KOMUNITAS BURUNG PEMAKAN BUAH DI
PANARUBAN, SUBANG:
Ekologi Makan dan Penyebaran Biji Tumbuhan Semak
RUHYAT PARTASASMITA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
disertasi saya yang berjudul:
“KOMUNITAS BURUNG PEMAKAN BUAH DI PANARUBAN
SUBANG: Ekologi Makan dan Penyebaran Biji Tumbuhan Semak”
merupakan gagasan atau hasil disertasi saya sendiri dengan bimbingan dari Komisi
Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum
pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi
lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir disertasi ini,
Bogor, April 2009
ABSTRACT
RUHYAT PARTASASMITA. Frugivorous Bird Communities in Panaruban, Subang:
Feeding Ecology and Shrubland Seed Dispersal. Under the direction of ANI
MARDIASTUTI, DEDY DURYADI SOLIHIN, REVIANY WIDJAJAKUSUMA
and SITI NURAMALIATI PRIJONO.
Java has been experiencing a heavy deforestation in the 16
thcentury.
Combined with a densely human population, most forests have changed into open
land with shrubs and secondary vegetation. To recover disturbed vegetation the role
of seed dispersal agents, e.g. frugivorous birds is really important. So, this paper
describes the role of frugivorous birds as shrubland seed dispersal agents at
Panaruban, Subang. The study was conducted since April 2005 until May 2006.
Census of bird’s communities was carried out by point count method, frugivorous
bird morphology character was undertaken by capture-mist netting and
morphometric, fruit availability was estimated by extrapolation, feeding behavior was
observed by behavior method, and interaction of frugivorous birds-plant was carried
out by feces-seed content method and seed germination. Bird community hierarchy
cluster contained 17 insectivorous guilds, 6 frugivorous guilds, and 3 granivorous and
nectarivorous guilds. Frugivorous birds had gape width-height ratio of
≥
0.90. The
highest shrubland fruit abundance was at the secondary forest (63.86 weight kg.ha
-1),
while the lowest at KT
10(15.65 weight kg.ha
-1)
.
The highest feeding rate was 8
fruits/minute
Breynia microphylla
by
Pycnonotus aurigaster,
and 9 fruits/minutes by
Pycnonotus goiavier.
It was dispersed with the shortest distance 176.4 m
Melastoma
affine
by
Pycnonotus aurigaster
, while
Pycnonotus goiavier
dispersed the shortest
distance
Sambucus javanicus
was 100.5 m. There was strong interaction between
frugivorous bird-fruit by gape width-height and fruit diameter. Abundance and
distribution of seed composition in feces varied among bird spesies and plant. Seed
germination passing bird guts was more than pulp artificially removal and seed within
intact seed.
.
ABSTRAK
RUHYAT PARTASASMITA. Komunitas Burung Pemakan Buah di Panaruban,
Subang: Ekologi Makan dan Penyebaran Biji Tumbuhan Semak. Dibimbing oleh
ANI MARDIASTUTI, DEDY DURYADI SOLIHIN, REVIANY
WIDJAJAKUSUMAH, SITI NURAMALIATI PRIJONO.
Jawa telah sedang mengalami kerusakan hutan yang sangat besar sejak abad
16. Berkaitan dengan kepadatan populasi manusia, kebanyakan hutan sudah berubah
jadi lahan terbuka yang ditumbuhi semak belukar dan vegetasi hutan sekunder di
pulau-pulau di Indonesia, Pemulihan vegetasi yang telah mengalami kerusakan
dibutuhkan peran agen penyebar biji, sebagai contoh burung-burung pemakan buah
yang potensial. Dengan demikian, disertasi ini menjelaskan peranan burung-burung
pemakan buah sebagai agen penyebar biji tumbuhan semak di Panaruban, Subang.
Penelitian telah dilakukan mulai bulan April 2005 sampai Mei 2006. Sensus
komunitas burung dilakukan dengan metoda titik hitung. Karakteristik morfologi
burung pemakan buah dilakukan dengan penangkapan memakai jala kabut dan
pengukuran morfologi. Ketersediaan buah diestimasi menggunakan metoda
ekstrapolasi. Perilaku makan diamati menggunakan metoda perilaku, dan interaksi
antara tumbuhan dan burung pemakan buah dilakukan dengan metoda analisis biji
dalam feses burung yang tertangkap, serta kemampuan daya perkecambahan biji.
Hasil yang didapat adalah klaster hirarki komunitas burung terdiri dari 17 guild
insektivora, 6 guild frugivora, dan 3 guild masing-masing granivora dan nektarivora.
Burung pemakan buah mempunyai rasio tinggi-lebar bukaan paruh
≥
0,90.
Kelimpahan buah tumbuhan semak tertinggi terdapat di hutan sekunder (63,86 kg
basah.ha
-1, sedangkan terendah di KT10 (15,65 kg basah.ha
-1).
Laju makan tertinggi
dilakukan burung pada buah
Breynia microphylla
yaitu 8 buah/menit oleh
Pycnonotus aurigaster,
dan 9 buah/menit oleh
Pycnonotus goiavier.
Jarak minimum
penyebaran biji
Melastoma affine
176,4 m oleh
Pycnontus aurigaster
, sedangkan
Pycnonotus goiavier
menyebarkan biji
Sambucus javanicus
dengan jarak minimum
yaitu 100,5 m. Terdapat interaksi yang kuat antara besar bukaan paruh burung
pemakan buah dan diameter buah. Komposisi kelimpahan dan penyebaran biji dalam
feses burung bervariasi menurut spesies burung dan spesies tumbuhan. Daya
kecambah biji yang melalui pencernaan burung lebih tinggi dibanding biji yang
dikupas kulit dan daging atau buah utuh.
RINGKASAN
RUHYAT PARTASASMITA. Komunitas Burung Pemakan Buah di Panaruban,
Subang: Ekologi Makan dan Penyebaran Biji Tumbuhan Semak. Dibimbing oleh
ANI MARDIASTUTI sebagai ketua, DEDY DURYADI SOLIHIN, REVIANY
WIDJAJAKUSUMA, dan SITI NURAMALIATI PRIJONO masing-masing sebagai
anggota komisi.
Banyak hutan telah mengalami kerusakan akibat berbagai aktivitas manusia,
seperti penebangan liar, perubahan tataguna lahan hutan, dan aktivitas perladangan di
Indonesia. Sebagai hasilnya banyak hutan berubah menjadi lahan terbuka dengan
ditumbuhi tumbuhan semak. Pemulihan vegetasi yang telah mengalami kerusakan
dibutuhkan peran agen penyebar biji, sebagai contoh burung-burung pemakan buah.
Sebuah penelitian mengenai peranan burung-burung pemakan buah dalam suksesi
tumbuhan semak telah dilakukan khususnya berkaitan dengan ekologi makan dan
penyebar biji tumbuhan semak di Panaruban, Subang. Penelitian ini dilakukan pada
bulan April 2005 sampai Mei 2006.
Untuk mengetahui kondisi vegetasi dilakukan dengan metoda sampling
kuadrat dan diagram profil. Pengamatan keanekaan burung dilakukan dengan metoda
titik hitung dan tangkap-lepas kembali. Karakteristik morfologi burung pemakan
buah diukur meliputi morfologi eksternal dan morfologi sistem pencernaan.
Ketersediaan buah diestimasi menggunakan metoda ekstrapolasi. Pengamatan
terhadap karakteristik buah pakan dilakukan meliputi penampakan buah berdasarkan
warna buah matang, berat basah buah, berat kering udara dari biji, bentuk dan
diameter buah, dan jumlah biji per buah. Perilaku makan harian dan penggunaan
makanan dilakukan dengan metoda ad-libitum dan sampling perilaku. Jarak terbang
minimum burung pemakan buah setelah makan dilakukan dengan mengukur mulai
dari batas terluar kanopi tumbuhan tempat makan ke batas terluar kanopi tumbuhan
tempat bertengger pertama setelah makan. Komposisi biji dalam feses burung
pemakan buah dikumpulkan melalui analisis feses pada burung yang tertangkap.
Pengamatan perkecambahan biji dilakukan terhadap biji dalam buah utuh, biji yang
dikupas kulit dan daging buahnya, dan biji dari feses burung pemakan buah. Analisis
data dilakukan terhadap kerapatan, kelimpahan, frekuensi, dominansi, indeks nilai
penting dan indeks keanekaan spesies tumbuhan. Kelimpahan, distribusi, indeks
keanekaan, kemerataan komunitas burung, dan pengelompokan struktur burung
berdasarkan klaster hirarki
guild
. Perbedaan keanekaan burung di tiap tipe vegetasi,
fenologi perkembangan bunga dan buah dilakukan uji-t, lama kunjungan, lama waktu
makan, laju makan, jarak terbang, jumlah kunjungan burung ke tumbuhan pakan dan
daya kecambah dilakukan uji
Chi-square
. Interaksi burung dan tumbuhan buah
dilakukan dengan uji regresi korelasi.
dari 17 guild insektivora, 6 guild frugivora, 4 guild masing-masing karnivora dan
omnivora, serta 3 guild masing-masing granivora dan nektarivora. Burung pemakan
buah mempunyai rasio tinggi bukaan paruh dan lebar bukaan paruh
≥
0,90. Tebal
ventriculus
burung pemakan buah sangat menentukan biji dapat keluar bersama feses
dalam keadaan utuh. Kelimpahan buah tumbuhan semak tertinggi terdapat di hutan
sekunder (63,86) kg basah.ha
-1, sedangkan terendah di KT10 (15,65) kg basah/ha
-1.
