• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERAKSI SOSIAL ANTARA ORANG BATAK TOBA DAN ORANG

INTERAKSI SOSIAL ANTARA ORANG BATAK TOBA DAN ORANG PAKPAK DI DESA SIMANDUMA

4.1 Interaksi Sosial Orang Batak Toba Dengan Pakpak

Adat, dalam penggunaan bahasa Batak Toba khususnya dalam adat upacara akan terjalin keindahan dalam pengkajian bahasa tersebut unsur-unsur sastranya akan lebih menonjol setiap perkataan selalu diselingi dengan umpama (pepatah) dan disajikan penuh dengan tata krama Dalihan Na Tolu. Contohnya: Upacara Adat Kematian.

Kematian yang sudah saur matua bagi masyarakat Batak Toba, adalah sebuah gejala paradoks. Kaitannya, kematian adalah pemisahan diri antara orang hidup dan mati, mewujudkan adanya sebuah kehilangan esensial yang menghimpit. Konsep masyarakat Batak Toba dalam peristiwa ini, bukanlah keadaan yang harus ditangisi dan sedih. Ada perhatian khusus untuk menunjukkan keluarga yang ditinggalkan, harus bersikap sukacita, gembira tanpa tekanan dan beban apapun. Seluruh keluarga menghibur diri dari pertukaran fase kehidupan (fenomena ini masih harus ditelisik lebih jauh oleh penelitian khusus, dengan perhatian pada anggapan masyarakat pelaku upacara ini memiliki tingkat perekonomian yang sama).

Tradisi masyarakat Batak Toba dalam memperlakukan upacara kematian dapat diklasifikasi berdasarkan usia dan status si mati. Perlakuan untuk orang yang meninggal ketika masih dalam kandungan (mate di bortian) belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur tanpa peti mati). Namun, bila meninggal ketika masih bayi (mate poso- poso), meninggal saat anak-anak (mate dakdanak), meninggal saat remaja (mate bulung), dan meninggal saat sudah dewasa tapi belum menikah (mate ponggol), keseluruhan jenis kematian tersebut telah mendapat perlakuan adat. Mayatnya ditutupi selembar ulos (kain

tenunan khas masyarakat Batak) sebelum dikuburkan. Ulos penutup mayat untuk mate poso-poso berasal dari orangtuanya sedangkan untuk mate dakdanak dan mate bulung, ulos berasal dari tulang (saudara laki-laki ibu) si orang mati.

Upacara adat kematian mendapat perlakuan adat apabila meninggal pada saat: 1. Telah berumah tangga namun belum mempunyai keturunan anak disebut dengan

mate diparalang-alangan/mate punu.

2. Telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil disebut dengan mate mangkar.

3. Telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kawin, namun belum bercucu disebut dengan mate hatungganeon.

4. Telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum menikah disebut dengan mate sari matua.

5. Telah bercucu dari semua anak-anaknya disebut dengan mate saur matua. Bagi masyarakat Batak Toba, mate saur matua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara, karena ketika seseorang menutup usia saat semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi di atasnya, yaitu mate saur matua bulung (mati ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan anaknya perempuan). Namun keduanya dianggap sama sebagai konsep kematian ideal (meninggal dengan tidak memiliki tanggungan anak lagi).

Pelaksanaan upacara bergantung pada lamanya mayat disemayamkan. Upacara adat diadakan ketika seluruh putra-putri orang yang mate saur matua dan pihak hula-hula

si mati, akan dibicarakan dalam martonggo raja untuk memberi pertimbangan untuk memutuskan kapan puncak upacara saur matua dilaksanakan. Sambil menunggu kedatangan semua anggota keluarga, biasa dilakukan dengan menahan na mate selama berhari-hari dengan melakukan acara di luar adat, seperti menerima kedatangan para pelayat dengan membuat acara sesuai dengan agama pelaku adat. Dalam konteks sari matua dan saur matua, acara mangondasi dilakukan oleh pihak keluarga dan kerabat dekat dengan acara makan malam yang dikenal dengan mangan pandungoi

diselangselingi dengan hiburan musik yang sesuai dengan kemampuan pihak dalam menyediakan perangkat hiburan ini. Pada hari yang sudah ditentukan, upacara saur matua dilaksanakan pada siang hari di ruangan terbuka di halaman rumah duka.

