• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intensitas Keberadaan Gajah Berdasarkan Grid

Intensitas keberadaan gajah berdasarkan grid dapat dijadikan petunjuk untuk membuat focal point baru bagi wisatawan yang berfungsi sebagai titik pengamatan gajah liar. Berdasarkan overlay data intensitas keberadaan gajah dan grid di dalam home range gajah diperoleh 189 grid. Hanya ada 81 grid yang terisi titik-titik aktivitas gajah. Berdasarkan grid ini terlihat bahwa sekitar 42,8% dari home range yang dijelajahi gajah.

Grid aktivitas ini memuat titik-titik yang dilalui gajah tiap bulan ataupun yang rutin dilalui gajah setiap tahun. Selama rentang 1 tahun di beberapa grid tertentu selalu didatangi kembali oleh gajah. Tercatat sebanyak 30 grid yang didatangi gajah pada bulan yang sama. Grid yang setiap tahun dikunjungi gajah dapat dikatakan grid strategis. Grid tersebut merupakan lokasi yang disukai gajah. Aktivitas gajah di grid tersebut biasanya digunakan gajah untuk makan, mandi dan minum serta lokasi interaksi sosial.

Analisis grid berdasarkan jumlah frekuensi kunjungan dan bulan kunjungan dapat disusun indeks nilai penting grid. Indeks ini menggambarkan prioritas grid yang paling tinggi hingga terendah yang disukai gajah. Informasi ini penting dalam rangka penentuan prioritas lokasi menara pandang pengunjung untuk melihat gajah liar. Adapun urutan grid dengan INP tertinggi hingga terendah disajikan pada Tabel 5.7.

Tiap grid memiliki nilai indeks preferensi yang berbeda. Menurut Bibby et al. (1998), jika nilai indeks preferensi lebih dari satu (w>1) maka habitat tersebut disukai sedangkan jika kurang dari satu (w<1) maka habitat kurang disukai. Berdasarkan data frekuensi kunjungan grid maka diperoleh jumlah grid yang disukai gajah seperti pada

Tabel 5.7.

Grid yang disukai gajah pada umumnya berada dekat dengan sungai dan di perbatasan kawasan dengan lahan milik warga. Lekagul dan McNeely (1977; di dalam

Syarifuddin, 2008:22) kebutuhan minum gajah Thailand tidak kurang dari 200 liter per hari. Berdasarkan data tersebut dapat diduga bahwa untuk mendapatkan air minum, gajah akan lebih sering berada di dekat sungai. Adapun keberadaan gajah yang sering di perbatasan adalah karena tersedianya pakan yang melimpah berupa agung, padi, kelapa, coklat, pisang yang ditanam warga di lahan mereka dan berbatasan dengan kawasan yang masuk dalam home range gajah. Kondisi lahan yang terbuka dan pakan melimpah menjadi daya tarik gajah untuk selalu mendatangi lokasi tersebut.

Tabel 5.7. Daftar urut Indeks Nilai Penting Grid dan Indeks Preferensi Neu berdasarkan frekuensi jumlah kunjungan dan frekuensi bulan kunjungan gajah (Desember 2009-Desember 2011)

No. No. Grid K/km2 % F % INP

Indesk neu (w) Keterangan 1 15 47 7.95 11 4.33 12.28 6.4 Disukai 2 39 38 6.43 9 3.54 9.97 5.2 Disukai 3 26 35 5.92 9 3.54 9.47 4.8 Disukai 4 40 33 5.58 7 2.76 8.34 4.5 Disukai 5 6 28 4.74 6 2.36 7.10 3.8 Disukai 6 12 26 4.40 7 2.76 7.16 3.6 Disukai 7 14 26 4.40 7 2.76 7.16 3.6 Disukai 8 5 21 3.55 9 3.54 7.10 2.9 Disukai 9 100 20 3.38 7 2.76 6.14 2.7 Disukai 10 72 19 3.21 7 2.76 5.97 2.6 Disukai 11 25 18 3.05 7 2.76 5.80 2.5 Disukai 12 11 16 2.71 7 2.76 5.46 2.2 Disukai 13 55 14 2.37 8 3.15 5.52 1.9 Disukai 14 98 14 2.37 6 2.36 4.73 1.9 Disukai 15 54 12 2.03 6 2.36 4.39 1.6 Disukai 16 80 12 2.03 5 1.97 4.00 1.6 Disukai 17 118 12 2.03 5 1.97 4.00 1.6 Disukai 18 119 12 2.03 3 1.18 3.21 1.6 Disukai 19 13 11 1.86 5 1.97 3.83 1.5 Disukai 20 79 11 1.86 3 1.18 3.04 1.5 Disukai 21 4 10 1.69 5 1.97 3.66 1.4 Disukai 22 143 9 1.52 4 1.57 3.10 1.2 Disukai 23 7 8 1.35 4 1.57 2.93 1.1 Disukai 24 81 8 1.35 4 1.57 2.93 1.1 Disukai 25 99 7 1.18 4 1.57 2.76 1.0 Disukai 26 122 7 1.18 3 1.18 2.37 1.0 Disukai