Kandungan nutrisi karbohidrat tertinggi adalah 50,22% pada tumbuhan
Rubus
chrysophyllus
,
lemak (18,45%) pada
Sambucus javanicus,
dan protein (11,21%) pada
Lantana camara.
Kunjungan burung Cucak kutilang (
Pycnonotus aurigaster
) lebih
banyak ke tumbuhan Cecerenean (
Breynia microphylla
), sedangkan Merbak cerukcuk
ke tumbuhan Harendong beureum (
Melastoma affine
). Kipapatong (
Sambucus
javanicus
)
dikunjungi lebih lama dibanding
tumbuhan lain yaitu 130,5±17,0 detik
untuk
Pycnonotus aurigaster,
dan 135,2±41,5 detik untuk
Pycnonotus goiavier.
Laju
makan tertinggi dilakukan burung pada buah tumbuhan Cecerenean (
Breynia
microphylla
) yaitu 8 buah/menit untuk
Pycnonotus aurigaster,
dan 9 buah/menit
untuk
Pycnonotus goiavier.
Rata-rata jarak minimum penyebaran biji terjauh oleh
Pycnonotus aurigaster
dilakukan setelah memakan buah tumbuhan Harendong
beureum (
Melastoma affine
) yaitu 176,4 m, sedangkan
Pycnonotus goiavier
setelah
memakan tumbuhan Kipapatong (
Sambucus javanicus
) yaitu 100,5 m. Terdapat
hubungan yang kuat antara besar bukaan paruh burung pemakan buah dengan
diameter buah pakannya (R
2= 0,96). Komposisi kelimpahan dan penyebaran biji
dalam feses burung bervariasi antara spesies burung dan spesies tumbuhan. Daya
kecambah biji yang melalui pencernaan burung lebih tinggi dibanding biji yang
dikupas kulit dan daging buah atau buah utuh.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritikan
atau tinjauan suatu masalah.
b.
Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
KOMUNITAS BURUNG PEMAKAN BUAH DI
PANARUBAN, SUBANG:
Ekologi Makan dan Penyebaran Biji Tumbuhan Semak
RUHYAT PARTASASMITA
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dosen penguji pada Ujian Tertutup
1.
Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc
Dosen penguji pada Ujian Terbuka
1.
Dr. Ir. Dewi M. Prawiradilaga, M.Sc
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Disertasi
: Komunitas Burung Pemakan Buah di Panaruban, Subang:
Ekologi Makan dan Penyebaran Biji Tumbuhan Semak
Nama :
Ruhyat Partasasmita
NRP :
G361020121
Program Studi
: Biologi
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc. Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA
Ketua
Anggota
Prof. drh. Reviany Widjajakusuma, M.Sc., Ph.D Dr. Ir. Siti Nuramaliati Prijono
Anggota Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi Biologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmatNya dan
perkenanNya sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w, ahlul bait serta pengikutnya sampai
akhir zaman, aamiin.
Tulisan ini berisi hasil penelitian tentang komunitas burung pemakan buah di
Panaruban, Subang: ekologi makan dan penyebaran biji tumbuhan semak. Penelitian
ini dilaksanakan untuk menyusun disertasi sebagai syarat memperoleh gelar Doktor
dalam Program Studi Biologi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Untuk itu, penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Komisi Pembimbing yaitu Prof. Dr. Ir.
Ani Mardiastuti, M.Sc., Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA., Prof. drh. Reviany
Widjajakusuma, M.Sc., Ph.D dan Dr. Ir. Siti Nuramaliati Prijono atas segala
kesabaran, ketelitian, pengertian dan dukungannya selama penulis menempuh
program Doktor. Semoga Allah SWT membalasnya dengan pahala yang setimpal,
senantiasa memberikan cahaya petunjukNya, kesehatan yang disyukuri serta rezeki
yang berkah, aamiin.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Rektor Institut Pertanian Bogor,
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ketua Program Studi Biologi Institut Pertanian
Bogor, Rektor, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ketua
Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran yang telah memberi kesempatan kepada
penulis untuk mengikuti Program Doktor. Tak lupa penulis sampaikan ucapan
terimakasih kepada Ir. Imam selaku Direktur ADM PTPN VIII perkebunan teh Ciater
Subang yang telah memberi ijin penulis melakukan penelitian di lokasi Afdeling III,
juga kepada Kepala Bidang Zoologi, Puslit Biologi LIPI Cibinong yang telah
memberi ijin pinjaman alat penelitian.
Prof. Dr. Mauro Galetti, Prof. Dr. Nike Reid, Prof. Dr. Seiki Takazuki, Dr. Kazuhito
Kawakami, Dr. Kazuhiro Eguchi, dan Dr. Akiko Fukui, yang telah memberi berbagai
paper publikasi, diskusi, perbaikan metoda dan bantuan alat lapangan. Tidak lupa
juga penulis sampaikan terimakasih kepada Direktur IdeaWild Fund yang telah
membantu menyediakan alat-alat lapangan.
Terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan
kepada Dr. Dede Setiadi MS yang telah berkenan sebagai tim penilai proposal
disertasi. Terima kasih kepada Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc yang telah
berkenan sebagai penguji luar komisi pada pelaksanaan Ujian Tertutup, Dr. Ir. Dewi
Malia Prawiradilaga, M.Sc., dan Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS yang telah
berkenan sebagai penguji luar komisi pada pelaksanaan Ujian Terbuka. Semoga
Allah SWT membalasnya dengan pahala yang setimpal, senantiasa memberikan
cahaya petunjukNya, kesehatan yang disyukuri serta rezeki yang berkah, aamiin.
Terimakasih khusus kepada Dr. Wilson Novarino, Dr. Hutwan Syarifudin,
Drs. Prihadi Santoso MS, Drs. Joko Kusmoro, Tedi Setiadi S.Si, Puji Rahayu S.Si,
Dea Rodiana S.Si, Mira Yustina S.Si, Ema Yustikasari S.Si, Erik FH S.Si, Ringga
Amelia S.Si, Ferli Tiana S.Si, Felicia Lesmana S.Si, Muhamad Adriansyah S.Si, Jaya
Permana S.Si, Farid Alfalakih S.Si, keluarga Bapak Udung, dan Bapak Wahyu yang
telah banyak membantu persiapan lapangan, identifikasi sampel tumbuhan dan biji,
dan pengolahan data. Hanya Allah SWT yang akan membalas kebaikan mereka,
dengan yang lebih baik lagi, aamiin.
moril untuk menyelesaikan penulisan disertasi ini. Semoga Allah SWT membalas
kebaikan mereka dengan balasan yang setimpal, aamiin.
Rasa terimakasih yang tak putus-putusnya penulis ucapkan kepada bapak
Sasmita (almarhum) dan ibunda Alsih (almarhum) yang telah membesarkan,
mendidik dengan penuh kasih sayang, yang selalu mendukung dan mendoakan
dengan tulus, semoga Allah SWT membalasnya dengan pahala yang tak
putus-putusnya, menyayanginya, memberikan tempat yang indah dan meridhoinya, aamiin.
Untuk istri tersayang Dra. Monique Adithyawardhani dan anak-anaku tercinta Hanny
Mardiah Utami, Fikri Abdillah Majied, Hilman Sya’ban Sulthoni, keluarga besar
bapak Rio Utomo dan bapak Sasmita yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas
kesabaran, dukungan do’a dan bantuan moril maupun materiil. Semoga Allah SWT
membalasnya dengan yang lebih baik lagi, aamiin.
Akhirnya, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada lembaga yang
memberikan bantuan selama penulis menjalani program doktor, yaitu DIKTI melalui
BPPS, JSPS dan DPP-SPP Unpad.
Tak ada gading yang tak retak, penulis menyampaikan maaf yang
sedalam-dalamnya apabila ada kekurangan dalam menempuh pendidikan program doktor, dan
semoga tulisan ini bermanfaat.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 15 Januari 1968 sebagai anak
keempat dari pasangan Bapak Sasmita (almarhum) dan Ibu Alsih (almarhum).
Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 1981 di SD Negeri Betok, Sekolah
Menengah Pertama lulus tahun 1983 di SMP Negeri Sukamenak, Kecamatan
Darmaraja, Kabupaten Sumedang, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri
Situraja lulus tahun 1987.
Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk perguruan tinggi negeri
melalui jalur SIPENMARU pada Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran, lulus pada tahun 1992. Pada tahun 1995,
penulis diterima di Program Studi Biologi pada Program Pascasarjana Institut
Teknologi Bandung dengan sponsor dari TMPD DIKTI dan menamatkannya pada
tahun 1998. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi
yang sama diperoleh di Institut Pertanian Bogor dengan sponsor dari BPPS DIKTI
pada tahun 2002.