Dalam upacara kematian pada Batak Toba terbagi menjadi: a. Tilahaon, Matipul Ulu, Matompas Tataring

Sebuah keluarga yang mengalami kematian seorang anak disebut tilahaon. Bila seorang anak bayi meninggal dunia dari keluarga penganut agama Kristen sebelum dibabtis, dianggap tidak akan masuk dalam Kerajaan Surga. Agar anak itu berhak memasuki Surga, diberi hak kepada seorang pengetua gereja atau kedua orang untuk membaptis bayi itu. Inisiasi ini disebut tardidi na hinipu. Demikian pula halnya dalam kepercayaan lama masyarakat Batak Toba, apabila seorang bayi meninggal dunia sebelum inisiasi

martutuaek, maka roh bayi itu tidak akan dapat berhubungan dengan penghuni Banua

Atas. Untuk mengatasi itu, maka setiap orang tua si anak diberi hak untuk melakukan

martutuaek di jabu.

Seorang remaja dalam tingkat usia naposo atau bajarbajar meninggal dunia, disebut dengan mate diparalangalangan atau mati tanggung. Sebelum upacara

keagamaan diadakan, maka lebih dulu dilaksanakan acara adat atau upacara budaya dengan jalan membuat ulos Batak di atas mayat yang disebut ulos saput. Saput dilakukan oleh tulang yang meninggal sebagai ulos kepada kemenakannya.

Seorang kepala keluarga atau suami dalam masyarakat Batak, apabila ia meninggal dunia dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil disebut dengan matipul ulu, dengan anggapan tubuh manusia yang telah putus kepala. Pengertian matompas tataring, diberikan kepada seorang ibu yang masih muda meninggal dunia dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil. Pengertian harafiahnya: dapur masak yang rubuh.

b. Sarimatua dan Saur Matua

Sarimatua adalah orang yang meninggal dunia telah beranak cucu, tetapi masih ada diantara anak-anaknya yang belum kawin. Sari, artinya masih ada anak yang digelisahkan, masih mengganggu jiwanya karena belum kawin. Apabila orangtua seperti ini meninggal dunia, jiwanya belum pasrah menghadapi kematian itu, masih diganggu tanggung jawabnya mengawinkan anaknya. Untuk kematian orangtua seperti ini, belum pantas diadakan acara adat na gok untuk memberangkatkannya ke kuburan. Kalaupun diadakan acara adat, tetapi masih belum adat na gok. Pada perjamuan adat pemberangkatannya, parjambaran dilaksanakan dengan jambar mangihut, serentak diberikan ke tujuannya tanpa dengan panggilan dari hewan acara adat yang disembelih untuk itu. Pengertian saur lebih dekat kepada sempurna atau lengkap. Saur Matua dilaksanakan dengan adat na gok berdasar pada dalihan natolu. Orang tua yang meninggal dalam kelompok ini, tidak akan ditangisi. Dan dianggap pantas mendapat perlakuan terhormat pada upacara kematiannya. Untuk menghormati yang saur matua ini, orang banyak perlu diundang dengan mengadakan pesta besar dan memanggil ogung

undangan bagi tamu-tamu dari pihak hasuhuton. Peran dan fungsi musik dalam konteks acara ini, akan dikaji lebih luas dalam Bab berikut yang membahas musik pengiring dalam upacara adat kematian.

Upacara Adat Kelahiran

Wujud budaya Batak Toba sebagai sumber sikap perilaku dalam kehidupan sehari-hari, tampak dalam sistem yang digunakan di masyarakat Batak Toba itu sendiri. Kekerabatan yang ada pada masyarakat ini berhubungan dengan fase kelahiran yang menimbulkan kekerabatan, baik vertikal maupun horizontal. Inisiasi kelahiran memulai tahapan kedudukan kekerabatan seorang Batak Toba pada sistem kemasyarakatan yang berlaku. Sebab nilai yang terdapat pada kekerabatan itu, memunculkan identitas baru pada marga dan atau garis keturunan dengan dimulainya tarombo atau silsilah. Penghargaan masyarakat Batak Toba terhadap marga dan silsilahnya, ditunjukkan dengan kedudukan yang dimiliki seseorang bagi kelompok keluarga dan masyarakat sekaitan dengan Dalihan Na Tolu.

