open Direct Coefficient Matrix Column Employment

Linkages Lamongan ……….……… 209 43. Total Output Multiplers Lamongan ………...…...…… 209 44. Total Income Multiplers Lamongan ……….……… 210 45. Open Direct Coefficient Matrix Column Output Linkages

RAS Lamongan 2007 ………...……… 210 46. Open Direct Coefficient Matrix Column Income Linkages

RAS Lamongan 2007 ………...……… 211 47. Open Direct Coefficient Matrix Column Employment Linkages RAS Lamongan 2007 ………...……… 211

48. Total Output Multiplers RAS Lamongan 2007 ……… 212 49. Total Income Multiplers RAS Lamongan 2007 …...……… 212 50. Total Employment Multiplers RAS 2007 ………...……… 213 51. Open Direct Coefficient Matrix Column Output

Linkages Trenggalek ………...……… 213 52. Open Direct Coefficient Matrix Column Income

Linkages Trenggalek ………...……… 214 53. Open Direct Coefficient Matrix Column Employment

Linkages Trenggalek ………...…… 214 54. Total Output Multiplers Trenggalek ………....……… 215 55. Total Income Multiplers Trenggalek ………...……… 215 56. Total Employment Multiplers Trenggalek ………..……… 216 57. Open Direct Coefficient Matrix Column Output

Linkages Trenggalek ………...……… 216 58. Open Direct Coefficient Matrix Column Income

Linkages Trenggalek ………...……… 217 59. Open Direct Coefficient Matrix Column Employment

(20)

62. Total Employment Multiplers Trenggalek ………..……… 219 63. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama

Pesisir Utara Tahun 2004 Indikator Kependudukan ...…… 220 64. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Utara

Tahun 2004 Indikator Kependidikan ...……… 221 65. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Utara

Tahun 2004 Indikator Kesehatan ...……… 222 66. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Utara

Tahun 2007 Indikator Kependudukan ...……… 223 67. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Utara

Tahun 2007 Indikator Kependidikan ...……… 224 68. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Utara

Tahun 2007 Indikator Kesehatan ...……… 225 69. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Selatan

Tahun 2004 Indikator Kependudukan ...……… 226 70. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Selatan

Tahun 2004 Indikator Kependidikan ...……… 227 71. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Selatan

Tahun 2004 Indikator Kesehatan ...……… 228 72. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Selatan

Tahun 2007 Indikator Kependudukan ...……… 229 73. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Selatan

Tahun 2007 Indikator Kependidikan ...……… 230 74. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Selatan

Tahun 2007 Indikator Kesehatan ...……… 231 75. Analisis Skalogram Fasos kecamatan di Kab Lamongan

Tahun 2004......……… 232 76. Analisis Skalogram Fasos kecamatan di Kab Lamongan

Tahun 2007......……… 233 77. Analisis Skalogram Fasos kecamatan di Kab Trenggalek

(21)

78. Analisis Skalogram Fasos kecamatan di Kab Trenggalek

Tahun 2007......……… 235

79. Profil Jumlah Jenis dan jumlah Unit Fasilitas Pelayanan Utama Wilayah Pesisir Utara Tahun 2004 ...……… 236

80. Profil Jumlah Jenis dan jumlah Unit Fasilitas Pelayanan Utama Wilayah Pesisir Utara Tahun 2007 ...……… 237

81. Profil Jumlah Jenis dan jumlah Unit Fasilitas Pelayanan Utama Wilayah Pesisir Selatan Tahun 2004 ...……… 238

82. Profil Jumlah Jenis dan jumlah Unit Fasilitas Pelayanan Utama Wilayah Pesisir Selatan Tahun 2007 ...……… 238

83. Standar Penilaian Score Lima Indikator Kebijakan ...……… 239

84. Profil Kelas Pelabuhan Perikanan, Produksi Ikan dan Jumlah Nelayan di Jawa Timur ...……… 240

85. PDRB Kab Lamongan Tahun 2000 ... 241

86. PDRB Kab Lamongan Tahun 2004 ... 242

87. Nilai r dan R ... 243

88. Komponen Pertumbuhan setiap sektor... 244

89. Komponen Pertumbuhan Proporsional setiap sektor ... 245

90. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah ... 246

91. PDRB Kab Lamongan Tahun 2004 ... 247

92. PDRB Kab Lamongan Tahun 2007 ... 249

93. Nilai r dan R ... 250

94. Komponen Pertumbuhan setiap sektor ... 251

95. Komponen Pertumbuhan Proporsional setiap sektor ... 252

96. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah ... 253

97. Prosentase Komponen Pertumbuhan, Pertumbuhan Proporsional dan Pangsa Wilayah ... 254

98. PDRB Kab Trenggalek tahun 2000 ... 255

99. PDRB Kab Trenggalek tahun 2004 ... 255

100. PDRB Kab Trenggalek Tahun 2004 ... 256

101. PDRB Kab Trenggalek Tahun 2007 ... 256

(22)
(23)

1. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia dengan luas wilayah yang terdiri dari 70 % lautan merupakan

negara kepulauan dengan luas perairan diperkirakan mencapai 5,8 juta km dan

panjang garis pantai 81.000 km. Potensi sumberdaya perikanan masih cukup besar

sekitar 6,1 juta ton per tahun dan baru dimanfaatkan 57 persennya. Dengan luas

laut 5,8 juta km, Indonesia sesungguhnya memiliki potensi sumberdaya perikanan

laut yang cukup besar baik dari segi kuantitas maupun keragamannya. Namun

ketersediaan atau stok ikan secara alami di perairan merupakan salah satu faktor

pembatas peningkatan produktifitas usaha dalam kegiatan penangkapan.

Potensi yang demikian besar dan memiliki arti penting dalam konteks

perekonomian bangsa, perencanaan dan pengelolaan yang berkelanjutan dari

wilayah pesisir merupakan sebuah kebutuhan yang mutlak. Fungsi perencanaan

dan pengelolaan tidak hanya berdimensi fisik untuk menjaga kelestarian dan

keberlanjutan sistem alam dan sumberdaya perikanan namun juga memiliki

dimensi sosial karena komunitas di wilayah pesisir yang telah berinteraksi secara

dinamis dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan merupakan salah satu unsur

yang perlu diperhatikan sehingga pembangunan wilayah pesisir secara

berkelanjutan dapat terwujud (Kusumastanto, 2006).

