• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam pengelolaan sumber daya hutan, pemain atau aktor yang berkepentingan terhadap hutan pasti memiliki kontribusinya masing-masing dalam mengelola atau memanfaatkan hutan. Peranan aktor ini tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, karena dalam pengelolaan hutan para stakeholder diharuskan untuk bekerjasama dalam mengelola hutan serta memanfaatkan hutan

agar tetap terjaga kelestariannya. Menurut Turocy dan Stengel (2001), terdapat tiga konsep dasar dalam Game Theory yang dapat menggambarkan interaksi antar pemain dalam sebuah permainan. Ketiga teori tersebut adalah rasionalitas, individualisme, dan saling ketergantungan.

4.2.4.1 Individualisme

Pengertian individualisme dalam Game Theory adalah salah satu istilah yang digunakan untuk membagi Game Theory kedalam dua bagian besar, yakni teori kooperatif dan teori non-kooperatif (Nash 1953). Teori kooperatif menjelaskan bahwa masing-masing pemain dapat saling bekerjasama secara terikat dan memikirkan bagaimana suatu sumber daya dapat dibagi secara adil. Pada permainan non-kooperatif, kerjasama dapat tercapai, namun perbedaannya terletak pada bagaimana seseorang dapat mencapai tujuannya sendiri atas dasar interaksinya dengan orang lain. Selain menjelaskan mengenai teori kooperatif dan non-kooperatif, individualisme juga menjelaskan mengenai motivasi seorang pemain atau aktor untuk memenangkan suatu permainan karena adanya kompetisi dengan pemain lain.

Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang dapat diakses oleh banyak pihak, sehingga sumber daya hutan harus dibagi secara adil kepada semua pihak yang memiliki kepentingan terhadap hutan, diperlukan sebuah kesepakatan antar pemegang kepentingan tersebut. Masalah tersebut dapat dirumuskan dengan menggunakan salah satu pengembangan konsep dasar dalam Game Theory, yaitu kerjasama. Penggunaan teori ini dilatarbelakangi oleh beberapa karakteristik hutan yang sangat menarik bagi para stakeholder antara lain, sumber daya hutan memiliki aksesibilitas yang bebas untuk bisa dimanfaatkan oleh siapapun (Albiac dan Soriano 2008). Selain itu, hasil yang besar dari pemanfaatan sumber daya hutan menyebabkan banyak pihak yang berusaha memiliki hak untuk mengelola sumber daya hutan, sehingga rawan terjadinya konflik antar stakeholder. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan Landscape Game yang merupakan miniatur landscape hutan pada suatu wilayah serta dapat diakses dengan bebas oleh stakeholder yang berkepentingan di sana. Menurut Purnomo dan Irawati (2011), permainan ini merepresentasikan landscape hutan kedalam sebuah papan permainan yang memiliki luas total 100 000 ha (satu sel diasumsikan memiliki

luas 1000 ha). Setiap pemain bebas untuk bisa melakukan investasi pada setiap sel yang ditempatinya dengan jenis investasi yang sudah ditentukan (Lampiran 1).

Salah satu contoh interaksi yang ingin dilihat dalam permainan ini adalah konflik antar aktor karena permainan ini dapat dijadikan alat untuk mencari tahu bagaimana strategi dan cara pikir setiap aktor yang terlibat dalam konflik tersebut. Permainan Landscape Game yang dimainkan oleh mahasiswa, konflik yang terjadi antar pemain sedikit. Hal ini disebabkan karena pemain beranggapan bahwa telah disediakan lahan sebanyak 100 sel yang siap untuk dimanfaatkan sehingga membuat para pemain merasa masih bisa berinvestasi di sel lain jika mereka tidak bisa berinvestasi pada suatu sel. Telah dijelaskan dalam aturan permainan, bahwa jika seorang pemain berada pada sel atau lahan milik orang lain, pemain tersebut dapat melakukan negosiasi terhadap pemilik lahan tersebut untuk bisa bekerjasama. Hal ini menggambarkan kondisi di dunia nyata bahwa apabila seseorang atau individu memiliki investasi pada suatu wilayah, tidak menutup kemungkinan untuk investor lain bekerjasama dengan melakukan investasi pada lahan tersebut.