Arti kelahiran yang menentukan kedudukan seseorang Batak Toba. Anak sulung dalam satu keluarga merupakan mataniari binsar atau matahari terbit, dipandang sebagai orang yang memiliki wibawa kebijaksanaan, adik-adiknya yang lahir kelak akan merasakan satu wibawa anak sulung dalam keluarga sebagai wakil dari ayah. Hal itu tampak, saat dimana seorang anak sulung mengambil keputusan yang mengikat dan mutlak diikuti oleh semua saudaranya yang menerima keputusan itu. Dalam beberapa kasus terhadap keputusan yang diambil anak sulung tidak diterima oleh sesama saudaranya dan meniumbulkan konflik, penyelesaiannya adalah menyerahkan persoalan itu kepada Tulang itu Sipupus Sambubu (pembelai kepala) sebagai pengambil keputusan terakhir yang dianggap merupakan wujud Tuhan dalam masyarakat Batak Toba.

Pasar/onan, Pasar menghimpun berbagai nilai-nilai sosial budaya baru sebagai perwujutan dari adanyan pertemuan-pertemuan diantara aneka ragam kebudayaan yang saling berbeda. Di dalam pasar tersebut akan terjadi interaksi dari beberapa kebudayaan, baik budayayang dimiliki pedagang maupun budaya yang dibawa pembeli secara langsung maupun tidak langsung: antara pedagang dengan pedagang, pedagang dengan penjual jasa dengan menggunakan bahasa sebagai alat pergaulan dan penghubung sesama mereka. Kunjungan ke pasar akan berakibat adanya pertemuan antara individu yang memiliki pengetahuan budaya yang berbeda. Dengan demikian, akan terdapat saling pengaruh mempengaruhi yang secara timbal balik sehingga terbentuklah pengalaman masing-masing yang pada awalnya diperlukan saling pengertian sesama anggota masyarakat sehingga berlangsungnya komunikasi. Onan/pasar yang dimana walaupun adanya pertemuan orang Batak, Toba, Karo, Simalungun dan Pakpak tetapi bahasa yang digunakan adalah bahasa Batak Toba.

Agama, Pemerintah kolonial sejak awal mendukung ekspansi penginjilan dan meminta guru kepada misionaris untuk ditempatkan di Tanah Pakpak. Penginjil ditempatkan di wilayah ini pada tahun 1906. Untuk mempercepat pengkristenan di kalangan orang Pakpak, dikirim lagi seorang penginjil yang juga guru menjalankan misinya ke Salak (Simsim). Sama seperti di Sidikalang, penginjil ini mendirikan sekolah sambil menyebarkan Kristen kepada orang Pakpak di Salak. Semakin lama orang Pakpak yang memeluk Kristen semakin besar, dan untuk keperluan beribadah di halaman sekolah didirikan gereja. Melalui sekolah inilah Kristen semakin berkembang. Pendidikan dan Kristen di Tanah Pakpak bukan berlandaskan budaya setempat, tetapi lebih didasarkan nilai budaya Batak Toba, sehingga mencerabut orang Pakpak dari budaya asalnya. Komunikasi antara guru dan murid memakai bahasa Toba. Bahasa pengajaran di sekolah

adalah bahasa Batak Toba, karena itu murid Pakpak yang sebelumnya tidak bisa bahasa Batak Toba, lambat laun mengerti dan fasih berbahasa kelompok etnik pendatang ini.

Hingga sampai orang Batak Toba yang datang ke Desa Simanduma ini sudah orang Pakpak sudah dapat sudah dapat menggunakan Berbahasa Batak Toba didukung oleh penginjilan yang menggunakan bahasa Batak Toba.