Ketchum dalam Kusumastanto et al. 2006 menyatakan wilayah pesisir

adalah wilayah pertemuan antara wilayah daratan dan laut. Secara ekologis

wilayah pesisir adalah sebuah wilayah yang dinamik dengan pengaruh daratan

terhadap lautan atau sebaliknya. Proses keterkaitan antara wilayah darat dan laut

merupakan sumber dinamika dalam kerangka pengelolaan wilayah pesisir dan laut

secara terpadu (integrated coastal management; ICM). (Jones and Westmascot

dalam Kusumastanto, et al. 2006) menyatakan wilayah pesisir tidak hanya

diidentifikasi berdasarkan sifat ekologis semata, namun mencakup definisi

administratif sebagai suatu wilayah pengelolaan.

Wilayah pesisir dan laut diharapkan menjadi pusat pertumbuhan dan

sebagai kutub dari ruang ekonomi. Ruang ekonomi mengandung pusat-pusat dan

(24)

mempunyai kekuatan centripental menarik sekitarnya ke pusat-pusat tersebut.

Penentu kebijakan pembangunan seringkali berharap wilayah pesisir menjadi

pusat pertumbuhan dengan beberapa alasan antara lain : terjadinya proses

aglomerasi, konsentrasi investasi dan proses penyebaran bagi wilayah-wilayah

belakangnya. Unit ekonomi industri yang dominan tampil memainkan peranan

utama dalam ruang ekonomi.

Dalam rangka mewujutkan sektor perikanan menjadi sumber pertumbuhan

baru bagi perekonomian, diperlukan usaha-usaha memanfaatkan sumberdaya

perikanan sampai tingkat optimal di seluruh wilayah, sasaran peningkatan devisa

dan kesejahteraan bagi nelayan dan petani ikan melalui perluasan usaha yang

menjadi prioritas utama disamping aspek kelestarian. Disparitas pembangunan

regional merupakan fenomena universal. Di semua negara tanpa memandang

ukuran dan tingkat pembangunannya, disparitas pembangunan merupakan

masalah regional yang tidak merata. Pembagian ekonomi telah melahirkan

tekanan sosial politik, baik sistem perekonomian pasar maupun ekonomi

terencana, secara terpusat pembangunan diarahkan agar mengikuti

kebijakan-kebijakan mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah (Rustiadi, 2005).

Wilayah pesisir dan laut menyediakan sumberdaya alam yang produktif

sebagai sumber pangan dan merupakan tumpuan harapan dalam pemenuhan

kebutuhan hidup dimasa mendatang (Bengen, 2000). Pemanfaatan sumberdaya

ikan di Indonesia sampai saat ini, secara umum belum optimal dan masih

berpeluang untuk dikembangkan. Karakteristik wilayah yang berbeda,

menyebabkan adanya kesenjangan pemanfaatan sumberdaya ikan. Wilayah

perairan Indonesia mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu wilayah

perairan dengan wilayah perairan yang lain. Perbedaan yang ada diantaranya

meliputi perbedaan kondisi geografi, topografi, demografi, kualitas dan kuantitas

sumberdaya manusia, budaya dan sosial kultural masyarakat, karakteristik

sumberdaya ikan, teknologi, kemampuan investasi permodalan pemerintah dan

masyarakat dan merupakan komponen sistem perikanan yang bersifat spesifik

yang dimiliki daerah. Komponen sistem perlu dikelola dan diperhatikan dengan

baik dalam upaya pengembangan perikanan. Undang-undang No. 31 tahun 2004

(25)

dikelola dengan baik. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan

pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari

praproduksi, produksi, pengolahan sampai pemasaran, dilaksanakan dalam suatu

sistem bisnis perikanan. Pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk

proses terintegrasi pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,

pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya, implementasi serta penegakan hukum

peraturan perundangan di bidang perikanan, dilakukan pemerintah dan otoritas

lain diarahkan mencapai kelangsungan produktifitas sumberdaya hayati dan

tujuan yang telah disepakati. Pemerintah provinsi dan kebupaten kota diberi

kewenangan menentukan urusan pilihan nyata dan berpotensi meningkatkan

kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan dan potensi unggulan

daerahnya. Kekhasan yang dimiliki beberapa kabupaten di Utara dan Selatan

Jawa, berupa potensi kelautan dan perikanan dijadikan pilihan untuk dikelola dan

dikembangkan dengan baik (Pusat Riset Perikanan Tangkap, 2001).

Disparitas pembangunan antar wilayah disatu sisi terjadi dalam bentuk

buruknya distribusi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya yang menciptakan

inefisiensi dan tidak optimalnya sistem ekonomi wilayah. Disparitas

pembangunan menghasilkan struktur hubungan antar wilayah, membentuk

interaksi yang saling memperlemah. Wilayah hinterland menjadi lemah karena

pengurasan sumberdaya berlebihan (backwash) mengakibatkan aliran nilai tambah

dan terakumulasi di pusat-pusat pembangunan secara besar-besaran dan

berlebihan. Disparitas pembangunan inter-regional disamping menyebabkan

kapasitas pembangunan regional sub-optimal, juga menihilkan potensi-potensi

pertumbuhan pembanguan agregat dari interaksi pembangunan inter-regional yang

sinergis atau saling memperkuat. Menyadari terjadinya disparitas pembangunan

inter-regional, pemerintah berupaya menyelenggarakan berbagai program

pengembangan wilayah. Strategi program pengembangan wilayah lebih

didasarkan atas strategi dari sisi pasokan, berupa program pengembangan wilayah

didasarkan atas keunggulan komparatif berupa upaya-upaya peningkatan produksi

dan produktifitas wilayah didasarkan atas pertimbangan optimalisasi daya dukung,

(26)

Strategi pembangunan yang hanya dilakukan dari sisi pendekatan pasokan

akhirnya terhenti akibat adanya keterbatasan dari sisi permintaan baik secara

domestik maupun dari luar wilayah. Strategi pembangunan wilayah harus

dikembangkan atas dasar strategi pengembangan sisi permintaan. Strategi ini

dikembangkan melalui upaya-upaya mendorong tumbuhnya

permintaan-permintaan suatu produk dan jasa secara domestik melalui

peningkatan-peningkatan kesejahteraan diantaranya peningkatan-peningkatan pendapatan, pendidikan dan

kesehatan. Keinginan untuk menjadikan pembangunan kelautan dan perikanan

sebagai arus utama pembangunan nasional, yang ditunjukkan dengan letak

geografis dan kandungan sumberdaya kelautan yang dimiliki, dengan potensi

yang sangat besar serta kenyataan posisi geopolitis yang penting dan dinamis.