Penulis bekerja sebagai dosen untuk mata kuliah Taksonomi Vertebrata,
Ekologi Hewan, Konservasi Alam, Ornitologi, Konservasi Hewan dan Pengelolaan
Satwa Liar di Laboratorium Taksonomi dan Ekologi Hewan, Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran, sejak
tahun 1997 sampai sekarang.
International Symposium/Workshop on Frugivores and Seed Dispersal di Griffith
University, Brisbane, Australia.
DAFTAR ISI
Hal.
DAFTAR TABEL ...
iv
DAFTAR GAMBAR ...
v
DAFTAR LAMPIRAN ...
vi
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...
1
1.2 Kerangka Pemikiran ...
5
1.3 Rumusan Masalah ……….
7
1.4 Hipotesis ...
8
1.5 Tujuan Penelitian ...
8
1.6 Manfaat Penelitian ……….……….
10
1.7 Status Penelitian ...
10
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Habitat dan Penggunaannya ...
12
2.2 Komunitas Burung ...
13
2.2.1 Keanekaan Burung ...
14
2.2.2 Kelimpahan dan Distribusi Burung …………..………..
15
2.3 Karakteristik Morfologi Burung Pemakan Buah ...
16
2.3.1 Morfologi Eskternal Burung Pemakan Buah …………..
16
2.3.2 Morfologi Sistem Pencernaan Burung Pemakan Buah…
17
2.4 Ketersediaan Buah ...
19
2.4.2 Kelimpahan Buah ………..
21
2.4.3 Karakteristik Buah ………
22
2.4.3.1 Warna buah ...………
22
2.4.3.2 Ukuran Buah dan Biji ………...
22
2.4.3.3 Nutrisi Buah ……….
24
2.5 Perilaku Makan ………..
24
2.5.1 Waktu Aktivitas Makan ………..………..
25
2.5.2 Preferensi Makan ……….
26
2.6 Interaksi Burung dan Tumbuhan Buah ...
27
2.6.1Penyebaran Biji ………..
27
2.6.2 Daya Kecambah Biji ………..………. ….
29
3.
KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
3.1 Area Studi ...
31
3.1.1 Letak dan Luas ...
31
3.1.2 Topografi dan Iklim ...
31
3.1.3 Vegetasi ...
31
3.1.4 Fauna ...
32
4.
BAHAN DAN METODE
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ……….……….…..……
34
4.2 Alat dan Bahan Penelitian ...
34
4.3 Metode Pengumpulan Data ...
35
4.3.1 Diagram Metoda Penelitian ………..
35
4.3.2 Analisis Vegetasi ………...
36
4.3.2 Komunitas Burung ...
38
4.3.2.1 Keanekaan Spesies Burung ………..…….
38
4.3.2.2 Kelimpahan dan Distribusi Burung ………..
38
4.3.3 Karakteristik Morfologi Burung Pemakan Buah ...
39
4.3.3.2 Morfologi Sistem Pencernaan Burung Pemakan
Buah ...
45
4.3.4 Ketersediaan Buah Pakan ...
46
4.3.4.1 Fenologi Tumbuhan Buah ...
46
4.3.4.2 Kelimpahan Buah Pakan ...
47
4.3.4.3 Karakteristik Buah Pakan ...
48
4.3.5 Perilaku Makan Burung Pemakan Buah ...
48
4.3.5.1 Perilaku Makan Harian ……….
48
4.3.5.2 Strategi Mencari Makan ………
49
4.3.5.3 Jarak Terbang Setelah Makan ...
50
4.3.6 Interaksi Burung dan Tumbuhan Buah ……….
51
4.3.6.1 Komposisi Biji pada Feses Burung ……...
51
4.3.6.2 Daya Kecambah ...
54
4.4 Analisis Data ………..………....
55
4.4.1 Analisis vegetasi ...
55
4.4.2 Struktur Komunitas Burung ………... 57
4.4.2.1 Keanekaan Spesies Burung ………... 57
4.4.2.2 Kelimpahan dan Distribusi Burung ………..
58
4.4.3 Karakteristik Burung Pemakan Buah ...
59
4.4.3.1 Morfologi Eksternal Burung Pemakan Buah ...
59
4.4.3.2 Morfologi Sistem Pencernaan Burung Pemakan
Buah ………...
60
4.4.4 Ketersediaan Buah Pakan ...
60
4.4.4.1 Fenologi Tumbuhan Buah ...
60
4.4.4.2 Kelimpahan Buah Pakan ...
60
4.4.4.3 Karakteristik Buah dan Biji ...
61
4.4.5 Perilaku Makan Burung Pemakan Buah ...
61
4.4.5.1 Perilaku Makan Harian ……….
61
4.4.5.2 Strategi Mencari Makan ………
61
4.4.6 Interaksi Burung dan Tumbuhan Buah ……….
63
4.4.6.1 Korelasi Besar Bukaan Paruh dengan Ukuran
Buah Pakan ………..………….
63
4.4.6.2 Komposisi Biji pada Feses Burung ………...
63
4.4.6.3 Daya Kecambah ...
64
5.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Struktur Vegetasi di Lokasi Penelitian ……….…...…….…..
65
5.2 Komunitas Burung …………...
72
5.2.1 Keanekaan Spesies Burung ………..……. 72
5.2.2 Pengelompokan Burung Berdasarkan Jenis Makanan
yang Dimakannya ……….
76
5.2.3 Kelimpahan dan Distribusi Burung Pemakan Buah …...
80
5.3 Karakteristik Burung Pemakan Buah ...
83
5.3.1 Morfologi Eksternal Burung Pemakan Buah ...
83
5.3.2 Morfologi Sistem Pencernaan Burung Pemakan Buah ...
87
5.4 Ketersediaan Buah Pakan Burung Pemakan Buah …...
89
5.4.1 Fenologi Tumbuhan Buah Pakan ...
89
5.4.2 Kelimpahan Buah Pakan ...
92
5.4.3 Karakteristik Buah Pakan ...
94
5.4.3.1 Ukuran Buah dan Biji Pakan Burung ………
96
5.4.3.2 Warna Buah Pakan Burung ………..
97
5.4.3.3 Nutrisi Buah Pakan Burung ………..
100
5.5 Perilaku Makan Burung Pemakan Buah ...
102
5.5.1 Perilaku Makan Harian ………..…………..
102
5.5.2 Perilaku Mencari dan Memetik Buah ………..
104
5.5.3 Perilaku Perilaku Menangani dan Menelan Buah ...
105
5.5.4 Perilaku Setelah Makan Buah ………..
107
Buah Pakan ……….
108
5.5.5.2 Lama Waktu Kunjungan Burung di
Tumbuhan Buah Pakan ………
109
5.5.5.3 Alokasi Waktu Kunjungan untuk Aktivitas
Harian ……….
111
5.5.5.4 Lama Waktu Aktivitas Makan Buah ……...
113
5.5.5.5 Laju Makan ……….
114
5.5.5.6 Jarak Terbang Setelah Makan ...
116
6.
PEMBAHASAN UMUM
6.1 Kondisi Vegetasi Habitat Komunitas Burung di Lokasi
Penelitian ……….
119
6.2 Komunitas Burung Pemakan Buah ………
122
6.3 Karakteristik Morfologi Burung Semak ……….
123
6.4 Ketersediaan Buah Pakan Burung ………..
124
6.5 Perilaku Makan ………..………
125
6.6 Interaksi Komunitas Burung Pemakan Buah Dengan
Tumbuhan Buah ………
126
6.6.1 Hubungan Besar Bukaan Paruh dengan Ukuran Buah
Pakan ……….
126
6.6.2 Komposisi Biji pada Feses Burung ………...
127
6.6.3 Daya Kecambah ...
131
7.
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ………...……….
134
7.2 Saran ………..
136
DAFTAR PUSTAKA ...
137
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 1. Biji spesies tumbuhan yang terdapat pada sampel feses burung ..
53
Tabel 2. Rekapitulasi kondisi tipe vegetasi lokasi penelitian …….………
64
Tabel 3. Rekapitulasi kondisi habitat Burung di tiga tipe vegetasi ……...
69
Tabel 4. Pengelompokan burung berdasarkan
feeding guild
di tiga tipe
vegetasi ……….
76
Tabel 5. Kelimpahan dan distribusi burung pemakan buah di tiga tipe
vegetasi ………
80
Tabel 6. Karakteristik panjang paruh, panjang kepala dan berat burung
yang berpotensi sebagai pemakan buah ………
83
Tabel 7. Komposisi biji utuh dan tidak utuh pada feses burung yang
berpotensi sebagai pemakan buah ………
83
Tabel 8. Ukuran besar bukaan paruh burung pemakan buah ……….
84
Tabel 9. Karakter morfometrik sistem pencernaan burung pemakan buah.
