• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interaksi antara tumbuhan berbuah dan burung frugivora memainkan peranan

penting dalam regenerasi tumbuhan dan ketersediaan makanan bagi hewan. Burung

frugivora berkontribusi pada penyebaran biji tumbuhan dan memberi peluang pada

biji tumbuhan untuk tumbuh di tempat yang jauh dari induknya (Herrera 2002;

Kominami et al. 2003). Buah merupakan makanan esensial bagi burung frugivora dan

hewan omnivora. Buah juga mendukung kehadiran populasi spesies burung pada

musim panas di semak Mediterranean (Herrera 1984a). Kehilangan burung pemakan

buah yang relatif lama akibat perburuan akan berdampak besar terhadap regenerasi

tumbuhan yang sangat tergantung pada burung untuk penyebaran bijinya. Demikian

pula sebaliknya jika habitat mengalami kerusakan vegetasinya akan berpengaruh

terhadap ketersediaan buah, dan selanjutnya berdampak pada keanekaan dan

kelimpahan burung yang sangat tergantung pada tumbuhan buah tersebut (Loiselle &

Blake 2002).

2.6.1 Penyebaran biji

Banyak spesies tumbuhan dalam menyebarkan bijinya bergantung kepada

burung pemakan buah di hutan tropis. Ketidakhadiran spesies burung karena

pengaruh fragmentasi hutan, akan berpengaruh terhadap regenerasi spesies-spesies

tumbuhan di tempat tersebut (Corlett 2002). Spesies burung yang membantu

penyerbukan dan penyebaran biji beberapa jenis tumbuhan tertentu, antara lain

Burung madu (Nectarinidae), burung-burung dari suku Anatidae, Columbidae,

Turdidae, Corvidae dan Sittidae (Welty & Baptista 1988), Pycnonotidae (Fukui

1995). Delapan puluh lima persen dari hampir 200 spesies tumbuhan berbiji

disebarkan bijinya oleh burung di hutan sekunder dan semak subtropik (Corlett,

1996), antara lain dari tumbuhan Lantana camara, Sapium discolor, Litsea sp., Ficus

spp., dan Dendrophthoe spp. (Reid 1990).

Kepadatan burung frugivora dan pergerakannya sering dihubungkan secara

langsung dengan penyebaran buah–buahan (Levey 1988). Pada saat ketersediaan

buah menurun, burung pemakan buah Pipra mentalis berhenti berkembang biak, dan

terjadi perubahan pola makan dengan lebih banyak memakan serangga sambil

mencari tempat yang lebih banyak buahnya. Burung ini bergerak sepanjang hutan

untuk mencari tempat dimana terdapat buah yang melimpah ( Levey et al. 1994).

Menurut hasil penelitian Herrera (1984b), burung passerine semak dapat

dibagi menjadi tiga kategori sesuai dengan jenis makanan dan teknik penangan buah

yaitu:

1.

non-frugivores, spesies–spesies yang tidak pernah tercatat memakan buah-

buah walaupun kelimpahan buah tinggi.

2.

fruit predators, spesies-spesies yang memakan daging buah, biji-bijian, atau

keduanya tetapi tidak melakukan penyebaran biji.

3.

seed dispersers, spesies-spesies yang memakan seluruh buah- buah berdaging

dan memuntahkan bijinya kembali atau mengeluarkan bijinya bersama feses.

Menurut Wheelwright (1991) buah yang memiliki biji besar ditemukan

bijinya terjatuh dekat dengan tumbuhan induknya, karena tidak dicerna dan biji

dimuntahkan lebih cepat oleh burung. Buah kecil dengan biji kecil jatuh jauh dari

tumbuhan induk karena ditelan dan melalui proses digesti (pencernaan) burung

sebelum jatuh bersama feses burung pemakan buah. Dua aspek penting yang

mempengaruhi hasil penyebaran biji oleh burung adalah perilaku penanganan biji

(baik ingesti maupun digesti) dan waktu retensi (Jordano 1992, 2000). Bentuk

perilaku penanganan biji menentukan jumlah biji utuh yang dapat disebar.