Pertimbangan yang mendasari pembangunan berbasis sumberdaya perikanan dan

kelautan sebagai arus utama pembangunan diantaranya adalah (Dahuri, 2003) :

1. Melimpahnya sumberdaya perikanan kelautan;

2. Keterkaitan yang kuat kedepan dan kebelakang antara industri berbasis

kelautan dengan industri dan aktivitas ekonomi lainnya;

3. Sumberdaya kelautan merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui

sehingga keunggulan komparatif dan kompetitif dapat bertahan.

Pendekatan pembangunan yang sangat menekankan pertumbuhan ekonomi

makro cenderung mengakibatkan terjadinya disparitas pembanguan antar wilayah

yang cukup besar. Investasi dan sumberdaya terserap dan terkonsentrasi

dipusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayah belakangnya mengalami pengurasan

sumberdaya berlebihan. Di Jawa Timur secara makro dapat dilihat ketimpangan

pembangunan signifikan antara perkembangan wilayah pesisir Utara Jawa Timur

dengan wilayah pesisir Selatan Jawa Timur. Disparitas pembangunan antara

wilayah pesisir Utara Jawa Timur dengan wilayah pesisir Selatan Jawa Timur

pada akhirnya menimbulkan permasalahan yang sangat merugikan proses

pembangunan yang ingin dicapai. Studi tentang pengelolaan dan tingkat

pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan perspektif ekonomi terhadap

(27)

1.2 Perumusan Masalah

Persoalan pembangunan tidak hanya menyangkut perlunya investasi

pembangunan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki untuk mendorong

pertumbuhan semata, tetapi juga harus memperhatikan aspek distribusi dan

pemerataan hasil pembangunan, sehingga hasil pembangunan dapat dinikmati

seluruh lapisan masyarakat secara adil dan proporsional. Kerangka spasial, suatu

pemerataan hasil pembangunan adalah adanya keseimbangan kemajuan antar

wilayah. Salah satu masalah mendasar pembangunan di Indonesia adalah masalah

disparitas pembangunan antar wilayah. Kebijakan pembangunan yang hanya

menitik beratkan pencapaian pertumbuhan ekonomi semata, secara spasial

ternyata menambah tingkat ketimpangan antar wilayah. Disparitas hasil

pembangunan wilayah lebih disebabkan diantaranya 1. kebijakan pengelolaan

sumberdaya alam dan 2. kebijakan yang bersifat sektoral (Hadi, 2001).

Menurut Rustiadi (2005), beberapa faktor utama yang menyebabkan

terjadinya disparitas antar wilayah diantaranya adalah : (1). aspek geografi, (2).

aspek aktifitas ekonomi serta (3). aspek kebijakan pemerintah. Aspek geografi,

suatu wilayah yang cukup luas akan terjadi variasi spasial kuantitas dan kualitas

sumberdaya. Apabila faktor-faktor yang lain berada pada posisi yang sama, maka

kondisi geografi yang lebih baik akan berkembang dengan lebih baik pula. Dari

aspek aktifitas ekonomi, faktor-faktor ekonomi yang menyebabkan terjadinya

disparitas antar wilayah diantaranya adalah : (1). faktor ekonomi terkait perbedaan

kuantitas dan kualitas faktor produksi yang dimiliki, (2). faktor ekonomi terkait

akumulasi dari berbagai faktor, (3). faktor ekonomi terkait pasar bebas dan

pengaruhnya pada spread effect dan backwash effect dan (4). faktor ekonomi

terkait distorsi pasar, yaitu kebijakan pemerintah seringkali memberikan

penekanan dan arah pertumbuhan dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan

yang justru menimbukan disparitas antar wilayah.

Secara nasional potensi ikan masih belum dimanfaatkan secara optimal,

namun di beberapa wilayah perairan tingkat pemanfaatannya telah melampaui

potensi lestari maksimum. Tingkat pemanfaatan ikan di perairan Utara Pulau Jawa

telah melampaui potensi lestari maksimum, tetapi di perairan Selatan Pulau Jawa

(28)

dalam kerangka pembangunan nasional, peningkatan kontribusi perikanan harus

diupayakan secara berhati-hati, agar tidak menimbulkan dampak negatif di masa

mendatang. Peranan pengelolaan sumberdaya perikanan sangat strategis dan

sangat erat kaitannya dengan isu lebih tangkap (over fishing), kelebihan kapasitas

penangkapan, deplesi stok ikan, perubahan ekosistem dan meningkatnya

perdagangan ikan dunia dengan segala potensi dampaknya (FAO, 1999).

Berdasarkan penyebaran daerah penangkapan ikan, potensi produksi

perikanan tangkap di perairan laut Indonesia dibagi berdasarkan sembilan wilayah

pengelolaan perikanan. Potensi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia sebesar 6,4

juta ton per tahun. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah 80 persen dari

potensi lestari atau sekitar 5,12 juta ton per tahun (Dahuri, 2003).

