• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji intensitas kepedasan dan hedonik jahe menggunakan bahan oleoresin pada konsentrasi 60 ppm (w/v), dimana oleoresin ini dibuat menjadi minuman jahe dengan mencampurnya ke dalam larutan gula 8% (w/v). Batas konsentrasi oleoresin yang dapat digunakan dalam minuman tidak beralkohol (minuman jahe) adalah 79 ppm sehingga dalam penelitian ini, penggunaan oleoresin masih memenuhi kriteria yang diizinkan oleh FEMA (Federal Emergency Management Agency No. 2523 diacu dalam Furia dan Bellanca, 1970).

Pengujian intensitas kepedasan dalam bentuk minuman jahe ini dipilih karena diantara produk-produk pemanfaatan oleoresin jahe sebagai flavor seperti: minuman tidak beralkohol, es krim, permen, produk bakery, saos, daging;minuman jahe merupakan aplikasi oleoresin yang paling sederhana dan murah. Selain itu, minuman jahe dipilih agar intensitas kepedasan jahe tidak berkurang akibat pengikatan komponen pungent jahe dengan protein (protein dapat menurunkan intensitas kepedasan jahe).

Penilaian dilakukan menggunakan metode skoring dengan garis horizontal sepanjang 15 cm (ujung 0 cm menunjukkan tidak ada rasa pedas sama sekali/none dan ujung 15 cm menunjukkan rasa pedas yang sangat/very). Pemilihan uji intensitas metode skoring dengan skala garis dibandingkan dengan metode ranking karena metode ini dapat mengetahui seberapa besar perbedaan kepedasan diantara sampel (Watts et al., 1989)

Hasil uji intensitas kepedasan jahe oleh 30 orang panelis tidak terlatih menunjukkan bahwa jahe emprit memiliki intensitas kepedasan yang paling tinggi diantara ketiga jenis jahe (7.99), diikuti jahe merah (5.94) dan jahe gajah (2.25). Secara statistik (uji Duncan), ketiga jenis jahe berbeda nyata kepedasannya pada taraf signifikansi 5% (α = 0.05).

Menurut panelis, jahe emprit pedasnya lebih menyengat dan tidak bertahan lama; sementara kepedasan jahe merah muncul ketika diakhir dan lebih sebentar bila dibandingkan jahe emprit. Jahe merah ketika diawal cenderung terasa hambar sehingga lebih dominan rasa manis. Ada panelis yang menilai sampel jahe gajah tidak pedas sama sekali (nilai 0). Beberapa panelis menilai secara keseluruhan jahe kurang terasa pedas.

Intensitas kepedesan yang diujiakan pada ketiga jenis jahe berkorelasi positif terhadap kadar gingerol-shogaol dimana jahe emprit memiliki kadar gingerol-shogaol yang paling tinggi bila dibandingkan dengan jahe gajah dan jahe merah. Sifat pedas (pungent) jahe segar dan juga yang terdapat dalam oleoresin jahe merupakan gabungan sensasi panas, tajam, dan menyengat yang berasal dari komponen gingerol jahe (Shahidi dan Nackz, 1995).

Menurut Govindarajan dan Govindarajan (1979) diacu dalam Shahidi dan Nackz (1995), senyawa (6)-gingerol merupakan yang paling pungent dalam jahe. Proses pengeringan (rehidrasi/menghilangkan molekul air) dari jahe segar menjadi jahe kering mengubah homolog-homolog gingerol menjadi homolog-homolog shogaol yang memiliki ke-pungent-an lebih rendah dari gingerol. Diantara homolog-homolog gingerol, (6)-gingerol memiliki ke-pungent-an yang paling tinggi, diikuti oleh (8)-gingerol, dan (10)-gingerol.

21 Gambar 10. Hasil uji intensitas kepedasan jahe

Uji hedonik yang dilakukan menggunakan metode skala kategori (1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka) dimana panelis memberikan penilaian terhadap kesukaan minuman jahe pada atribut rasa, aroma, dan kesukaan keseluruhan. Jahe gajah memiliki nilai kesukaan netral untuk atribut rasa (4.14), aroma (4.31), dan keseluruhan (4.04). Jahe emprit memiliki nilai kesukaan netral untuk atribut rasa (4.26) dan keseluruhan (4.38), sementara atribut aroma nilai kesukaannya agak disukai (5.04). Jahe merah memiliki nilai kesukaan netral untuk atribut rasa (4.42) dan keseluruhan (4.00), sementara atribut aroma nilai kesukaannya agak disukai (5.12).

Hasil analisis ragam (ANOVA), atribut rasa pada ketiga jenis jahe yang diujikan tidak berbeda nyata (p>0.05), atribut aroma pada ketiga jenis jahe berbeda nyata (p<0.05), dan secara keseluruhan tidak berbeda nyata (p>0.05). Mengingat bahwa atribut rasa dan keseluruhan tidak berbeda nyata, sementara atribut aroma berbeda nyata, maka uji lanjutan (Duncan) dilakukan hanya untuk atribut aroma. Hasil uji Duncan terhadap atribut aroma dengan taraf nyata 5% menunjukkan bahwa aroma jahe gajah berbeda nyata dengan aroma jahe emprit dan aroma jahe merah, sedangkan aroma jahe emprit tidak berbeda nyata dengan aroma jahe merah (Lampiran 18b).

