ANALISIS DISPARITAS PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DALAM PERSPEKTIF PENGELOLAAN
PESISIR PROVINSI JAWA TIMUR
TOTOK HENDARTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Analisis Disparitas Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dalam Perspektif Pengelolaan Pesisir Provinsi Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Mei 2010
Totok Hendarto
TOTOK HENDARTO. Disparity Analysis of Fishery Resources Utilization in East Java Province Coastal Area Management Perspective. Under Direction of ISMUDI MUCHSIN, HARIADI KARTODIHARDJO and LUKY ADRIANTO.
Indonesia consists of 70% sea, a big potential of diversity, 6.1 million ton per year of fishery, and 57% have utilized. Law No.27, 2007 said that fishery resources potential should be managed well, while said that authority of fishery management should be decentralized to province/regency-city government as broad as to increase people’s welfare and local competition. The objectives of this study were to 1) identify disparity of fishery resources utilization in East Java coastal area; 2) to identify disparity of East Java coastal area development, and 3) to arrange the strategy of East Java coastal area management. The study has done by quantitative and qualitative phenomenological by survey method. North location of this study represented by Lamongan Regency, while the south location represented by Trenggalek Regency. Disparity of fishery resources utilization in coastal area management perspective caused development disparity in north coastal area and south coastal area in East Java Province. The characteristic of north coastal area was more opened and has high economic activity network. It showed economical dynamic which higher than others. Planning and arranging area development strategy should be directed to maturing organization and revitalization its function. In the south coastal area, according to its diversity, resources condition, decentralization maturity level, and region authority, it should be directed to investment which bigger both the number of variety and the number of infrastructure unit, and facility of area development.
TOTOK HENDARTO. Analisis Disparitas Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dalam Perspektif Pengelolaan Pesisir Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh ISMUDI MUCHSIN, HARIADI KARTODIHARDJO dan LUKY ADRIANTO.
Indonesia dengan luas wilayah yang terdiri dari 70 % lautan merupakan negara kepulauan dengan luas perairan diperkirakan mencapai 5,8 juta km2 dan panjang garis pantai 81.000 km2. Potensi sumberdaya perikanan masih cukup besar sekitar 6,1 juta ton per tahun dan baru dimanfaatkan 57 persennya. Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup besar baik dari segi kuantitas maupun keragamannya. Potensi yang besar dan memiliki arti penting dalam konteks perekonomian bangsa, perencanaan dan pengelolaan yang berkelanjutan dari wilayah pesisir merupakPPan sebuah kebutuhan yang mutlak.
Kerangka spasial, suatu pemerataan hasil pembangunan adalah adanya keseimbangan kemajuan antar wilayah. Salah satu masalah mendasar pembangunan di Indonesia adalah masalah disparitas pembangunan antar wilayah. Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah diantaranya adalah : (1). aspek geografi, (2). aspek aktifitas ekonomi serta (3). aspek kebijakan pemerintah. Pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan pesisir pada masa otonomi daerah yang paling tepat adalah dengan melakukan pengelolaan secara optimal, yang dapat menjamin potensi lestari sumberdaya perikanan dan stablitas produksi serta keberlanjutan ditingkat usaha perikanan, sesuai Undang-undang otonomi daerah dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya wilayah pesisir dan sumberdaya hayati laut.
Salah satu aspek teknik yang digunakan sebagai tolak ukur adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE / Catch Per Unit Effort). Pemetaan potensi ekonomi wilayah merupakan seperangkat proses menghasilkan rumusan informasi pendukung pemerintah menyusun sebuah kebijakan. Perkembangan wilayah pesisir dianalisis dengan Shift Share, untuk menganalisis herarki wilayah pesisir indikator sosial digunakan analisis komponen utama dan menganalisis herarki wilayah pesisir indikator man-made capital digunakan analisis Skalogram. Kontribusi dan keterkaitan sektor perikanan laut dalam struktur pembangunan nasional dipergunakan analisis input output. Untuk mengetahui tingkat kesusksesan maupun tingkat kegagalannya, sehingga digunakan analisis kebijakan
wilayah pesisir dari aspek kependudukan, di Utara berherarki rendah, di Selatan berherarki sedang, aspek kependidikan di Utara berherarki tinggi, di Selatan berherarki sedang, aspek kesehatan di Utara-Selatan berherarki sedang, meskipun nilai Utara tiga kali lipat lebih besar dari Selatan. Faktor keragaan pemanfaatan sumberdaya perikanan (secara geografis), potensi ekonomi wilayah (tingkat kematangan aktifitas ekonomi) dan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di wilayah pesisir Utara dan Selatan Jawa Timur menyebabkan terjadinya disparitas. Disparitas pembangunan wilayah menghasilkan struktur hubungan antar wilayah yang saling memperlemah dan menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik. Secara menyeluruh disparitas pemanfaatan sumberdaya perikanan dalam perspektif pengelolaan wilayah pesisir menyebabkan terjadinya disparitas pembangunan wilayah pesisir Utara dan Selatan di Provinsi Jawa Timur.
Strategi yang bisa disarankan oleh penulis guna mengurangi terjadinya disparitas wilayah pesisir meliputi dua strategi yaitu strategi pertama, program pengembangan wilayah pesisir atas dasar pasokan (supply side strategy) dan permintaan (demand side strategy). Strategi kedua, adalah pengembangan wilayah pesisir atas dasar strategi keterkaitan (lingkages) antar wilayah pesisir.
PERIKANAN DALAM PERSPEKTIF PENGELOLAAN PESISIR PROVINSI JAWA TIMUR
TOTOK HENDARTO
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Perikanan dalam Perspektif Pengelolaan Pesisir Provinsi Jawa Timur
Nama : Totok Hendarto Nomor Pokok : C261030061
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Lautan
Komisi Pembimbing :
Ketua : Prof. Dr. Ismudi Muchsin
Anggota : Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo MS Dr. Ir. Luky Adrianto M.Sc
Penguji Luar Komisi : Daniel Mohammad Rosyid PhD, CPM
(Institut Teknologi Sepuluh Nopember ITS Surabaya, Ketua Dewan Masyarakat Pesisir Jawa Tmur)
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo M.Sc ( Guru Besar Institut Pertanian Bogor)
Ujian Terbuka pada :
Hari : Jum’at
Tanggal : 5 Maret 2010-02-23 Jam : 13.30 – Selesai
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……… i
DAFTAR TABEL ……… iv
DAFTAR GAMBAR ………... vii
DAFTAR LAMPIRAN ………... x
1. PENDAHULUAN ……… 1
1.1 Latar Belakang ....………….………..……… 1
1.2 Perumusan Masalah ...……...………..………… 5
1.3 Tujuan Penelitian ...………...………….………... 7
1.4 Kegunaan Penelitian………...… 7
2. TINJAUAN PUSTAKA……….……… 8
2.1 Ekosistem Wilayah Pesisir dan Lautan .………. 8
2.2 Tipologi Perkembangan Wilayah Pesisir ……… 13
2.3 Nilai Ekonomi Sumberdaya Pesisir …….………...…… 17
2.4 Integrasi Perikanan dalam Pengelolaan Pesisir Terpadu... 21
2.5 Pengelolaan Perikanan dalam Konsepsi Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir ...…. 28
2.6 Pengembangan Sektor Perikanan Laut dan Industri Perikanan.. 32
2.7 Penelitian Terdahulu ... 35
3. KERANGKA PEMIKIRAN ... 39
3.1 Kerangka Teoritis ...……… 39
3.2 Hipotesis ...……… 43
3.3 Novelty (Kebaruan) Penelitian ... 43
4. METODOLOGI PENELITIAN...……… 44
4.1Lokasi Penelitian ...………...……... 44
4.2 Data dan Sumber Data ... 46