Pembangunan perikanan khsusunya perikanan tangkap di Indonesia

hakekatnya mempunyai tujuan ganda yaitu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat nelayan di satu sisi dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan disisi

lain. Program pembangunan perikanan baik langsung maupun tidak langsung

seharusnya dapat menyentuh semua lapisan masyarakat nelayan. Perairan Selatan

Jawa merupakan bagian dari wilayah pengelolaan perikanan Samudera Hindia

(WPP 9), dengan wilayah perairan terbuka. Luas wilayah mencakup wilayah

perairan teritorial dan perairan ZEE Indonesia. Perairan Selatan Jawa memiliki

potensi sumbedaya ikan yang potensial. Potensi lestari sumberdaya ikan di WPP

9, meliputi Barat Sumatera, Selatan Jawa sampai dengan Selatan Flores. Dasar

variasi pengaruh lautan, wilayah laut Jawa Timur dikategorikan menjadi lima

wilayah, dua diantaranya adalah : 1. wilayah Utara Jawa Timur; 2. wilayah

Selatan Jawa Timur. Wilayah Selatan ditandai gelombang tinggi dan sulit

dijangkau nelayan kecil. Tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan laut Jawa

Timur bervariasi berdasarkan wilayah penangkapan dan pengaruh iklim global

lainnya (Muhammad, 2001).

Reformasi kebijakan pembangunan daerah, harus segera dilakukan baik

faktor eksternal yaitu kesepakatan didasarkan efisiensi dan faktor internal yaitu

tuntutan kesimbangan wilayah dalam menikmati hasil pembangunan.

Penyeimbangan pembangunan antara wilayah pesisir Utara Jawa Timur dengan

(29)

Pembangunan infrastruktur yang membuka wilayah pesisir Selatan Jawa Timur

harus diikuti peningkatan kemampuan pengelolaan wilayah pesisir.

Dari latar belakang, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana keragaan sumberdaya perikanan laut mempengaruhi disparitas

perkembangan wilayah pesisir Utara dan Selatan Jawa Timur;

2. Sejauhmana kontribusi dan keterkaitan sektor perikanan laut mempengaruhi

disparitas struktur perekonomian wilayah pesisir Utara dan Selatan Jawa

Timur;

3. Bagaimana keragaan disparitas kebijakan pengelolaan wilayah pesisir Utara

dan Selatan Jawa Timur.

1.3 Tujuan Penelitian :

Tujuan penelitian adalah untuk :

1. Mengidentifikasi disparitas pemanfaatan sumberdaya perikanan wilayah

pesisir Utara dan Selatan Jawa Timur

2. Mengidentifikasi disparitas pembangunan wilayah pesisir Utara dan

Selatan Jawa Timur

3. Menyusun strategi pengelolaan wilayah pesisir Utara dan Selatan Jawa

Timur

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil analisis bersifat makro penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan

sebagai bahan pertimbangan penetapan rekomendasi kebijakan pembangunan

dengan merumuskan, menentukan, memprioritaskan, mengarahkan serta upaya

peningkatan efisiensi alokasi dana investasi. Hasil analisis bersifat mikro

digunakan sebagai masukan bagi para pelaku ekonomi serta seluruh stakeholders

(30)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Wilayah Pesisir dan Lautan

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam,

dan sering dilakukan perubahan-perubahan ekosistem dan sumberdaya alam.

Perubahan-perubahan yang dilakukan tentunya dapat memberikan pengaruh

lingkungan hidup. Semakin tinggi laju pembangunan, semakin tinggi pula tingkat

pemanfaatan sumberdaya alam dan makin besar perubahan-perubahan yang

terjadi pada lingkungan hidup. Perencanaan pembangunan sistem ekologi yang

berimplikasi perencanaan penggunaan sumberdaya alam, perlu diperhatikan

kaidah-kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat-akibat negatif yang

merugikan kelangsungan pembangunan secara menyeluruh. Perencanaan,

pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam perlu dipertimbangkan secara

cermat dan terpadu, sehingga dicapai pengembangan lingkungan hidup dalam

pembangunan (Bengen, 2000). Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk

menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan terjaganya kualitas lingkungan, agar

secara agregat keputusan pembangunan dapat menguntungkan semua pihak

(Darwanto, 2000 dalam Adibroto, 2001).

Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses individu maupun

lembaga untuk menggerakkan dan mengelola sumberdaya, agar menghasilkan

perbaikan berkelanjutan menuju kualitas hidup yang diinginkan. Terdapat enam

elemen kunci dalam pembangunan yaitu perubahan, proses, perbaikan atau

pertumbuhan, keberlanjutan, distribusi dan kualias hidup. Pembangunan sebagai

suatu perubahan, mewujutkan kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat

yang lebih baik dari kondisi sekarang, pembangunan sebagai suatu pertumbuhan,

menunjukkan kemampuan kelompok untuk terus berkembang baik secara kualitas

maupun kuantitas dan merupakan keharusan dalam pembangunan (Soley, 1999).

Agenda 21 Indonesia, strategi nasional untuk pembangunan berkelanjutan

menyarankan pengelolaan perencanaan wilayah pesisir hendaknya

mengintegrasikan lingkungan dengan tujuan sosial dan harus dibuat dengan

(31)

Partisipasi dan keterlibatan masyarakat hendaknya ditingkatkan melalui program

pendidikan lingkungan serta pengelolaan limbah perairan hendaknya termasuk

dalam upaya terpadu yang melibatkan seluruh perwakilan dikabupaten kota,

provinsi hingga tingkat nasional (Lasut et al, 2008).

Seragaldin dan Steer (1993) mengemukakan bahwa terdapat empat tipe

yaitu tipe yang pertama adalah sumberdaya buatan manusia (man-made capital),

seperti mesin, pabrik, bangunan dan bentuk infrastruktur dan teknologi lain.

Wanmali (1992) menyatakan bahwa ada dua tipe infrastruktur yaitu hard

infrastructure seperti jalan, telekomunikasi, listrik dan sistem irigasi dan soft

infrastructure berbentuk pelayanan seperti transportasi, kredit dan perbankan,

input produksi dan pemasaran. Secara fisik man made capital merupakan

kekayaan hasil pembangunan yang dapat diukur dengan mudah. Tipe kedua

adalah sumberdaya yang disediakan oleh lingkungan (natural capital) seperti

sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik yang dapat diperbaharui ataupun

