• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2.2 Pengelompokan Burung Berdasarkan Jenis Makanan

Ke-94 spesies burung yang ada di lokasi penelitian dikelompokkan

menjadi 6 kategori berdasarkan makanan yang dimakannya (feeding guild)

mengacu pada buku panduan lapangan dari MacKinnon (1995), Corlett (1998b) dan Fukui (1995), yaitu frugivora, granivora, insektivora, karnivora, nektarinivora dan omnivora (Lampiran 12). Pengelompokan burung berdasarkan feeding guild

seperti burung frugivora, berdasarkan proporsi terbanyak makanan yang dimakannya (Herrera 1984b; Jordano 2000). Burung frugivora adalah komposisi makanan berupa buah lebih banyak dibandingkan serangga atau jenis makanan lainnya. Selain itu, penentuan kategori frugivora (buah-buahan sebagai makanan utamanya) pada penelitian ini diutamakan juga berdasarkan ditemukannya sisa makanan berupa biji-biji dari feses burung. Apabila jumlah individu burung dari suatu spesies yang tertangkap memiliki feses yang mengandung biji lebih dari 50%, maka spesies tersebut dikategorikan burung kelompok frugivora, diantaranya burung dari familia Dicaeidae, Pycnonotidae dan Zospteropidae.

Ketiga familia di atas ditemukan banyak biji dalam fesesnya disamping jenis makanan lainnya, terutama pada saat banyak tumbuhan sedang berbuah. Berdasarkan keterangan di atas, dalam penelitian ini, ketiga familia burung tadi menjadi kelompok frugivora, sehingga jumlah spesies yang termasuk dalam kategori frugivora menjadi lebih banyak dibanding pengelompokan berdasarkan dari MacKinnon (1995) (Tabel 4, Lampiran 12). Hal ini sesuai dengan beberapa peneliti seperti Corlett (1995, 1996,1998b, 2002); Herrera (1984a, 1985); Jordano (2000); Fukui (1995, 2003); Yamaguchi (2005); Spiegel & Nathan (2005); Sanz

& Green (2005); dan Terakawa et al. (2005), bahwa familia Dicaeidae, Pycnonotidae dan Zospteropidae sering dijadikan kajian burung pemakan buah. Oleh karena itu jumlah terbanyak di setiap tipe vegetasi adalah kelompok burung insektivora, diikuti kelompok frugivora, sedangkan paling sedikit adalah omnivora (Tabel 4).

Tabel 4. Pengelompokan burung berdasarkan feeding guild di tiga tipe vegetasi

No Kelompok feeding

guild burung

Tipe vegetasi Total

KT5 KT10 HS 1 Frugivora 8(7) 10(7) 13(13) 16(16) 2 Granivora 5(1) 2(1) 3(3) 5(3) 3 Insektivora 29(15) 18(13) 31(22) 50(28) 4 Karnivora 4(1) 2(0) 6(4) 7(4) 5 Nektarivora 6(6) 6(6) 8(6) 9(7) 6 Omnivora 6(4) 1(1) 3(1) 7(4) Jumlah 58(34) 39(28) 64(49) 94(62)

KT5: kebun teh yang di biarkan menjadi semak belukar ≥5 tahun, KT10: kebun teh yang di biarkan

menjadi semak belukar ≥10 tahun, HS: hutan sekunder, angka tidak dalam kurung adalah data burung diambil dengan metoda titik hitung dan jala kabut, angka dalam kurung adalah data burung diambil dengan metoda titik hitung

Jumlah spesies burung insektivora yang lebih banyak dibanding kelompok

feeding guild yang lainnya karena sebagian besar dari burung tersebut adalah burung semak. Hal ini adalah suatu yang sangat umum pada komunitas burung karena ketersediaan makanan berupa serangga sangat tersebar luas dibanding jenis makanan lainnya. Serangga dapat dijumpai diberbagai lapisan vegetasi maupun bagian dari tumbuhan seperti di bunga, daun, ranting, dan batang. Oleh karena itu serangga dapat dijadikan sebagai makanan utama atau makanan alternatif dari burung, jika makanan utama yang lain tidak tersedia. Hal senada ditemukan Novarino (2008) kelompok burung insektivora lebih banyak dibanding frugivora dan granivora di habitat semak daerah Jorong Sipisang Sumatera Barat. Dominansi kelompok insektivora juga tercatat di komunitas burung di Kalimantan (Wong 1986; Gaither 1994; Sodhi 2002), Pahang (Zakaria et al. 2005), Sumatera (Novarino & Salsabila 1999; Novarino et al. 2006), Jawa (Prawiradilaga et al.

