• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4 Ketersediaan Buah Pakan Burung Pemakan Buah

5.5.4 Perilaku Setelah Makan Buah

5.5.5.5 Laju Makan

Laju aktivitas makan adalah jumlah buah yang dikonsumsi selama waktu aktivitas makan buah. Rata-rata laju makan menunjukkan tidak berbeda nyata

pada berbagai spesies tumbuhan buah oleh burung Pycnonotus aurigaster dan

Pycnonotus goiavier (χ2=0,11; df=3).

Tabel 18. Rata-rata laju makan buah tiap kunjungan burung Pycnonotus

aurigaster dan Pycnonotus goiavier di masing-masing spesies tumbuhan pakan (buah/menit)

No Spesies burung Spesies tumbuhan pakan

B. microphylla M. affine P. chinensis S. javanicus 1 Pycnonotus aurigaster 8,0±0,0 (n=4) 5,4±1,6 (n=48) 7,0±0,0 (n=4) 7,3±2,0 (n=20) 2 Pycnonotus goiavier 9,0±0,0 (n=2) 6,8±4,7 (n=18) 8,0±1,7 (n=3) 7,1±1,0 (n=21)

Nilai laju makan dan jumlah waktu aktivitas yang dilakukan burung

Pycnonotus aurigaster atau Pycnonotus goiavier menunjukkan suatu strategi kedua burung tersebut untuk memperoleh masukan energi yang diperlukan dengan mengurangi resiko dari predator (Charnov 1976; Huntingford 1984; Lacher et al.

1982; Krebs & Davis 1978). Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa burung

Pycnonotus aurigaster maupun Pycnonotus goiavier melakukan strategi makan yang hampir sama yaitu apabila tumbuhan yang dijadikan tempat makan relatif lebih aman dari predator, burung tidak terburu-buru memakan buah dalam jumlah

banyak seperti di tumbuhan Melastoma affine. Namun aktivitas makan di

tumbuhan buah pakan yang lebih terbuka waktu kunjungan yang singkat dengan laju makan buah yang tinggi, disamping jumlah ketersediaan tumbuhan yang lebih

sedikit seperti pada tumbuhan Breynia microphylla, dengan jumlah tumbuhan

hanya 8 individu yang dikunjungi berkisar 15-20%, hampir semua waktu kunjungan untuk makan.

Selain itu, rata-rata laju makan buah Cecerenean (Breynia microphylla) lebih tinggi karena ukuran buah yang lebih kecil (4,06±0,73 mm). Penanganan buah yang kecil lebih cepat dibanding buah yang lebih besar walaupun kondisi buah lebih berair seperti pada buah Harendong beureum (Melastoma affine) dan

Harendong bulu (Clidemia hirta) (Tabel 18). Ukuran buah yang kecil sangat

memudahkan burung untuk menelannya dibanding ukuran yang lebih besar walaupun kondisi lebih lembek. Hal ini tampak pula pada buah tumbuhan (Sambucus javanicus) walaupun memiliki karakteristik buah lebih keras dan sedikit air (Tabel 12). Ukuran buah sangat menentukan tingkat laju makan bagi

burung-burung yang kecil karena keterbatasan besar bukaan paruh. Meskipun ukuran buah masih proporsional dengan bukaan paruh, akan tetapi jika mendekati ukuran maksimum bukaan paruh akan memperlambat laju makan (Lampiran 11). Hal ini tampak hasil pengamatan ini memiliki laju yang lebih tinggi dibanding hasil penelitian Wheelwright (1991) yang menemukan tingkat laju makan berkisar 1-3 buah/kunjungan. Padahal setiap kunjungan burung tersebut memiliki rata lama kunjungan > 2 menit.

5.5.5.6 Jarak Terbang Setelah Makan

Keberhasilan pemindahan biji buah oleh burung pemakan buah sangat tergantung pada tahapan proses memakan buah itu sendiri dan setelah makan. Jarak terbang meliputi jarak pergerakan burung dari tumbuhan buah tempat makan (tumbuhan induk) ke tumbuhan tempat tenggeran pertama setelah makan. Jarak terbang burung pemakan buah setelah makan buah menunjukkan perbedaan

yang sangat nyata yaitu Pycnonotus aurigaster dan Pycnonotus goiavier

(χ2=32,49; df=3; P<0,01).