tidak. Tipe ketiga adalah sumberdaya manusia (human capital) serta tipe keempat

adalah sumberdaya sosial (sosial capital) sebuah bentuk fungsi kelembagaan dan

budaya berbasis sosial. Fauzi (2001) mengemukakan pengelolaan sumberdaya

alam adalah bagaimana (how best) mengelola sumberdaya alam tersebut di dalam

suatu wilayah untuk dapat menghasilkan manfaat sebesar-besarnya bagi manusia

dan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

Paradigma pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi,

telah mengalami perubahan menjadi pembangunan yang berkelanjutan. Paradigma

pembangunan berkelanjutan mengandung makna pembangunan yang memenuhi

kebutuhan masa kini, tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk

memenuhi kebutuhannya. Konsep keberlanjutan merupakan konsep sederhana

namun kompleks, sehingga pengertian keberlanjutan sangat multi dimensi dan

multi interprestasi. Pengertian sederhana dalam perspektif ekonomi terutama

pandangan ekonomi neo klasikal, keberlanjutan diartikan sebagai maksimalisasi

kesejahteraan sepanjang waktu. Konsep kesejahteraan menyangkut dimensi yang

sangat luas, perspektif neo-klasikal melihatnya sebagai maksimalisasi

kesejahteraan yang diturunkan dari utilitas yang diperoleh dengan mengkonsumsi

(32)

sumberdaya alam dan lingkungan (Fauzi, 2004). Di banyak negara, terutama

negara berkembang, terdapat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap

sumberdaya laut untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya, sebagai menahan

dampak angin topan dan tsunami, dan sebagai media transportasi laut, pariwisata,

perikanan, dan pengembangan daerah pesisir. Terdapat 1.2 juta orang (23%) dari

total penduduk dunia yang hidup di wilayah pesisir dan secara terus menurus

memberikan tekanan kepada ekosistem pesisir sehingga terjadi perubahan relative

cepat diseluruh dunia. Ekosistem pesisir juga berubah diantaranya akibat

kerusakan habitat, penangkapan ikan yang berlebihan serta dampak tumpahan

minyak. Pengelolaan wilayah pesisir teradu (ICM) berpotensi untuk menampung

banyak isu ditujukan ke proses multi-stakeholder, tetapi hendaknya didukung

kolaborasi, kontribusi dan penghargaan pemerintah. (Wilson dan Wiber, 2009).

Sumberdaya kelautan Indonesia merupakan salah satu aset pembangunan

yang penting dan memiliki peluang sangat besar untuk dijadikan sumber

pertumbuhan ekonomi baru. Setidaknya terdapat tiga alasan utama yang

mendasarinya, pertama, secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di

dunia. Kedua di wilayah pesisir dan lautan yang sangat luas terdapat potensi

pembangunan berupa aneka sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang

belum dimanfaatkan secara optimal (Resosudarmo et.al., 2000). Ketiga, seiring

pertambahan jumlah penduduk dunia dan semakin menipisnya sumberdaya

pembangunan didaratan, permintaan terhadap produk dan jasa kelautan

diperkirakan meningkat (Resosudarmo et.al., 2002).

Indonesia memiliki potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut yang

sangat besar. Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan

lautan. Dilihat dari garis pantai, wilayah pesisir mempunyai dua macam batas,

yaitu batas sejajar garis pantai dan batas tegak lurus terhadap garis pantai. Secara

ekologis wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan

laut. Batas wilayah pesisir ke arah darat mencakup daratan yang masih di

pengaruhi proses-proses kelautan. Batas wilayah pesisir ke arah laut meliputi

perairan laut yang masih dipengaruhi proses-proses alamiah dan kegiatan manusia

(33)

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang bersifat dinamis dan merupakan

tantangan bagi sistem perencanaan wilayah pesisir dengan tingkat ketidakpastian

dan dinamika yang sangat tinggi. Lingkungan kelautan masih sedikit dimengerti

jika dibanding wilayah daratannya, terutama yang berhubungan dengan flora dan

fauna serta dampak dari perubahan yang terjadi. Secara pasti, perencanaan

wilayah pesisir jauh lebih rumit dibandingkan dengan perencanaan wilayah

daratan lainnya, karena ekosistem wilayah pesisir lebih kompleks dibandingkan

dengan ekosistem daratan lainnya. Dibutukan komunikasi yang baik antara

berbagai kelompok masyarakat lokal untuk bersama-sama bekerja dan berpikir

secara nasional dalam konteks wilayah lokal. Yang perlu diingat manajemen

wilayah pesisir terpadu (ICZM) merupakan rangkaian proses, yang lebih

mengarah kepada penjiwaan dari sekedar bentuk spesifik dari sebuah manajemen.

Tidak ada yang salah ataupun benar dalam metode penerapan ICZM, karena

setiap situasi tentunya berbeda (Stead dan McGlashan, 2006).

Kawasan pesisir dan lautan merupakan kawasan yang kaya akan berbagai

ekosistem sumberdaya alam dengan keanekaragaman hayatinya total nilai

kawasan pesisir di seluruh permukaan bumi yang disebut dengan word’s gross

natural product (COREMAP, 1999). Wilayah pesisir pada umumnya merupakan

wilayah yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat. Karena kondisi

geografis dan potensi yang dimilikinya, banyak sektor ekonomi yang berkembang

diwilayah pesisir. Khususnya di wilayah pesisir, sektor-sektor ekonomi yang

dominan adalah perikanan laut, yang mencakup kegiatan penangkapan, budidaya

dan pengolahan (Anonymous, 2000).

Pengelolaan wilayah pesisir terpadu adalah proses pengaturan, para

stakeholder dan anggota kelompok memiliki kekuatan dan kesempatan formal

untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan yang merupakan hal

penting berdampak pada peraturan pengelolaan perikanan. Banyak pelaku aktifitas

ekonomi disektor perikanan tidak memiliki kemauan untuk maju dan

mendiskusikan permasalahan keamanan dan pengelolaan perikanan secara terbuka

karena pendapatnya seringkali tidak berpengaruh pada peraturan yang sedang

disusun. Masyarakat pesisir membutuhkan koordinasi lebih lanjut dengan

(34)

mendatang (Kaplan dan Powell, 2000). Pengelolaan wilayah pesisir terpadu telah

digunakan lebih dari satu dekade untuk mengarahkan perubahan paradigma dalam

pengelolaan sumberdaya pesisir Kesuksesan dapat diraih apabila para stakeholder

yang terlibat dalam pengelolaan wilayah pesisir terpadu memiliki inisiatif untuk

berbagi pengalaman, belajar dari kesalahan masa lalu dan memiliki keinginan

untuk mengubah strategi pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Pengelolaan

wilayah pesisir terpadu hendaknya dimengerti sebagai proses dinamis dan

interaktif yang mengalami dinamika dan perubahan secara ters menrus.