Organisasi. Dalam suatu masyarakat pastinya ada sistem organisasi sosial yang mengatur dan sebagai wadah interaksi sosial di antara anggota masyarakat tersebut. Melalui organisasi sosial /kemasyarakatan banyak manfaat yang diperoleh dan kerjasama antara kesatuan-kesatuan masyarakat yang terbina dengan baik. Organisasi yang dibentuk oleh Batak Toba dalam mempertahankan komunitasnya di Desa Simanduma dan ini merupakan hal yang penting. Situasi ini dikarenakan orang Batak Toba di Desa Simanduma merupakan etnis yang mayoritas bila dibandingkan dengan orang Pakpak. Dengan jumlah yang mayoritas tersebut akhirnya mereka telah membentuk Organisasi kesukuan/arisan. Keterlibatan dalam organisasi ini menjadi sebuah aspek untuk melihat adaptasi orang Batak Toba, karena ada asumsi yang mengatakan bahwa orang Batak Toba yang aktif ataupun ikut anggota suatu organisasi akan menunjukkan adaptasi yang tinggi bila dibandingkan dengan orang Batak Toba yang tidak aktif dalam organisasi di tempat yang baru tinggi bila dibandingkan dengan orang Batak Toba yang tidak aktif dalam organisasi di tempat yang baru.

4.2 Kontak Sosial Orang Batak Toba Dengan Pakpak

Kontak sosial adalah hubungan sosial antara individu satu dengan individu lain yang bersifat langsung, seperti dengan sentuhan, percakapan, maupun tatap muka. Namun, pada era modern seperti sekarang ini kontak sosial bisa terjadi secara tidak langsung. Misalnya, orang-orang dapat berhubungan antara satu sama lain melalui

telepon, radio, surat, dan sebagainya. Perangkat-perangkat teknologi tersebut tidak memerlukan adanya hubungan fisik untuk mewujudkan suatu interaksi sosial, sehingga dapat dikatakan bahwa hubugan fisik tidak perlu menjadi syarat utama terjadinya kontak sosial63

Semangat bekerja atau bergotong royong dalam menyelesaikan pekerjaan- pekerjaan tertentu demi kepentingan bersama banyak dilakukan dalam masyarakat pedesaan pada berbagai negara. Kegitan gotong royong yang demikian mempunyai arti ekonomi penting dan dapat benar-benar membantu mempercepat proses pembangunan pertanian.

. Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerjasama timbul karena orientasi orang- perorangan terhadap kelompoknya. Untuk mengetahui bagaimana bentuk hubungan kerjasama yang terjadi dalam kehidupan masyarakat pendatang (Batak Toba) dengan masyarakat Pakpak, maka dapat dilihat di aktifitas sehari-hari berikut ini:

64

Gotong-royong sebagai bentuk integrasi, banyak dipengaruhi oleh rasa kebersamaan antar masyarakat yang dilakukan secara sukarela tanpa adanya jaminan

Kerjasama yang dilakukan secara bersama-sama disebut sebagai gotong-royong, akhirnya menjadi strategi dalam pola hidup bersama yang saling meringankan beban masing-masing pekerjaan. Adanya kerjasama semacam ini merupakan suatu bukti adanya keselarasan hidup antar sesama bagi masyarakat yang ada di Desa Simanduma, terutama yang masih menghormati dan menjalankan nilai-nilai kehidupan, yang biasanya dilakukan oleh komunitas perdesaan atau komunitas tradisional. Tetapi tidak menuntup kemungkinan bahwa komunitas masyarakat yang berada di perkotaan juga dalam beberapa hal tertentu memerlukan semangat gotong-royong.

63

Ibid, Hal 219-220

64

berupa upah atau pembayaran dalam bentuk lainnya, sehingga gotong-royong ini tidak selamanya perlu dibentuk kepanitiaan secara resmi melainkan cukup adanya pemberitahuan pada warga komunitas mengenai kegiatan dan waktu pelaksanaannya, kemudian pekerjaan dilaksanakan setelah selesai bubar dengan sendirinya. Adapun keuntungan adanya gotong-royong ini yaitu pekerjaan menjadi mudah dan ringan dibandingkan apabila dilakukan secara perorangan atau secara sendiri memperkuat dan mempererat hubungan antar masyarakat. Dengan demikian, gotong-royong dapat dilakukan untuk meringankan pekerjaan di lahan pertanian, meringankan pekerjaan di dalam acara yang berhubungan dengan pesta yang dilakukan salah satu warga Desa.