4.3 Metode Analisis ....………. 46
4.3.3 Analisis Disparitas Pembangunan Wilayah Pesisir Jawa
Timur ... 49
4.3.4 Analisis Kontribusi-Keterkaitan dan Struktur Perekonomian Wilayah ... 51
4.3.5 Analisis Kebijakan Pembangunan Perikanan ... 62
V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 64
5.1 Keragaan Umum Propinsi Jawa Timur .……….. 64
5.1.1 Kondisi Geografis ………..……… 64
5.1.2 Demografi ……… 65
5.1.3 Kondisi Perekonomian ……….……… 65
5.1.4 Disparitas Wilayah dan Kondisi social Budaya .……… 66
5.2Keragaan Umum Kabupaten Lamongan ...………...…….. 69
5.2.1 Kondisi Geografis ………..……… 69
5.2.2 Demografi ...……… 70
5.2.3 Kondisi Perekonomian ……….……… 70
5.2.4 Potensi Perikanan ………...……… 71
5.3 Keragaan Umum Kabupaten Trenggalek ... 73
5.3.1 Kondisi Geografis ………..……… 73
5.3.2 Demografi ...……… 74
5.3.3 Kondisi Perekonomian ……….……… 75
5.3.4 Potensi Perikanan ………...……… 76
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 79
6.1 Analisis Keragaan Perikanan ……… 79
6.1.1 Analisis Keragaan Perikanan Wilayah Pesisir Utara ...… 80
6.1.2 Analisis Keragaan Perikanan Wilayah Pesisir Selatan ..… 90
6.1.3 Analisis Deskriptif Program dan Bentuk Kegiatan Pembangunan Wilayah Pesisir ...……… 100
6.2Analisis Disparitas Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan ...… 103
6.2.1 Rasio antar Dua Variabel Tiap Lokasi ... 105
6.2.2 Pangsa Sektoral Tiap Lokasi ... 111
6.2.3 Pangsa Lokal Tiap Sektor ... 112
6.2.4 Indeks Spesialisasi Tiap Lokasi ... 113
6.2.5 Indeks Lokalisasi Tiap Sektor ... 115
6.2.7 Laju Pertumbuhan Lokal Tiap Sektor ... 116
6.2.8 Dayasaing Lokal Tiap Sektor ...…... 117
6.3 Analisis Disparitas Pembangunan Wilayah Pesisir Jawa Timur 119
6.3.1 Analisis Shift Share Perkembangan Wilayah Pesisir ….... 119
6.3.2 Analisis Komponen Utama Herarki Wilayah Indikator Sosial Ekonomi ……….… 125
6.3.3 Analisis Skalogram Herarki Wilayah Pesisir Indikator Man-made Capital ... 130
6.4 Analisis Kontribusi dan Keterkaitan Sumberdaya Pesisir Terhadap Perkembangan Wilayah ... 133
6.4.1 Analisis Pembentukan Output, NTB dan Pendapatan diWilayah Pesisir ...……… 133
6.4.2 Analisis Pengganda Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Wilayah Pesisir ... 135
6.4.3 Analisis Keterkaitan-Sebaran Kebelakang dan Kedepan Output, Pendapatan dan tenaga Kerja di Wilayah Pesisir 138
6.5 Pembahasan ...……… 144
7. KESIMPULAN DAN SARAN ...……… 157
7.1 Kesimpulan ...………. 157
7.2 Saran ... 158
DAFTAR PUSTAKA ... 160
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Matrik Analisis Pemetaan Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir
dan Laut ...…..……….. 47
2. Bentuk Umum Tabel Input-Output ..………... 53
3. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap Kab. Lamongan ….. .. 71
4. Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut Kab. Lamongan ... .. 72
5. Keragaan Jenis, Produksi Utama, Skala Usaha & Lokasi Industri Perikanan Laut di Kab. Lamongan ...….. .. 72
6. Jumlah Nelayan di Kabupaten Trenggalek ..……….. .. 77
7. Jumlah dan jenis Alat Tangkap di Kabupaten Trenggalek . . 77
8. Produksi dan Nilai Produksi Ikan Laut Kabupaten Trenggalek 78
9. Keragaan Jenis, Produksi Utama & Lokasi Industri Perikanan Laut di Kab.Trenggalek. ... 78
10. Hasil Tangkapan Ikan di Wilayah Pesisir Utara ... 80
11. Rata-rata Bulan Produksi Hasil Tangkapan Ikan di Wilayah Pesisir Utara... 81
12. Rata-rata Produksi Hasil Tangkapan Ikan per Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Utara... 82
13. Jumlah dan Rata-rata Hasil Tangkapan Ikan per Bulan di Wilayah Pesisir Utara... 83
14. Upaya Penangkapan (effort) Tahunan (Trip) di Wilayah Pesisir Utara ... 84
15. Rata-rata Upaya Penangkapan (effort) Ikan per Bulan per Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Utara ... 85
16. Nilai Rata-rata dan Fluktuasi Upaya Penangkapan Ikan per Bulan per Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Utara ... 85
17. Hasil Tangkapan Ikan di Wilayah Pesisir Selatan ………….. 90
18. Rata-rata Bulan Produksi Hasil Tangkapan Ikan di Wilayah Pesisir Selatan ... 91
19. Rata-rata Produksi Hasil Tangkapan Ikan per Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Selatan ... 92
21. Upaya Penangkapan (effort) Tahunan (Trip)
di Wilayah Pesisir Selatan ... 94 22. Upaya Penangkapan (effort) Rata-rata Hasil Tangkapan Ikan per Bulan per Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Selatan ... 95 23. Nilai Rata-rata dan Fluktuasi Upaya Penangkapan Ikan per Bulan per Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Selatan ... 96
24. Program dan Bentuk Kegiatan di Wilayah Pesisir
di Wilayah Pesisir Utara ... 101 25. Program dan Bentuk Kegiatan di Wilayah Pesisir
di Wilayah Pesisir Selatan ... 102 26. Struktur Ekonomi Kecamatan Paciran dan Brondong
Di Wilayah Pesisir Utara ... 103 27. Struktur Ekonomi Kecamatan Paciran dan Brondong
Di Wilayah Pesisir Selatan ... 104 28. Rasio Sektor Perikanan Laut- Pertanian Wilayah Pesisir Tahun 2004-2007 ... 105
29. Rasio Sektor Perikanan Laut-Perikanan Lainnya Wilayah
Pesisir Tahun 2004-2007 ... 107 30. Rasio Sektor Perikanan Laut-Industri Pengolahan Tahun
2004-2007 ... 109 31. Rasio Sektor Perikanan Laut-Jasa Wilayah Pesisir Tahun 2004 2007 ... 110
32. Profil Pergeseran Wilayah Pesisir Utara – Selatan Tahun 2004
2007 ………... 125 33. Keterkaitan-Penyebaran Kebelakang dan Kedepan Output
Wilayah Pesisir Utara Selatan ... 139 34. Keterkaitan-Penyebaran Kebelakang dan Kedepan Pendapatan Wilayah Pesisir Utara Selatan ……….……….. 141
35. Keterkaitan-Penyebaran Kebelakang dan Kedepan Tenaga
Kerja Wilayah Pesisir Utara Selatan .………….……….. 143 36. Nilai Potensi Ekonomi Sumberdaya Perikanan di Wilayah Pesisir Utara Dan Selatan Propinsi Jawa Timur .………….……….. 144 37. Disparitas Perkembangan Wilayah Pesisir Utara dan Selatan
40. Nilai Score Analisis Disparitas Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan (DPSDPI) ... 152 41. Nilai Score Analisis Disparitas Pembanguan Wilayah Pesisir
(DPWP) ... 152 42. Nilai Score Analisis Disparitas Kontribusi Sebaran
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian ...………...……….….. 42 2. Sketsa Lokasi Penelitian Wilayah Pesisir Jawa Timur ……... 44 3. Sketsa Lokasi Penelitian Wilayah Pesisir Utara direpresentasikan Oleh Kabupaten Lamogan ………...……….….. 45 4. Sketsa Lokasi Penelitian Wilayah Pesisir Utara direpresentasikan Oleh Kabupaten Trenggalek …...…………...……….….. 45 5. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan di Wilayah Pesisir Utara 80 6. Rata-rata Bulan Produksi Hasil Tangkapan Ikan
di Wilayah Pesisir Utara ...………...……….….. 81 7. Rata-rata Produksi Hasil Tangkapan Ikan per Alat Tangkap
di Wilayah Pesisir Utara ...………...……….….. 82 8. Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan Rata-rata per Bulan
di Wilayah Pesisir Utara ...………...……….….. 83 9. Upaya Penangkapan (effort) Tahunan di Wilayah Pesisir Utara 84 10. Rata-rata dan Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan per Bulan
per Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Utara ……...……….….. 86 11. Tren CPUE Alat Tangkap Purse Seine di Wilayah Pesisir
Utara ...………...……….….. 86 12. Tren CPUE Alat Tangkap Payang Besar di Wilayah Pesisir
Utara ...………...……….….. 87 13. Tren CPUE Alat Tangkap Pancing Prawe di Wilayah Pesisir
Utara ...………...……….….. 88 14. Tren CPUE Alat Tangkap Payang Kecil di Wilayah Pesisir
Utara ...………...……….….. 88 15. Tren CPUE Alat Tangkap Gill Net di Wilayah Pesisir
16. Indeks Musim Penangkapan Perikanan Laut
Wilayah Pesisir Utara ...………...……….….. 90 17. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan di Wilayah Pesisir Selatan 91 18. Rata-rata Bulan Produksi Hasil Tangkapan Ikan