Pengelolaan wilayah pesisir terpadu membutuhkan waktu dan dukungan jangka

panjang dari pemerintah, membawa pada pendekatan pengelolaan yang efisien,

adil, bertahan, dan berkelanjutan (Hauck dan Sowman, 2001).

Sebuah tantangan bagi seluruh stakeholder yang terlibat, untuk

menemukan keseimbangan antara mendorong kegiatan dan mengelola lingkungan

pesisir yang tepat dibawah panduan yang telah disepakati secara internasional.

Untuk menjawab tantangan tersebut, beberapa rekomendasi yang diusulkan antara

lain: 1) dibutuhkan jawaban atas permasalahan lingkungan wilayah pesisir dan

termasuk respon dalam perspektif jangka panjang untuk para pembuat kebijakan,

2) dibutuhkan pengakuan terhadap kebergantungan ekonomi dan sistem

lingkungan dan untuk menentukan batas antara aktivitas manusia yang

dibutuhkan, khususnya di daerah pesisir, dan 3) dibutuhkan perlindungan terhadap

kelestarian lingkungan dan mengembalikan lingkungan yang terdegradasi (Sarda,

Avila, dan Mora, 2005). Wilayah laut terlindung (Marine Protected Areas)

merupakan salah satu bentuk program untuk melindungi keberagaman dan

mengelola habitat pesisir yang sensitif dan juga untuk melindungi spesies yang

berharga secara komersial serta beragam bentuk pengelolaan aktivitas ekonomi di

wilayah pesisir (Cho, 2005).

Dalam pendekatan pengelolaan, akan lebih efektif apabila terdapat

pihak-pihak yang pro aktif, mengambil sudut pandang strategi jangka panjang,

mengenali dinamisme dari sistem yang sedang dikelola, adaptif (dalam hal

geografis dan respon terhadap informasi baru), dan mencari solusi yang

menyeluruh (Fletcher dan Pike, 2007). Sistem pengelolaan wilayah pesisir terpadu

(35)

serupa baik sumberdaya alami dan manusianya yang secara fisik terhubung

melalui laut (Laine dan Kronholm, 2005). Kelompok pesisir lokal merupakan

organisasi netral yang mewakili banyak kepentingan dan memiliki peran yang

sangat penting dalam melibatkan mayarakat, meningkatkan kesadaran, dan

menampung aspirasi (Storrier dan McGlashan, 2006).

2.2 Tipologi Perkembangan Wilayah Pesisir

Konsep ruang mempunyai beberapa elemen atau unsur yang dapat dilihat

secara terpisah, secara bersamaan dan dipergunakan dalam ruang lingkup yang

lebih luas yaitu organisasi tata ruang dari kegiatan manusia. Unsur-unsur tata

ruang penting adalah jarak, lokasi, bentuk dan ukuran atau skala. Keempat unsur

ini secara bersamaan menyusun unit tata ruang yang disebut Wilayah. Usaha

menetapkan batas-batas wilayah, kerapkali pengelompokan atas kriteria :

homogenitas; nodalitas dan unit program atau unit administrasi. Konsep

homogenitas menetapkan batas berdasarkan beberapa persamaan unsur tertentu,

seperti unsur ekonomi wilayah yaitu pendapatan per kapita, kelompok industri

maju, tingkat pengangguran atau keadilan sosial politik seperti identitas wilayah

berdasarkan sejarah, budaya dan sebagainya. Konsep nodalitas, menekankan

perbedaan struktur tata ruang dalam wilayah terdapat sifat ketergantungan

fungsional. Mendefinisikan konsep disadari penduduk tidak dapat hidup

terpisah-pisah sedemikian rupa, cenderung berkumpul pada pusat yang spesifik dari

kegiatan. Pusat atau kota dan wilayah belakangnya saling tergantung dan tingkat

ketergantungan dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang-barang

dan pelayanan ataupun komunikasi dan transportasi (Budiharsono, 2006).

Setiap wilayah mempunyai satu atau beberapa kota besar sebagai pusat dan

diantaranya tertinggi berwujut kota metropolitan dan prinsip dominasi atau

pengaruh kota dipakai untuk menetapkan batas wilayah. Konsep administrasi atau

unit program, lebih mudah dipahami karena didasarkan perlakuan kebijakan yang

sama disebut wilayah perencanaan atau wilayah program. Manfaat konsep ini

adalah perencana dan analisisi dapat bekerja dan lebih mudah mengadakan

evaluasi dan monitoring program pembangunan. Kelemahannya adalah batas

(36)

Teori kutub dan pusat pertumbuhan menekankan pada kutub pertumbuhan

ruang ekonomi. Teori dipergunakan memahami dan menanggapi masalah di

bidang yang menunjukkan hubungan kausal diantara berbagai variabel dalam

kerangka utuh di bidang tertentu. Abstraksi ruang dibedakan atas tiga tipe yaitu :

ruang sebagai suatu rencana diagram atau cetak biru; ruang sebagai medan

kekuatan-kekuatan dan ruang sebagai suatu keadaan yang homogen. Kutub

diartikan vektor dari ruang ekonomi sebagai medan kekuatan. Ruang ekonomi

mengandung pusat-pusat dan kutub-kutub yang mempunyai kekuatan centrifugal

yang memancar sekelilingnya dan mempunyai kekuatan centripental yang

menarik. Setiap pusat merupakan pusat penarik dan penolak serta mempunyai

medan sendiri dalam gugus medan pusat-pusat lainnya.