86
Tabel 10. Uji beda rata-rata (uji t) lama perkembangan bunga dan buah
paka burung ………..
89
Tabel 11. Rata-rata kelimpahan buah pakan burung pemakan buah pada
setiap 2 minggu pengamatan ………
91
Tabel 12. Karakteristik buah dan biji ………..
93
Tabel 13. Nisbah pemangsaan warna buah yang dimakan dan ketersediaan
warna buah dari spesies tumbuhan buah di habitat ………..
98
Tabel 14. Kandungan nutrisi buah tumbuhan semak pakan burung ……….
100
Tabel
15. Persentase tumbuhan buah pakan yang dikunjungi burung
Pycnonotus aurigaster
dan
Pycnonotus goiavier
……….
106
Tabel 16. Lama waktu kunjungan burung
Pycnonotus aurigaster
dan
dan
Pycnonotus goiavier
plot tumbuhan pakan (detik) …………
112
Tabel 18. Rata-rata laju makan buah tiap kunjungan burung
Pycnonotus
aurigaster
dan
Pycnonotus goiavier
di masing-masing spesies
tumbuhan pakan ………
113
Tabel 19. Rata-rata jarak minimal potensi penyebaran biji oleh
Pycnonotus
aurigaster
dan
Pycnonotus goiavier
.…..………..
114
Tabel 20. Rata-rata jumlah biji spesies tumbuhan yang terdapat pada feses
burung ……….………..
126
Tabel 21. Persentase feses mengandung biji pada burung ………
127
Tabel 22. Persentase Penyebaran biji spesies tumbuhan yang terdapat pada
feses burung ……….………...
128
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1. Kerangka pemikiran pendekatan komunitas burung pemakan
buah: ekologi makan dan penyebaran biji tumbuhan semak …....
6
Gambar 2. Skematik sistem pencernaan burung ………
17
Gambar 3. Skematik beberapa tipe proventrikulus dan ventrikulus pada
burung pemakan buah ………...
18
Gambar 4. Diagram metoda penelitian ...
34
Gambar 5. Unit contoh yang digunakan untuk mengetahui struktur dan
komposisi vegetasi...
35
Gambar 6. Penggambaran koordinat pohon ...
36
Gambar 7. Pengukuran diameter pohon setinggi dada ...
36
Gambar 8. Pemasangan jala kabut. a) jala kabut yang dipasang di sekitar
pohon yang sedang berbuah, b) dipasang secara seri, c)
digulung ………
41
Gambar 9. Cara memegang burung ………
42
Gambar 10. Cara mengukur morfologi burung
43
Gambar 11. Sketsa sistem saluran pencernaan burung pemakan buah
45
Gambar 12. Jarak minimum burung menyebarkan biji ………
50
Gambar 13. Pencucian biji dari feses burung ………..
51
Gambar 14. Pengumpulan feses dengan metoda
feces dropped count ……….
52
Gambar 15. Diagram pengujian daya kecambah biji tumbuhan pakan ………
54
Gambar 16. Kondisi vegetasi di lokasi penelitian
………...……….
65
Gambar 17. Dendrogram struktur dan komposisi vegetasi tingkat semai dan
semak ………
67
Gambar 18. Diagram profil tipe vegetasi di lokasi penelitian ………..……...
68
Gambar 19. Komunitas burung di lokasi penelitian ………
72
Gambar 20. Komunitas burung pemakan buah
74
masing-masing klaster dianggap satu “guild” ………...
78
Gambar 22. Fenologi lamanya pembungaan dan buah (hari) tumbuhan buah
makanan burung pemakan buah ………...
90
Gambar 23. Proporsi warna buah yang dimakan burung pemakan buah …….
97
Gambar 24. Perilaku umum burung pemakan buah memakan buah …………
102
Gambar 25. Waktu aktivitas penggunaan plot spesies tumbuhan pakan oleh:
a)
Pycnonotus aurigaster
dan b)
Pycnonotus goiavier
…………. 110
Gambar 25 Kisaran besar bukaan paruh dengan diameter buah pakan dari
DAFTAR
LAMPIRAN
Hal.
Lampiran 1.
Peta kawasan Panaruban ………
147
Lampiran 2.
Jumlah curah hujan dan hari hujan di lokasi penelitian ….
148
Lampiran 3.
Lokasi Pengamatan perilaku makan dan plot tumbuhan
buah pakan burung
Pycnonotus aurigaster
dan
Pycnonotus goiavier
di semak kebun teh 5 tahun (KT
5) ..
149
Lampiran 4.
Penentuan kadar protein dengan menggunakan metoda
Kjeldall ………..
151
Lampiran 5.
Penentuan kadar karbohidrat dengan metoda anthorane …
152
Lampiran 6.
Penentuan kadar lemak dengan metoda soxhlet …………
153
Lampiran 7.
Foto perkebunan teh kawasan Panaruban ……….
154
Lampiran 8.
Foto buah dan biji yang menjadi pakan burung pemakan
buah ………
155
Lampiran 9.
Daftar spesies tumbuhan yang buahnya berpotensi
sebagai makan burung ………..
156
Lampiran 10. Keberadaan spesies tumbuhan buah di tiga tipe vegetasi
157
Lampiran 11. Karakteritik buah pakan burung dan burung pemakannya
159
Lampiran 12. Daftar spesies-spesies burung yang ditemukan di lokasi
penelitian ………
161
Lampiran
13. Daftar spesies burung pada tiga tipe vegetasi yang
Berbeda ………..
165
Lampiran 14. Kelimpahan dan distribusi burung di tiga tipe vegetasi ….
168
Lampiran 15. Indeks keanekaan spesies burung di kebun teh tidak
dikelola selama
≥
5 tahun ………
170
Lampiran 16. Indeks keanekaan spesies burung di kebun teh tidak
dikelola selama
≥
10 tahun ……….
Lampiran 18. Analisis vegetasi tumbuhan tingkat semai di kebun teh
tidak produktif
≥
5 tahun blok afdeling III PTPN VII
Ciater, Paruban, Subang pada tahun 2005 ……….
174
Lampiran 19. Analisis vegetasi tumbuhan tingkat semak di kebun teh
tidak produktif
≥
5 tahun blok afdeling III PTPN VII
Ciater, Paruban, Subang pada tahun 2005 ………
175
Lampiran 20. Analisis vegetasi tumbuhan tingkat semai di kebun teh
tidak produktif
≥
10 tahun blok afdeling III PTPN VII
Ciater, Paruban, Subang pada tahun 2005 ……….
176
Lampiran 21. Analisis vegetasi tumbuhan tingkat semak di kebun teh
tidak produktif
≥
10 tahun blok afdeling III PTPN VII
Ciater, Paruban, Subang pada tahun 2005 ………
177
Lampiran
22. Analisis vegetasi tumbuhan tingkat semai di hutan
sekunder Panarubahan, Subang tahun 2005 ………..
178
Lampiran
23. Analisis vegetasi tumbuhan tingkat semak di hutan
sekunder Panarubahan, Subang tahun 2005 ………..
179
Lampiran
24. Analisis vegetasi tumbuhan tingkat pohon di hutan
sekunder Panarubahan, Subang tahun 2005 ……….
180
Lampiran 25. Karakter morfometrik burung yang berpotensi sebagai
pemakan buah ………
181
Lampiran 26. Fenologi pembungaan dan buah tumbuhan buah pakan
burung ………..
182
Lampiran 27. Kondisi vegetasi semak di kebun teh tidak dikelola
≥
5
tahun ……….
183
Lampiran 28. Kondisi vegetasi semak di kebun teh tidak dikelola
≥
10
tahun ………..
184
Lampiran 29. Kondisi vegetasi semak di hutan sekunder ………
185
Lampiran 30. Keberadaan tumbuhan semak burung di tiga tipe vegetasi
186
Lampiran 31. Keberadaan burung pemakan buah dan spesies tumbuhan
pakannya di tipe vegetasi KT5 ………...
Lampiran 32. Keberadaan burung pemakan buah dan spesies tumbuhan
pakannya di tipe vegetasi KT10 ……….
188
Lampiran 33. Keberadaan burung pemakan buah dan spesies tumbuhan
pakannya di tipe vegetasi HS ………
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunitas burung merupakan salah satu komponen biotik ekosistem yang
berperan dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian alam. Peran tersebut dapat
tercermin dari posisi tropik yang ditempatinya. Sebagai contoh, beberapa burung
pemakan nektar dan buah berperan dalam proses penyerbukan bunga dan penyebaran
biji. Hubungan antara burung pemakan buah dengan tumbuhan buah pakannya
membentuk pola interaksi yang saling menguntungkan.
Tumbuhan buah mendapat keuntungan dari interaksi dengan burung pemakan
buah, yaitu biji-bijinya dapat disebar jauh dari tempat hidup dirinya. Hal ini terutama
pada tumbuhan yang mempunyai berat buah maupun biji yang tidak dapat disebarkan
oleh angin. Selain itu, proses perkecambahan bijinya akan lebih cepat tumbuh karena
kulit dan daging buah dihancurkan burung pada saat
ingesti
(penanganan di paruh),
dan
digesti
(pencernaan) di tembolok, ventrikulus serta usus. Proses tersebut juga
menyebabkan kulit ari dari biji akan terbuka, air lebih mudah masuk kedalam biji,
dan dorman biji berakhir.