Menurut Jordano (1995) burung penyebar biji sejati adalah burung yang

menelan keseluruhan buah, memuntahkan atau mendefekasikan bijinya setelah

meninggalkan tumbuhan induknya. Burung yang berperan sebagai penyebar biji

adalah burung pemakan buah, tetapi tidak semua burung pemakan buah merupakan

penyebar biji. Untuk membedakan jenis makanan yang dimakan oleh burung, dapat

dilakukan dengan cara pengamatan langsung saat burung melakukan aktivitas

makannya, analisis isi lambung, analisis muntahan, dan komposisi biji dalam feses

(Corlett 1998b). Analisis komposisi feses dimungkinkan untuk mengetahui jenis

makanannya karena feses tersebut tersusun dari bagian-bagian makanan yang tidak

tercerna dan bagian tersebut masih dapat diidentifikasi (Corlett 1996).

Kombinasi jenis biji dalam feses burung frugivora, bukan hasil proses acak

dari buah yang tersedia di habitat, tetapi lebih mengindikasikan terdapat pemilihan

yang konsisten oleh burung (Jordano 1992, 2000). Reid (1989) menemukan

penyebaran tumbuhan parasit hanya terdapat di tumbuhan inang tertentu karena

disebarkan oleh burung tertentu pula.

2.6.2 Daya Kecambah Biji

Berdasarkan terminology, biji secara struktural dapat dikatakan benih yaitu,

bagian dari tanaman yang digunakan untuk memperbanyak atau mengembangbiakkan

(Widajati et al. 2008). Mutu fisiologis dari biji dapat diukur dari viabilitasnya yaitu

kemampuan hidup biji untuk tumbuh. Menurut Sadjad (1993) periode viabilitas biji

yang sangat menentukan adalah pada proses pembentukan, perkembangan dan

pemasakan fisiologis. Setelah biji masak secara fisiologis akan memasuki fase

pengurangan kadar air dan biji menjadi dorman. Dormasi merupakan mekanisme

yang mengatur perkecambahan biji, serta menjadi aspek penting dari spesies

tumbuhan dan ekologinya. Perkecambahan terjadi ketika biji tumbuhan tumbuh, dan

berkembang secara optimal. Dormansi adalah mencegah terjadinya perkecambahan

ketika biji tersebar di tempat yang tidak cocok untuk tumbuh (Walck et al. 2002).

Beberapa buah yang matang dari spesies tumbuhan memiliki biji yang terdapat tunas

embrio di dalamnya, dengan ukuran lebih kecil dari bijinya. Embrio sangat kecil serta

dapat dibedakan dari kotiledon dan bakal akar. Embrio tidak akan berkembang

sebelum akar tumbuh memanjang. Embrio tidak berkembang karena dorman pada

saat pematangan, ini berarti biji mempunyai dorman secara ekofisiologi, sehingga

membutuhkan pemecah dorman seperti dengan air, panas atau dingin (Walck et al.

2002; Widajati et al. 2008). Menurut Widajati et al. (2008) dan Bewley & Black

(1986) proses-proses yang terjadi di awal perkecambahan yaitu imbibisi. Kecepatan

imbibisi sangat dipengaruhi oleh permeabilitas kulit biji, komposisi kimia biji, suhu

dan konsentrasi air. Setelah imbibisi, selanjutnya terjadi reaktivasi enzim, inisiasi

pertumbuhan embrio dan retaknya kulit biji, serta kemudian munculnya akar

menembus kulit biji (Bewley & Black 1986).

Spesies tumbuhan semak di hutan subtropik 87,5 % termasuk pada kelompok

dorman pada saat pematangan. Kecepatan perkecambahan biji dari buah yang matang

sebagian besar dihambat oleh keberadaan daging buah dan “exocarp” dari biji (Fukui

1995). Loiselle (1990) dan Jordano (2000) menunjukkan secara eksperimen bahwa

kombinasi spesifik dari penyebaran biji dalam feses burung pemakan buah

berpengaruh langsung terhadap perkecambahan biji dan kemampuan bertahan

hidupnya. Demikian pula waktu retensi dari burung pemakan buah dapat

meningkatkan daya kecambah biji (Barnea et al. 1990, 1991, 1992).

Dokumen terkait