Unit ekonomi yang dominan tampil memainkan peranan utama dalam

ruang ekonomi. Persaingan diantara perusahaan-perusahaan sejenis menciptakan

keadaan hanya perusahaan kuat saja yang bisa hidup. Peranan dari unit-unit

tersebut digambarkan sebagai perusahaan pendorong. Perusahaan-perusahaan

pendorong dapat meningkatkan produksi perusahaan lainnya, jika peningkatan

produksi tularan, lebih besar dari kenaikan produksi pendorong, maka perusahaan

pendorong disebut perusahaan utama. Ciri-ciri perusahaan pendorong antara lain :

perusahaan besar dengan modal besar dan tekonologi maju; termasuk ke dalam

kelompok industri maju dan cepat tumbuh; mempunyai produktifitas tinggi dan

kemampuan besar dalam penerapan teknologi maju; mempunyai posisi penawaran

kuat dan hubungan kuat dengan kegiatan lain di wilayah tersebut (Todaro, 1995).

Pengertian kutub pertumbuhan didasarkan atas teori keseimbangan dengan

menyadari seluruh produksi bukan hanya merupakan penjumlahan produksi dari

setiap perusahaan dalam suatu matrik, tetapi merupakan fungsi pengaruh

mempengaruhi perusahaan tertentu yang ditimbulkan arus perusahaan-perusahaan

lain dan proses rangkaian dinamis menciptakan hubungan ketergantungan serta

tumbuh berkembang terus menerus.

Konsep dasar sosial ekonomi dari kutub pertumbuhan meliputi :

1. Konsep industri utama dan perusahaan pendorong, berdasarkan

karakteristiknya, industri utama dan perusahaan-perusahaan pendorong

(37)

atau industri kutub pertumbuhan tersebut. Lokasi geografis dapat

terjadi berdasarkan manfaat atau keuntungan yang diperoleh dari lokasi

sumberdaya, tenaga kerja atau fasilitas prasarana;

2. Konsep polarisasi, pertumbuhan dari industri utama dan perusahaan

pendorong menimbulkan polarisasi unit-unit lainnya ke kutub

pertumbuhan. Aglomerasi ekonomi ditandai : a. economics internal to

firm dicirikan dengan biaya produksi rata-rata yang rendah, b.

economics external to firm but internal to industry, ditandai penurunan

biaya tiap unit produksi karena lokasi tertentu dari industri, seperti

dekat dengan sumber bahan baku dan tenaga kerja trampil.

3. Konsep spred backwash effect dan konsep trikling down effect,

konsep-konsep ini mengandung pengertian pemancaran, penyebaran, penetesan

dan pengertian penarikan, pengumpulan atau polarisasi yang terjadi

diantara hubungan kutub dan wilayah pengaruhnya (hinterland).

Struktur perekonomian wilayah merupakan faktor dasar yang membedakan

keadaan wilayah dengan wilayah lainnya. Perbedaan sangat erat dengan kondisi

dan potensi wilayah baik dari segi fisik lingkungan, ekonomi sosial dan

kelembagaan (Todaro, 1995).

Strategi kutub dan pusat pertumbuhan telah menarik penentu kebijakan

pembangunan karena beberapa alasan antara lain :

1. Berbagai aglomerasi ekonomi cenderung menjadi alasan efisien dalam

rangka menekan biaya-biaya;

2. Konsentrasi investasi di titik-titik pertumbuhan spesifik menjadi lebih

murah, khususnyanya pembiayaan pemerintah tersebar di

wilayah-wilayah yang lebih luas dan;

3. Spred effect mengimbas ke sekitar titik pertumbuhan menanggulangi

masalah-masalah didaerah terbelakang.

Dampak atau manfaat dari strategi kutub dan pertumbuhan dipandang

kurang memuaskan, terutama spread effect atau trickling down ke daerah

pinggiran (periphery) tidak berlangsung sebagaimana yang diharapkan. Telaah

dan studi dan penelitian dampak strategi kutub dan pusat pertumbuhan

(38)

1. Spread effect dari pusat pertumbuhan biasanya lebih kecil dari yang

diharapkan, atau lebih kecil dari backwash effect dan memberikan hasil

akhir negatif bagi hinterlandnya. Spread effect secara geografis amat

terbatas dan sempit, biasanya terbatas commuting area dan berfungsi

sesuai dengan ukuran pusat-pusat yang bersangkutan;

2. Peningkatan pendapatan di pusat-pusat berhirarki lebih rendah atau di

wilayah pedesaan menyebabkan penggandaan pendapatan yang kuat di

pusat-pusat yang jenjang hirarkinya lebih tinggi dan tidak sebaliknya

dan tampaknya lebih berorientasi ke atas dari pada ke bawah, dalam

sistem jenjang hirarki kota-kota;

3. Kerangka pembangunan lebih luas, khususnya pembangunan tata ruang,

agak sulit menerapkan kebijakan pusat pertumbuhan untuk

daerah-daerah terbelakang karena kurangnya spread effect dari kota-kota ke

daerah hinterland yang lebih luas.

Penerapan strategi kutub dan pusat pertumbuhan cenderung gagal karena

kekeliruan dalam beberapa hal diantaranya adalah :

1. Seringkali penentu kebijakan membuat keputusan melakukan

konsentrasi investasi wilayah yang kondisinya tidak menunjukkan

tingginya potensi industri untuk tumbuh didaerah-daerah terbelakang.

Daerah industri membutuhkan kondisi tertentu untuk tumbuh, selain

faktor investasi semata;

2. Pertumbuhan diprioritaskan pada distribusi atau pemerataan. Kesadaran

kutub dan pusat pertumbuhan lebih didasarkan pertimbangan fungsional

dari pada berdasarkan geografis yang cenderung diabaikan;

3. Kecenderungan kutub-kutub pertumbuhan mempunyai interaksi dengan

kutub-kutub di wilayah lain. Tidak terdapat hubungan dan interaksi yang

cukup nyata dengan industri-industri tersebar diwilayah bersangkutan.