Burung pemakan buah mendapat keuntungan dari interaksi dengan tumbuhan
buah, karena buah umumnya banyak tersedia dan mudah dimakan dibandingkan jika
harus berburu makanan lain seperti serangga. Hal ini terutama terjadi, jika
ketersediaan buah berlimpah di tumbuhan tempat aktivitas hariannya. Dengan
demikian, nutrisi dari buah yang meliputi karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan
mineral lainnya cukup tersedia untuk kebutuhan burung. Banyak keuntungan yang
dapat diperoleh burung dari penggunaan tumbuhan buah pakan. Akan tetapi ini
sangat tergantung pada struktur morfologi paruh dan perilaku makan burung itu
sendiri.
individu-individu kelompok lain menempati habitat yang berbeda, namun sebaran
patch
sumberdaya dalam habitat dapat berbeda
(Huntingford 1984). Beberapa
tumbuhan dalam
patch
sumberdaya makanan dimanfaatkan oleh burung sebagai
pakan atau perlindungan. Semakin kecil (200 m
2)
patch
sumberdaya tumbuhan
pakan, maka dapat berpengaruh langsung terhadap taktik perilaku makan secara
individu.
Kelimpahan buah matang di
patch
akan mempengaruhi kehadiran burung
pemakan buah. Ketersediaan buah di habitat yang ditempati merupakan salah satu
faktor utama bagi kehadiran populasi burung pemakan buah tersebut (Jordano 1992,
2000), sehingga lahan pertanian bahkan daerah pemukiman penduduk dapat menjadi
habitat penting, apabila di daerah tersebut ketersediaan makanan (buah) berlimpah.
Seleksi makanan dalam pencarian pakan oleh burung merupakan strategi
dalam mengoptimalkan perolehan makanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Burung semakin selektif memilih jenis makanan, maka alokasi waktu untuk mencari
makanan tersebut akan semakin lama. Oleh karena itu, kemungkinan pada burung
pemakan buah yang terspesialisasi (kisaran jenis makanan buahnya yang sempit)
harus menghabiskan waktu lebih lama di tumbuhan buah pakan, karena tidak
mempunyai pilihan untuk diversifikasi ke makanan lainnya (Wheelwright 1991).
Sedangkan burung generalis (kisaran makanan buahnya yang luas baik jenis maupun
ukurannya) mempunyai kesempatan yang banyak untuk memilih alternatif makanan
jenis lain. Dengan demikian, aspek penting dari perilaku makan burung adalah
lamanya waktu yang digunakan burung berada di dalam kanopi tumbuhan pakan.
banyak diteliti, dan hanya beberapa agen penyebar biji seperti Julang dan Rangkong,
itupun statusnya sebagai pelengkap dari beberapa penelitian saja (Corlett 1998b,
2002; Leighton 1982; Suryadi 1994).
Disisi lain, penyebaran biji merupakan suatu proses kunci yang sangat penting
dalam dinamika vegetasi alami. Peran penyebar biji sangat penting untuk regenerasi
dan memulihan vegetasi yang telah mengalami perubahan, baik karena pengaruh
alam sendiri maupun dampak kegiatan pemanfaatan oleh manusia. Hubungan antara
keberadaan burung pemakan buah dan penyebar biji pada habitat tropika merupakan
topik khusus yang menarik untuk dikaji. Hal ini, karena pada beberapa abad terakhir
telah banyak pengaruh manusia dalam menurunkan keanekaan hayati termasuk
avifauna dan tumbuhan buah di dalamnya.
Pada beberapa tahun terakhir, hutan banyak mengalami kerusakan akibat
penebangan liar, perubahan tata guna lahan hutan, aktivitas perladangan dan
kebakaran di Indonesia. Akibat kerusakan tersebut, hutan berubah menjadi lahan
terbuka dan semak belukar. Burung yang kehidupannya sangat tergantung pada
ketersediaan buah sebagai makanan utama, mungkin menjadi rentan (
vulnerable
)
bahkan punah secara lokal. Hilangnya agen penyebar biji tumbuhan mungkin sebagai
akibat kerusakan hutan dalam jangka panjang.
Regenerasi dan pemulihan vegetasi yang telah mengalami kerusakan sangat
membutuhkan bantuan agen penyebaran biji-bijian. Di dalam
endozoochori
,
keberhasilan penyebaran biji ditentukan melalui tiga proses secara subtantif yaitu
produksi buah, penyebaran biji oleh binatang, dan daya kecambah biji-biji yang
disebar (Fukui 1995). Penyebaran biji tersebut dapat dilakukan oleh burung pemakan
buah. Sebagai contoh, spesies tumbuhan semak di hutan sekunder di Hong Kong
sebagian besar (80%) biji tumbuhan disebarkan oleh burung (Corlett 1996). Data
tersebut menunjukkan ada preferensi burung terhadap pakan buah tertentu secara
positif sangat mempengaruhi regenerasi komunitas tumbuh-tumbuhan di lokasi
tersebut (Herrera
et al.
1994).
dari familia tersebut mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi pada berbagai tipe
vegetasi, serta sangat toleransi terhadap berbagai perubahan vegetasi. Burung
tersebut, selain memakan madu, nektar dan buah, juga memakan jenis insekta yang
berada di tumbuhan buah tersebut. Sebagai buktinya, burung Pycnonotidae,
Dicaeidae, dan Zosteropidae dapat dijumpai dengan mudah di berbagai tipe vegetasi
seperti hutan sekunder, semak belukar, lahan pertanian, bahkan di lingkungan
pedesaan dan perkotaan.
Vegetasi semak di hutan sekunder maupun di kawasan pertanian banyak
ditumbuhi oleh tumbuhan yang ukuran buahnya sesuai dengan besar bukaan paruh
burung, sehingga sering dimanfaatkan sebagai pakannya. Salah satu tempat yang
banyak ditumbuhi tumbuhan semak adalah kawasan Panaruban Ciater Subang. Pada
kawasan tersebut, terdapat kebun teh yang telah menjadi semak belukar dan banyak
dijumpai tumbuhan semak seperti
Clidemia hirta
,
Melastoma affine
dan
Polygonum
chinensis
. Di hutan sekundernya banyak ditumbuhi tumbuhan semak seperti
Breynia
microphylla
,
Clidemia hirta
,
Debregeasia longifolia,
Lantana camara,
Melastoma
affine
dan
Sambucus javanicus
(Nurwatha
et al
. 2004).
Menurut hasil penelitian Bhat & Kumar (2001), Corlett (2002) dan Sody
(1989) beberapa spesies tumbuhan semak disebarkan oleh burung pemakan buah di
daerah subtropik seperti
Ficus
spp.,
Lantana camara
, dan
Solanum
spp.
Adanya
potensi ini memberikan peran positif pada proses suksesi tumbuhan di alam, karena
penyebaran biji merupakan proses dinamis, yang dimulai dari biji yang disebar jauh
dari tumbuhan induknya kemudian tumbuh ditempat yang cocok (Herrera & Jordano
1981; Pijl 1992).
interaksi komunitas burung pemakan buah dengan tumbuhan buah masih sangat
jarang khususnya di Indonesia.
1.2 Kerangka Pemikiran
Di alam, komunitas burung berhubungan erat dengan komponen habitat lain
yang menyusunnya diantaranya komposisi dan struktur vegetasi. Perubahan vegetasi
sejalan dengan waktu suksesi juga akan mempengaruhi komunitas burung baik dalam
keanekaan, kelimpahan, dan penyebaran. Komunitas burung yang berubah terutama
pada burung yang menduduki tingkat tropik 1 dan 2, diantaranya burung frugivora,
nektarivora dan insektivora. Komposisi burung frugivora sangat dipengaruhi oleh
perubahan vegetasi karena ketersediaan makanan dan karakteristik dari makanannya.
Hal ini karena terkait erat dengan morfologi sistem pencernaan
digesti
maupun
ingesti
burung pemakan buah.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran, untuk memecahkan
masalah dari berbagai kasus tersebut, perlu dilakukan penelitian yang lebih
komprehensif. Penelitian tersebut meliputi: 1) kondisi vegetasi tempat hidup burung,
2) keanekaan serta kelimpahan spesies burung pemakan buah di tiap tipe vegetasi
terutama yang berperan dalam penyebaran biji, 3) karakteristik morfologi paruh
maupun sistem pencernaan burung pemakan buah. Pengetahuan mengenai perilaku
makan burung, jumlah biji yang disebarkan burung pada tiap aktivitas kunjungan
serta jarak minimal burung menyebarkan biji setelah dimakan buah akan memberi
gambaran potensi burung tersebut sebagai penyebar biji atau tidak. Penelitian
hubungan antara karakteristik morfologi paruh, sistem pencernaan burung dengan
ukuran buah sangat berkaitan erat dengan perilaku memilih buah oleh burung,
sehingga memungkinkan kehadiran biji di feses burung tersebut. Kelimpahan biji
utuh yang dikeluarkan bersama feses burung dapat menentukan kategori burung
pemakan buah sebagai penyebar biji atau predator biji. Sedangkan persentase daya
kecambah biji dari feses menunjukkan peran burung membantu suksesi dari
tumbuhan tersebut.