Tabel 19. Rata-rata jarak minimal potensi penyebaran biji oleh Pycnonotus

aurigaster dan Pycnonotus goiavier (m)

No Spesies burung Species tumbuhan pakan

B. microphylla M. affine P. chinensis S. javanicus 1 Pycnonotus aurigaster 107,5±14,3 (n=4) 176,4±165,4 (n=48) 47,5±20,2 (n=4) 109,0±23,2 (n=20) 2 Pycnonotus goiavier 35,0±0,0 (n=3) 69,4±51,3 (n=19) 42,5±41,1 (n=6) 100,5±26,3 (n=21)

Tabel 19, menunjukkan bahwa tumbuhan yang memiliki rata-rata jarak

minimum disebarkan oleh Pycnonotus aurigaster paling jauh adalah tumbuhan

Melastoma affine, sedangkan oleh Pycnonotus goiavier adalah S. javanicus. Jarak

minimum yang paling dekat adalah tumbuhan Poligonum chinensis oleh

Pycnonotus goiavier dan Breynia microphylla oleh Pycnonotus goiavier. Burung dikatakan berpotensi sebagai penyebaran biji apabila keluarnya biji yang ditelan dan melewati sistem pencernaan jatuh saat terbang ataupun di tempat tengger lainnya, sehingga jauh dari tumbuhan induknya. Oleh karena itu potensi penyebaran biji oleh burung Pycnonotus aurigaster atau pun Pycnonotus goiavier

Jarak terbang disebut sebagai jarak minimal potensi penyebaran biji, yaitu diasumsikan sebagai jarak terpendek biji yang dapat disebarkan oleh agent

penyebar dari tumbuhan induk. Jarak tersebut diambil lurus dari tumbuhan induk sampai ke tempat tenggeran pertama setelah makan (Jordano & Schupp 2000). Burung genus Pycnonotus sering dijadikan contoh sebagai agent penyebar biji (Corlett 1998b, 2002), hal ini karena hidup di komunitas terbuka seperti semak belukar, sehingga jarak terbangnya dapat diamati dengan jelas.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Pycnonotus aurigaster dan

Pycnonotus goiavier termasuk ke dalam burung yang cenderung terbang menuju sektor-sektor habitat tertentu setelah makan ataupun sebelum makan untuk melakukan aktivitas lain seperti mencari makan kembali ataupun bertengger. Pola terbang yang sama ditunjukkan pada saat beraktivitas pagi, siang dan sore. Jordano (2000) menyatakan, bahwa setiap jenis burung memiliki kecenderungan untuk terbang menuju sektor-sektor habitat tertentu di sekeliling tumbuhan pakan sesuai dengan tujuan khususnya, sedangkan untuk beberapa spesies cenderung terbang langsung menuju tumbuhan sarangnya.

Dari Tabel 19, menunjukkan bahwa burung Cucak kutilang (Pycnonotus

aurigaster) sangat berpotensi penyebarkan tumbuhan semak lebih jauh dibanding

burung Merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier). Tumbuhan Kipapatong

(Sambucus javanicus) disebarkan kedua burung cucak rata-rata hampir sama jaraknya. Dengan semakin jauhnya jarak terbang setelah makan, semakin sering mengujungi pohon pakan serta tingginya laju makan per kunjungan mengindikasikan bahwa burung Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) memiliki potensi sebagai penyebar biji lebih tinggi untuk tumbuhan Cecerenea (Breynia microphylla) dan Kipapatong (Sambucus javanicus) dibanding burung Merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier). Burung Merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier)

berpotensi juga lebih baik menyebarkan tumbuhan Harendong bulu (Clidemia

hirta) dan Kipapatong (Sambucus javanicus) dibanding spesies tumbuhan pakan yang lainnya. Ini mengindikasikan bahwa ada keterkaitan yang jelas antara penyebaran dan kelimpahan tumbuhan spesies tertentu dengan burung yang membantu menyebarkannya (Corlett 1988, 1998a, 2002; Fleming 1992; Herrera et al. 1994; Herrera 1998, 2002; Jordano 1986, 1995, 2000; Wheelwright 1991).

Disamping itu, keberadaan tumbuhan-tumbuhan yang merupakan patch

bagi burung sangat berpengaruh. Jarak yang terlalu jauh antara satu tempat makan atau tenggeran akan menyulitkan burung dalam menyebarkan biji dari buah yang dimakannya. Hal ini mendorong penyebaran tumbuhan hanya terhadap di beberapa tempat saja. Oleh karena itu, jarak minimum penyebaran biji dapat berarti juga sebagai jarak maksimum yang dibutukan untuk burung antara patch

tumbuhan. Hal ini berarti bahwa jarak antar patch untuk burung-burung semak harus lebih pendek, karena kemampuan terbang burung semak pendek. Pada beberapa spesies tumbuhan yang penyebarannya sangat tergantung pada burung, akan menjadi kritis bila jarak antara pacth lebih jauh. Beberapa spesies tumbuhan di hutan seperti laban (Vitex pubescen) buahnya banyak dimakan burung familia Pycnonotidae dan bijinya sering dijumpai dalam fesesnya (Partasasmita, tidak dipublikasikan). Ini mengindikasi bahwa tumbuhan tersebut dapat disebarkan oleh burung (Herrera et al. 1994; Jordano 1986).

Dokumen terkait