di Wilayah Pesisir Selatan ...………...……….….. 92 19. Rata-rata Produksi Hasil Tangkapan Ikan per Alat Tangkap
di Wilayah Pesisir Selatan ...………...……….….. 93 20. Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan Rata-rata per Bulan
di Wilayah Pesisir Selatan ...………...……….….. 94 21. Upaya Penangkapan (effort) Tahunan di Wilayah Pesisir Selatan 95 22. Rata-rata dan Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan per Bulan
per Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Selatan …...……….….. 96 23. Tren CPUE Alat Tangkap Pukat Pantai di Wilayah Pesisir
Selatan ...………...……….….. 97 24. Tren CPUE Alat Tangkap Jaring Klitik di Wilayah Pesisir
Selatan ...………...……….….. 97 25. Tren CPUE Alat Tangkap Pukat Cincin di Wilayah Pesisir
Selatan ...………...……….….. 98 26. Tren CPUE Alat Tangkap Pancing di Wilayah Pesisir
Selatan...………...……….….. 98 27. Tren CPUE Alat Tangkap Jaring Angkat di Wilayah Pesisir
Selatan ...………...……….….. 99 28. Indeks Musim Penangkapan Perikanan Laut
Wilayah Pesisir Selatan ...………...……….….. 100 29. PDRB Wilayah Pesisir Utara Selatan Tahun 2004-2007…….. 104 30. Rasio Sektor Perikanan Laut-Pertanian Tahun 2004-2007 ... 106 31. Rasio Sektor Perikanan Laut-Perikanan Lainnya Tahun
2004-2007 ...…... 108 32. Rasio Sektor Perikanan Laut-Industri Pengolahan Tahun
35. Pangsa Lokal Tiap Sektor Tahun 2004-2007...……….. 113
36. Indeks Spesialisasi Tiap Lokasi Tahun 2004-2007 ..………... 114
37. Indeks Lokalisasi Tiap Sektor Tahun 2004-2007 ....………... 115
38. Kuota Lokasi Tahun 2004-2007 ...……...……….. 116
39. Laju Pertumbuhan Lokal Tiap Sektor Tahun 2004-2007 …….. 117
40. Daya Saing Tiap Sektor Tahun 2004-2007...……….. 118
41. Profil Tingkat Pertumbuhan Tahun 2004-2007 ... 120
42. Profil Daya Saing Tahun 2004-2007...……….. 122
43. Profil Pergeseran Wilayah Tahun 2004-2007 ...………. 123
44. Profil Pergeseran Wilayah Pesisir Utara Selatan Tahun 2004 2007 ...…. 124
45. Score Analisis Komponen Utama Kependudukan Tahun 2004 2007 ...……...……….. 126
46. Score Analisis Komponen Utama Kependidikan Tahun 2004 2007 ...………...……….. 127
47. Faktor Score Analisis Komponen Utama Kesehatan Tahun 2004 2007 ...……….. 129
48. Jumlah Jenis Fasilitas Pelayanan Tahun 2004-2007 …..…….. 130
49. Jumlah Unit Fasilitas Pelayanan Tahun 2004-2007 …..…….. 132
50. Pembentukan Output Tahun 2004-2007 …...……….. 133
51. Pembentukan NTB Tahun 2004-2007 ……...……….. 134
52. Pembentukan Pendapatan Tahun 2004-2007 ...……….. 135
53. Pengganda Output Tahun 2004-2007 …...………... 136
54. Pengganda Pendapatan Tahun 2004-2007...……... 137
55. Pengganda Tenaga Kerja Tahun 2004-2007 ...……... 138
56. Keterkaitan-Penyebaran Kebelakang dan Kedepan Output Tahun 2004-2007...……...….. 140
57. Keterkaitan-Penyebaran Kebelakang dan Kedepan Pendapatan Tahun 2004-2007...……...….. 142
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. PDRB Kab. Lamongan per Kec (Rp/juta) Th 2000 ……… 171 2. PDRB Kab. Lamongan per Kec (Rp/juta) Th 2004 ……… 172 3. PDRB Kab. Lamongan per Kec (Rp/juta) Th 2007….…… 173 4. Rasio Sektor Perikanan Laut - Sektor Lainnya, Pangsa
Sektoral Kab. Lamongan per Kec (Rp/juta) Th 2004 .…… 174 5. Pangsa Sektoral, Pangsa Sektoral Agregat Tiap Kec
Kab. Lamongan Th 2004 ……….…….... 175 6. Kuota Lokasi dan Indeks Spesialisasi per Kec Tiap
Sektor PDRB Th 2004 ...……… 176
7. Laju Pertumbuhan Kec Tiap Sektor Th 2000-2004..……… 177 8. Laju Pertumbuhan Sektoral Agregat, Dayasaing Sektoral
Agregat Th 2000 sd. 2004 ……….… 178 9. Rasio Sektor Perikanan Laut-Sektor Lainnya dan Pangsa
Sektoral PDRB Kab. Lamongan per Kec (Rp/juta)
Th 2007 ………...……… 179 10. Pangsa Sektoral dan Pangsa Lokal Tiap Sektor
Kab. Lamongan Th 2007 ………..……… 180 11. Pangsa Sektoral Agregat dan Pangsa Lokal Tiap Sektor
Per Kec di Lamongan Th 2007 ... 180 12. Kuota Lokasi, Indeks Spesialisasi dan Indeks Lokalisasi per
Kec Kab. Lamongan Sektor Th 2007 ...… 181 13. Laju Pertumbuhan Kec di Lamongan Th 2004-2007 …… 182 14. Laju Pertumbuhan Dayasaing Sektoral Kec di Lamongan
19. Rasio Sektor Perikanan Laut-Sektor Lainnya, Pangsa Sektoral
Kab. Trenggalek per Kec (Rp/juta) Th 2004 ...……… 188 20. Pangsa Sektoral Agregat dan Pangsa Lokal Kab. Trenggalek
Th 2004 ...……… 189 21. Indeks Lokalisasi, Indeks Spesialisasi Sektor, Kuota Lokasi
dan Laju Pertumbuhan Tiap Kec Th 2004 ...……...… 190 22. Laju Pertumbuhan Kec Agregat dan Dayasaing Sektoral
Agregat Th 2000-2004 ……….…..……… 191 23. Rasio Sektor Perikanan Laut - Sektor Lainnya Kab.
Trenggalek per Kec (Rp/juta) Th 2007 ………...…… 191 24. Pangsa Sektoral Tiap, Pangsa Sektoral Agregat dan Pangsa
Lokal Kec terhadap PDRB Th 2007...……… 192 25. Pangsa Lokal Agregat Sektor, Indeks Spesialisasi, Indeks
Lokalisasi dan Kuota Lokasi PDRB per Kec Th 2007 ... 193 26. Laju Pertumbuhan Kec Tiap Sektor Th 2004-2007 ……... 193 27. Laju Pertumbuhan Kec Agregat Sektor Tiap Sektor
Th 2004-2007 ...…… 194 28. Laju Pertumbuhan Sektoral Agregat Th 2004-2007 ……… 194 29. Dayasaing Sektoral Agregat Wilayah Th 2004-2007 ..…… 194 30. Klasifikasi Tabel IO Jawa Timur untuk 20 Sektor …...…… 195 31. Tabel Koefisien Input Output Jatim th 2000 ……… 196 32. Tabel Transaksi Input Output Jatim th 2004 ……...……… 198 33. Tabel Transaksi Input Output Jatim th 2007 ……...……… 200 34. Tabel PDRB Sektoral Kecamatan Th 2000 ...……… 202 35. Tabel PDRB Sektoral Kecamatan Th 2004 ………..……… 203 36. Tabel PDRB Sektoral Kecamatan Th 2007 ………..……… 204 37. Tabel PDRB Sektoral Kecamatan Th 2000 ………..……… 205 38. Tabel PDRB Sektoral Kecamatan Th 2004 ………..……… 206 39. Tabel PDRB Sektoral Kecamatan Th 2007 ...……...……… 207 40. Open Direct Coefficient Matrix Column Output
41. Open Direct Coefficient Matrix Column Income
Linkages Lamongan ……….……… 208 42. Open Direct Coefficient Matrix Column Employment
Linkages Lamongan ……….……… 209 43. Total Output Multiplers Lamongan ………...…...…… 209 44. Total Income Multiplers Lamongan ……….……… 210 45. Open Direct Coefficient Matrix Column Output Linkages
RAS Lamongan 2007 ………...……… 210 46. Open Direct Coefficient Matrix Column Income Linkages
RAS Lamongan 2007 ………...……… 211 47. Open Direct Coefficient Matrix Column Employment Linkages RAS Lamongan 2007 ………...……… 211
48. Total Output Multiplers RAS Lamongan 2007 ……… 212 49. Total Income Multiplers RAS Lamongan 2007 …...……… 212 50. Total Employment Multiplers RAS 2007 ………...……… 213 51. Open Direct Coefficient Matrix Column Output
Linkages Trenggalek ………...……… 213 52. Open Direct Coefficient Matrix Column Income
Linkages Trenggalek ………...……… 214 53. Open Direct Coefficient Matrix Column Employment
Linkages Trenggalek ………...…… 214 54. Total Output Multiplers Trenggalek ………....……… 215 55. Total Income Multiplers Trenggalek ………...……… 215 56. Total Employment Multiplers Trenggalek ………..……… 216 57. Open Direct Coefficient Matrix Column Output
Linkages Trenggalek ………...……… 216 58. Open Direct Coefficient Matrix Column Income
Linkages Trenggalek ………...……… 217 59. Open Direct Coefficient Matrix Column Employment
62. Total Employment Multiplers Trenggalek ………..……… 219 63. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama
Pesisir Utara Tahun 2004 Indikator Kependudukan ...…… 220 64. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Utara
Tahun 2004 Indikator Kependidikan ...……… 221 65. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Utara
Tahun 2004 Indikator Kesehatan ...……… 222 66. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Utara
Tahun 2007 Indikator Kependudukan ...……… 223 67. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Utara
Tahun 2007 Indikator Kependidikan ...……… 224 68. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Utara
Tahun 2007 Indikator Kesehatan ...……… 225 69. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Selatan