Berkaitan dengan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan utama
dalam kegiatan penelitian ini adalah:
a.
Bagaimanakah kondisi vegetasi di lokasi penelitian?
b.
Bagaimanakah keanekaan, kelimpahan dan distribusi burung pemakan buah di
lokasi penelitian?
c.
Bagaimanakah karakteristik morfologi eksternal (morfometri) paruh dan
saluran pencernaan burung pemakan buah?
d.
Bagaimanakah fenologi, ketersediaan dan karakteristik buah pakan burung
pemakan buah?
e.
Bagaimanakah perilaku makan burung pemakan buah?
1.4 Hipotesis
Berdasarkan permasalahan di atas, maka hipotesis yang diuji adalah sebagai
berikut:
1.
Ada perbedaan keanekaan, kelimpahan dan distribusi vegetasi di tiap tipe
habitat.
2.
Ada perbedaan keanekaan, kelimpahan dan distribusi burung pemakan buah
pada tiap tipe vegetasi.
3.
Ada perbedaan karakteristik morfologi paruh burung pemakan buah dibanding
granivora dan insektivora, serta ada hubungan antara karakteristik saluran
pencernaan burung pemakan buah dengan biji yang dikeluarkan bersama
fesesnya.
4.
Ada perbedaan fenologi waktu perkembangan bunga dan buah, kelimpahan
buah, karakteristik buah diantara spesies tumbuhan semak buah pakan, dan
terdapat warna buah tertentu yang disukai oleh burung pemakan buah.
5.
Ada perbedaan perilaku makan pada sampel spesies burung pemakan buah
(burung Cucak kutilang
Pycnonotus aurigaster
dan Merbah cerukcuk
Pycnonotus goiavier
), dan jarak minimum biji disebarkan dari tumbuhan
induk lebih dari 10 meter.
6.
Ada korelasi antara besar bukaan paruh burung pemakan buah dengan ukuran
maksimum buah pakannya, terdapat hubungan spesies burung pemakan buah
dengan spesies tumbuhan buah pakannya, dan daya kecambah biji yang
melalui pencernaan burung pemakan buah lebih tinggi daripada buah yang
utuh atau buah yang dikupas.
1.5 Tujuan Penelitian
1.
Menggambarkan kondisi komposisi dan struktur vegetasi semak di kebun teh dan
hutan sekunder terkait dengan :
a.
Keanekaan dan kepadatan spesies tumbuhan semak serta semai.
b.
Diagram profil tipe vegetasi.
c.
Kondisi habitat burung di vegetasi.
2.
Mengungkap komunitas burung yang terkait dengan:
a.
Keanekaan spesies.
b.
Pengelompokan
guild
.
c.
Kelimpahan dan distribusi.
3.
Mengungkap karakteristik burung pemakan buah yang terkait dengan:
a.
Morfologi eksternal (morfometri paruh) burung pemakan buah.
b.
Morfologi sistem pencernaan burung pemakan buah.
4.
Ketersediaan buah pakan burung pemakan buah yang terkait dengan:
a.
Fenologi lama perkembangan bunga dan buah.
b.
Kelimpahan buah.
c.
Karakteristik buah yang meliputi, warna buah, ukuran buah, ukuran biji,
jumlah biji, dan kandungan nutrisi buah.
5.
Perilaku makan burung pemakan buah yang terkait dengan:
a.
Perilaku makan harian yang meliputi: perilaku mencari dan memetik buah,
perilaku menangani dan menelan buah serta perilaku setelah makan.
b.
Strategi mencari makan yang meliputi: jumlah kunjungan burung ke
tumbuhan buah pakan, lama waktu kunjungan burung di tumbuhan buah
pakan, alokasi waktu kunjungan untuk aktivitas makan, lama waktu aktivitas
makan, laju makan dan jarak terbang setelah makan.
6.
Interaksi antara burung dan tumbuhan buah yang terkait dengan:
a.
Hubungan besar bukaan paruh dengan ukuran diameter buah pakan.
b.
Komposisi biji dalam feses burung pemakan buah.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pembuktian
secara empirik mengenai peranan burung dalam ekosistem, terutama fungsi ekologi
dari burung pemakan buah yang dianggap sebagai penyebar biji dan membantu untuk
suksesi vegetasi. Dengan demikian, 1) dapat memberikan informasi pentingnya
keberadaan burung di alam, sehingga tidak hanya di pandang dari nilai nominal fisik
burung tetapi juga nilai ekologinya, 2) dapat dijadikan informasi bahan pertimbangan
bagi pengelola kawasan konservasi maupun perkebunan dalam menentukan strategi
pengelolaan wilayahnya.
1.7 Status Penelitian
Penelitian mengenai burung pemakan buah telah banyak dilakukan oleh para
peneliti di Eropa, Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Asia khususnya di Jepang.
Namun demikian, khususnya untuk burung pemakan buah yang ada di Indonesia
masih sangat terbatas pada spesies tertentu seperti Julang dan Rangkong. Beberapa
penelitian burung pemakan buah di Indonesia masih berupa pelengkap dari penelitian
burung secara umum dan sebagian besar dilakukan oleh peneliti Jepang, Eropa dan
Amerika. Penelitian burung pemakan buah belum ada yang dilakukan secara
komprehensif di Pulau Jawa sampai saat ini. Oleh karena itu penelitian ini sangat
perlu dilakukan. Dari segi pendekatan atau metodologi, menggunakan analisis yang
lebih luas mulai dari: 1) analisis vegetasi, 2) analisis komunitas burung, 3) analisis
morfometrik eksternal (paruh) burung maupun internal (sistem pencernaan) burung,
4) analisis ketersediaan buah secara fenologi lama pembungaan dan buah,
kelimpahan, karakteristik eksternal buah dan kandungan nutrisi, 5) analisis perilaku
makan yang meliputi perilaku makan harian, strategi mencari makan dan jarak
terbang setelah makan, dan 6) interaksi antara burung pemakan buah dan tumbuhan
buah pakan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Habitat dan Penggunaannya
Menurut Odum (1993) habitat didefinisikan sebagai suatu tempat dimana
organisme tinggal atau biasa ditemukan orang. Habitat terdiri dari komponen abiotik
dan biotik yang bersama-sama menyusun kumpulan sumberdaya yang secara
langsung maupun secara tak langsung mendukung kehidupan hewan untuk hidup di
tempat tersebut. Tumbuh-tumbuhan merupakan bagian dominan dari habitat, dan
juga berperan menyediakan berbagai macam makanan, tempat sarang serta tempat
berlindung bagi hewan (Fleming 1992). Hutan primer, hutan sekunder dan semak
merupakan habitat bagi burung, karena di semua tempat tersebut ditemukan berbagai
jenis burung (Wiens 1992).
Tumbuhan yang terdapat di habitat tersebut merupakan faktor penting dalam
kehidupan burung, karena beberapa bagian dari tumbuhan yaitu bagian generatif dan
bagian vegetatif menjadi sumber makanan. Beberapa burung yang hidup di hutan
memakan langsung material tumbuhan, seperti buah-buahan dan bunga (Fleming
1992). Buah yang dimakan disebar bijinya bersama feses, dan 50-80% tumbuhan
hutan tropik dilakukan penyebaran bijinya oleh burung (Karr
et al.
(1992).
Penggunaan habitat oleh burung berubah-ubah tergantung ketersediaan
sumberdaya yang dibutuhkannya. Perubahan penggunaan struktur vertikal tumbuhan
untuk aktivitas makan burung sangat dipengaruhi oleh penyebaran makanan di pohon
tersebut. Hasil penelitian Nurwatha (1994) menunjukkan Burung cabai jawa
(
Dicaeum trochileum
), Cinenen kelabu (
Orthotomus ruficeps
) dan Burung-madu
sriganti (
Nectarinia jugularis
) menggunakan lapisan tajuk yang berbeda pada habitat
taman kota yang berbeda. Hal ini terkait dengan ketersediaan makanan pada
ketinggian tumbuhan yang berbeda.
makan dan memperluas daerah jelajahnya. Burung tidak memanfaatkan seluruh
habitatnya, melainkan ada seleksi terhadap beberapa bagian dari habitat sesuai
dengan yang dibutuhannya (Wiens 1992). Pengaruh keterbatasan sumberdaya di
habitat untuk burung dapat menyebabkan persaingan baik intra-spesies atau
inter-spesies (Karr
et al.
1992).