Gambar 11. Hasil uji hedonik jahe (skala 0-7)

2.25 7.99 5.94 0 3 6 9 12 15

Gajah Emprit Merah

Ti n g kat k e p e d asan Jenis Jahe Keterangan:

0 = tidak pedas sama sekali (none) 15 = sangat pedas sekali (very)

4.14 4.26 4.31 4.04 5.04 4.38 4.42 5.12 4.55 1 2 3 4 5 6 7

Rasa Aroma Keseluruhan

Ti n g kat Kesu kaan Atribut Sensori

Gajah Emprit Merah

Keterangan: 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = agak tidak suka 4 = netral 5 = agak suka 6 = suka 7 = sangat suka a a a b b a a a a

22 Parameter yang dirasakan dan dinilai oleh panelis terhadap atribut rasa minuman jahe ini berkaitan dengan sifat khas jahe yang memberikan rasa hangat, rasa pedas dan juga rasa manis dari minuman jahe. Beberapa panelis mengatakan bahwa rasa jahe gajah dan jahe emprit kurang mantap (kurang terasa jahe dan kurang pedas), sementara rasa manis minuman jahe gajah lebih dominan dan ada juga panelis yang menilai rasanya terlalu netral (seperti air).

Rasa pedas jahe emprit terlalu tajam (berada di pangkal tenggorokan) sehingga pada saat mencicipi sampel, panelis mengalami kaget (batuk dan tersedak). Sampel jahe emprit juga memiliki aftertaste pahit sehingga kurang disukai. Beberapa panelis menilai jahe merah rasanya terlalu pedas dan menyengat dimana rasa jahenya lebih terasa. Selain itu juga, sampel jahe merah lebih memberikan rasa hangat di tenggorokan, terasa spicy seperti ada cabai, namun aftertaste-nya terasa hambar.

Beberapa panelis menilai aroma minuman jahe tidak begitu wangi, terutama jahe gajah yang aromanya tidak kuat. Namun, ada juga panelis yang menilai aroma ketiga minuman jahe sangat menyengat. Diantara ketiga jenis jahe, jahe merah memiliki nilai skor kesukaan aroma paling tinggi. Panelis menilai minuman jahe merah lebih terasa aroma dan rasa jahenya dibandingkan jahe gajah dan jahe emprit. Sementara jahe gajah aromanya terlalu slight dan rasa jahenya kurang terasa. Beberapa panelis ada yang menilai bahwa semua jahe kurang kuat rasa pedas dan aromanya, namun ada juga yang menilai sampel jahe merah paling pas secara keseluruhan.

Penyajian sampel dalam keadaan hangat dapat meningkatkan sensasi pedas (terbakar/burn), sementara kondisi penyajian dalam keadaan dingin menghambat kepedasan (Green, 1985; Sizer dan Harris, 1985 diacu dalam Sugai et al., 2005). Hal ini dapat mengantisipasi kesalahan positif dari uji intensitas kepedasan dan uji hedonik.

Sifat oleoresin jahe yang viskos (lengket) membuat konsistensi (emulsi) minuman jahe kurang stabil, yaitu oleoresin jahe tidak larut sempurna dalam air. Hal ini bisa mempengaruhi penilaian terhadap penampilan (skor keseluruhan). Kelarutan oleoresin pada air kurang baik dapat diatasi dengan menambahkan emulsifier atau dengan mikroenkapsulasi oleoresin jahe menggunakan bahan karier seperti tepung, susu skim, maltodekstrin, natrium kaseinat, dan bahan lainnya. Selain itu, melarutkan oleoresin dalam etanol terlebih dahulu sebelum dicampurkan ke dalam larutan gula juga dapat menghomogenkan sampel minuman jahe yang diujikan.

23

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.

SIMPULAN

Kadar air jahe segar (basis basah) mulai dari yang tertinggi hingga terendah berturut-turut diperoleh pada jahe gajah sebesar 89.15%, diikuti jahe emprit sebesar 88.17%, dan jahe merah sebesar 85.50%. Kadar air jahe bubuk (basis basah) pada jahe gajah sebesar 8.99%, jahe emprit sebesar 7.70%, dan jahe merah sebesar 7.03%. Diantara ketiga jenis jahe, rendemen oleoresin jahe emprit paling tinggi, yaitu 12.52%; sementara jahe gajah 2.02%, dan jahe merah 11.35%.

Kadar (6)-, (8)-, (10)-gingerol dan (6)-shogaol jahe gajah berturut-turut 9.56, 1.49, 2.96, dan 0.92 mg/g; jahe emprit 22.57, 4.73, 6.68, dan 2.24 mg/g; serta jahe merah 18.03, 4.09, 4.61, dan 1.36 mg/g. Jahe emprit memiliki kadar gingerol dan shogaol tertinggi, diikuti jahe merah, dan jahe gajah.

Pengukuran terhadap intensitas kepedasan jahe menunjukkan bahwa jahe emprit memiliki tingkat kepedasan tertinggi diantara ketiga jenis jahe, yaitu 7.99, diikuti jahe merah 5.94, dan jahe gajah 2.25. Namun, kepedasan jahe emprit termasuk kategori sedang/sedikit pedas karena nilainya berada pada pertengahan skala 0-15, sedangkan jahe merah kepedasannya termasuk kategori agak lemah, dan jahe gajah termasuk kategori lemah.

Hasil uji hedonik terhadap atribut rasa dan keseluruhan pada ketiga jenis jahe tidak berbeda, artinya tingkat kepedasan ketiga jenis jahe yang berbeda tidak menimbulkan perbedaan kesukaan panelis. Namun, pada atribut aroma terdapat perbedaan nyata antara aroma jahe gajah dengan aroma jahe emprit dan aroma jahe merah. Aroma jahe merah dan aroma jahe emprit memiliki tingkat kesukaan lebih tinggi daripada aroma jahe gajah.

Dokumen terkait