Tahun 2004 Indikator Kependudukan ...……… 226 70. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Selatan
Tahun 2004 Indikator Kependidikan ...……… 227 71. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Selatan
Tahun 2004 Indikator Kesehatan ...……… 228 72. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Selatan
Tahun 2007 Indikator Kependudukan ...……… 229 73. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Selatan
Tahun 2007 Indikator Kependidikan ...……… 230 74. Hasil Perhitungan Analisis Komponen Utama Pesisir Selatan
Tahun 2007 Indikator Kesehatan ...……… 231 75. Analisis Skalogram Fasos kecamatan di Kab Lamongan
Tahun 2004......……… 232 76. Analisis Skalogram Fasos kecamatan di Kab Lamongan
Tahun 2007......……… 233 77. Analisis Skalogram Fasos kecamatan di Kab Trenggalek
78. Analisis Skalogram Fasos kecamatan di Kab Trenggalek
Tahun 2007......……… 235
79. Profil Jumlah Jenis dan jumlah Unit Fasilitas Pelayanan Utama Wilayah Pesisir Utara Tahun 2004 ...……… 236
80. Profil Jumlah Jenis dan jumlah Unit Fasilitas Pelayanan Utama Wilayah Pesisir Utara Tahun 2007 ...……… 237
81. Profil Jumlah Jenis dan jumlah Unit Fasilitas Pelayanan Utama Wilayah Pesisir Selatan Tahun 2004 ...……… 238
82. Profil Jumlah Jenis dan jumlah Unit Fasilitas Pelayanan Utama Wilayah Pesisir Selatan Tahun 2007 ...……… 238
83. Standar Penilaian Score Lima Indikator Kebijakan ...……… 239
84. Profil Kelas Pelabuhan Perikanan, Produksi Ikan dan Jumlah Nelayan di Jawa Timur ...……… 240
85. PDRB Kab Lamongan Tahun 2000 ... 241
86. PDRB Kab Lamongan Tahun 2004 ... 242
87. Nilai r dan R ... 243
88. Komponen Pertumbuhan setiap sektor... 244
89. Komponen Pertumbuhan Proporsional setiap sektor ... 245
90. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah ... 246
91. PDRB Kab Lamongan Tahun 2004 ... 247
92. PDRB Kab Lamongan Tahun 2007 ... 249
93. Nilai r dan R ... 250
94. Komponen Pertumbuhan setiap sektor ... 251
95. Komponen Pertumbuhan Proporsional setiap sektor ... 252
96. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah ... 253
97. Prosentase Komponen Pertumbuhan, Pertumbuhan Proporsional dan Pangsa Wilayah ... 254
98. PDRB Kab Trenggalek tahun 2000 ... 255
99. PDRB Kab Trenggalek tahun 2004 ... 255
100. PDRB Kab Trenggalek Tahun 2004 ... 256
101. PDRB Kab Trenggalek Tahun 2007 ... 256
1. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia dengan luas wilayah yang terdiri dari 70 % lautan merupakan
negara kepulauan dengan luas perairan diperkirakan mencapai 5,8 juta km dan
panjang garis pantai 81.000 km. Potensi sumberdaya perikanan masih cukup besar
sekitar 6,1 juta ton per tahun dan baru dimanfaatkan 57 persennya. Dengan luas
laut 5,8 juta km, Indonesia sesungguhnya memiliki potensi sumberdaya perikanan
laut yang cukup besar baik dari segi kuantitas maupun keragamannya. Namun
ketersediaan atau stok ikan secara alami di perairan merupakan salah satu faktor
pembatas peningkatan produktifitas usaha dalam kegiatan penangkapan.
Potensi yang demikian besar dan memiliki arti penting dalam konteks
perekonomian bangsa, perencanaan dan pengelolaan yang berkelanjutan dari
wilayah pesisir merupakan sebuah kebutuhan yang mutlak. Fungsi perencanaan
dan pengelolaan tidak hanya berdimensi fisik untuk menjaga kelestarian dan
keberlanjutan sistem alam dan sumberdaya perikanan namun juga memiliki
dimensi sosial karena komunitas di wilayah pesisir yang telah berinteraksi secara
dinamis dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan merupakan salah satu unsur
yang perlu diperhatikan sehingga pembangunan wilayah pesisir secara
berkelanjutan dapat terwujud (Kusumastanto, 2006).
Ketchum dalam Kusumastanto et al. 2006 menyatakan wilayah pesisir
adalah wilayah pertemuan antara wilayah daratan dan laut. Secara ekologis
wilayah pesisir adalah sebuah wilayah yang dinamik dengan pengaruh daratan
terhadap lautan atau sebaliknya. Proses keterkaitan antara wilayah darat dan laut
merupakan sumber dinamika dalam kerangka pengelolaan wilayah pesisir dan laut
secara terpadu (integrated coastal management; ICM). (Jones and Westmascot
dalam Kusumastanto, et al. 2006) menyatakan wilayah pesisir tidak hanya
diidentifikasi berdasarkan sifat ekologis semata, namun mencakup definisi
administratif sebagai suatu wilayah pengelolaan.
Wilayah pesisir dan laut diharapkan menjadi pusat pertumbuhan dan
sebagai kutub dari ruang ekonomi. Ruang ekonomi mengandung pusat-pusat dan
mempunyai kekuatan centripental menarik sekitarnya ke pusat-pusat tersebut.
Penentu kebijakan pembangunan seringkali berharap wilayah pesisir menjadi
pusat pertumbuhan dengan beberapa alasan antara lain : terjadinya proses
aglomerasi, konsentrasi investasi dan proses penyebaran bagi wilayah-wilayah
belakangnya. Unit ekonomi industri yang dominan tampil memainkan peranan
utama dalam ruang ekonomi.
Dalam rangka mewujutkan sektor perikanan menjadi sumber pertumbuhan
baru bagi perekonomian, diperlukan usaha-usaha memanfaatkan sumberdaya
perikanan sampai tingkat optimal di seluruh wilayah, sasaran peningkatan devisa
dan kesejahteraan bagi nelayan dan petani ikan melalui perluasan usaha yang
menjadi prioritas utama disamping aspek kelestarian. Disparitas pembangunan
regional merupakan fenomena universal. Di semua negara tanpa memandang
ukuran dan tingkat pembangunannya, disparitas pembangunan merupakan
masalah regional yang tidak merata. Pembagian ekonomi telah melahirkan
tekanan sosial politik, baik sistem perekonomian pasar maupun ekonomi
terencana, secara terpusat pembangunan diarahkan agar mengikuti
kebijakan-kebijakan mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah (Rustiadi, 2005).
Wilayah pesisir dan laut menyediakan sumberdaya alam yang produktif
sebagai sumber pangan dan merupakan tumpuan harapan dalam pemenuhan
kebutuhan hidup dimasa mendatang (Bengen, 2000). Pemanfaatan sumberdaya
ikan di Indonesia sampai saat ini, secara umum belum optimal dan masih
berpeluang untuk dikembangkan. Karakteristik wilayah yang berbeda,
menyebabkan adanya kesenjangan pemanfaatan sumberdaya ikan. Wilayah
perairan Indonesia mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu wilayah
perairan dengan wilayah perairan yang lain. Perbedaan yang ada diantaranya
meliputi perbedaan kondisi geografi, topografi, demografi, kualitas dan kuantitas
sumberdaya manusia, budaya dan sosial kultural masyarakat, karakteristik
sumberdaya ikan, teknologi, kemampuan investasi permodalan pemerintah dan
masyarakat dan merupakan komponen sistem perikanan yang bersifat spesifik
yang dimiliki daerah. Komponen sistem perlu dikelola dan diperhatikan dengan
baik dalam upaya pengembangan perikanan. Undang-undang No. 31 tahun 2004
dikelola dengan baik. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari
praproduksi, produksi, pengolahan sampai pemasaran, dilaksanakan dalam suatu
sistem bisnis perikanan. Pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk
proses terintegrasi pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,
pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya, implementasi serta penegakan hukum
peraturan perundangan di bidang perikanan, dilakukan pemerintah dan otoritas
lain diarahkan mencapai kelangsungan produktifitas sumberdaya hayati dan
tujuan yang telah disepakati. Pemerintah provinsi dan kebupaten kota diberi
kewenangan menentukan urusan pilihan nyata dan berpotensi meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan dan potensi unggulan
daerahnya. Kekhasan yang dimiliki beberapa kabupaten di Utara dan Selatan
Jawa, berupa potensi kelautan dan perikanan dijadikan pilihan untuk dikelola dan
dikembangkan dengan baik (Pusat Riset Perikanan Tangkap, 2001).