2.2 Komunitas Burung
Komunitas burung berdasarkan terminologi adalah suatu kumpulan populasi
dari spesies-spesies burung yang hidup di suatu habitat serta saling berinteraksi,
membentuk sistem komposisi, struktur, perkembangan dan peranannya sendiri
(Wiens 1992). Luasnya batasan yang melingkupi, menjadikan suatu komunitas sangat
komplek, sehingga dalam memperlajarinya sering dilakukan pembagian-pembagian
kajian. Morin (1999) menyatakan bahwa parameter penting dalam mempelajari suatu
komunitas adalah
taxocene
dan
guild
.
burung air, paserin kecil, pemangsa, pemakan nektar, dan pemakan buah (Wiens
1992).
Komposisi spesies dari komunitas burung lokal ditentukan oleh penambahan
spesies melalui pembentukan kolonisasi baru dan kehilangan spesies melalui
kepunahan lokal. Perubahan tersebut terjadi dalam skala ruang dan waktu (Wiens
1992). Hal tersebut terkait dengan adanya perubahan habitat (Balen 1999). Habitat
didominasi vegetasi semak, komposisi spesies burung yang menempatinya lebih
banyak dari familia Sylviidae. Akan tetapi, habitat telah banyak ditumbuhi vegetasi
pancang dan pohon komposisi spesies burung yang menempati bertambah dari
familia Cuculidae, Picidae dan Capitonidae (Hadiprayitno 1999).
2.2.1 Keanekaan burung
Keanekaan spesies berhubungan dengan kekayaan (jumlah) spesies dalam
suatu komunitas dan jumlah individu masing-masing spesies dalam komunitas
tersebut (Krebs 1989; Wiens 1992). Keanekaan spesies adalah suatu karakteristik
tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologisnya yang dapat digunakan untuk
menyatakan struktur komunitas. Komponen utama keanekaan spesies adalah
kekayaan jenis dan equitabilitas dalam pembagian individu yang merata diantara jenis
(Odum 1993). Keanekaan spesies cenderung lebih rendah dalam ekosistem yang
homogen dan lebih tinggi dalam ekosistem yang alami dan kompleks. Peningkatan
jumlah spesies burung juga berkaitan dengan pertambahan luas habitat (Wiens 1992).
Struktur komunitas dan kekayaan spesies burung berbeda antara suatu habitat
dengan habitat yang lainnya (Johnsing & Joshua 1994). Keanekaan spesies di suatu
habitat ditentukan oleh faktor seperti struktur vegetasi, komposisi spesies tumbuhan,
sejarah habitat, tingkat gangguan dari predator dan manusia (Welty & Baptista 1988)
serta ukuran luas habitat (Wiens 1992). Oleh karena itu, kondisi suksesi vegetasi
berkaitan erat dengan perubahan komposisi spesies yang menempatinya (Alikodra
1990).
spesies burung yang dominan berbeda di tiap tahapan suksesi proses reklamasi suatu
lahan basah. Tiga tahun setelah reklamasi, spesies burung yang dominan adalah
Anthus pratensis
.
Emberiza schoeniculus
menjadi burung yang dominan pada tempat
tersebut setelah lahan menjadi bentangan lumpur yang lembek. Pada bentangan
lumpur yang keras (19 tahun setelah reklamasi), spesies burung yang dominan adalah
Montacilla flava
. Selanjutnya ketika lahan tersebut telah berubah menjadi padang
rumput, spesies burung yang dominan adalah
Alanda arvensis.
Hal serupa ditemukan Hadiprayitno (1999) di Gunung Tangkuban Parahu
Jawa Barat, di habitat pinus yang berbeda usia. Di hutan pinus usia kurang dari 5
tahun ditemukan 6 spesies burung di dominasi oleh Cica-koreng jawa (
Megalurus
palustris
); hutan pinus usia 6-10 tahun ditemukan 7 spesies burung di dominasi
Kacamata biasa (
Zosterops palpebrosus
); hutan pinus berusia 11-15 tahun ditemukan
13 spesies burung di dominasi Kacamata biasa (
Zosterops palpebrosus
)
dan Bentet
kelabu (
Lanius schach
); dan hutan pinus berusia >15 tahun ditemukan 21 spesies
burung didominasi Kacamata biasa (
Zosterops palpebrosus
)
dan Gelatik-batu kelabu
(
Parus major
)
.
2.2.2 Kelimpahan dan Distribusi Burung
Kelimpahan spesies burung dapat dinyatakan dengan jumlah individu suatu
spesies di suatu habitat tertentu dalam waktu tertentu (Wiens 1992). Pada beberapa
penelitian sering dinyatakan dengan kelimpahan relatif, yaitu jumlah total individu
atau biomas suatu spesies dibandingkan jumlah total individu atau biomas seluruh
spesies pada areal yang diamati (Morin 1999).
diantara mereka tanpa ada tumpang tindih. Jika kelimpahan sesuai dengan ukuran
relung, distribusi dari kelimpahan spesies cenderung seimbang dengan hanya sedikit
dominan secara numerik oleh sebagian kecil spesies. Model ini sesuai dengan yang
dipopulerkan oleh MacArthur yaitu
Broken Stick Model
, 3) distribusi dan kelimpahan
burung sesuai dengan distribusi log normal, terutama jika komunitas disusun oleh
banyak spesies. Jika kelimpahan relatif dari spesies dibentuk oleh banyak faktor
bebas yang saling berperan, faktor tersebut akan berlipat sehingga membentuk
distribusi log normal
Menurut Karr
et al
. (1992) kelimpahan dan distribusi spesies burung di
habitatnya dipengaruhi oleh kondisi struktur vegetasi. Ketersediaan stratifikasi
vertikal vegetasi dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap keberadaan dan
kepadatan spesies burung. Oleh karena itu, kerusakan struktur maupun komposisi
vegetasi hutan akibat kebakaran mempengaruhi distribusi dan kelimpahan burung
karena terjadi perubahan struktur dan komposisi vegetasi (Ding
et al.
1997;
Hadiprayitno 1999). Selain itu, distribusi spesies burung juga dipengaruhi oleh
fragmentasi habitat dan ketersediaan sumberdaya di habitat seperti makanan (Hobson
& Bayne 2000, Haslem & Bennett 2008). Menurut Fleming (1992) kelimpahan buah
yang tinggi berhubungan erat dengan kepadatan burung pemakan buah.
2.3 Karakteristik Burung Pemakan Buah
2.3.1 Morfologi Burung Pemakan Buah
Spesies-spesies burung berdasarkan jenis makanan yang dimakannya dapat
dibagi 7 kategori (MacKinnon 1995), yaitu frugivora (pemakan buah), granivora
(pemakan biji), insektivora (pemakan serangga), karnivora (pemakan daging dan
bangkai), nektarivora (pemakan nektar), omnivora (pemakan segala misalnya buah
dan serangga), dan piscivora (pemakan ikan). Kelompok spesies burung berdasarkan
makanan tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya
(Jordano 1992, 2000).
dengan besar tubuh burung pemakan buah (Herrera 1984a). Burung seperti
Acrocephalus
spp. memakan buah yang ukuran sedang dengan komposisi volume
makanannya antara 30-70%. Ukuran tubuh yang kecil memakan buah berukuran kecil
pula seperti
Sylvia
sp. dan
Erithacus
sp. (Jordano 1992, 2000).
Ukuran tubuh burung pemakan buah mempengaruhi intensitas memakan buah
dengan cara membatasi jumlah maksimum dari buah-buahan yang ditelan dan daging
buah yang dicerna (Herrera 1985). Sebagai contoh, rata-rata jumlah buah
Prunus
mahaleb
yang dimakan tiap kunjungan makan adalah 1,5 buah/kunjungan untuk
Phoenicurus ochrusus
(16,0 g); 9,0 buah/kunjungan untuk
Turdus vircivorus
(107,5
g), dan 21,0 buah/kunjungan untuk
Columba palumbus
(460,0 g) (Jordano & Schupp
2000). Oleh karena itu, berat tubuh sangat menentukan banyaknya jumlah maksimum
biji yang dapat disebar oleh burung pemakan buah setelah makan (Jordano 1992,
2000).
Perbedaan cara mengambil buah oleh burung pemakan buah menunjukkan
hubungan yang sangat erat dengan ekomorfologi dari burung tersebut, khususnya
dengan morfologi sayap, karakteristik paruh dan morfologi alat gerak (Jordano 1986).
Karakteristik bentuk dan ukuran paruh burung pemakan buah mempunyai peranan
terhadap kerusakan biji dan keberhasilan penyebaran biji. Burung pemakan buah
yang mempunyai ukuran paruh kecil dan kokoh seperti
Emberiza
spp. cenderung
hanya dapat memakan daging buah, sedangkan bijinya dimuntahkan (Jordano 1992).
Besar bukaan paruh menunjukkan hubungan yang erat dengan ukuran buah
yang dimakan; semakin besar bukaan paruh semakin besar pula ukuran buah yang
dapat dimakan (Wiens 1992; Fukui 1995). Burung yang memiliki ukuran bukaan
paruh kecil hanya memakan buah-buahan yang kecil, karena keterbatasan ukuran
bukaan paruhnya (Wheelwright 1988; Herrera 1985).