Pada awalnya istilah gotong royong dalam tradisi masyarakat Batak Toba ini bukan hanya di fokuskan pada pengerjaan sawah/ladang tetapi juga berbagai pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari, pekerjaan bergotong royong ini dapat berupa :

1. Gotong royong dalam pesta pernikahan dan acara meninggal. Partisipasi dalam kegiatan yang semacam ini, muda-mudi dalam hal ini sangat berperan penting dalam kegiatan tersebut mereka saling membantu dalam mempersiapkan sampai apa yang menjadi tugas mereka contohnya. Memasak sayur, membuat tratap dan lainya.

2. Gotong royong dalam hal pertanian (Marsiadapari, Marsiurupan atau

Marsiruppa). Sebagai petani dalam masyarakat agraris gotong royong

merupakan sisitem pengetahuan tenaga tambahan dari luar kalangan keluarga untuk mengisi kekurangan tenaga dalam masa-masa sibuk dalam lingkaran aktivitas produksi bercocok tanam di sawah, misalnya mempersiapkan sawah untuk masa penanaman yang baru (mencangkul dan membajak dan sebagainya).

4.3 Komunikasi Orang Batak Toba Dengan Pakpak

Kehadiran komunikasi menurut perjalanan sejarah sama tuanya dengan umur peradapan manusia di permukaan bumi ini. Pada zaman prasejarah, manusia talah mengenal proses penyampaian pernyataan dengan bahasa syarat, bahasa lisan, gambar- gambar dan alat penabur lainya yang pada wujudnya di maksutkan untuk menyampaikan suatu pesan komunikasi.65

Komunikasi dianggap penting dalam kehidupan bermasyarakat sebab sebagaimana diketahui bahwa manusia tidak dapat hidup sendirian di muka bumi ini. Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang tidak dapat dipisahkan apa lagi ditinggalkan dari kehidupan kita, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Tidak ada manusia yang tidak akan terlibat dalam komunikasi. Pergaulan adalah salah satu bentuk interaksi yang dilakukan oleh para penduduk setempat dengan penduduk pendatang. Biasanya pergaulan yang mereka maksud adalah pertemuan yang sering terjadi dengan orang yang berbeda dan biasanya pergaulan ini timbul ketika mereka berada di warung kopi dan di pasar onan . kedai kopi/tuak adalah salah satu tempat kaum pria untuk santai, dimana kedai kopi dijadikan para suami/muda-mudi untuk bertemu dengan teman-temanya untuk berbagi cerita. Warung kopi ini tidak saja didatangi oleh penduduk setempat saja bahkan dari tempat-tempat lain sebagai persinggahan yang datang dari berbagai suku. Dari beberapa informan yang diwawancarai dapat di simpulkan pergaulan juga mendorong terjadinya adaptasi bahasa. Maka jika dilihat dari jawabanya bagaimana proses adaptasi bahasa, kenapa sampai mereka bisa menguasai lebih dari satu bahasa. Rata-rata informan itu menjawab melalui

65

pergaulan. Seperti yang dikemukan oleh salah satu informan “Sebenarnya kalau ditanya sejak kapan saya bisa menguasai bahasa Batak Toba sudah mulai sejak lahir itu karena pergaulan dan lingkungan sekitar yang setiap hari bertemu dengan orang Batak Toba yang bahasa Batak Toba tanpa disadari kita keseringan memakai Bahasa Toba, begitu dengan sesama orang Pakpak ketika bertemu mereka menggunakan bahasa Batak Toba dan juga bahasa Pakpak itu tegantung siapa dulu yang menyapa dan bahasa apa yang di gunakan66

Arti terpenting dari komunikasi adalah bahwah seseorang memberikan tafsiran pada prilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap) perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut

. Berkomunikasi dengan baik akan memberi pengaruh langsung pada struktur keseimbangan seseorang dalam bermasyarakat. Begitu juga dengan bahasa hal terpenting dalam menjalin hubungan harmonisasi antara individu yang satu dengan individu yang lain karena tanpa adanya bahasa maka tidak akan terjadi komunikasi. Maka dengan demikian interaksi antara pendatang dan penduduk asli tidak akan bisa hidup berdampingan apabila setiap suku memakai bahasa daerah masing-masing.