Disparitas pembangunan antar wilayah disatu sisi terjadi dalam bentuk
buruknya distribusi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya yang menciptakan
inefisiensi dan tidak optimalnya sistem ekonomi wilayah. Disparitas
pembangunan menghasilkan struktur hubungan antar wilayah, membentuk
interaksi yang saling memperlemah. Wilayah hinterland menjadi lemah karena
pengurasan sumberdaya berlebihan (backwash) mengakibatkan aliran nilai tambah
dan terakumulasi di pusat-pusat pembangunan secara besar-besaran dan
berlebihan. Disparitas pembangunan inter-regional disamping menyebabkan
kapasitas pembangunan regional sub-optimal, juga menihilkan potensi-potensi
pertumbuhan pembanguan agregat dari interaksi pembangunan inter-regional yang
sinergis atau saling memperkuat. Menyadari terjadinya disparitas pembangunan
inter-regional, pemerintah berupaya menyelenggarakan berbagai program
pengembangan wilayah. Strategi program pengembangan wilayah lebih
didasarkan atas strategi dari sisi pasokan, berupa program pengembangan wilayah
didasarkan atas keunggulan komparatif berupa upaya-upaya peningkatan produksi
dan produktifitas wilayah didasarkan atas pertimbangan optimalisasi daya dukung,
Strategi pembangunan yang hanya dilakukan dari sisi pendekatan pasokan
akhirnya terhenti akibat adanya keterbatasan dari sisi permintaan baik secara
domestik maupun dari luar wilayah. Strategi pembangunan wilayah harus
dikembangkan atas dasar strategi pengembangan sisi permintaan. Strategi ini
dikembangkan melalui upaya-upaya mendorong tumbuhnya
permintaan-permintaan suatu produk dan jasa secara domestik melalui
peningkatan-peningkatan kesejahteraan diantaranya peningkatan-peningkatan pendapatan, pendidikan dan
kesehatan. Keinginan untuk menjadikan pembangunan kelautan dan perikanan
sebagai arus utama pembangunan nasional, yang ditunjukkan dengan letak
geografis dan kandungan sumberdaya kelautan yang dimiliki, dengan potensi
yang sangat besar serta kenyataan posisi geopolitis yang penting dan dinamis.
Pertimbangan yang mendasari pembangunan berbasis sumberdaya perikanan dan
kelautan sebagai arus utama pembangunan diantaranya adalah (Dahuri, 2003) :
1. Melimpahnya sumberdaya perikanan kelautan;
2. Keterkaitan yang kuat kedepan dan kebelakang antara industri berbasis
kelautan dengan industri dan aktivitas ekonomi lainnya;
3. Sumberdaya kelautan merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui
sehingga keunggulan komparatif dan kompetitif dapat bertahan.
Pendekatan pembangunan yang sangat menekankan pertumbuhan ekonomi
makro cenderung mengakibatkan terjadinya disparitas pembanguan antar wilayah
yang cukup besar. Investasi dan sumberdaya terserap dan terkonsentrasi
dipusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayah belakangnya mengalami pengurasan
sumberdaya berlebihan. Di Jawa Timur secara makro dapat dilihat ketimpangan
pembangunan signifikan antara perkembangan wilayah pesisir Utara Jawa Timur
dengan wilayah pesisir Selatan Jawa Timur. Disparitas pembangunan antara
wilayah pesisir Utara Jawa Timur dengan wilayah pesisir Selatan Jawa Timur
pada akhirnya menimbulkan permasalahan yang sangat merugikan proses
pembangunan yang ingin dicapai. Studi tentang pengelolaan dan tingkat
pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan perspektif ekonomi terhadap
1.2 Perumusan Masalah
Persoalan pembangunan tidak hanya menyangkut perlunya investasi
pembangunan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki untuk mendorong
pertumbuhan semata, tetapi juga harus memperhatikan aspek distribusi dan
pemerataan hasil pembangunan, sehingga hasil pembangunan dapat dinikmati
seluruh lapisan masyarakat secara adil dan proporsional. Kerangka spasial, suatu
pemerataan hasil pembangunan adalah adanya keseimbangan kemajuan antar
wilayah. Salah satu masalah mendasar pembangunan di Indonesia adalah masalah
disparitas pembangunan antar wilayah. Kebijakan pembangunan yang hanya
menitik beratkan pencapaian pertumbuhan ekonomi semata, secara spasial
ternyata menambah tingkat ketimpangan antar wilayah. Disparitas hasil
pembangunan wilayah lebih disebabkan diantaranya 1. kebijakan pengelolaan
sumberdaya alam dan 2. kebijakan yang bersifat sektoral (Hadi, 2001).
Menurut Rustiadi (2005), beberapa faktor utama yang menyebabkan
terjadinya disparitas antar wilayah diantaranya adalah : (1). aspek geografi, (2).
aspek aktifitas ekonomi serta (3). aspek kebijakan pemerintah. Aspek geografi,
suatu wilayah yang cukup luas akan terjadi variasi spasial kuantitas dan kualitas
sumberdaya. Apabila faktor-faktor yang lain berada pada posisi yang sama, maka
kondisi geografi yang lebih baik akan berkembang dengan lebih baik pula. Dari
aspek aktifitas ekonomi, faktor-faktor ekonomi yang menyebabkan terjadinya
disparitas antar wilayah diantaranya adalah : (1). faktor ekonomi terkait perbedaan
kuantitas dan kualitas faktor produksi yang dimiliki, (2). faktor ekonomi terkait
akumulasi dari berbagai faktor, (3). faktor ekonomi terkait pasar bebas dan
pengaruhnya pada spread effect dan backwash effect dan (4). faktor ekonomi
terkait distorsi pasar, yaitu kebijakan pemerintah seringkali memberikan
penekanan dan arah pertumbuhan dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan
yang justru menimbukan disparitas antar wilayah.
Secara nasional potensi ikan masih belum dimanfaatkan secara optimal,
namun di beberapa wilayah perairan tingkat pemanfaatannya telah melampaui
potensi lestari maksimum. Tingkat pemanfaatan ikan di perairan Utara Pulau Jawa
telah melampaui potensi lestari maksimum, tetapi di perairan Selatan Pulau Jawa
dalam kerangka pembangunan nasional, peningkatan kontribusi perikanan harus
diupayakan secara berhati-hati, agar tidak menimbulkan dampak negatif di masa
mendatang. Peranan pengelolaan sumberdaya perikanan sangat strategis dan
sangat erat kaitannya dengan isu lebih tangkap (over fishing), kelebihan kapasitas
penangkapan, deplesi stok ikan, perubahan ekosistem dan meningkatnya
perdagangan ikan dunia dengan segala potensi dampaknya (FAO, 1999).
Berdasarkan penyebaran daerah penangkapan ikan, potensi produksi
perikanan tangkap di perairan laut Indonesia dibagi berdasarkan sembilan wilayah
pengelolaan perikanan. Potensi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia sebesar 6,4
juta ton per tahun. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah 80 persen dari
potensi lestari atau sekitar 5,12 juta ton per tahun (Dahuri, 2003).
Pembangunan perikanan khsusunya perikanan tangkap di Indonesia
hakekatnya mempunyai tujuan ganda yaitu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat nelayan di satu sisi dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan disisi
lain. Program pembangunan perikanan baik langsung maupun tidak langsung
seharusnya dapat menyentuh semua lapisan masyarakat nelayan. Perairan Selatan
Jawa merupakan bagian dari wilayah pengelolaan perikanan Samudera Hindia
(WPP 9), dengan wilayah perairan terbuka. Luas wilayah mencakup wilayah
perairan teritorial dan perairan ZEE Indonesia. Perairan Selatan Jawa memiliki
potensi sumbedaya ikan yang potensial. Potensi lestari sumberdaya ikan di WPP
9, meliputi Barat Sumatera, Selatan Jawa sampai dengan Selatan Flores. Dasar
variasi pengaruh lautan, wilayah laut Jawa Timur dikategorikan menjadi lima
wilayah, dua diantaranya adalah : 1. wilayah Utara Jawa Timur; 2. wilayah
Selatan Jawa Timur. Wilayah Selatan ditandai gelombang tinggi dan sulit
dijangkau nelayan kecil. Tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan laut Jawa
Timur bervariasi berdasarkan wilayah penangkapan dan pengaruh iklim global
lainnya (Muhammad, 2001).
Reformasi kebijakan pembangunan daerah, harus segera dilakukan baik
faktor eksternal yaitu kesepakatan didasarkan efisiensi dan faktor internal yaitu
tuntutan kesimbangan wilayah dalam menikmati hasil pembangunan.
Penyeimbangan pembangunan antara wilayah pesisir Utara Jawa Timur dengan
Pembangunan infrastruktur yang membuka wilayah pesisir Selatan Jawa Timur
harus diikuti peningkatan kemampuan pengelolaan wilayah pesisir.
Dari latar belakang, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana keragaan sumberdaya perikanan laut mempengaruhi disparitas
perkembangan wilayah pesisir Utara dan Selatan Jawa Timur;
2. Sejauhmana kontribusi dan keterkaitan sektor perikanan laut mempengaruhi
disparitas struktur perekonomian wilayah pesisir Utara dan Selatan Jawa
Timur;
3. Bagaimana keragaan disparitas kebijakan pengelolaan wilayah pesisir Utara
dan Selatan Jawa Timur.