Salah satu konflik pada permainan bersama mahasiswa adalah ketika pemerintah dengan pemain mengalami perbedaan argumen dalam penentuan jumlah pajak, insentif, disinsentif, dan peraturan tata kelola lahan. Pemerintah menginginkan pajak yang sesuai untuk sumber daya yang dimanfaatkan, namun pemain ingin jumlah pajak lebih kecil. Perbedaan pendapat ini juga terjadi dalam permainan keenam bersama Perum Perhutani KPH Bogor.

Pada permainan Landscape Game bersama Perum Perhutani KPH Kendal, terdapat satu hal yang menarik, yakni para pemain tidak ingin membuang kesempatan untuk tidak berinvestasi, sehingga ketika salah satu pemain berada pada lahan milik pemain lain, pemain tersebut berusaha untuk melakukan negosiasi mengenai kemungkinan bisa dilakukannya kerjasama dalam mengelola lahan tersebut. Interaksi ini sesuai dengan salah satu Game Theory yakni teori kooperatif, yakni bekerjasama untuk memperoleh keuntungan. Namun, jika dilihat dari teori non-kooperatif, para pemain telah melakukan kerjasama untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri.

Latar belakang pemain pada permainan yang dilaksanakan di CIFOR memiliki variasi yang cukup banyak. Para pemain berasal dari beberapa negara yang memiliki pandangan berbeda dalam mengelola hutan. Interaksi antar pemain dan pemerintah dalam permainan ini dapat diamati dengan baik. Interaksi tersebut menggambarkan proses perizinan untuk memperoleh hak pengelolaan hutan meskipun terdapat aturan pemerintah yang melarangnya.

Pemerintah dalam permainan ini menerima sejumlah uang dari pemain A untuk mendapatkan izin melakukan investasi pembalakan hutan di suatu wilayah sel. Hal tersebut dilakukan pemain A karena pemerintah tetap tidak mengizinkan pembukaan perusahaan pengelolaan hutan meskipun pemain ini telah memenuhi syarat dan ketentuan sesuai standar FSC untuk bisa membuka sebuah perusahaan pengusahaan hutan. Interaksi tersebut menggambarkan tindakan rasional yang dilakukan pemain A agar keuntungannya dapat maksimal maka ia harus melakukan pendekatan terhadap pemerintah selaku pembuat keputusan.

Pada permainan kali ini, para pemain bisa leluasa bersaing untuk memenangkan permainan tanpa harus memikirkan investasi mana yang merusak atau tidak merusak hutan karena pemerintah telah membuat regulasi yang menjelaskan bahwa setiap pemain boleh memanfaatkan hutan untuk mendapatkan keuntungan, namun tidak dalam bentuk kayu logging.

4.2.4.2 Rasionalitas

Romp (1997), menyatakan bahwa rasionalitas adalah tindakan paling rasional yang dilakukan oleh seorang pemain atau aktor berdasarkan data dan informasi yang lengkap dari lingkungan untuk bisa mendapatkan keuntungan maksimal bagi diri sendiri. Rasionalitas dalam penelitian ini diwujudkan dalam bentuk motivasi atau latar belakang pemain untuk memutuskan memilih suatu investasi yang menguntungkan.