2002; Sodhi et al. 2005), dan Sulawesi (Waltert et al. 2005).

Keanekaan tumbuhan di ketiga tipe vegetasi yang sedang mengalami suksesi dan berbatasan dengan hutan primer, bisa menyebabkan daerah ini

mempunyai keanekaan serangga tinggi, sehingga pemakan serangga menjadi berlimpah. Selain itu, menurut Dale et al. (2000) dan Gates & Giffen (1991) daerah pinggiran hutan dapat menampung kelompok burung yang menyukai bagian tengah hutan (interior species) atau kelompok spesies yang menyukai daerah terbuka (exterior species).

Burung-burung pemakan buah (frugivora) yang kadang-kadang memakan serangga terdiri spesies yang umum dijumpai di berbagai tipe habitat hutan

sekunder seperti genus Megalaima, Macropygia, Ptilinopus, dan Pycnonotus

(MacKinnon et al. 2000). Pycnonotus merupakan genus yang umum dijumpai

dengan penyebaran luas (Fukui 1995; Corlett 1998b; Williams 2002). Demikian

pula dengan Dicaeum dan Zosterops yang merupakan genus umum dijumpai di

berbagai daerah dan habitat di pulau Jawa (Mackinnon et al. 2000). Selain sangat umum dijumpai, ketiga genera ini juga mempunyai jumlah yang sangat banyak, kemampuan adaptasi dengan perubahan lingkungan yang tinggi sehingga dapat dijumpai di perkebunan, perkampungan, bahkan di taman-taman kota.

Burung pemakan biji (granivora) adalah kategori yang jarang dijumpai pada komunitas burung di KT5, KT10 dan hutan sekunder (Tabel 4). Kategori ini biasanya dijumpai melimpah di daerah terbuka yang tersebar di sekitar daerah pertanian dan perumahan. Beberapa spesies yang tergolong pemakan biji dijumpai dalam penelitian ini karena dipengaruhi oleh letak lokasi penelitian yang dekat dengan perumahan penduduk, ladang pertanian padi huma, serta 1,5 km ke arah utara dari daerah penelitian merupakan pesawahan. Lonchura leucogastroides,

Lonchura punctulata dan Streptopelia chinensis merupakan burung pemakan biji

yang umum dijumpai di Jawa (MacKinnon et al. 2000), sementara Erythrura

hyperythra merupakan burung yang lebih menyukai daerah perbatasan dengan hutan tetapi dekat daerah pertanian (Lampiran 14).

Pengelompokan spesies burung berdasarkan kategori cara makan, tempat mencari makan dan jenis makanan (guild) dari 94 spesies yang terdapat di lokasi penelitian diperoleh sebanyak 37 guild. Cara pengelompokan tersebut kedalam kategori guild menurut Farias & Jaksic (2006) masih menjadi perdebatan.

Pengelompokan suatu spesies ke dalam guild pada suatu komunitas dapat

dalam penelitian ini dilakukan pendekatan a posteriori yaitu kriteria yang ditentukan berdasarkan hasil analisis terhadap pengamatan yang dilakukan.

Gambar 21. Klaster hirarki 94 spesies burung menjadi 37 guild di lokasi penelitian, masing-masing klaster dianggap satu guild

Berdasarkan penentuan diatas, guild tersebut terdiri dari 6 guild frugivora, 3 guild masing-masing granivora dan nektarivora, 17 guild insektivora dan 4 guild masing-masing karnivora dan omnivora (Gambar 21). Hal serupa dinyatakan Rakotomanana (1998) dan Aleixo (1999) bahwa pengelompokan bisa dilakukan berdasarkan pola makan, kebiasaan makan, tempat mencari makan, atau

pemilihan tempat mencari makan pada tingkat vegetasi. Karr et al. (1992)

mengelompokan guild berdasarkan tiga karakter utama yaitu: 1) strata vegetasi utama yang digunakan oleh spesies-spesies tersebut untuk mencari makan, seperti daerah tajuk atau strata bawah, 2) spesies makanan seperti serangga, buah, biji dan nektar, 3) teknik atau substrat tempat mencari makan yang utama, seperti menelisik dedaunan, menangkap sambil melayang, dan mencari di dahan pohon.

Dokumen terkait