1.3 Tujuan Penelitian :
Tujuan penelitian adalah untuk :
1. Mengidentifikasi disparitas pemanfaatan sumberdaya perikanan wilayah
pesisir Utara dan Selatan Jawa Timur
2. Mengidentifikasi disparitas pembangunan wilayah pesisir Utara dan
Selatan Jawa Timur
3. Menyusun strategi pengelolaan wilayah pesisir Utara dan Selatan Jawa
Timur
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil analisis bersifat makro penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan
sebagai bahan pertimbangan penetapan rekomendasi kebijakan pembangunan
dengan merumuskan, menentukan, memprioritaskan, mengarahkan serta upaya
peningkatan efisiensi alokasi dana investasi. Hasil analisis bersifat mikro
digunakan sebagai masukan bagi para pelaku ekonomi serta seluruh stakeholders
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Wilayah Pesisir dan Lautan
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan
taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam,
dan sering dilakukan perubahan-perubahan ekosistem dan sumberdaya alam.
Perubahan-perubahan yang dilakukan tentunya dapat memberikan pengaruh
lingkungan hidup. Semakin tinggi laju pembangunan, semakin tinggi pula tingkat
pemanfaatan sumberdaya alam dan makin besar perubahan-perubahan yang
terjadi pada lingkungan hidup. Perencanaan pembangunan sistem ekologi yang
berimplikasi perencanaan penggunaan sumberdaya alam, perlu diperhatikan
kaidah-kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat-akibat negatif yang
merugikan kelangsungan pembangunan secara menyeluruh. Perencanaan,
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam perlu dipertimbangkan secara
cermat dan terpadu, sehingga dicapai pengembangan lingkungan hidup dalam
pembangunan (Bengen, 2000). Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk
menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan terjaganya kualitas lingkungan, agar
secara agregat keputusan pembangunan dapat menguntungkan semua pihak
(Darwanto, 2000 dalam Adibroto, 2001).
Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses individu maupun
lembaga untuk menggerakkan dan mengelola sumberdaya, agar menghasilkan
perbaikan berkelanjutan menuju kualitas hidup yang diinginkan. Terdapat enam
elemen kunci dalam pembangunan yaitu perubahan, proses, perbaikan atau
pertumbuhan, keberlanjutan, distribusi dan kualias hidup. Pembangunan sebagai
suatu perubahan, mewujutkan kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat
yang lebih baik dari kondisi sekarang, pembangunan sebagai suatu pertumbuhan,
menunjukkan kemampuan kelompok untuk terus berkembang baik secara kualitas
maupun kuantitas dan merupakan keharusan dalam pembangunan (Soley, 1999).
Agenda 21 Indonesia, strategi nasional untuk pembangunan berkelanjutan
menyarankan pengelolaan perencanaan wilayah pesisir hendaknya
mengintegrasikan lingkungan dengan tujuan sosial dan harus dibuat dengan
Partisipasi dan keterlibatan masyarakat hendaknya ditingkatkan melalui program
pendidikan lingkungan serta pengelolaan limbah perairan hendaknya termasuk
dalam upaya terpadu yang melibatkan seluruh perwakilan dikabupaten kota,
provinsi hingga tingkat nasional (Lasut et al, 2008).
Seragaldin dan Steer (1993) mengemukakan bahwa terdapat empat tipe
yaitu tipe yang pertama adalah sumberdaya buatan manusia (man-made capital),
seperti mesin, pabrik, bangunan dan bentuk infrastruktur dan teknologi lain.
Wanmali (1992) menyatakan bahwa ada dua tipe infrastruktur yaitu hard
infrastructure seperti jalan, telekomunikasi, listrik dan sistem irigasi dan soft
infrastructure berbentuk pelayanan seperti transportasi, kredit dan perbankan,
input produksi dan pemasaran. Secara fisik man made capital merupakan
kekayaan hasil pembangunan yang dapat diukur dengan mudah. Tipe kedua
adalah sumberdaya yang disediakan oleh lingkungan (natural capital) seperti
sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik yang dapat diperbaharui ataupun
tidak. Tipe ketiga adalah sumberdaya manusia (human capital) serta tipe keempat
adalah sumberdaya sosial (sosial capital) sebuah bentuk fungsi kelembagaan dan
budaya berbasis sosial. Fauzi (2001) mengemukakan pengelolaan sumberdaya
alam adalah bagaimana (how best) mengelola sumberdaya alam tersebut di dalam
suatu wilayah untuk dapat menghasilkan manfaat sebesar-besarnya bagi manusia
dan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.
Paradigma pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi,
telah mengalami perubahan menjadi pembangunan yang berkelanjutan. Paradigma
pembangunan berkelanjutan mengandung makna pembangunan yang memenuhi
kebutuhan masa kini, tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk
memenuhi kebutuhannya. Konsep keberlanjutan merupakan konsep sederhana
namun kompleks, sehingga pengertian keberlanjutan sangat multi dimensi dan
multi interprestasi. Pengertian sederhana dalam perspektif ekonomi terutama
pandangan ekonomi neo klasikal, keberlanjutan diartikan sebagai maksimalisasi
kesejahteraan sepanjang waktu. Konsep kesejahteraan menyangkut dimensi yang
sangat luas, perspektif neo-klasikal melihatnya sebagai maksimalisasi
kesejahteraan yang diturunkan dari utilitas yang diperoleh dengan mengkonsumsi
sumberdaya alam dan lingkungan (Fauzi, 2004). Di banyak negara, terutama
negara berkembang, terdapat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap
sumberdaya laut untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya, sebagai menahan
dampak angin topan dan tsunami, dan sebagai media transportasi laut, pariwisata,
perikanan, dan pengembangan daerah pesisir. Terdapat 1.2 juta orang (23%) dari
total penduduk dunia yang hidup di wilayah pesisir dan secara terus menurus
memberikan tekanan kepada ekosistem pesisir sehingga terjadi perubahan relative
cepat diseluruh dunia. Ekosistem pesisir juga berubah diantaranya akibat
kerusakan habitat, penangkapan ikan yang berlebihan serta dampak tumpahan
minyak. Pengelolaan wilayah pesisir teradu (ICM) berpotensi untuk menampung
banyak isu ditujukan ke proses multi-stakeholder, tetapi hendaknya didukung
kolaborasi, kontribusi dan penghargaan pemerintah. (Wilson dan Wiber, 2009).
Sumberdaya kelautan Indonesia merupakan salah satu aset pembangunan
yang penting dan memiliki peluang sangat besar untuk dijadikan sumber
pertumbuhan ekonomi baru. Setidaknya terdapat tiga alasan utama yang
mendasarinya, pertama, secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di
dunia. Kedua di wilayah pesisir dan lautan yang sangat luas terdapat potensi
pembangunan berupa aneka sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang
belum dimanfaatkan secara optimal (Resosudarmo et.al., 2000). Ketiga, seiring
pertambahan jumlah penduduk dunia dan semakin menipisnya sumberdaya
pembangunan didaratan, permintaan terhadap produk dan jasa kelautan
diperkirakan meningkat (Resosudarmo et.al., 2002).
Indonesia memiliki potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut yang
sangat besar. Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan
lautan. Dilihat dari garis pantai, wilayah pesisir mempunyai dua macam batas,
yaitu batas sejajar garis pantai dan batas tegak lurus terhadap garis pantai. Secara
ekologis wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan
laut. Batas wilayah pesisir ke arah darat mencakup daratan yang masih di
pengaruhi proses-proses kelautan. Batas wilayah pesisir ke arah laut meliputi
perairan laut yang masih dipengaruhi proses-proses alamiah dan kegiatan manusia
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang bersifat dinamis dan merupakan
tantangan bagi sistem perencanaan wilayah pesisir dengan tingkat ketidakpastian
dan dinamika yang sangat tinggi. Lingkungan kelautan masih sedikit dimengerti
jika dibanding wilayah daratannya, terutama yang berhubungan dengan flora dan
fauna serta dampak dari perubahan yang terjadi. Secara pasti, perencanaan
wilayah pesisir jauh lebih rumit dibandingkan dengan perencanaan wilayah
daratan lainnya, karena ekosistem wilayah pesisir lebih kompleks dibandingkan
dengan ekosistem daratan lainnya. Dibutukan komunikasi yang baik antara
berbagai kelompok masyarakat lokal untuk bersama-sama bekerja dan berpikir
secara nasional dalam konteks wilayah lokal. Yang perlu diingat manajemen
wilayah pesisir terpadu (ICZM) merupakan rangkaian proses, yang lebih
mengarah kepada penjiwaan dari sekedar bentuk spesifik dari sebuah manajemen.
Tidak ada yang salah ataupun benar dalam metode penerapan ICZM, karena
setiap situasi tentunya berbeda (Stead dan McGlashan, 2006).
Kawasan pesisir dan lautan merupakan kawasan yang kaya akan berbagai
ekosistem sumberdaya alam dengan keanekaragaman hayatinya total nilai
kawasan pesisir di seluruh permukaan bumi yang disebut dengan word’s gross
natural product (COREMAP, 1999). Wilayah pesisir pada umumnya merupakan
wilayah yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat. Karena kondisi
geografis dan potensi yang dimilikinya, banyak sektor ekonomi yang berkembang
diwilayah pesisir. Khususnya di wilayah pesisir, sektor-sektor ekonomi yang
dominan adalah perikanan laut, yang mencakup kegiatan penangkapan, budidaya
dan pengolahan (Anonymous, 2000).
