Nilai Perusahaan
Ha 2 Interaksi antara Kepemilikan Institusional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Nilai Perusahaan
Pengujian hipotesis mengenai pengaruh variabel kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan menunjukkan koefisien regresi sebesar 0,001 dan nilai t hitung sebesar 0,415 dengan nilai signifikan sebesar 0,679 yang berada di atas 0,05. Maka hal ini berarti bahwa kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian hipotesis alternatif dua yang menyatakan bahwa interaksi antara kepemilikan institusional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan ditolak.
Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati dan Triatmoko (2007), Sujoko dan Soebiantoro (2007), Haruman (2008) maupun Rahmawati dan Febrien (2009) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh secara langsung terhadap nilai perusahaan. Namun, temuan ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Pujiati dan Widanar (2009) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, dimana besar kecilnya proporsi kepemilikan saham institusional dalam perusahaan tidak akan mempengaruhi
nilai perusahaan tersebut di pasaran. Selain itu, temuan ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Sofyaningsih dan Hardiningsih (2011) yang membuktikan bahwa kepemilikan institusional tidak terbukti mempengaruhi nilai perusahaan. Hal ini berkaitan dengan karakteristik unik struktur kepemilikan dari perusahaan-perusahaan go public di Indonesia yang pada umumnya sebagian besar terdiri dari perusahaan holding companies yang masih merupakan perusahaan-perusahaan keluarga, dimana pihak manajemen perusahaan masih merupakan bagian dari perusahaan - perusahaan keluarga tersebut (Sudarma, 2004 dalam Sugeng, 2009). Dengan kondisi yang seperti ini, walaupun kepemilikan institusional mendominasi tergolong outsider ownership bersama dengan pemegang saham yang berasal dari public (masyarakat), namun dapat dikatakan status sebagai outsider dari kepemilikan institusional tersebut menjadi semu karena dalam kenyataannya mereka memiliki afiliasi yang kuat dengan manajemen. Maka fungsi kepemilikan institusional sebagai sarana pengawasan bagi pihak manajemen tidak dapat berjalan secara efektif.
Hasil penelitian ini bertentangan dengan agency theory yang menyatakan bahwa salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi agency problem dan agency cost adalah
dengan cara meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh institusional. Karena dengan adanya kepemilikan oleh investor-investor institusional seperti perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi, maupun lembaga lain yang bentuknya seperti perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan manajemen yang lebih optimal dalam mengelola perusahaan
(Moh’d, et.al., 1998).
Dari hasil ini disimpulkan bahwa jumlah pemegang saham dari pihak institusional yang besar, belum tentu efektif dalam memonitor perilaku manajer dalam perusahaan. Hal ini terjadi karena adanya holding companies dan asimetri informasi antara investor dengan manajer. Adanya asimetri informasi membuat investor belum sepenuhnya memiliki informasi yang dimiliki oleh manajer (sebagai pengelola perusahaan) sehingga manajer sulit dikendalikan oleh investor institusional. Selain itu, di Indonesia sendiri, kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak institusional masih belum cukup umum. Hal ini disebabkan pihak institusional masih belum merasa memiliki perusahaan sehingga mereka kurang dalam mengawasi perilaku manajer dalam perusahaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemilikan saham yang dimiliki investor institusional belum dapat mempengaruhi nilai perusahaan.
2) Variabel Dividend Payout Ratio
Ha3 : Interaksi antara Dividend Payout Ratio memiliki pengaruh yang positif terhadap Nilai Perusahaan
Pengujian hipotesis mengenai pengaruh variabel dividend payout ratio terhadap nilai perusahaan menunjukkan koefisien regresi sebesar 0,123 yang menunjukkan bahwa setiap penambahan dividend payout ratio sebesar satu akan meningkatkan nilai perusahaan sebesar 0,123. Dan nilai t hitung sebesar 2,069 dengan signifikansi sebesar 0,040. Dengan nilai signifikansi di bawah 0,05 maka hal ini berarti bahwa dividend payout ratio memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian hipotesis alternatif tiga yang menyatakan bahwa interaksi antara dividend payout ratio memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan diterima.
Adanya pengaruh positif dari variabel dividend payout ratio terhadap nilai perusahaan menunjukkan semakin besar dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham akan menyebabkan semakin tinggi nilai perusahaan. Hasil dari penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasnawati (2005) yang menyimpulkan bahwa dividend payout ratio berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini didukung pula oleh penelitian Isshaq, et. al. (2009) yang menunjukkan adanya pengaruh signifikan positif antara dividend payout ratio terhadap nilai
perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan Gordon (1962) dalam Brigham dan Gapenski (1996) tentang bird in the hand theory, bahwa pemegang saham lebih menyukai dividen yang tinggi karena memiliki kepastian yang tinggi dibandingkan capital gain. Selain itu, hasil penelitian ini sesuai dengan dividend signaling theory yang menyatakan bahwa pengumuman dividen tunai mempunyai kandungan informasi yang mengakibatkan adanya reaksi harga saham. Teori ini menjelaskan bahwa informasi tentang perubahan dividen yang diterima dan digunakan oleh investor sebagai signal tentang prospek perusahaan di masa yang akan datang, (Ikbal, dkk., 2011). Sinyal ini merupakan informasi positif yang dapat meningkatkan pendapatan kesejahteraan pemegang saham sehingga dapat menambah nilai pada perusahaan.
Teori ini juga didukung dengan penilaian atas perusahaan yang dinilai berdasarkan aliran kas yang akan diterima oleh pemegang saham. Karena dividen merupakan aliran kas masuk bagi pemegang saham, jadi semakin tinggi dividen, maka pemegang saham semakin sejahtera atau kaya. Hal ini paralel dengan Lintler (1962), Gordon (1963), Bhattacharya (1976) dalam Hasnawati (2005).
Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ikbal, dkk. (2011), Sofyaningsih dan Hardiningsih (2011) yang menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak terbukti mempengaruhi nilai perusahaan. Hal ini berarti tinggi rendahnya dividen yang
dibayarkan kepada pemegang saham tidak berkaitan dengan tinggi rendahnya nilai perusahaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dividen payout ratio suatu perusahaan maka akan semakin tinggi pula nilai dari perusahaan tersebut dimana dividen menunjukan hal-hal yang pasti berkaitan dengan apresiasi harga saham. Karena dividen diduga risikonya lebih kecil bila dibandingkan dengan capital gain, maka perusahaan seharusnya menetapkan rasio pembayaran dividen dan menawarkan dividen yield yang tinggi untuk memaksimumkan harga sahamnya.
3) Variabel Cash Holding
Ha4 : Interaksi antara Cash Holding memiliki pengaruh yang