• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

1. Intensi

mempengaruhi bagaimana usaha yang digunakan untuk menampilkan perilaku tersebut dari skalalikert pada item alat ukur intensi membeli buku referensi kuliah ilegal.

2. Behavioral belief adalah skor-skor keyakinan-keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap perilaku yang mendorong terbentuknya sikap dari tiap item yang diukur menggunakan skala sikap terhadap perilaku membeli

3. Evaluation of behavioral belief adalah skor-skor keyakinan subjek mengenai konsekuensi membeli atau tidak membeli buku referensi kuliah ilegal serta evaluasi mengenai konsekuensi-konsekuensi tersebut.

4. Normatives beliefs adalah skor-skor keyakinan mengenai harapan orang lain terhadap subjek yang menjadi acuan untuk menampilkan perilaku. 5. Motivation to comply adalah skor-skor keinginan subjek untuk mengikuti

pendapat orang penting (significant other).

6. Control beliefsadalah skor-skor keyakinan mengenai sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan yang dibutuhkan memunculkan tingkah laku. 7. Perceived power skor-skor persepsi individu mengenai seberapa kuat

control tersebut untuk mempengaruhi dirinya dalam memunculkan tingkah laku sehingga memudahkan atau menyulitkan pemunculan tingkah laku tersebut.

8. Jenis kelamin, yaitu sifat (keadaan) laki-laki atau perempuan.

9. Uang saku, yaitu data yang mungkin berpengaruh terhadap pilihan dalam membeli buku referensi kuliah.

10. Buku referensi kuliah ilegal yang dimaksud adalah buku acuan kuliah yang digandakan atau diperbanyak dengan cara fotokopi tanpa seizin distributor resmi dari si penulis dan buku-buku yang dibeli di tempat yang jelas menjual buku bajakan.

11. Mahasiswa yang dimaksud adalah seseorang yang memiliki status sebagai mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh sikap, norma subjektif, dan Perceived Behavioral Control (PBC) terhadap intensi membeli buku referensi kuliah ilegal pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Untuk mengetahui pengaruh variabelbehavioral belief terhadap intensi membeli buku referensi kuliah ilegal pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Untuk mengetahui pengaruh variabel evaluation of behavioral belief

terhadap intensi membeli buku referensi kuliah ilegal pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Untuk mengetahui pengaruh variabel normatives beliefs terhadap intensi membeli buku referensi kuliah ilegal pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Untuk mengetahui pengaruh variabel motivation to comply terhadap intensi membeli buku referensi kuliah ilegal pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Untuk mengetahui pengaruh variabel control beliefs terhadap intensi membeli buku referensi kuliah ilegal pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Untuk mengetahui pengaruh variabelperceived power terhadap intensi membeli buku referensi kuliah ilegal pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Untuk mengetahui pengaruh variabel jenis kelamin terhadap intensi membeli buku referensi kuliah ilegal pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Untuk mengetahui pengaruh variabel penghasilan orangtua dengan intensi membeli buku referensi kuliah ilegal pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik yang bersifat teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan mengenai fenomena psikologis yang terjadi pada seseorang terhadap penegakan hukum Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002. Selain itu, penelitian ini sebagai bahan dasar bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis manfaat dari penelitian ini diharapkan mengurangi tingkat pembajakan. Moral masyarakat untuk malu membajak atau menggunakan produk bajakan serta menghargai hasil karya orang lain perlu ditumbuhkan

dalam diri. Apabila masyarakat telah memiliki budaya malu maka pembajakan tidak akan berkembang. Setelah masyarakat menumbuhkan budaya malu membajak maka ini harus diiringi dengan penegakan hukum yang tegas bagi mereka yang melanggar hak cipta. Penegakan ini akan membuat jera para pelaku pelanggaran hak cipta sekaligus peringatan bagi mereka yang ingin melakukan pembajakan. Kemudian dapat juga dijadikan masukan bagi para pembeli buku referensi kuliah untuk lebih mengenal dan mampu membedakan perilaku membeli buku bajakan yang merupakan sebuah perilaku keliru karena telah melanggar hukum serta dapat mematuhi hukum mengenai Undang-Undang Hak Cipta Nomor19 tahun 2002

1.4 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini, menggunakan kaidah penulisan APA style, yaitu kaidah penulisan yang mengacu pada bentuk aturan yang dikeluarkan APA (American Psychological Association). Adapun sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan dilakukan penelitian terhadap intensi membeli, identifikasi masalah, perumusan masalah,pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti secara sistematis, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan teknik analisis data.

BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian meliputi, pengolahan statistik dan analisis terhadap data.

BAB V : KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian dan meyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.

BAB 2

KAJIAN AN PUSTAKA

Bab ini menguraikan kajian pustaka yang digunakan dalam penelitian yang terbagi dalam delapan subbab. Subbab pertama menjelaskan mengenaiTheory of Planned Behavior, subbab kedua menganai intensi membeli, subbab ketiga membahas mengenai sikap terhadap perilaku membeli buku referensi kuliah ilegal, subbab keempat membahas mengenai norma subjektif, subbab kelima membahas mengenai Perceived Behavioral Control (PBC), subbab keenam mengenai buku referensi, subbab ketujuh menerangkan kerangka berpikir, dan subbab kedelapan menguraikan hipotesis dalam penelitian ini.

2.1Theory of Planned Behavior

Fishbein (dalam Eagly & Chaiken, 1993) mengungkapkan bahwa dalamtheory of reasoned action membatasi pada kelompok perilaku yang bisa dikatakan

volitional atauvoluntary, yaitu perilaku yang dilakukan orang karena mereka telah memutuskan untuk berperilaku. Pembatasan ini mempunyai konsekuensi karena perilaku yang membutuhkan keterampilan, sumber daya, dan kesempatan yang tidak tersedia bukan perilaku yangvolitional sepenuhnya. Fishbein juga memilih untuk tidak memberikan ruang pada kemungkinan bahwa sikap kadang-kadang menimbulkan perilaku yang tidak melibatkan pikiran. Perilaku tersebut bisa saja terjadi, misalnya kebencian terhadap kelompok ras atau etnis menimbulkan

menimbulkan perilaku yang dikenalimpuls buying. Fishbein membatasi modelnya pada perilakuvolitional, sehingga Fishbein juga tidak menyertakan perilaku yang mungkin timbul dan bebas dari sikap karena sudah merupakan kebiasaan seperti menggunakan sabuk pengaman.

Theory of planned behavior menganggap bahwa teori sebelumnya tidak menjelaskan mengenai perilaku yang tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh individu, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor nonmotivasional yang dianggap sebagai kesempatan atau sumber daya yang dibutuhkan agar perilaku dapat dilakukan. Sehingga dalam teorinya, Ajzen menambahkan satu determinan lagi, yaitu kontrol perilaku, yaitu persepsi mengenai mudah atau sulitnya suatu perilaku dilakukan. Oleh karena itu, menurut theory of planned behavior, intensi dipengaruhi oleh tiga hal yaitu sikap, norma subyektif , dan kontrol perilaku (Ajzen, 1988; hal 134). Banyak variabel yang mungkin berhubungan atau mempengaruhi kepercayaan yang dipegang seseorang, seperti : umur, jenis kelamin, etnis status sosial ekonomi, pendidikan, kebangsaan, agama, keanggotaan, kepribadian, suasana hati, emosi, sikap, dan nilai secara umum, inteligensi, anggota kelompok tertentu, pengalaman masa lalu, paparan informasi, dukungan sosial, kemampuan coping, dan lainnya. Seseorang tumbuh dalam lingkungan sosial yang berbeda dan membutuhkan informasi tentang beberapa hal, informasi yang diperoleh mendasari keyakinan mereka tentang konsekuensi suatu perilaku, tentang harapan-harapan normatif dari lingkungan sosial, dan juga tentang hambatan-hambatan yang dapat mencegah mereka untuk membentuk perilaku berdasarkan intensi yang dimilikinya. Laki-laki bisa memiliki

pengalaman yang berbeda dalam perjalanan penting daripada pengalaman seorang wanita, orang yang lebih tua mendapatkan informasi yang berbeda dari pada informasi yang ada diantara orang yang lebih muda, dan suasana hati yang bersifat sementara dapat mempengaruhi cara seseorang mempersepsikan sesuatu. Semua faktor ini dapat mempengaruhi perilaku normatif, dan kontrol kepercayaan, dan sebagai hasilnya, mempengaruhi intensi dan tindakan.