Pengelolaan wilayah pesisir terpadu adalah proses pengaturan, para
stakeholder dan anggota kelompok memiliki kekuatan dan kesempatan formal
untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan yang merupakan hal
penting berdampak pada peraturan pengelolaan perikanan. Banyak pelaku aktifitas
ekonomi disektor perikanan tidak memiliki kemauan untuk maju dan
mendiskusikan permasalahan keamanan dan pengelolaan perikanan secara terbuka
karena pendapatnya seringkali tidak berpengaruh pada peraturan yang sedang
disusun. Masyarakat pesisir membutuhkan koordinasi lebih lanjut dengan
mendatang (Kaplan dan Powell, 2000). Pengelolaan wilayah pesisir terpadu telah
digunakan lebih dari satu dekade untuk mengarahkan perubahan paradigma dalam
pengelolaan sumberdaya pesisir Kesuksesan dapat diraih apabila para stakeholder
yang terlibat dalam pengelolaan wilayah pesisir terpadu memiliki inisiatif untuk
berbagi pengalaman, belajar dari kesalahan masa lalu dan memiliki keinginan
untuk mengubah strategi pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Pengelolaan
wilayah pesisir terpadu hendaknya dimengerti sebagai proses dinamis dan
interaktif yang mengalami dinamika dan perubahan secara ters menrus.
Pengelolaan wilayah pesisir terpadu membutuhkan waktu dan dukungan jangka
panjang dari pemerintah, membawa pada pendekatan pengelolaan yang efisien,
adil, bertahan, dan berkelanjutan (Hauck dan Sowman, 2001).
Sebuah tantangan bagi seluruh stakeholder yang terlibat, untuk
menemukan keseimbangan antara mendorong kegiatan dan mengelola lingkungan
pesisir yang tepat dibawah panduan yang telah disepakati secara internasional.
Untuk menjawab tantangan tersebut, beberapa rekomendasi yang diusulkan antara
lain: 1) dibutuhkan jawaban atas permasalahan lingkungan wilayah pesisir dan
termasuk respon dalam perspektif jangka panjang untuk para pembuat kebijakan,
2) dibutuhkan pengakuan terhadap kebergantungan ekonomi dan sistem
lingkungan dan untuk menentukan batas antara aktivitas manusia yang
dibutuhkan, khususnya di daerah pesisir, dan 3) dibutuhkan perlindungan terhadap
kelestarian lingkungan dan mengembalikan lingkungan yang terdegradasi (Sarda,
Avila, dan Mora, 2005). Wilayah laut terlindung (Marine Protected Areas)
merupakan salah satu bentuk program untuk melindungi keberagaman dan
mengelola habitat pesisir yang sensitif dan juga untuk melindungi spesies yang
berharga secara komersial serta beragam bentuk pengelolaan aktivitas ekonomi di
wilayah pesisir (Cho, 2005).
Dalam pendekatan pengelolaan, akan lebih efektif apabila terdapat
pihak-pihak yang pro aktif, mengambil sudut pandang strategi jangka panjang,
mengenali dinamisme dari sistem yang sedang dikelola, adaptif (dalam hal
geografis dan respon terhadap informasi baru), dan mencari solusi yang
menyeluruh (Fletcher dan Pike, 2007). Sistem pengelolaan wilayah pesisir terpadu
serupa baik sumberdaya alami dan manusianya yang secara fisik terhubung
melalui laut (Laine dan Kronholm, 2005). Kelompok pesisir lokal merupakan
organisasi netral yang mewakili banyak kepentingan dan memiliki peran yang
sangat penting dalam melibatkan mayarakat, meningkatkan kesadaran, dan
menampung aspirasi (Storrier dan McGlashan, 2006).
2.2 Tipologi Perkembangan Wilayah Pesisir
Konsep ruang mempunyai beberapa elemen atau unsur yang dapat dilihat
secara terpisah, secara bersamaan dan dipergunakan dalam ruang lingkup yang
lebih luas yaitu organisasi tata ruang dari kegiatan manusia. Unsur-unsur tata
ruang penting adalah jarak, lokasi, bentuk dan ukuran atau skala. Keempat unsur
ini secara bersamaan menyusun unit tata ruang yang disebut Wilayah. Usaha
menetapkan batas-batas wilayah, kerapkali pengelompokan atas kriteria :
homogenitas; nodalitas dan unit program atau unit administrasi. Konsep
homogenitas menetapkan batas berdasarkan beberapa persamaan unsur tertentu,
seperti unsur ekonomi wilayah yaitu pendapatan per kapita, kelompok industri
maju, tingkat pengangguran atau keadilan sosial politik seperti identitas wilayah
berdasarkan sejarah, budaya dan sebagainya. Konsep nodalitas, menekankan
perbedaan struktur tata ruang dalam wilayah terdapat sifat ketergantungan
fungsional. Mendefinisikan konsep disadari penduduk tidak dapat hidup
terpisah-pisah sedemikian rupa, cenderung berkumpul pada pusat yang spesifik dari
kegiatan. Pusat atau kota dan wilayah belakangnya saling tergantung dan tingkat
ketergantungan dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang-barang
dan pelayanan ataupun komunikasi dan transportasi (Budiharsono, 2006).
Setiap wilayah mempunyai satu atau beberapa kota besar sebagai pusat dan
diantaranya tertinggi berwujut kota metropolitan dan prinsip dominasi atau
pengaruh kota dipakai untuk menetapkan batas wilayah. Konsep administrasi atau
unit program, lebih mudah dipahami karena didasarkan perlakuan kebijakan yang
sama disebut wilayah perencanaan atau wilayah program. Manfaat konsep ini
adalah perencana dan analisisi dapat bekerja dan lebih mudah mengadakan
evaluasi dan monitoring program pembangunan. Kelemahannya adalah batas
Teori kutub dan pusat pertumbuhan menekankan pada kutub pertumbuhan
ruang ekonomi. Teori dipergunakan memahami dan menanggapi masalah di
bidang yang menunjukkan hubungan kausal diantara berbagai variabel dalam
kerangka utuh di bidang tertentu. Abstraksi ruang dibedakan atas tiga tipe yaitu :
ruang sebagai suatu rencana diagram atau cetak biru; ruang sebagai medan
kekuatan-kekuatan dan ruang sebagai suatu keadaan yang homogen. Kutub
diartikan vektor dari ruang ekonomi sebagai medan kekuatan. Ruang ekonomi
mengandung pusat-pusat dan kutub-kutub yang mempunyai kekuatan centrifugal
yang memancar sekelilingnya dan mempunyai kekuatan centripental yang
menarik. Setiap pusat merupakan pusat penarik dan penolak serta mempunyai
medan sendiri dalam gugus medan pusat-pusat lainnya.
Unit ekonomi yang dominan tampil memainkan peranan utama dalam
ruang ekonomi. Persaingan diantara perusahaan-perusahaan sejenis menciptakan
keadaan hanya perusahaan kuat saja yang bisa hidup. Peranan dari unit-unit
tersebut digambarkan sebagai perusahaan pendorong. Perusahaan-perusahaan
pendorong dapat meningkatkan produksi perusahaan lainnya, jika peningkatan
produksi tularan, lebih besar dari kenaikan produksi pendorong, maka perusahaan
pendorong disebut perusahaan utama. Ciri-ciri perusahaan pendorong antara lain :
perusahaan besar dengan modal besar dan tekonologi maju; termasuk ke dalam
kelompok industri maju dan cepat tumbuh; mempunyai produktifitas tinggi dan
kemampuan besar dalam penerapan teknologi maju; mempunyai posisi penawaran
kuat dan hubungan kuat dengan kegiatan lain di wilayah tersebut (Todaro, 1995).
Pengertian kutub pertumbuhan didasarkan atas teori keseimbangan dengan
menyadari seluruh produksi bukan hanya merupakan penjumlahan produksi dari
setiap perusahaan dalam suatu matrik, tetapi merupakan fungsi pengaruh
mempengaruhi perusahaan tertentu yang ditimbulkan arus perusahaan-perusahaan
lain dan proses rangkaian dinamis menciptakan hubungan ketergantungan serta
tumbuh berkembang terus menerus.
Konsep dasar sosial ekonomi dari kutub pertumbuhan meliputi :
1. Konsep industri utama dan perusahaan pendorong, berdasarkan
karakteristiknya, industri utama dan perusahaan-perusahaan pendorong
atau industri kutub pertumbuhan tersebut. Lokasi geografis dapat
terjadi berdasarkan manfaat atau keuntungan yang diperoleh dari lokasi
sumberdaya, tenaga kerja atau fasilitas prasarana;
2. Konsep polarisasi, pertumbuhan dari industri utama dan perusahaan
pendorong menimbulkan polarisasi unit-unit lainnya ke kutub
pertumbuhan. Aglomerasi ekonomi ditandai : a. economics internal to
firm dicirikan dengan biaya produksi rata-rata yang rendah, b.
economics external to firm but internal to industry, ditandai penurunan
biaya tiap unit produksi karena lokasi tertentu dari industri, seperti
dekat dengan sumber bahan baku dan tenaga kerja trampil.