Karakteristik Stakeholder 1. Masyarakat

Karakteristik masyarakat di 3 pekon -Pemerihan, Sumberejo dan Way Haru - pada umumnya berpendidikan rendah. Berdasarkan catatan monografi pekon setempat hingga tahun 2013, komposisi pendidikan masyarakat di 3 pekon rata-rata tidak sekolah (24.9%), SD (24.1), SMP (24.6), SMA (25.2%), Diploma (0.3%), Sarjana (0.8%) dan (Master 0.1%).

Adapun pekerjaan mereka pada umumnya petani (60%). Mereka bertanam jagung dan padi pada lahan tadah hujan. Hasil panen jagung dan padi biasanya 3 kali setahun. Diantara penduduk desa ada 7 orang warga yang bekerja sebagai pawang gajah di TNBBS dan ada 3 yang bekerja sebagai tenaga pengenal pohon di LSM.

Agama mayoritas adalah Islam (rata-rata 97.7%), diikuti Kristen 1% di Pekon Pemerihan dan 0.4% di Pekon Sumberejo. Pemeluk Agama Hindu 3.2% di Pekon Way Haru dan hanya 2.3% di Sumberejo.

Luas area pemukiman di masing-masing pekon adalah 45.5 km2 di Way Haru, dan 36.4 km2di Pemerihan serta 39.2 km2 di Sumberejo. Kepadatan penduduk pekon Sumberejo paling tinggi dibandingkan Pemerihan dan Way Haru, data selengkapnya disajikan pada Tabel 5.8

Tabel 5.8. Luas Pekon dan Kepadatan Penduduk

Pekon Luas Kepadatan penduduk

km2 Ha Orang/ km2 orang/ 10 ha

Way haru 45.5 4 550 42 4

Pemerihan 36.4 3 640 33 3

Sumberejo 39.2 3 920 54 5

2. Pengelola

Karakteristik Pengelola Taman Nasional Bukit Baris Selatan didominasi oleh pegawai pria. Jumlah pegawai seluruhnya sebanyak 114 orang yang tersebar di 4 seksi pengelolaan; Seksi I Sukaraja, Seksi II Bengkunat. Seksi III Krui dan Seksi IV

Bintuhan. Komposisi pegawai di TNBBS berdasarkan jenis kelamin terdiri dari 102 orang pria dan 12 orang wanita.

Seluruh pegawai yang bekerja di Seksi II (Bengkunat) Rayon Pemerihan dan Way Haru adalah lak-laki. Tenaga yang berada di lapangan khususnya di Pemerihan sebanyak 8 orang pria yang terdiri dari Kepala Rayon dan stafnya, Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) dibantu dengan Masyarakat Mitra Polhut (MMP).

Tingkat pendidikan pegawai TNBBS masih didominasi tamatan SMA (64%). Tidak ada pegawain yang bergelar Doktor, sedangkan yang bergelar Master hanya 6 %. Sisanya, tenaga yang berpendidikan sarjana (18%), diploma (9%), SMP (2%) dan ternyata masih ada pegawai yang berpendidikan hanya SD (1%).

3. Wisatawan

Adapun karakteristik wisatawan yang berkunjung ke TNBBS pada umumnya didominasioleh wisatawan domestik. Jumlah wisatawan domestik pada tahun 2013 sebanyak 1 735 orang dan mancanegara sebanyak 198 orang. Perbandingan jumlah wisatawan asing dan domestik rata-rata 1:7. Laju pertambahan kunjungan domestik rata-rata 159 orang pertahun dan asing 19 orang per tahun.

Pola kunjungan wisatawan cenderung dinamis namun sejak 3 tahun terakhir, dimana jumlah kunjungan wisatawan domestik meningkat tajam. Sebaliknya, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara cenderung turun perlahan.

Wisatawan yang datang ke Resort Pemerihan berumur rata-rata 32 tahun dengan latar belakang pendidikan sarjana (60%), diploma sebanyak 13 %, SMA 17% dan SMP 10%. Pekerjaan mereka wiraswasta 47%, karyawan 30% dan mahasiswa 23%. Pengunjung sebagian besar adalah wisatawan domestik 67% dan mancanegara 37%. Mereka berkunjung melalui wadah organisasi 53%, bersama teman 44%, sendiri 3 % dan tidak ada yang bersama keluarga.