2.2 Intensi Membeli

Intensi membeli adalah motivasi atau keinginan yang menunjukkan adanya usaha atau kesiapan seseorang untuk menampilkan perilaku membeli. Semakin besar intensi seseorang membeli, semakin besar pula peluang perilaku membeli. Dalam hal ini ini adalah perilaku membeli buku referensi kuliah ilegal. Untuk lebih jelas lagi di bawah ini adalah teori mengenai intensi.

2.2.1 Pengertian Intensi

Definisi yang dikemukakan oleh Fishbein & Ajzen (1975, hal: 288) sebagai berikut:

“ …intention as a person’s location on subjective probability dimension involving a relation between himself and some action. A Behavioral intention, therefore, refers to a perseon’s subjective probablility that he will perform some behavior”(Ajzen dan Fishbein, 1975)

Pengertian ini menjelaskan bahwa intensi merupakan bagian dari diri seseorang dalam kemungkinan dimensi subjektif yang melibatkan hubungan antara dirinya dengan tindakan. Intensi perilaku merupakan perkiraan seseorang

mengenai seberapa besar kemungkinannya untuk menampilkan suatu tindakan tertentu.

DalamAttitude and Behavior (1988) Ajzen mendefinisikan intensi sebagai berikut:

Intentions are assumed to capture the motivational factors that have an impact on a behavior; they are indications of how hard people are willing to try, of how much of an effort they are planning to exert, in order to perform the behavior.”

Intensi diasumsikan faktor-faktor motivasi yang berdampak pada perilaku, sebagai indikasi seberapa kuat keinginan individu untuk mencoba dan berapa banyak upaya mereka yang direncanakan dalam rangka untuk menampilkan perilaku tersebut.

Definisi pada intensi di atas menunjukkan bahwa bahasan tentang intensi merupakan topik yang penting, terutama dalam hubungannya dengan prediksi tingkah laku. Hal ini disebabkan tingkah laku yang banyak dibahas dalam psikologi sosial yang berkaitan dengan tingkah laku di bawah kontrol kemauan atau kesadaran. Artinya, individu akan melakukan suatu tingkah laku hanya jika ia benar-benar ingin melakukannya, untuk itu individu tersebut membentuk intensi.

Dari beberapa pernyataan para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa intensi merupakan kemungkinan seseorang untuk menampilkan perilaku tertentu dengan faktor motivasional yang mempengaruhi bagaimana usaha yang digunakan untuk menampilkan perilaku tersebut. Semakin kuat intensi untuk memunculkan perilaku maka akan semakin besar kemungkinan perilaku yang akan ditampilkan.

2.2.2 Aspek-aspek Intensi

Fishben dan Ajzen (1975, hal 292) intensi memiliki empat aspek, yaitu:

1. Perilaku (behavior), yaitu perilaku spesifik yang nantinya akan diwujudkan. Pada konteks membeli buku referensi kuliah ilegal, perilaku spesifik yang diwujudkan merupakan bentuk-bentuk perilaku membeli buku referensi kuliah ilegal yaitu dengan menggandakan buku referensi kuliah dengan cara fotokopi buku tersebut, membelinya tanpa mendapatkan izin dari distribusi resmi buku tersebut, dan membeli buku di tempat yang jelas tempat tersebut adalah tempat yang menjual buku-buku bajakan.