3. Konsep spred backwash effect dan konsep trikling down effect,
konsep-konsep ini mengandung pengertian pemancaran, penyebaran, penetesan
dan pengertian penarikan, pengumpulan atau polarisasi yang terjadi
diantara hubungan kutub dan wilayah pengaruhnya (hinterland).
Struktur perekonomian wilayah merupakan faktor dasar yang membedakan
keadaan wilayah dengan wilayah lainnya. Perbedaan sangat erat dengan kondisi
dan potensi wilayah baik dari segi fisik lingkungan, ekonomi sosial dan
kelembagaan (Todaro, 1995).
Strategi kutub dan pusat pertumbuhan telah menarik penentu kebijakan
pembangunan karena beberapa alasan antara lain :
1. Berbagai aglomerasi ekonomi cenderung menjadi alasan efisien dalam
rangka menekan biaya-biaya;
2. Konsentrasi investasi di titik-titik pertumbuhan spesifik menjadi lebih
murah, khususnyanya pembiayaan pemerintah tersebar di
wilayah-wilayah yang lebih luas dan;
3. Spred effect mengimbas ke sekitar titik pertumbuhan menanggulangi
masalah-masalah didaerah terbelakang.
Dampak atau manfaat dari strategi kutub dan pertumbuhan dipandang
kurang memuaskan, terutama spread effect atau trickling down ke daerah
pinggiran (periphery) tidak berlangsung sebagaimana yang diharapkan. Telaah
dan studi dan penelitian dampak strategi kutub dan pusat pertumbuhan
1. Spread effect dari pusat pertumbuhan biasanya lebih kecil dari yang
diharapkan, atau lebih kecil dari backwash effect dan memberikan hasil
akhir negatif bagi hinterlandnya. Spread effect secara geografis amat
terbatas dan sempit, biasanya terbatas commuting area dan berfungsi
sesuai dengan ukuran pusat-pusat yang bersangkutan;
2. Peningkatan pendapatan di pusat-pusat berhirarki lebih rendah atau di
wilayah pedesaan menyebabkan penggandaan pendapatan yang kuat di
pusat-pusat yang jenjang hirarkinya lebih tinggi dan tidak sebaliknya
dan tampaknya lebih berorientasi ke atas dari pada ke bawah, dalam
sistem jenjang hirarki kota-kota;
3. Kerangka pembangunan lebih luas, khususnya pembangunan tata ruang,
agak sulit menerapkan kebijakan pusat pertumbuhan untuk
daerah-daerah terbelakang karena kurangnya spread effect dari kota-kota ke
daerah hinterland yang lebih luas.
Penerapan strategi kutub dan pusat pertumbuhan cenderung gagal karena
kekeliruan dalam beberapa hal diantaranya adalah :
1. Seringkali penentu kebijakan membuat keputusan melakukan
konsentrasi investasi wilayah yang kondisinya tidak menunjukkan
tingginya potensi industri untuk tumbuh didaerah-daerah terbelakang.
Daerah industri membutuhkan kondisi tertentu untuk tumbuh, selain
faktor investasi semata;
2. Pertumbuhan diprioritaskan pada distribusi atau pemerataan. Kesadaran
kutub dan pusat pertumbuhan lebih didasarkan pertimbangan fungsional
dari pada berdasarkan geografis yang cenderung diabaikan;
3. Kecenderungan kutub-kutub pertumbuhan mempunyai interaksi dengan
kutub-kutub di wilayah lain. Tidak terdapat hubungan dan interaksi yang
cukup nyata dengan industri-industri tersebar diwilayah bersangkutan.
Seharusnya terdapat interaksi kutub-kutub pertumbuhan berfungsi
dengan industri-industri. Industri seharusnya menyediakan input, bahan
baku atau bahan setengah jadi bagi industri pendorong atau
lokal. Di bidang agroindustri, pengolahan hasil perikanan memanfaatkan
hasil-hasil tangkapan nelayan lokal di wilayah pedesaan;
4. Adanya batas pertumbuhan atau polarisasi dari kutub dan pusat
pertumbuhan, masalah Diseconomics of scale. Industri maju di
kota-kota, mengalami kemunduran disebabkan diseconomics of scale, seperti
masalah efisiensi manajemen perusahaan besar, kenaikan biaya
produksi. Manfaat aglomerasi berkurang akibat meningkatnya biaya
fasilitas pelayanan umum, kenaikan gaji dan upah, kenaikan harga bahan
baku dan energi disebabkan ongkos sosial seperti pencemaran suara,
udara dan air. Bila tidak diatasi dan tetap dipertahankan, memerlukan
biaya tinggi dibebankan kegiatan ekonomi di tempat lain;
Kutub dan pusat pertumbuhan tampil di kota-kota yang memiliki
kompleks industri pendorong, masalahnya adalah ukuran dari kota tersebut.
Pertumbuhan kota menghadapi masalah-masalah perluasan kota, baik disebabkan
tata ruang dan topografi, masalah harga tanah, teknologi, fasilitas transportasi,
jaringan komunikasi, fasilitas pelayanan sosial dan tata guna lahan.
Menanggulangi masalah ini dapat dipecahkan melalui analisa dan teori batas
ambang pertumbuhan kota yaitu cara penyebaran kota-kota dengan ukuran-ukuran
tertentu dalam sistim tata ruang, terutama di wilayah-wilayah yang kurang maju.
2.3 Nilai Ekonomi Sumberdaya Wilayah Pesisir
Sumberdaya dapat didefinisikan dalam arti luas sebagai segala sesuatu
yang baik langsung maupun tidak langsung memiliki nilai untuk memenuhi
kebutuhan manusia (Randall, 1997). Menurut Adrianto (2006), sumberdaya secara
awam sering diartikan sebagai sesuatu yang bernilai untuk melaksanakan kegiatan
tertentu. Menurut pandangan ekonomi, paling tidak dikenal tiga sumberdaya yaitu
sumberdaya kapital, sumberdaya tenaga kerja dan sumberdaya alam. Sumberdaya
kapital menunjuk kepada kelompok sumberdaya yang digunakan untuk
menciptakan proses produksi yang lebih efisien. Sementara sumberdaya tenaga
kerja dimaksudkan sebagai kapasitas produktif dari manusia baik secara pisik
maupun mental yang terkait dengan kemampuan untuk bekerja atau memproduksi
maup non living yang terdapat dalam lingkungan pisik secara potensial memiliki
fungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Sumberdaya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal
pertumbuhan ekonomi (resource basesd economy) dan sekaligus sebagai
penopang sistem kehidupan (life support system). Sumberdaya alam sangat
berperan sebagai tulang punggung perekonomian nasional (BPS, 2008).
Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi disebagian besar negara di dunia
adalah berbasiskan sumberdaya alam. Perkembangan pemikiran mengenai
perhitungan pertumbuhan ekonomi suatu negara, yang biasanya dianggap sebagai
penggambaran dari kesejahteraan masyarakat (System of National Accounting /
SNA, Growth Domestic Product / GDP dan Net National Product / NNP),
ternyata masih mengabaikan perhitungan mengenai penurunan sumberdaya.
Perkembangan selanjutnya dalam neo classical ekonomi, pengukuran dengan
menggunakan GDP dan NNP, belum menjawab mengenai sumberdaya itu sendiri
dalam kaitannya dengan man-made capital, human capital dan natural capital,
yang dalam kurun waktu tertentu mengalami depresi dan apresiasi. Natural capital
sendiri pada dasarnya menghasilkan barang dan jasa yang tidak dihitung secara
utuh dalam prespektif neo-classical economy (Fauzi dan Anna, 2002).
Indonesia memiliki modal sumberdaya alam (natural capital) yang besar
dan relative masih belum optimal pemanfaatannya, ditambah dengan modal sosial
(sosial capital), teknologi dan sumberdaya manusia yang perlu didesain secara
komprehensif dalam sebuah aransemen pembangunaan yang tepat dan
berkelanjutan. Dengan meletakkan fungsi dan kebijakan ekonomi secara benar
sesuai dengan visi ecological economics (EE) maka pembangunan berkelanjutan
sebagai tujuan akhir dari visi ecological economics (EE) adalah suatu
keniscayaan, yaitu sebuah konesp pembangunan ekonomi yang lebih arif,
meletakkan keseimbangan peran manusia sebagai bagian dari komunitas dan
kelestarian ekosistem (Adrianto, 2004b).
Nilai keberadaan merupakan katagori nilai yang dimiliki ekosistem pesisir.
Nilai keberadaan ekosistem pesisir merupakan nilai kegunaan didapat seseorang
atau masyarakat mengetahui ekosistem pesisir terpelihara keberadannya.
seseorang yang mengetahui keberadaan spesies atau ekosistem, tidak berkurang
hanya karena orang lain juga mengetahui keberadaan spesies atau ekosistem
tersebut. Salah satu wujud nyata adanya nilai keberadaan adalah