Mereka pada umumnya baru pertama kali berkunjung (50%) dan tidak menginap. Komposisi penghasilan mereka bervariasi dengan proporsi terbesar 43% di atas Rp 4 juta. Sedangkan wisatawan yang berpenghasilan Rp 100 000.00 - Rp 1 juta

sebanyak 25%. Selama di lokasi wisata, mereka sama sekali tidak belanja. Kondisi ini karena tidak ada produk yang dijual, baik oleh masyarakat maupun pengelola.

Persepsi Stakeholder Terhadap Ekowisata Gajah 1. Persepsi Stakeholder atas Gajah

Data persepsi stakeholder terhadap gajah memperlihatkan bahwa masyarakat Way Haru menunjukkan skor kumulatif yang negatif sedangkan ke 4 stakeholder lainnya bernilai positif. Selisih skor kumulatif persepsi positif-negatif Way Haru menunjukkan angka -53 sedangkan stakeholder lainnya bernilai positif; Masyarakat Pemerihan (skor 551), Sumberejo (skor 591), pengelola (skor 662) dan Wisatawan (skor 756).

Masyarakat Way Haru berpersepsi agak tidak setuju jika gajah termasuk satwa yang dilindungi dan langka. Mereka menceritakan bahwa populasi gajah sering masuk ke kebun ataupun lahan pertanian; dua bulan sekali sepanjang tahun. Mereka juga menyatakan bahwa kelompok besar gajah (diperkirakan lebih dari 15 ekor) sering mengganggu tanaman padi dan coklat mereka; sehingga gajah dipersepsikan sebagai hama tanaman. Menurut Muchapondwa et al. (1998:67), masyarakat di Zimbabwe juga kurang mendukung atas perlindungan gajah. Hal ini disebabkan karena gajah selalu merusak tanaman mereka. Ebua et al. (2011:631) juga melaporkan bahwa 74% masyarakat di sekitar Bakassi Kamerun menyatakan bahwa konservasi satwa liar; termasuk gajah, tidak memberikan keuntungan bagi mereka.

Wisatawan dan pengelola memberikan pernyataan agak setuju sampai dengan setuju atas pernyataan bahwa gajah sebagai satwa karismatik, penyebar biji, pemberi sinyal bencana dan pembuka jalan di hutan. Namun kelompok Masyarakat Way Haru memberikan jawaban agak tidak setuju sampai biasa saja terhadap pernyataan tersebut. Bahkan, mereka menganggap gajah sebagai satwa yang menakutkan, mengganggu dan menjadi musuh manusia.

Seorang warga Way Haru menceritakan bahwa pada tahun 2003 ada sepasang suami istri yang terbunuh oleh gajah liar.Kejadian lain pada tahun 2013, rombongan

gajah memakan tanaman padi yang akan di panen seluas 1 ha. Serangkaian pengalaman yang dirasakan oleh Masyarakat Way Haru tersebut pada akhirnya membentuk persepsi negatif terhadap gajah menjadi tinggi. Jika persepsi ini dibiarkan terus menerus maka dikhawatirkan akan terjadi pembunuhan terhadap gajah. Menurut Stromayer (2003:81), pembunuhan gajah oleh masyarakat pernah terjadi di India dan Srilangka.

Sebanyak 30 ekor gajah telah diracun oleh Masyarakat Assam, India dan 110 ekor gajah dibunuh setiap tahun di Srilangka. Penyebab pembunuhan gajah tersebut karena rombongan gajah memakan dan menghancurkan tanaman masyarakat.

Hasil pengujian keselarasan persepsi positif menunjukkan bahwa 4 dari 10 kombinasi pasangan stakeholder signifikan selaras dan 6 pasang tidak selaras (Gambar 5.14a dan 5.14b). Kondisi ini memperlihatkan bahwa terjadi perbedaan persepsi diantara stakeholder.

. Begitu pula hasil pengujian persepsi negatif, ada 8 pasang tidak selaras dan hanya dua yang selaras (Gambar 5.14c dan 5.14d); antara Pengelola dengan Wisatawan (χ2 hit= 1.8<χ2tabα=0.05,df=6 =12.6), sedangkan antara Pemerihan dengan Sumberejo

(χ2

hit=9.6<χ2 tabα=0.05,df=6 =12.6). Keselarasan yang terjadi pada wisatawan dan pengelola diduga karena dilatarbelakangi oleh pendidikan mereka yang cukup tinggi (minimal SMA) dan arus informasi yang diterima tentang perlindungan gajah sudah lebih luas. Sedangkan pada Masyarakat Pemerihan dan Sumberejo diduga karena interaksi dengan pengelola dan mitra kerjanya lebih baik; minimal setahun sekali dilakukan pertemuan antara Pengelola dan mitranya dengan Masyarakat Pemerihan atau Sumberejo.