2. Sasaran (target), yaitu objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek yang menjadi sasaran dari perilaku spesifik dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu orang atau objek tertentu (particular object), sekelompok orang atau objek (a class of object), dan orang atau objek pada umumnya (any object). Pada konteks membeli buku referensi kuliah ilegal, objek yang menjadi sasaran perilaku dapat berupa tersedianya uang.

3. Situasi (situation), yaitu situasi yang mendukung untuk dilakukannya suatu perilaku (bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan). Situasi dapat pula diartikan sebagai lokasi terjadinya perilaku. Pada konteks membeli buku referensi kuliah ilegal, perilaku tersebut dapat muncul jika mahasiswa merasa membutuhkan buku referensi tersebut dengan cepat, murah dan dengan kualitas yang tidak jauh berbeda dengan

buku aslinya, misalnya dosen mewajibkan membeli buku referensi yang diminta.

4. Waktu (time), yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu tertentu, dalam satu periode atau tidak terbatas misalnya waktu yang spesifik (hari tertentu, tanggal tertentu, jam tertentu), periode tertentu (bulan tertentu), dan waktu yang tidak terbatas (waktu yang akan datang). Hal penting lain yang harus diperhatikan dalam pengukuran intensi yakni setiap dari elemen tersebut memiliki variasi pada tingkat kespesifikan dimensinya. Pada tingkat yang paling spesifik, seseorang akan menampilkan perilaku tertentu tergantung objeknya dalam situasi dan waktu tertentu. Intensi dapat diarahkan pada objek tertentu, sekumpulan objek atau objek apapun.

2.2.3 Determinan Intensi

Menurut Fishbein dan Ajzen (1988) determinan intensi sebagai berikut: 1. Sikap terhadap tingkah laku tertentu (attitude toward behavior) 2. Norma subjektif (subjektif norm)

3. Perceived Behavioral Control(PBC)

2.2.4 Intensi Membeli Buku Referensi Kuliah

Intensi untuk membeli buku referensi kuliah yang ilegal merupakan kemungkinan subjektif seseorang untuk membeli buku referensi kuliah ilegal dengan faktor motivasional yang menunjukkan kemauan dan usahanya untuk menampilkan

perilaku tersebut. Untuk dapat menampilkan perilaku secara akurat, maka intensi membeli buku referensi kuliah ilegal dapat diuraikan melalui empat elemen intensi yang telah dijelaskan sebelumnya dimana membeli buku referensi kuliah ilegal merupakan perilaku yang spesifik, dan membeli buku referensi yang legal adalah target objek dilakukannya perilaku. Sedangkan situasi dan waktu adalah situasi dan waktu saat dilakukannya perilaku membeli buku referensi kuliah ilegal. Dengan semakin besarnya intensi seseorang untuk membeli buku referensi kuliah, maka semakin besar pula peluang perilaku membeli buku referensi kuliah ilegal akan ditampilkan.

2.3 Sikap

2.3.1 Pengertian Sikap

Beberapa pendapat pakar dalam psikologi sosial dikemukakan beberapa definisi:

Attitude is a favourable evaluative reaction toward something or some, exhibited in one’s belief, feelings intented behavior (Myers, 1996, dalam Sarlito, 2002)

Sikap adalah suatu reaksi evaluatif menguntungkan terhadap sesuatu atau beberapa, dipamerkan dalam keyakinan seseorang, perasaan perilaku. Kemudian definisi lain mengatakan:

An attitude is a disposition to respond favourably or unfuorably to object, person, institution or event (Azjen 1988, dalam Sarlito, 2002).

Definisi ini memberikan pengertian bahwa sikap adalah suatu disposisi untuk bertindak positif atau negatif terhadap suatu objek, orang, institusi atau

Attitude is a psychological tendency that is expressed by evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor (Eagly & Chaiken, 1992 dalam sarlito 2002)

Sikap adalah kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan mengevaluasi kesatuan tertentu dengan beberapa derajat mendukung atau atau tidak mendukung.

Definisi lain dikemukakan Gerungan (2004) attitude dapat kita terjemahkan dengan sikap terhadap objek tertentu yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap objek itu.