Pada permainan pertama bersama tiga mahasiswa, ketika pemain B dan C berada pada sel pertambangan yang hanya ada dua sel dari 100 sel, memilih untuk berinvestasi tambang meskipun hasilnya tidak seperti pada dunia nyata. Hal ini disebabkan karena kesempatan yang kecil untuk bisa berada pada lahan tersebut untuk kedua kalinya, yakni dua sel berbanding 98. Ketika permainan dimainkan bersama mahasiswa dan dosen, para pemain berpikir secara rasional ketika

pemerintah melarang sumber daya air dimiliki secara pribadi dengan memiliki jenis investasi lain, yakni ekowisata dan karbon serta penanaman pada lahan mozaik. Padahal, dalam Landscape Game ini hanya terdapat satu sel air dengan keuntungan cukup besar yakni 40Þ dan setiap pemain yang akan berinvestasi harus membayar sejumlah uang kepada pemilik investasi tersebut.

Berbanding terbalik dengan kondisi ini, pada permainan bersama peserta pelatihan dari Wageningen University, salah satu pemain, yakni pemain D mendapatkan kesempatan untuk berada pada sel air dan ia tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk berinvestasi pada sel tersebut. Namun ketika permainan dimainkan bersama empat mahasiswa, para pemain bersaing untuk berinvestasi pembalakan hutan. Interaksi ini disebabkan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah kecil dan tidak adanya regulasi mengenai pengaturan kepemilikan investasi ini.

Hal yang sama juga terjadi pada permainan yang dimainkan di Perum Perhutani KPH Kendal, para pemain dalam permainan ini berusaha untuk berinvestasi logging sebanyak mungkin karena pajak yang ditetapkan pemerintah kecil serta kebutuhan masyarakat akan kayu yang semakin meningkat. Hal tersebut tidak terjadi pada permainan keenam bersama dinas kehutanan, Perum Perhutani dan akademisi, para pemain cenderung untuk memilih jenis investasi hutan tanaman, ekowisata dan karbon, meskipun terdapat juga pemain yang berinvestasi pembalakan hutan dan pertambangan. Hal ini didasari atas keinginan para pemain untuk memanfaatkan hutan secara lestari, baik di lahan mosaik ataupun hutan tepi dan hutan inti. Namun secara keseluruhan, dalam penelitian ini hal paling rasionalitas yang dilakukan para pemain adalah berinvestasi hutan tanaman ketika berada di lahan mozaik dan karbon serta berinvestasi ekowisata pada hutan inti atau hutan tepi. Investasi pembalakan hutan dalam permainan tersebut dipilih ketika terdapat celah pada aturan yang dibuat pemerintah.

4.2.4.3 Saling Ketergantungan

Selain individualisme dan rasionalitas, menurut Romp (1997) masih terdapat satu konsep dasar dalam Game Theory, yakni saling ketergantungan. Saling ketergantungan dalam Game Theory diartikan sebagai keterbatasan terhadap kebebasan dan keinginan individu untuk bertindak karena terdapat

individu lain yang juga memiliki kepentingan dalam wilayah yang sama. Selain itu, teori ini mengindikasikan bahwa setiap pemain akan terpengaruh dengan aktivitas yang dilakukan pemain lain.

Salah satu contoh saling ketergantungan yang menguntungkan adalah ketika salah seorang pemain berinvestasi ekowisata, maka investor tersebut akan bergantung kepada investor lain untuk mendapatkan keuntungan. Hal lain terjadi pada sel air, setiap pemain lain yang ingin berinvestasi harus membayar sebesar 5Þ terhadap pemilik investasi air. Selain itu saling ketergantungan juga dapat di definisikan sebagai dampak yang akan dirasakan oleh seorang pemain akibat dari aktivitas pemain lainnya karena berada pada wilayah yang sama.

Hubungan aksi reaksi dalam permainan ini dapat dilihat ketika seorang pemain memilih sebuah investasi yang meningkatkan kelestarian hutan maka pemerintah akan memberikan insentif. Begitu pula sebaliknya, ketika pemain memilih jenis investasi yang dapat merusak lingkungan hutan pemerintah dapat memberikan hukuman atau disinsentif.

Dokumen terkait