67

66

Wawancara, Ronal Capah, Simanduma, 23 Juli 2013

67

Ibid, Hal 73.

. Komunikasi adalah proses penyampaian sesuatu hal atau pesan dari seseorang kepada orang lain yang dilakukan secara langsung maupun melalui alat bantu agar orang lain memberikan tanggapan atau tindakan tertentu. Orang yang memberi pesan disebut komunikator, isi komunikasi atau berita yang disampaikan disebut pesan (message), sedangkan orang yang menerima pesan disebut komunikan. Penggunaan bahasa Pakpak dalam berkomunikasi hanya kepada orang yang sesama orang Pakpak itupun kalau dia menggunakan menyapa menggunakan bahasa Pakpak dan Memang sampai sekarang dalam keluarga kami masih memakai

Bahasa Batak Toba walaupun masih ada kadang-kadang menggunakan bahasa Pakpak walaupun itu jarang68

Pola kehidupan sehari- hari masyarakat Pakpak yang hidup berdampingan tanpa adanya konflik dengan masyarakat Batak Toba terdapat kejanggalan terhadap masyarakat pakpak itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan bahasa dalam komunikasi sehari- hari. Masyarakat Pakpak sendiri lebih sering menggunakan bahasa Batak Toba dalam komunikasi sehari- hari terhadap etnisnya sendiri dan Batak Toba lainnya, tidak adanya perbauran antara orang Pakpak dengan orang Batak Toba di Desa Simanduma, sehingga kalau diamati seolah-olah Desa Simanduma merupakan kampung Batak Toba.

.

Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Suatu senyum, misalnya dapat ditafsirkan sebagai suatu keramah-tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis dan sikap ingin menunjukkan suatu kemenangan. Suatu lirikan mata, misalnya dapat ditafsirkan sebagai suatu tanda bahwa orang yang bersangkutan merasa kurang senang atau bahkan sedang marah. Dengan demikian, komunikasi memungkinkan kerjasama antara orang-perorangan dan antara kelompok-kelompok manusia, atau justru mengakibatkan terjadi kesalah pahaman karena masing-masing pihak tidak mau mengalah.

4.4 Penggunaan Bahasa

Bahasa merupakan salah satu kebudayaan dan merupakan alat komunikasi terpenting dalam kehidupan sehari- hari baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Sebagai alat komunikasi, bahasa seringkali mendapat pengaruh dari unsur- unsur budaya lain yang mengakibatkan beberapa kata dalam bahasa itu berubah namun kecenderungan untuk mempertahankan bahasa sendiri tetap kuat.

68

Penduduk Desa Simanduma yang terdiri dari ± 245 kepala keluarga dengan jumlah keseluruhan penduduk ± 1135 yang memiliki ikatan-ikatan persaudaraan satu sama lainnya yang masih tetap terjaga sampai saat ini bukan hanya di Desa Simanduma itu saja tetapi se- kabupaten Dairi. Aktivitas-aktivitas adat atau upacara-upacara lainnya dalam masyarakat terbentuk dalam perkumpulan-perkumpulan marga (arisan dan arisan

gabungan) Selain itu terdapat juga perkumpulan pemuda-pemudi (karang taruna) yang

turut membantu apabila ada kagiatan-kegiatan seperti upacara perkawinan, kematian dan sebagainya. Melalui organisasi sosial ini maka masyarakat akan lebih mudah berinteraksi karena dalam organisasi misalnya seperti arisan ini tempat bertemunya orang Batak Toba dan orang Pakpak yang ada di Desa Simanduma. Interaksi dari berbagai etnis akan lebih mempermudah penguasaan bahasa dalam proses adaptasi Bahasa Batak Toba.

Sejak kedatangan orang Batak Toba di Desa Simanduma, mereka memang mencoba untuk beradaptasi dengan bahasa Pakpak. orang Batak Toba mencoba untuk berkomunikasi dalam bahasa Pakpak, tapi dalam prosesnya orang Batak Toba cenderung memakai bahasanya dan kurang memperhatikan bahasa Pakpak.69

69

Pemerintah kolonial sejak awal mendukung ekspansi penginjilan dan meminta guru kepada

Dokumen terkait