2.3.2 Morfologi Sistem Pencernaan Burung Pemakan Buah
dari bagian rongga mulut,
oesophagus
,
proventiculus
,
ventriculus
, usus halus, usus
besar dan kloaka (Pettingil 1970; Proctor & Lynch 1993). Pada beberapa burung yang
mengalami spesialisasi berdasarkan makanan, beberapa bagian sistem pencernaannya
mengalami modifikasi. Bagian sistem pencernaan yang termodifikasi khususnya pada
burung pemakan buah adalah
oesophagus. Oesophagus
tidak dapat melebar pada
kelompok burung Dicaeidae, sedangkan pada burung Ploceidae dan Pycnonotidae
dapat melebar (Gambar 3). Modifikasi juga terjadi pada bagian
proventiculus
dan
ventriculus
. Pada kedua bagian tersebut ototnya semakin tipis sehingga dapat
melewatkan biji secara utuh ke usus halus, usus besar dan kloaka (Jordano 1986).
Gambar 2. Skema sistem pencernaan burung (Proctor & Lynch 1993;hal 181)
Gambar 3. Skema beberapa tipe proventrikulus dan ventrikulus pada burung pemakan
buah.
Sumber: Jordano (2000;hal 143).
E=oesophagus, PV=proventiculus, M=otot ventriculus, DU=duodenum, EXO=exocarp biji, SEM=biji, INT=usus halus
Burung-burung yang terspesialisasi sebagai pemakan serangga, memiliki otot
ventrikulus lebih tebal dibandingkan pemakan buah (Gambar 3). Burung pemakan
buah memiliki mekanisme proses pencernaan yaitu menghancurkan kulit buah
dilakukan di ventrikulus yang sederhana dan bijinya dilewatkan melalui usus halus
(Jordano 1992, 2000). Beberapa biji ditemukan hancur di feses burung, disebabkan
pada saat penanganan buah tersebut di paruhnya.
2.4 Ketersediaan Buah
Ketersediaan buah di alam untuk burung dapat dilihat dari aspek kualitatif
mencakup fenologi pembungaan dan buah, serta karakteristik buah berupa bentuk dan
warna, aspek kuantitatif mencakup kelimpahannya (Radis 1997).
2.4.1 Fenologi Pembungaan dan Buah
Pola-pola fenologi tumbuhan buah di daerah tropik bervariasi dan kompleks.
Komunitas tumbuhan buah mempunyai fase berbuah secara musiman. Spesies
tumbuhan buah di daerah subtropik mengalami pembungaan dan menghasilkan buah
pada musim semi, ketika suhu lingkungan meningkat, dan menghasilkan buah matang
pada musim dingin. Oleh karena itu, ketersediaan buah maksimum di daerah
subtropik cenderung terjadi di musim dingin (November-Januari), bertepatan dengan
migrasi burung pemakan buah dari Palaearctic (Corlett 1998a; Noma & Yumoto
1997).
Fenologi pembungaan dan buah menunjukkan perbedaan di daerah tropik
Asia dengan di subtropik. Fenologi pembungaan cenderung terjadi di musim kemarau
dan buah matang pada musim hujan (Kimura
et al.
2001). Kelimpahan buah tersedia
secara maksimum tampak kurang mencolok di daerah tropik (Borges 1993; Corlett
1998b), tetapi beberapa spesies tumbuhan tertentu tampak sangat mencolok
ketersediaannya antara musim kemarau dan musim hujan, seperti buah puspa dan
kayu putih (Partasasmita 1998).
Pergantian musim berpengaruh terhadap penurunan jumlah buah masak di hutan
subtropik dan hutan tropik pada beberapa tumbuhan. Sebagian besar pengaruh
pergantian musim terjadi pada lamanya periode fase perkembangan buah, dan proses
pematangan buah. Proses pematangan buah selalu lebih dari 1,5 bulan di hutan tropik,
sedangkan di hutan subtropik lebih dari 4 bulan (Herrera 1984a).
2.4.2
Kelimpahan Buah
Kelimpahan buah sangat bervariasi pada ruang dan waktu. Distribusi
horizontal dari tumbuhan buah berhubungan dengan kekayaan spesies tumbuhan
dalam komunitas, sehingga menentukan pola distribusi sparsial buah di habitat. Jika
tingkat suksesi dari vegetasi berbeda, maka kelimpahan buah untuk pemakan buah
beda pula (Herrera 1985; Jordano 1992, 2000). Tumbuhan buah di hutan subtropik
yang paling banyak adalah tumbuhan semak pada saat suksesi, tetapi tumbuhnya
sangat sensitif terhadap naungan. Tumbuhan semak tersebut terkonsentrasi di daerah
terbuka dan pinggiran hutan serta menjadi jarang di bagian dalam hutan (Herrera
1985).
Kelimpahan buah sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan
seperti curah hujan. Pembungaan cenderung menghasilkan buah lebih sedikit ketika
menjelang musim hujan di daerah tropik. Hal ini karena curah hujan yang tinggi
menghambat proses pembungaan, perkembangan buah dan pematangan buah
(Kimura
et al.
2001). Variasi pencahayaan dan kelembaban lingkungan berpengaruh
secara langsung terhadap variasi fenologi di tingkat komunitas (Jordano 1992, 2000).
2.4.3
Karakteristik Buah
2.4.3.1 Warna Buah
Sebagian besar burung pemakan buah memakan buah yang hampir matang
atau matang (Corlett 1998a, 1998b). Akan tetapi, beberapa burung paruh bengkok
cenderung memakan buah yang masih muda seperti burung
Nymphicus holandricus
(Jones 1987) dan
Psittacula alexandri
(Partasasmita 1998). Buah berdaging di daerah
subtropik umumnya mempunyai warna matang hitam atau merah (Corlett 1996).
Pada umumnya ketersediaan buah matang berwarna coklat, kuning dan hijau lebih
rendah di suatu habitat. Akan tetapi buah-buahan yang dimakan burung memiliki
warna yang lebih cerah dibandingkan warna buah-buahan yang dimakan hewan
mamalia (Leighton & Leighton 1983). Suryadi (1994) menemukan warna makanan
burung rangkong lebih didominasi warna buah merah dan ungu.
Beberapa burung mempunyai mata yang bersel
tetrachromatik
dan dapat
membedakan warna permukaan benda dalam kisaran ultraviolet (300-400 nm) dari
spektrum (Corlett 1998b; Schmidt 2002). Sedangkan tipe sel
trichromatik
dimiliki
mamalia terbatas pada primata, meliputi seluruh monyet dan kera (Osorio
et al
. 2004;
Corlett 1998b). Seluruh mamalia herbivora lainnya mempunyai mata yang bersel
dichromat
atau malam hari tidak bisa membedakan pola warna dengan jelas.
Perubahan pada primata dari memiliki tipe sel
dichromatik
menjadi
trichromatik
merupakan hasil evolusi sebagai bentuk adaptasi terutama bagi primata pemakan
buah. Hasil perubahan tersebut mempermudah pemakan buah mendeteksi keberadaan
buah-buahan yang berada diantara daun-daunan (Corlett 1998b; Schmidt 2002).
2.4.3.2 Ukuran Buah dan Biji
1998b). Berat buah beringin yang dimakan rangkong di pulau Sulawesi berkisar
antara 0,08 – 15,3 g dengan diameter buah 5,43 –30 mm (Suryadi 1994).
Ukuran buah dan biji berinteraksi dengan karakteristik hewan penyebarnya
yang potensial. Buah berukuran besar banyak tersedia di habitat, tetapi burung
kesulitan untuk memakannya jika buah tersebut harus ditelan seluruhnya (Leighton &
Leighton 1983). Buah yang berdiameter kecil (<8 mm) dapat dimakan oleh seluruh
vertebrata pemakan buah. Akan tetapi hewan-hewan besar tidak menyukainya
walaupun kadang-kadang memakannya, jika kepadatan buah tinggi atau satu
pengambilan dapat diperoleh jumlah buah yang banyak (Corlett 1998b). Ukuran
diameter buah (8-13 mm) berpotensi sebagai makanan untuk seluruh burung pemakan
buah, tetapi hanya beberapa spesies burung yang memakannya seperti burung
Zosteropidae dan Dicaeidae (Corlett 1998b). Ukuran diameter buah 22 mm dapat
ditelan oleh beberapa spesies burung tertentu saja, seperti burung Enggang, Merpati
buah, Kuau besar, Anis, Jalak, Bentet, dan Gagak (Leighton & Leighton 1983;
Corlett 1998b; Ueda & Arima 2005). Diameter buah lebih dari 30 mm mungkin
diluar kemampuan seluruh burung untuk menelannya. Namun ukuran buah seperti itu
masih dapat dimakan oleh kebanyakan mamalia pemakan buah (Corlett 1998b).
Sebagai contoh, ukuran diameter buah
Ficus drupacea
adalah 20 mm dan
hanya dimakan oleh mamalia pemakan buah yang lebih besar (Leighton & Leighton
1983). Akan tetapi, di Thailand burung yang sering memakan buah
Ficus drupacea
adalah Cabai (
Dic