Pendapat Allport, (1935) dalam Fredman, Jonathan L (1978) mengenai sikap lebih memperkaya pandangan yang dikemukakan sebelumnya. Menurut Allport sikap adalah:

“A mental and neural state of readiness, organised through experience, exerting a directive and dynamic influence upon the individual’s response to all objects and situations with which it is related” (810).

Sikap adalah kondisi mental dan neural yang diperoleh dari pengalaman, yang mengarahkan dan secara dinamis mempengaruhi respon-respon individu terhadap semua objek dan situasi yang terkait.

Hal yang serupa dikemukakan oleh Dobb (1947) dalam Fredman, Jonathan L (1978):

“An implicit, driveproducing response considered socially significant in the individual’s society”

Dobb mendefinisikan sikap adalah Sebuah respon implicit yang dianggap sosial yang signifikan dalam masyarakat individu.

Aiken (1970) menambahkan bahwa:

“A learned predisposition or tendency on the part of an individual to respond positively or negatively with moderate intensity and reasonable intensity to some object, situation, concept, or other person”.

Sikap adalah predisposisi atau kecenderungan yang dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat dan atau memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang lain. Definisi yang dikemukakan Aiken ini sudah lebih aktif dan operasional, baik dalam hal mekanisme terjadinya maupun intensitas dari sikap itu sendiri. Predisposisi yang diarahkan terhadap objek diperoleh dari proses belajar. Definisi di atas nampaknya konsisten menempatkan sikap sebagai predisposisi atau tendensi yang menentukan respon individu terhadap suatu objek. Predisposisi atau tendensi ini diperoleh individu dari proses belajar, sedangkan objek sikap dapat berupa benda, situasi, dan orang.

Pendapat yang agak berbeda dengan pendapat yang dikemukakan sebelumnya diajukan oleh Triandis (1971) yang menyatakan bahwa sikap adalah:

An idea charged with emotion which predisposes a class of actions to a particular class of social situation (hal. 2).

Sikap adalah ide yang berkaitan dengan emosi yang mendorong dilakukannya tindakan-tindakan tertentu dalam suatu situasi sosial. Bila Aiken yang secara tegas menyatakan bahwa predisposisi itu diperoleh dari proses

belajar, Triandis menyatakan bahwa ide yang merupakan predisposisi tersebut berkaitan dengan emosi.

Sikap yang disimpulkan dari berbagai pengamatan terhadap objek diekspresikan dalam bentuk respon kognitif, afektif (emosi), maupun perilaku (Katz & Stoland, 1959; Triandis, 1971). Respon evaluatif dalam bentuk kognitif meliputi beliefs yang dimiliki individu terhadap objek sikap dengan berbagai atributnya (Fishbein & Ajzen, 1975).

Sedangkan menurut Ikhwan, dkk (2009), Domain sikap dapat dipahami sebagai dimensi atau unsur-unsur dari sikap. Unsur ini memudahkan seseorang dalam melakukan pemahaman ataupun pengukuran terhadap sikap.

1. Komponen kognitif

Mann (1969, dalam Azwar) dalam Luthfi, Ikhwan, dkk. 2009 menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotype

yang dimiliki individu mengenai sesuatu. 2. Komponen afektif

Merupakan perasaan individu terhadap objek sikap yang menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Pada umumnya, reaksi emosional yang merupakan komponen afektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagian benar dan berlaku bagi objek termaksud.

3. Komponen konasi atau psikomotor

Berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Komponen konatif merupakan kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukan bahwa komponen konasi meliputi bentuk keinginan perilaku yang tidak dapat dilihat secara langsung, akan tetapi meliputi pula bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang. Proses kognitif dapat terjadi pada saat individu memperoleh informasi mengenai objek sikap. Proses kognitif ini dapat terjadi melalui pengalaman langsung misalnya pada saat individu minum soft drink kemudian merasakan kesegarannya atau pengalaman tidak langsung yang diperoleh dengan cara menonton iklan soft drink yang memperlihatkan bintang iklan berubah penampilan menjadi lebih segar setelah minum soft drink tersebut di televisi (Eagly & Chaiken, 1993). Rasa segar yang dirasakan ataupun menyaksikan wajah orang lain yang berubah menjadi lebih segar memberikan informasi kepada individu bahwa soft drink adalah minuman yang menyegarkan menyebabkan individu bersikap positif terhadap soft drink. Proses-proses lain yang dapat membentuk sikap adalah afektif dan perilaku. Proses afektif dikemukakan oleh Zanna, Kiesler, dan Pilkonis (1970) dapat membentuk sikap pada individu. Sedangkan Bem (1972) mengemukakan bahwa perilaku sebelumnya dapat mempengaruhi sikap. Pendapat Bem ini lebih dikenal dengan self perception,

yaitu individu cenderung akan menunjukkan sikap sesuai dengan perilaku sebelumnya.

Definisi-definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa secara garis besar sikap terdiri dari komponen kognitif (ide yang umumnya berkaitan dengan pembicaraan dan dipelajari), perilaku (cenderung mempengaruhi respon sesuai dan tidak sesuai), dan emosi (menyebabkan respon-respon yang konsisten).

2.3.2 Aspek-Aspek Sikap

Menurut Baron, Robert A & Byrne, Donn (2003). Beberapa aspek-aspek penting dari sikap:

1. Sumber suatu sikap (Attitude Origin). Faktor inilah yang mempengaruhi bagaimana pertama kali sikap terbentuk. Bukti yang ada mengindikasikan bahwa sikap yang tebentuk berdasarkan pada pengalaman langsung seringkali memberikan pengaruh yang lebih kuat pada tingkah laku daripada sikap yang terbentuk berdasarkan pada pengalaman tidak langsung atau pengalaman orang lain. Tampaknya, sikap yang terbentuk berdasarkan pengalaman langsung lebih mudah diingat, dan hal ini meningkatkan dampak mereka terhadap tingkah laku.

2. Kekuatan Sikap (Attitude Strength). Faktor lain salah satu faktor yang paling penting melibatkan apa yang disebut sebagai kekuatan sikap yang dipertanyakan. Semakin kuat sikap tersebut, semakin kuat pula dampaknya pada tingkah laku (Petkova, Ajzen & Driver, (1995) dalam Baron, Robert A & Byrne, Donn (2003).

3. Kekhususan sikap (attitude specificity). Aspek yang ketiga yang mempengaruhi sikap dengan tingkah laku adalah kekhususan sikap yaitu sejauh mana terfokus pada objek tertentu atau situasi dibandingkan hal yang umum. Contohnya, Anda mungkin memiliki sikap umum terhadap agama (contohnya, Anda percaya bahwa penting bagi setiap orang untuk memiliki keyakinan agama tertentu daripada tidak memiliki sama sekali). Sebagai tambahan terhadap sikap umum ini, Anda mungkin memiliki sikap khusus tambahan terhadap berbagai aspek agama. Sebagai contoh, perlunya pergi ke gereja setiap minggu (penting atau tidak penting). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara sikap dan tingkah laku lebih kuat ketika sikap dan tingkah laku diukur pada tingkat kekhususan yang sama. Di sisi lain, kita mungkin dapat memprediksikan secara lebih akurat tentang kehendak Anda dalam mengambil tindakan untuk melindungi kebebasan beragama berdasarkan sikap umum Anda terhadap agama dibanding sikap Anda terhadap penggunaan asesoris religious (Fazio &Roskos-Ewoldsen) dalam Baron, Robert A & Byrne, Donn (2003).

Kesimpulannya, seperti yang telah kami sebutkan di atas, bukti yang ada menunjukkan bahwa sikap memang mempengaruhi tingkah laku (Pretty & Krosnick, (1995) dalam Baron, Robert A & Byrne, Donn (2003). Namun, kekuatan hubungan ini sangat ditentukan oleh beberapa faktor yang berbeda

Dokumen terkait