Seharusnya terdapat interaksi kutub-kutub pertumbuhan berfungsi

dengan industri-industri. Industri seharusnya menyediakan input, bahan

baku atau bahan setengah jadi bagi industri pendorong atau

(39)

lokal. Di bidang agroindustri, pengolahan hasil perikanan memanfaatkan

hasil-hasil tangkapan nelayan lokal di wilayah pedesaan;

4. Adanya batas pertumbuhan atau polarisasi dari kutub dan pusat

pertumbuhan, masalah Diseconomics of scale. Industri maju di

kota-kota, mengalami kemunduran disebabkan diseconomics of scale, seperti

masalah efisiensi manajemen perusahaan besar, kenaikan biaya

produksi. Manfaat aglomerasi berkurang akibat meningkatnya biaya

fasilitas pelayanan umum, kenaikan gaji dan upah, kenaikan harga bahan

baku dan energi disebabkan ongkos sosial seperti pencemaran suara,

udara dan air. Bila tidak diatasi dan tetap dipertahankan, memerlukan

biaya tinggi dibebankan kegiatan ekonomi di tempat lain;

Kutub dan pusat pertumbuhan tampil di kota-kota yang memiliki

kompleks industri pendorong, masalahnya adalah ukuran dari kota tersebut.

Pertumbuhan kota menghadapi masalah-masalah perluasan kota, baik disebabkan

tata ruang dan topografi, masalah harga tanah, teknologi, fasilitas transportasi,

jaringan komunikasi, fasilitas pelayanan sosial dan tata guna lahan.

Menanggulangi masalah ini dapat dipecahkan melalui analisa dan teori batas

ambang pertumbuhan kota yaitu cara penyebaran kota-kota dengan ukuran-ukuran

tertentu dalam sistim tata ruang, terutama di wilayah-wilayah yang kurang maju.

2.3 Nilai Ekonomi Sumberdaya Wilayah Pesisir

Sumberdaya dapat didefinisikan dalam arti luas sebagai segala sesuatu

yang baik langsung maupun tidak langsung memiliki nilai untuk memenuhi

kebutuhan manusia (Randall, 1997). Menurut Adrianto (2006), sumberdaya secara

awam sering diartikan sebagai sesuatu yang bernilai untuk melaksanakan kegiatan

tertentu. Menurut pandangan ekonomi, paling tidak dikenal tiga sumberdaya yaitu

sumberdaya kapital, sumberdaya tenaga kerja dan sumberdaya alam. Sumberdaya

kapital menunjuk kepada kelompok sumberdaya yang digunakan untuk

menciptakan proses produksi yang lebih efisien. Sementara sumberdaya tenaga

kerja dimaksudkan sebagai kapasitas produktif dari manusia baik secara pisik

maupun mental yang terkait dengan kemampuan untuk bekerja atau memproduksi

(40)

maup non living yang terdapat dalam lingkungan pisik secara potensial memiliki

fungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Sumberdaya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal

pertumbuhan ekonomi (resource basesd economy) dan sekaligus sebagai

penopang sistem kehidupan (life support system). Sumberdaya alam sangat

berperan sebagai tulang punggung perekonomian nasional (BPS, 2008).

Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi disebagian besar negara di dunia

adalah berbasiskan sumberdaya alam. Perkembangan pemikiran mengenai

perhitungan pertumbuhan ekonomi suatu negara, yang biasanya dianggap sebagai

penggambaran dari kesejahteraan masyarakat (System of National Accounting /

SNA, Growth Domestic Product / GDP dan Net National Product / NNP),

ternyata masih mengabaikan perhitungan mengenai penurunan sumberdaya.

Perkembangan selanjutnya dalam neo classical ekonomi, pengukuran dengan

menggunakan GDP dan NNP, belum menjawab mengenai sumberdaya itu sendiri

dalam kaitannya dengan man-made capital, human capital dan natural capital,

yang dalam kurun waktu tertentu mengalami depresi dan apresiasi. Natural capital

sendiri pada dasarnya menghasilkan barang dan jasa yang tidak dihitung secara

utuh dalam prespektif neo-classical economy (Fauzi dan Anna, 2002).

Indonesia memiliki modal sumberdaya alam (natural capital) yang besar

dan relative masih belum optimal pemanfaatannya, ditambah dengan modal sosial

(sosial capital), teknologi dan sumberdaya manusia yang perlu didesain secara

komprehensif dalam sebuah aransemen pembangunaan yang tepat dan

berkelanjutan. Dengan meletakkan fungsi dan kebijakan ekonomi secara benar

sesuai dengan visi ecological economics (EE) maka pembangunan berkelanjutan

sebagai tujuan akhir dari visi ecological economics (EE) adalah suatu

keniscayaan, yaitu sebuah konesp pembangunan ekonomi yang lebih arif,

meletakkan keseimbangan peran manusia sebagai bagian dari komunitas dan

kelestarian ekosistem (Adrianto, 2004b).

Nilai keberadaan merupakan katagori nilai yang dimiliki ekosistem pesisir.

Nilai keberadaan ekosistem pesisir merupakan nilai kegunaan didapat seseorang

atau masyarakat mengetahui ekosistem pesisir terpelihara keberadannya.

(41)

seseorang yang mengetahui keberadaan spesies atau ekosistem, tidak berkurang

hanya karena orang lain juga mengetahui keberadaan spesies atau ekosistem

tersebut. Salah satu wujud nyata adanya nilai keberadaan adalah

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 5.  Keragaan Jenis, Produksi Utama, Skala Usaha & Lokasi Industri
Gambar 9. Upaya Penangkapan (effort) Tahunan (Trip) di Wilayah Pesisir Utara
Gambar 10. Rata-rata dan Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan per Bulan (Trip)
+7

Referensi

Dokumen terkait

sumberdaya perikanan yang dimiliki masih tergolong baik dan dalam kondisi alami, dengan berbagai species ikan yang masih cukup melimpah, Potensi sumberdaya perikanan di

Temuan penelitian ini yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku nelayan artisanal dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat

Temuan penelitian ini yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku nelayan artisanal dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat memberikan kontribusi

Persepsi nelayan terhadap kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK harus memprioritaskan (1) keseimbangan antara kesejahteraan masyarakat dengan

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung dan mengkaji nilai depresiasi dan kerugian ekonomi sumberdaya perikanan, yang hilang sebagai akibat aktivitas produksi (tangkapan) dan

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui nilai ekonomi wisata (berdasarkan pengunjung dan pelaku usaha) dan nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya

Aktor-aktor yang telibat secara langsung dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah adalah Departemen Kelautan dan Perikanan, Dinas

Berbagai kasus seperti pencemaran perairan, kondisi tangkap lebih (overf ishing) menjadikan sumberdaya perikanan terjadinya degradasi hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan