ORANG BATAK TOBA DI DESA SIMANDUMA (1985-2000)
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
O
L
E
H
NAMA : ARTONO SINAGA NIM : 080706028
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Lembaran Pengesahan Pembimbing Skripsi
ORANG BATAK TOBA DI DESA SIMANDUMA (1985-2000)
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
OL E H
Nama : ARTONO SINAGA NIM : 080706028
Diketahui Oleh :
Pembimbing
Dra. Lila Pelita Hati, M. Si NIP : 196705231992032001
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah.
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Lembar Persetujuan Ujian Skripsi
ORANG BATAK TOBA DI DESA SIMANDUMA (1985-2000)
Dikerjakan oleh:
NAMA: ARTONO SINAGA NIM : 080706028
Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh:
Pembimbing
Dra. Lila Pelita Hati, M. Si Tanggal 2013
NIP : 196705231992032001
Ketua Departemen Sejarah
Drs. Edi Sumarno, M.Hum Tanggal 2013
NIP : 196409221989031001
DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN
Diterima oleh :
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah
satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara Medan
Pada :
Tanggal :
Hari :
Fakultas Ilmu Budaya USU
Dekan
Dr. Syahron Lubis, M. A
Nip :195110131976031001
Panitia Ujian :
No Nama Tanda Tangan
1. Drs. Edi Sumarno M.Hum ……….
2. Dra. Nurhabsyah, M.Si. ……….
3. Dra.Lila Pelita Hati, M. Si. ………..
4. Dr. Suprayitno,M.Hum ………..
LEMBAR PENGESAHAN KETUA DEPARTEMEN
Disetujui Oleh :
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2013
Departemen Sejarah
Ketua Departemen,
Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP : 196409221989031001
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita. Skripsi ini merupakan merupakan
salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana. Skripsi ini telah dipertahankan
dalam sidang skripsi di hadapan para penguji Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S).
Skripsi ini berjudul, ORANG BATAK TOBA DI DESA SIMANDUMA (1985-2000), Mengkaji tentang orang Batak Toba di Desa Simanduma. Skripsi ini disusun terdiri dari V bab, fokus utama yang dipaparkan adalah sejarah migrasi orang
Batak Toba dan nilai-nilai budaya orang Pakpak yang hilang. Dengan keberadaan orang
Batak Toba di Desa Simanduma membawa pengaruh cukup besar baik dalam bidang
bahasa, pendidikan, indentitas dan budaya orang Pakpak. Interaksi orang Batak Toba di
Simanduma cukup harmonis bukan hanya sesama orang Batak Toba tetapi juga dengan
penduduk asli Pakpak. Salah satunya adalah penggunaan bahasa, bahasa Batak Toba
merupakan bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-hari begitu juga dengan adat
istiadat perkawinan orang pakpak lebih memilih menggunakan adat Batak Toba karena
jumlah penduduk Pakpak itu sendiri semakin berkurang sehingga untuk mempertahankan
budaya itu sudah sangat sulit disamping itu adanya ketimpangan budaya dimana orang
Batak Toba tetap pada budaya meraka walaupun orang Batak Toba sebagai pendatang.
Pada bab-bab awal skripsi ini, akan dipaparkan sejarah dan proses migarasi Batak
Toba Kedatangan orang Batak Toba ke Desa Simanduma juga dipengaruhi oleh beberapa
Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan tekanan terhadap lahan
pertanian yang semakin sempit. Keadaan ekonomi yang tidak baik karena lahan yang
tandus di daratan tinggi Danau Toba, dan adanya misi budaya yang melekat pada diri
orang Batak Toba yaitu untuk mewujudkan konsep Hagabeon, Hasangapon dan
Hamoraon. Lahan yang cukup luas dan subur, sebagai daerah panombangan
menyebabkan orang Batak Toba masuk ke Desa Simanduma ini.
Akhir kata, Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna sebagai
konsekwensi dari kelemahan dan keterbatasan yang ada pada penulis. Masih diperlukan
pengkajian lebih lanjut dan mendalam. Kepada para pembaca, penulis mengaharapkan
masukan berupa kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.
Penulis
Artono Sinaga Nim: 080706028
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis ucapka ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan karuia kesehatan, kesempatan, kekuatan, dan kasih sayang sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
trima kasih atas bantuan tenaga, pikiran serta bingbingan yang telah diberikan dengan
menyelesaikan skripsi ini, kepada yang terhormat:
1. Kepada kedua orang tua penulis Bapak Sunggul Sinaga dan Ibunda Pine
Lumbang gaol, yang telah merawat, membesarkan, mendidik, dan selalu
menyayangi penulis dengan penuh cinta (trimakasih atas segalanya). Dan
juga kepada kakak dan lae Julius sekeluarga, Bg jendi (Jendi, Samuel,
Iponty) kakak Bona, kakak Selly, Sandy, bg Sion beserta keluarga
trimakasih banyak atas bantuanya dan doanya selama ini.
2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara Medan, beserta pembantu Dekan I Dr. M.
Hasnan Lubis, M.A, Pembantu Dekan II Drs. Samsul Tarigan, dan
Pembantu Dekan III Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A, berkat bantuan dan
fasilitas yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara Medan, maka penulis dapat menyelesaikan studi.
3. Bapak Drs. Edi Sumarno M.Hum. sebagai Ketua Departemen Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah banyak memberikan dorongan,
mengerjakan penulisan skripsi ini. Juga kepada Ibu Dra. Nurhabsyah, Msi,
sebagai Sekretaris Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU.
4. Terkhusus untuk Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum sebagai dosen
penasehat Akademi penulis yang telah sabar dan tanpa henti-hentinya
memberikan nasehat bagi penulis walaupun penulis belum bisa menjadi
anak didik yang baik.
5. Terimakasih banyak juga penulis hanturkan kepada Ibu Dra. Lila Pelita
Hati Msi, selaku pembimbing skripsi saya, trimakasih atas segala arahan
dan bantuanya dalam penulisan skripsi ini. Masukan dan bimbimgan Ibu
sangat penting dalam menuntun saya dalam penulisan ini.
6. Terimakasih banyak penulis haturkan kepada seluruh Bapak/Ibu dosen
penulis khususnya di Depertemen Sejarah, semoga ilmu yang diberikan
dapat penulis amalkan, juga kepada bang Amperawira selaku Tata Usaha
Depertemen (terimakasih atas arahannya bang).
7. Kepada masyarakat Batak Toba dan Pakpak di Desa Simanduma yang
dalam penelitian ini sangat banyak membantu atas jasanya, saya ucapkan
banyak trimakasih. Tanpa pertolongan dan keterbukaan tangan kalian
menerima saya tentu penulisan skripsi ini tidak mungkin bisa tercapai.
Untuk itu penulis mengucapkan banyak trimakasih tanpa terkecuali.
8. Seluruh kawan-kawan Mahasiswa Sejarah USU (stambuk 2008, Eri
Arianto, Marco, Suranta, Mangihut, Eko, Albert, Ahmad Husein, Resti,
Arenda, Azis, dan Elegus) serta abang-abang senior dan juga adik-adik
junior.
9. Trimakasih juga kepada kawan-kawan Ginanjar, Jhon Ferry, Coil,
Simanduma tanpa terkecuali, dan lainya yang mungkin tidak dapat saya
sebutkan nama kalian satu persatu dalam tulisan ini.
Dengan rasa suka cita penulis mohon doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar
selalu diberkati dalam melakukan pekerjaan maupun aktivitas yang sehari-hari. Sekali
lagi penulis ucapkan banyak trimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan skripsi ini.
Medan, 30 juli 2013
DAFTAR ISI
halaman
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN DESEN PENGUJI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...vii
DAFTAR TABEL...viii
ABSTRAK...ix
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1Latar Belakang Masalah...1
1.2 Rumusan Masalah...8
1.3 Tujuan Dan Mamfaat...8
1.4 Tinjauan Pustaka...11
1.5 metode penelitian...13
BAB II LATAR BELAKANG MIGRASI BATAK TOBA KE DESA SIMANDUMA 2.1 Pengertian Migrasi...15
2.2 Sejarah Migrasi Batak Toba...18
2.3 Proses Migrasi...21
2.4 Migrasi Orang Batak Toba Secara Langsung...22
2.5 Faktor Pendorong Dari Daerah Asal...23
2.5.1 Geografis...24
2.5.2 Faktor Ekonomi...26
2.5.3 Demografi...27
2.5.5 Pembukaan Jaringan Jalan... ...30
2.6 Faktor Penarik Dari Daerah Asal...30
2.6.1 Ekonomi Yang Lebih Baik... ...30
2.6.2 Tebentuknya Jaringan Jalan...32
2.6.3 Masih Tersedianya Lahan Pertanian...33
2.6.4 Harga Tanah...35
BAB III KEHIDUPAN SOSIAL ORANG BATAK TOBA DIDESA SIMANDUMA 3.1 Terbentuknya Perkampungan Huta Orang Batak Toba...39
3.1.1 Konsep Budaya Batak Toba... ...41
3.1.2 M ata Pencaharian...44
3.1.3 Filosofi Hidup Batak Toba Hagaebeon, Hamoraon Dan Hasangapon...48
3.2 Sistem Kekerabatan Etnis Batak Toba...52
3.3 Dominasi Budaya Batak Toba Di Desa Simanduma...65
BAB IV INTERAKSI SOSIAL ANTARA ORANG BATAK TOBA DAN ORANG PAKPAK DI DESA SIMANDUMA 4.1 Interaksi Sosial Orang Batak Toba Dengan Pakpak... .72
4.2 Kontak Sosial Orang Batak Toba Dengan Pakpak... ... 74
4.3 Komunikasi Orang Batak Toba Dengan Pakpak... ... 77
4.4 Penggunaan Bahasa... ... 80
4.5 Mamfaat Dari Penggunaan Bahasa. ... ...82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... ... ...84
5.2 Saran... ... ...85
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ABSTRAK
Desa Simanduma merupakan suatu desa yang terletak di kecamatan Pegagan Hilir kabupaten Dairi dan merupakan salah satu daerah tujuan etnis Batak Toba yang melakukan perpindahan dari daratan tinggi Danau Toba. Simanduma memiliki lahan yang cukup luas dan lahan subur dan segi jumlah penduduk sudah di dominasi oleh etnis Batak Toba. Masuknya orang Batak Toba yaitu sejak permulaan tahun 1925, dimana keberadaan etnis Batak Toba di Dairi dengan jumlah penduduk setiap tahun semakin meningkat sehingga Dairi dikenal sebagai daerah panombangan tahun 1925, sehingga etnis Batak Toba yang ada di Dairi mencari daerah-daerah baru salah satunya desa Simanduma yang ada di kecamatan Pegagan Hilir. Kedatangan etnis Batak Toba ke desa Simandua juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor pendorong dari daerah asal dan faktor penarik dari daerah tujuan. Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan tekanan terhadap lahan pertanian yang semakin sempit. Keadaan ekonomi yang tidak baik karena lahan yang tandus di daratan tinggi Danau Toba, dan adanya misi budaya yang melekat pada diri orang Batak Toba yaitu untuk mewujudkan konsep
Hagabeon, Hasangapon dan Hamoraon. Kedatangan orang Batak Toba ke desa
simanduma cukup membawa pengaruh besar baik dalam segi bahasa, tempat tinggal, identitas dan budaya orang Pakpak.
Tujuan penulisan ini adalah pertama menjelaskan latar belakang migrasi Batak Toba ke desa Simanduma, kedua mengetahui keberadaan dan proses perkembanga etnis Batak Toba dan ketiga adalah mengetahui interaksi sosial antara etnis Batak Toba dan Pakpak di desa Simanduma. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode sejarah, yaitu Heuristik (pengumpulan data), Kritik sumber, Interpretasi (menyimpulkan kesaksian data yang dipercaya dari bahan yang ada), dan yang terakhir adalah Historiografi (penulisan). Rumusan masalah penelitian ini adalah pertama, bagaimana proses migrasi Batak Toba ke desa Simanduma, kedua bagaimana kehidupan sosial etnis Batak Toba di desa Simaduma, dan ketiga bagaiman interaksi sosial antara etnis Batak Toba di desa Simanduma.
Toba. Keberadaan orang Batak Toba di desa Simanduma membawa pengaruh cukup besar baik dalam bidang bahasa, pendidikan, indentitas dan budaya suku Pakpak. Interaksi orang Batak Toba di Simanduma cukup harmonis bukan hanya sesama orang Batak Toba tetapi juga dengan penduduk asli Pakpak.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Orang Batak termasuk salah satu sub suku bangsa di Indonesia, Suku Batak
terdiri dari enam sub suku yang dibagi secara geografis, yaitu: Batak Toba dan Pakpak di
Tapanuli Utara, Batak Karo dan Simalungun di Timur dan Timur Laut Tapanuli Utara,
Batak Angkola dan Mandailing di Tapanuli Selatan.1
Orang Batak Toba yang memiliki filosofi hidup yaitu hagabeon, hamoraon,
hasangapon yang dikenal dengan konsep harajaon.
Perkampungan leluhur mereka di
kaki gunung pusuk buhit yang tidak jauh dari kota Pangururan sekarang. Etnis Batak
adalah kelompok etnis ke empat terbesar di Indonesia setelah etnis Jawa, Sunda dan Bali
Orang Batak Toba sering menyebut mereka sebagai halak hita (orang kita) untuk
menyebutkan suku sendiri. Orang kita (halak kita) biasa digunakan diperantauan untuk
menunjukkan kedekatan emosional dan kebersamaan di tanah perantauan.
2
1
Johan Hasselgren, Batak Toba di Medan: Perkembangan Identitas Etno-Religius Batak Toba Di Medan 1912-1965,Medan: Bina Media Perintis, 2008. Hal 63.
2
Ibid, Hal 27.
Untuk menempuh filosofi ini,
beberapa tindakan dilakukan oleh orang Batak yaitu hagabeon ditempuh dengan
mendambakan panjang umur dan mendapatkan keturunan dalam ikatan perkawinan
khususnya anak laki- laki, Hamoraon, bagian ini di tempuh dengan berusaha sekuat
tenaga untuk mencari kekayaan dan kesejahteraan. Dalam bagian ini harta mempunyai
peranan penting dalam kehidupan orang Batak Toba, hasangapon ditempuh dengan
memiliki wibawa yang diwujudkan dengan kekuasaan. Untuk menwujudkan
harajaon-nya, Orang Batak didorong untuk bermigrasi mencari wilayah baru yang memungkinkan
Salah satu wilayah yang menjadi tujuan migrasi Orang Batak Toba adalah wilayah
kekuasaan orang Pakpak Dairi. Migrasi Batak Toba ke Kabupaten Dairi diperkirakan
sudah terjadi sekitar tahun 1900-an3. Orang Batak Toba yang tinggal dan menetap di Dairi sudah ratusan dan tahun- tahun selanjutnya jumlah terus meningkat sehingga lahan
pertanian yang tersedia tidak mencukupi, sehingga mendorong mereka mencari lahan
pertanian yang baru di Dairi4. Desa Simanduma merupakan salah satu dari 13 Desa yang ada di kecamatan Pegagan Hilir yang menjadi tujuan migrasi orang Batak Toba. Semakin
banyaknya jumlah pendatang semakin banyak sumber berita tentang Dairi kepada
saudara-saudara mereka yang ada di (Bonapasogit). Sejak tahun 1925 Dairi semakin
dikenal sebagai daerah panombangan.5
3
Merisdawaty Limbong, Migrasi Batak Toba Di Sidikalang, 1964-1985, Skripsi Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2010. Hal 23.
4
Dairi terbagi atas 5 wilayah suak yaitu, Pakpak Simsim yang menetap di Simsim, Pakpak Keppas yang menetap di kecamatan Silima Pungga-pungga, Tanah Pinem, Parbuluan, dan Kecamatan Sidikalang, Pakpak Pegagan yang menetap di Pegagan Hilir, Tiga Lingga dan Sumbul Pegagan, Pakpak Kelasen yang menetap di Kecamatan Parlilitan, Pakkat dan Barus, Pakpak Boang yang menetap di wilayah Singkil. Lister brutu, Nurbani Padang, Tradisi Dan Perubahan konteks Masyarakat Pakpak Dairi, Medan: C. V Monora 1998. Hal 3.
5
Refi Roslila Siringo-Ringo, Migrasi Batak Toba di Sumbul Pegagan, 1971-1990, Skripsi Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2008. Hal 37.
Orang- orang dari Holbung, Silindung, dan Toba
Holbung tidak hanya berbondong- bondong ke Sidikalang atau daerah- daerah yang sudah
ditempati pendatang yang sudah lebih duluan, tetapi juga mencari daerah- daerah baru ke
seluruh pelosok Dairi bahkan ada yang sampai ke Tanah Alas dan Singkil. Mereka
mendirikan rumah- rumah sederhana di ladang- ladang mereka atau beberapa marga dari
daerah asal yang sama mendirikan satu kampung di daerah yang baru ditempati. Maka
tidak heran kalau di temukan pada satu tempat yang semuanya satu marga juga.
Pendatang dari Humbang dan Toba Holbung ada yang membuka lahan persawahan dan
tentu lebih banyak yang membuka kebun kopi karena kondisi daerah yang yang cocok
Perpindahan orang Batak Toba datang dengan mengikuti ajakan keluarga ataupun
kerabat dekat yang sudah terlebih dahulu tinggal dan menetap. Mereka biasanya sudah
berhasil meningkatkan taraf hidup seperti memiliki tanah. Pada masyarakat tradisional
Batak Toba tanah berperan ganda, semakin banyak tanah yang di miliki maka akan
sangap atau wibawa sosialnya akan tinggi dalam masyarakat. Tanah juga merupakan
harta benda yang akan di wariskan kepada keturunanya.
Penyebab migrasi orang Batak Toba ke Desa Simanduma disebabkan berbagai
faktor seperti adanya faktor pendorong dan penarik baik dari daerah asal maupun daerah
yang dituju. Salah satu faktor yang dominan adalah faktor ekonomi. Kebutuhan hidup
yang beraneka ragam dan semakin lama semakin mengalami peningkatan, serta jumlah
anggota keluarga juga semakin bertambah tetapi tidak didukung dengan pendapatan
ekonomi yang baik pada satu keluarga. Sedangkan sektor pertanian juga tidak dapat
diandalkan. Keadaan lahan yang tandus dan iklim yang tidak mendukung turut
menyebabkan kesulitan ekonomi. Ketidak cukupan lahan atau ketidak mampuan lahan
untuk menjamin kelangsungan hidup anggota masyarakat tersebut membuat mencari
perluasan lahan pertanian ke daerah lain karena pembukaan lahan-lahan pertanian baru
terutama persawahan tidak mungkin lagi didaerah asal mereka dan sumber penghasilan
lainya juga sangat terbatas. Sementara itu perekonomian dalam hal ini pertanian dan
persawahan di Desa Simanduma mulai mengalami peningkatan seiring dengan
penanaman kopi Robusta dan kopi Arabika6
Selain faktor demografi dan ekonomi, pembukaan jalan turut menyumbang laju
migrasi Batak Toba ke Desa Simanduma. Pada waktu hubungan lalu lintas masih di
dominasi jalan setapak, perpindahan penduduk dari Tapanuli Utara kedaerah-daerah .
6
sekitarnya ditempuh beberapa hari perjalanan, namun dengan dibukanya jalan-jalan yang
lebih besar yang menghubungkan antara daerah semakin banyak dibangun sehingga
Tapanuli Utara semakin terbuka dengan daerah luar melalui pembukaan jalan-jalan yang
menghubungkan daerah tapanuli dengan daerah lainya seperti dari
Siborong-borong-Doloksanggul-Sidikalang (tahun 1930)7
Pertambahan penduduk orang Batak Toba di Desa Simanduma terus bertambah.
Sekitar tahun 1985 orang Batak Toba yang tinggal menetap sudah banyak ± 100 kepala
keluarga dan secara berlahan-lahan terus bertambah karena banyak keluarga yang sudah
tinggal di Desa Simanduma itu mengajak saudara, kerabat atau famili yang ada di daerah
asal untuk tinggal di daerah ini karena masih banyak lahan yang kosong dan kesuburan
tanah serta persawahan cukup baik. Kedatangan mereka ada yang datang dengan keluarga
maupun secara individu dengan ikatan persaudaraan yang sama dan juga ada yang
berbeda marga. Di Desa Simanduma itu sendiri kebanyakan bermarga Banjar Nahor,
Siregar dan Lumbangaol.
.
8
Pada waktu mereka datang, Desa ini dihuni oleh masyarakat Pakpak yang
daerahnya memiliki banyak lahan yang kosong hanya berupa hutan yang ditumbuhi
pohon-pohon yang besar. Dapat di katakan bahwah Desa Simanduma itu sendiri pada
awalnya hanyalah hutan yang kemudian dibuka oleh masyarakat Batak Toba untuk
dijadikan lahan pertanian dengan cara membeli tanah pada masyarakat penduduk asli
(Pakpak)9
7
O.H.S Purba. Elvis f Purba,, “Migrasi Spontan Batak Toba(Marserak): Sebab, Motif dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Daratan Tinggi Toba.” Medan: Monora, 1997. Hal 91.
8
Wawancara Pine Lumbanggaol, Simanduma, 30 Mei 2013
9
Secara etimologis, Pakpak artinya puncak gunung. Orang Pakpak disebut orang pegunungan karena sebagian besar hidup dan bertempat tinggal di pegunungan. Budi Agustono, Konferensi Nasional Sejarah: Etnik Pakpak Membelah Wilayahnya Sendiri: Pemekaran Kabupaten Pakpak Barat, 2011.
. Kondisi tanah di daerah ini cukup subur dan juga sangat baik untuk daerah
persawahan, selain persawahan juga terdapat tanaman kopi, jagung dan tanaman
holtikultura lainya. Hal ini membuat para petani Batak Toba yang datang ke daerah ini
harus mencocokkan diri untuk mulai beralih ke perladangan dan persawahan. Awal
kedatangan petani Batak Toba ini mereka menebang hutan untuk lahan pertanian serta
membuat tali air atau irigasi dari sungai yang paling dekat dengan Desa. Mereka bekerja
keras untuk membuka lahan baru untuk di tanami tanaman kopi. Hal ini merupakan
pekerjaan yang biasa bagi mereka karena di kampung halamannya Batak Toba sudah
terbiasa bekerja keras. Dengan cara seperti ini memberi harapan baru kepada para migran
Batak Toba, sehingga mereka gigih bekerja untuk mendapatkan hasil yang lebih baik
yang akan memperbaiki ekonomi mereka dan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka
dan anak- anaknya.
Orang Batak Toba menjadi dominan di Desa Simanduma Hal ini disebabkan
karena Batak Toba lebih unggul dari masyarakat Pakpak dalam bidang pendidikan.
Dilihat juga dari bidang pendidikan orang Pakpak masih jauh ketinggalan jika
dibandingkan dengan orang Batak Toba. Keterbelakangan dalam bidang pendidikan pada
masyarakat Pakpak disebabkan rendahnya minat untuk melanjutkan pendidikan
anak-anaknya ke jenjang yang lebih Tinggi. Sedangkan orang Batak Toba jauh lebih maju
dalam bidang pendidikan sehingga memudahkan bagi orang Batak Toba untuk menguasai
orang Pakpak di Desa Simanduma. Bahasa merupakan unsur dari kebudayaan yang paling
cepat terpengaruh, bila tidak bisa dipertahankan maka unsur- unsur budaya lainnya akan
hilang. Dengan demikian pengaruh bahasa Batak Toba membawa perubahan di di Desa
Simanduma, dengan kata lain orang Batak Toba dapat mempertahankan bahasa sendiri di
daerah migran yang merupakan hal yang paling sulit dan sebaliknya penduduk asli tidak
orang Batak Toba menyadari telah memberikan kesempatan bagi orang Pakpak untuk
memakai bahasa mereka, karena orang Batak Toba sebagai orang Pendatang harus
menghargai orang pakpak, dengan harapan orang pakpak mampu belajar dan
mempertahankan bahasa sendiri, dimulai dari percakapan di kalangan keluarga dan
percakapan sehari- hari.
Maka dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa pengaruh bahasa Batak
Toba itu sangat kuat pada masyarakat generasi muda Pakpak. Keluarga Pakpak yang
tinggal di Simanduma, sehingga hampir tidak mengetahui domain unsur- unsur tertentu
dalam berbahasa, termasuk domain bahasa dalam keluarga. Sementara domain- domain
bahasa lain yang menyangkut pendidikan, teman sebaya, atau teman bermain seluruhnya
itu sudah dikuasai Batak Toba
Bertambahnya jumlah penduduk orang Batak Toba di Desa Simanduma membawa
perubahan tidak hanya pada masyarakat Batak Toba tetapi juga dengan orang Pakpak
yang relatif berbeda budaya dengan orang Pakpak sebagai penduduk asli. orang Batak
Toba sebagai pendatang yang membawa budaya sendiri dan menjalankan budayanya
didaerah Pakpak dapat beradaptasi dengan budaya setempat. Bahkan sebagai masyarakat
pendatang cenderung untuk mempengaruhi budaya setempat. Orang Pakpak di Desa
Simanduma ini bahkan cenderung mengikuti budaya Batak Toba hal ini terlihat dalam
berbagai upacara seperti perkawinan, upacara meninggal, dan pesta- pesta kecil lainnya.
Dengan latar belakang permasalahan yang dikemukakan, penulis tertarik untuk
meneliti keberadaan orang Batak Toba yang tinggal di Desa Simanduma dengan judul
Berdasarkan hasil penelitian, Orang Batak Toba di Desa Simanduma tidak
mengalami akulturasi budaya dengan budaya lokal, bahkan masyarakat Simanduma
cenderung untuk mengunakan tradisi Batak Toba. Adaptasi budaya Batak Toba oleh
masyarakat menjadi topik permasalah yang menarik, karena biasa dalam migrasi
suku-suku tertentu kesuatu wilayah, masyarakat pendatang cenderung untuk beradaptasi
terhadap budaya setempat. Hasil penelitian juga menunjukkan orang Batak Toba dengan
Pakpak lebih memilih hidup berkelompok. Proses perubahan dan pengelompokan
pemukiman menjadi hal yang unik dan menarik untuk diteliti di mana kedua orang
memiliki budaya yang berbeda walaupun termasuk dalam suku bangsa yang sama sebagai
suku Batak.
Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan sejarah ini, penulis membatasi
waktu antara tahun 1985-2000 penelitian di awali tahun 1985 karena jumlah orangBatak
Toba di Desa Simanduma semakin bertambah karena adanya pembukaan lahan pertanian
dan pemukiman yang baru lahan Sedangkan tahun akhir batasan penulisan ini yaitu pada
tahun 2000 orang Batak Toba memiliki perkampungan (huta) sendiri. Pembatasan waktu
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dibuatlah suatu perumusan mengenai
masalah yang hendak diteliti sebagai landasan utama dalam penelitian sekaligus menjaga
sinkronisasi dalam uraian penelitian. Untuk mempermudah penulisan dalam upaya
menghasilkan penelitian yang objektif maka pembahasanya dirumuskan terhadap
masalah sebagai berikut:
1. Bagamana kehidupan sosial orang Batak Toba di Desa Simanduma?
2. Bagaimana interaksi sosial antara orang Batak Toba dengan orang Pakpak di Desa
Simanduma?
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui kehidupan sosial orang Batak Toba di Desa Simanduma
2. Untuk mengetahui interaksi sosial antara orang Batak Toba dengan Pakpak di Desa
Simanduma
Adapun mamfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menjadi sebuah karya tulis (skripsi), sebagai persyaratan untuk menjadi Sarjana
Depertemen Ilmu Sejarah
2. Untuk dapat memberikan gambaran atau informasi yang jelas tentang kehidupan sosial
orang Batak Toba di Desa Simanduma.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk referensi bahan perbandingan
4. Telaah Pustaka
Penelitian merupakan masalah yang harus dipahami sehingga di perlukan
beberapa referensi yang dapat di jadikan panduan penulis nantinya dalam bentuk tinjauan
pustaka. Bagian ini berisi sistimatis tentang hasil-hasil penelitian terdahulu dan yang ada
hubunganya dengan penelitian yang akan di lakukan dan harus di revisi terlebih dahulu
di dalam proposal penelitian ini penulis menggunakan beberapa buku sebagai bahan
referensi yang menimbulkan gagasan, konsep, teori,dan mengarah pada pembentukan
hipotesa, dan sumber informasi atau pendukung.
Ada beberapa buku yang mendukung dalam penelitian ini yang dapat dijadikan
referensi adalah O.H.S. Purba dan Elvis F. Purba, dalam bukunya Migrasi Spontan Batak
Toba (Marserak): Sebab, Motip, dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Dataran Tinggi
Toba. Menjelaskan bahwa orang Batak Toba pada mulanya berdiam di sekitar danau
Toba. Perkampungan leluhur mereka (Siraja Batak) adalah Sianjur Mula- Mula, di kaki
Gunung Pusuh Buhit. Dalam buku ini juga membahas faktor yang mendorong
perpindahan penduduk keluar dari Tapanuli Utara, Bagi orang Batak Toba, tanah
merupakan salah satu faktor produksi yang paling penting dan sumber penghasilan utama.
Begitu pula adat- istiadat berhubungan erat dangan tanah dan usaha pertanian tersebut.
Pertambahan penduduk yang pesat di Tapanuli menimbulkan tekanan terhadap lahan
pertanian dan perkampungan. Lahan yang semakin sempit dan kurang subur menjadi
salah satu alasan mengapa orang Batak Toba berpindah. Selain itu keluarga- keluarga
muda yang baru berumah- tangga (Manjae) mendorong penduduk mendirikan rumah-
rumah baru dan bahkan membuka kampung baru. Kampung baru yang telah di buka
menciptakan perpencaran dan jauh dari kampung induknya. Mereka mulai menyebar ke
Seiring dengan perkembangan zaman, Marserak mengandung pengertian yang
luas. Selain dari menyebar (perpindahan dari kampung halaman keluar wilayah budaya
sendiri), marserak memiliki arti mobilitas sosial dan ekonomi, pendidikan. Kemajuan
zaman yang berkembang dan kebutuhan manusia yang semakin banyak menyebabkan
pola hidup penduduk harus disesuaikan dengan perkembangan zaman tersebut. Buku ini
penulis gunakan untuk melihat faktor-faktor perpindahan etnis Batak Toba ke Desa
Simanduma.
Soejono Soekanto, dalam “Sosiologi Suatu Pengantar” (1970) Perubahan sosial
dipandang sebagai konsep yang serba mencakup seluruh kehidupan masyarakat baik dari
tingkat individu, kelompok masyarakat yang mengalami perubahan hal yang penting
dalam perubahan sosial menyangkut aspek, perubahan pola pikir, prilaku, nilai sosial,
interaksi sosial, norma-norma sosial, organisasi dan lapisan-lapisan masyarakat. Buku ini
membantu penelitian untuk melihat Keberadaan orang Batak Toba di daerah (tanoh)
Pakpak. Dalam bukunya Soejono Soekanto memaparkan Selain perubahan sosial juga
membahas mengenai proses sosial dan interaksi sosial. Bentuk umum proses sosial
adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan sebagai proses sosial) karena interasi
sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial dalam menjalani hidup
sehari-hari. Interaksi sosial merupakan hubungan yang dinamis yang menyangkut
hubungan antara individu-individu, antara kelompok dan orang dengan kelompok dengan
keterkaitan buku ini juga dapat menggambarkan interaksi sosial yang terjadi antara orang
Batak Toba dengan orang Pakpak di Desa Simanduma.
Koentjaraningrat, “Pengantar Ilmu Antropologi” Migrasi yang dilakukan orang
Batak Toba keluar Tapanuli akan membawa kebudayaanya ke tempat migrasi sehingga
yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang
berbeda setelah mereka bergaul secara insentif. Sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan
golongan-golongan itu masing-masing berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan
campuran dan. Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok
manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu
kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu
lambat laun diterima dan di olah dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian kebudayaan itu sendiri. Dengan adanya buku ini membantu penulis melihat
bahwah komunikasi dengan penduduk asli yakni orang Pakpak yang memiliki latar
belakang budaya yang berbeda maka dari itu di perlukan komunikasi dan interaksi sosial
agar tidak terjadi kesalah pahaman. Proses asimilasi dan akulturasi dengan keberadaan
orang Batak Toba di Desa Simanduma yang memiliki perbedaan bahasa dan adat istiadat
yang relatif memiliki perbedaan. Tetapi dalam hal ini orang Pakapak itu yang beradaptasi
terhadap etnis Batak toba sehingga buku ini sangat membantu dalam penulisan ini.
5. Metode Penelitian
Penulisan sejarah yang deskriptif –analitis haruslah melalui tahapan demi tahapan.
Ada empat tahapan Metode dalam penelitian sejarah: satu, heuristik (pengumpulan
sumber); dua verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber); tiga, interprestasi (analisa dan
sintesis); dan empat, historiografi (penulisan).
Metode penelitian adalah suatu hal penting yang tidak terpisahkan dari suatu
petunjuk teknis. Metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah. Metode
sejarah adalah suatu proses yang benar aturan-aturan yang dirancang untuk membantu
Langkah pertama yang penulis kerjakan yaitu Heuristik adalah pengumpulan
sumber-sumber atau data-data yang terkait dalam objek penelitian penulis dalam
berbagai sumber dalam hal ini penulis menggunakan metode library research (penelitian
kepustakaan) dan field research (penelitian lapangan), sumber tersebut merupakan
sumber primer dan sumber sekunder. Sesuatu prinsip yang harus di pegang dan di
lakukan oleh penulis didalam heuristik yaitu harus mencari dan mengumpulkan sumber
primer. yaitu sumber lisan berupa wawancara dengan masyarakat Batak Toba, Pakpak
dan aparat Pemerintah sedangkan penelitian kepustakaan library research mencari
sumber buku yang berhubugan dengan judul penelitian yang dilakukan.
Langkah kedua yaitu Kritik sumber (verifikasi), setelah sumber sejarah di
butuhkan semua terkumpul maka dilanjutkan dengan tahapan kritik sumber, hal ini di
lakukan untuk memperoleh keabsaan atau keaslian sumber atau data yang didapat.
Penulis dalam melakukan kritik sumber atau penyeleksian yang dilakukan terhadap
sumber-sumber melalui dua pendekatan intern dan ektern. Dimana dalam pendekatan
intern yang harus dilakukan yakni menelaah dan memverifikasi kebenaran isi atau fakta
sumber baik yang bersifat tulisan (buku, artikel, laporan dan arsip) maupun sumber lisan
(wawancara) kritik ektstern yang di lakukan dengan cara memverifikasi untuk melakukan
keaslian sumber baik sumber lisan maupun sumber tulisan. Hal ini dilaksanakan agar
penulis dapat menghasilkan suatu tulisan yang benar-benar objektif yang berasal dari
data-data yang terjaga keasliannya dan keobjektifanya tanpa ada unsur subjektifitas yang
mempengaruhi hasil penulisannya.
Langkah ketiga yang dilakukan yaitu interprestasi, setelah data tersebut melewati
kritik sumber maka penulis melakukan tahapan yang ketiga yaitu penafsiran atau
untuk menghilangkan kesubjektifitasanya sumber. Interprestasi ini dapat di katakan data
sementara sebelum penulis membuatatkan hasil keseluruhan dalam suatu penulisan.
Langkah selanjutnya dan yang terakhir yaitu Historiografi, tahapan ini berisi
tentang penulisan, pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah di lakukan.
Layaknya penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan
layaknya penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah hendaknya dapat
memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian, sejak dari awal (heuristik)
sampai dengan akhir yaitu penarikan kesimpulan sehingga dapat dikatakan penulisan
tersebut bersifat kronologis atau sistimatis. Berdasarkan penulisan sejarah itu pula akan
dapat dinilai apakah penelitiannya berlangsung sesuai dengan prosedur yang
digunakannya tepat atau tidak, apakah sumber data yang mendukung penarikan
kesimpulanya memilik validitas yang memadai atau tidak, jadi dengan penulisan sejarah
BAB II
LATAR BELAKANG MIGRASI BATAK TOBA KE DESA SIMANDUMA
2.1 Pengertian Migrasi
Migrasi Penduduk dalam kehidupan manusia bukanlah merupakan hal yang baru
lagi melainkan sebaliknya telah terjadi dimana-mana. Migrasi dalam artian sederhana
yaitu berpindah tempat tinggal yang tanpa disadari telah memainkan peranan penting
dalam sejarah umat manusia yang disebabkan oleh bermacam- macam faktor. Pengertian
migrasi secara sederhana adalah pepindahan penduduk dari suatu tempat menuju tempat
lain10
10
op cit. Merisdawati Limbong, Hal 26.
.
Namun demikian, migrasi merupakan bagian tabiat manusia, tidaklah dapat
dibenarkan tanpa diikuti sejumlah faktor. Alasannya adalah sifat manusia untuk hidup
aman tenteram dan berkecukupan tanpa gangguan dari pihak lain. Bila pada suatu tempat
yang dirasakan aman dan mencukupi kebutuhan hidupnya, manusia akan berpindah ke
tempat itu. Namun jika terdapat gangguan keamanan dan kedamaian yang disebabkan
faktor dari dalam dan luar maka perpindahan menjadi keharusan untuk selanjutnya
mencari daerah yang lain sebagai pemukiman. Pada pihak lain, perpindahan telah menjadi
suatu kebiasaan dari sifat manusia. Artinya gangguan dan keamanan berupa tantangan
senantiasa sulit untuk dihadapi sebagai jawabannya adalah berpindah dari suatu tempat ke
tempat yang lain pada setiap saat. Hal tersebut banyak terdapat di beberapa daerah di
Indonesia. Mereka hidup secara nomaden karena merupakan kebiasaan atau yang lebih
Perpindahan penduduk dalam beberapa bagian tertentu selalu dihubungkan
dengan kondisi sosial ekonomi di daerah asalnya. Meskipun sulit diterima secara
keseluruhan tetapi baik dalam penelitian di lapangan maupun yang terdapat dalam sumber
kepustakaan, hal tersebut merupakan faktor penentu.
Migran yang melakukan perpindahan ini setelah berada di daerah baru tidak
berkeinginan untuk kembali lagi karena keinginan untuk memperoleh hidup yang lebih
baik sudah tepenuhi seperti memiliki tanah dan rumah serta dapat menyekolahkan
anak-anak mereka11
Marserak memiliki pengertian selain mengandung arti menyebar (pindah dari
kampung halaman keluar wilayah budaya sendiri), dalam percakapan sehari-hari ada
beberapa istilah yang digunakan dalam menggambarkan marserak yaitu: manombang,
mangaratto, marjalang, marlompong, mangombo, mangalului jampalan na lomok atau
. Seperti orang Batak Toba yang melakukan perpindahan ke Desa
Simanduma yang lebih banyak hidup menetap.
2.2 Sejarah Migrasi Batak Toba
Pada dasarnya arti marserak ialah menyebar keseluruh wilayah marga sendiri dan
apabila tidak memungkinkan lagi perluasan wilayah berlangsung kedaerah-daerah yang
tanahnya belum dimiliki oleh marga lain, daerah-daerah mana kemudian dapat dijadikan
areal pertanian dan perkampungan. Dalam perkembangan selanjutnya orang Batak Toba
menyebar ke berbagai daerah diluar wilayah budaya sendiri. Perkampungan yang dibuka
sendiri (atau dengan anggota keluarga atau teman sekampung) dan tinggal didaerah lain
biasanya dianggap sebagai perluasan kampung induk.
11
masiampapaga na lomak.12
Gerakan lain disebut dengan Mangaranto. Umumnya orang-orang yang disebut
pangaranto pada awalnya hanya kaum laki-laki yang belum berkeluarga. Mereka
meninggalkan Desanya pergi ke kota-kota diluar Tapanuli Utara untuk memperoleh
pekerjaan diluar sektor pertanian. Gerakan penduduk dalam bentuk lain dengan tujuan
tidak menetap dengan motivasi yang kurang jelas, disebut dengan marjalang umumnya
marjalang dilakukan oleh kaum laki-laki yang tergolong malas yang tidak mau bekerja di
Desanya. Mereka meninggalkan Desanya karena dia merasa tidak betah tinggal disana,
dan akhirnya timbul niat mencari pengalaman di tempat lain. Mereka tidak tergantung
pada ada tidaknya keluarga atau famili didaerah yang akan dituju. Biasanya mereka tidak Istila-istilah ini pada umumya mempunyai tujuan yang sama,
yaitu pergi kedaerah lain, diluar kabupaten atau propinsi. Perbedaan istilah yang satu
dengan yang lain didasarkan pada siapa, kapan dan bagaimana sifat dari masing-masing
perpindahan tersebut.
Manombang berarti membuka lahan atau pemukiman yang baru atau
meninggalkan kampung halaman, pergi keluar wilayah Tapanuli Utara untuk membuka
lahan pertanian baru sekaligus mencai sumber tambahan pendapatan disektor partanian
didaerah lain yang sifatnya masih bukaan baru. Manombang ini bukan hanya dilakukan
oleh yang sudah berkeluarga tetapi juga oleh kaum muda, yang pada awalnya ingin
menguasai serta memiliki areal pertanian yang lebih luas dapat membangun dan
menghidupi keluarganya kelak jika pindah ke daerah tujuan. Apabila
kemungkinan-kemungkinan disana lebih baik dibanding dengan daerah asal, dapat mempercepat
perpindahan keluarga kedaerah baru tersebut.
12
di latarbelakangi harapan yang cerah dan muluk-muluk, dengan semangat pantang
menyerah dalam dirinya timbul semangat untuk berhasil semakin kuat.
Kemajuan zaman yang berkembang dengan cepat dan kebutuhan hidup yang
semakin banyak menyebabkan pola hidup penduduk harus disesuaikan dengan
perkembangan tersebut. Mereka berusaha untuk memenuhu kebutuhan yang beraneka
ragam itu, yang mungkin sangat sulit dipenuhi jika tetap tinggal dan menetap
dikampungnya. Tidak jarang anggota atau satu keluarga meninggalkan desanya pindah ke
daerah lain usaha untuk mencari sumber penghidupan yang lebih baik dibanding dengan
didaerah sendiri pada umunya disebut mangalului jampalan nalomak atau marsiapapaga
nalomak . Gerak penduduk yang demikian biasanya dilakukan untuk tujuan menetap.
Mereka pindah tidak hanya pada sektor pertanian tetapi juga berbagai aktivitas yang dapat
memberikan pendapatan dan meninggalkan status sosialnya. Gerakan ini pada umumya
dilakukan oleh kaum muda maupun yang sudah bekeluarga. Mereka yang menyadari
bahwah kemungkinan berhasil didesanya sangat kecil mendorong mereka pindah ke
daerah lain sebagai salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan yang sudah lama
dideritanya.
Sementara itu, adapula yang pindah secara musiman, mungkin dilakukan oleh
kaum muda maupun yang sudah berkeluarga, pada musim-musim tertentu. Biasanya
perpindahan semacam ini terjadi ke sektor pertanian dengan tujuan untuk mengisi
kekosongan waktu sekaligus menambah pendapatan keluarga. Inilah yang disebut
mangombo. Mereka bekerja sebagai tenaga upahan di sektor pertanian selama musim
tidak sibuk dikampung halaman. Perpindahan ini bersifat sirkuler bergantung pada dapat
tidaknya mereka meninggal lahanya (tidak bekerja) di kampungnya. Mereka mencari
berkeluarga datang sebagai tenaga upahan pada musim-musim kerja atau panen didaerah
yang akan di tuju biasanya mereka yang melakukan perpidahan semacam ini biasanya
dapat di sebut juga mardua huta (dua kampung) setelah pekerjaan dirasa telah selesai
maka mereka kembali lagi kedaerah asal dengan membawa hasil upah dari pekerjaan
yang dilakukan.
Gerakan penduduk yang lain disebut dengan marjojo dan marrengge-rengge.
Kedua istilah ini selalu ada hubunganya denga kegiatan ekonomi. Marjojo merupakan
kegiatan menjual barang dagangan yang dilakukan secara berkeliling kedaerah-daerah
tertentu. Pada umumya dilakukan oleh kaum laki-laki, kemudian ada yang namanya
marengge-rengge merupakan kegiatan yang dilakukan kaum wanita yang
memperdagangkan hasil-hasil pertanian dalam jumlah yang relatif kecil kedaerah lain.
Marjojo berbeda marengge-rengge dilihat dari waktu dan jenis barang yang dijual.
2.3Proses Migrasi
Kehadiran kolonial Belanda dan usaha misioner Jerman yang ingin memperluas
daerah kerjanya sangat berpengaruh terhadap orang Batak Toba. Pemerintah kolonial
yang ingin memperluas daerah kolonialnya dan ingin menguasai daerah-daerah Batak
lainnya termasuk Dairi yang pada saat itu masih merdeka dari kekuasaan lain, akhirnya
melakukan perang. Perang Batak pada waktu itu dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja
XII. Perang ini merupakan jawaban terhadap rencana Belanda yang mau menguasai
seluruh Tanah Batak. Pada Tahun 1906 tentara Belanda membawa 400 orang
untuk membantu Belanda mematahkan pejuang-pejuang Batak yang menantang Kolonial
Belanda13
Setelah Dairi dikuasai dan tugas Civil Gezaghebber yang telah ditempatkan dua
tahun sebelumnya di Dairi semakin banyak mengeluarkan tenaga kerja. Maka tahun 1907
pemerintah kolonial membawa beberapa orang dari Tarutung menjadi pengawai
pemerintahan ke Sidikalang. Hal ini mengakibatkan semakin banyak orang Batak Toba
yang tinggal di Dairi. Dalam kurun waktu dua tahun orang-orang dari Humbang.
Silindung, maupun Toba Holbung datang ke Sidikalang untuk melihat keadaan sekaligus
bertempat tinggal disana. Kehadiran mereka mempercepat Sidikalang menjadi kampung
yang ramai
14
Pada tahun 1908 jumlah orang Batak Toba yang tinggal dan menetap di Dairi
sudah ratusan dan tahun-tahun selanjutnya jumlah Batak Toba yang mengadakan migrasi
ke Dairi terus meningkat. Dari Sidikaling mereka berangkat menuju arah barat laut dan
membentuk perkampungan baru seperti Buluduri, Kanopan, Kintara Jumahteguh dan ada
yang sampai Tigalingga, dan kemudian ke Panji. Hingga dasawarsa (1916- 1925) jumlah
pendatang Batak Toba sekitar 1.500 orang pertahunnya. Semakin banyak jumlah
pendatang semakin banyak sumber berita tentang Dairi kepada saudara- saudara mereka
yang ada di Bonapasogit15
Sejak tahun 1925 Dairi semakin di kenal sebagai daerah panombangan. Orang-
orang dari Holbung, Silindung, dan Toba Holbung tidak hanya berbondong- bondong ke
Sidikalang atau daerah- daerah yang sudah ditempati pendatang yang sudah lebih dulu,
tetapi juga mencari daerah- daerah baru ke seluruh pelosok Dairi bahkan ada yang sampai .
13
Elvis. F. Purba., O.H.S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara (Suatu Deskripsi), Medan: Monora, 1997, Hal 50.
14
Ibid, Hal 36.
15
ke Tanah Alas dan Singkil.16
Keanekaragaman suku bangsa yang tinggal di Dairi didominasi oleh orang Batak
Toba. Menurut data sensus 1930, penduduk utama Dairi adalah Batak Toba, Pakpak, dan
Karo. Jumlah penduduknya pada waktu itu sebanyak 54.037 jiwa yang terdiri dari 53.307
orang Batak Toba, 277 orang Cina, dan 20 orang Eropah. Dari antara Etnis Batak, orang
Toba sebanyak 24.893 jiwa, Pakpak sebanyak 18.888 jiwa, Karo sebanyak 8.892 jiwa,
Simalungun sebanyak 548jiwa, Angkola sebanyak 42 jiwa, Mandailing sebanyak 29 jiwa
dan Batak lainnya 15 jiwa. Pada waktu itu penduduk kota Sidikalang sudah ada sekitar
3.000 jiwa. Dilihat dari agama yang dianut penduduk Dairi terdapat 13.561 yang Mereka mendirikan rumah- rumah sederhana di ladang-
ladang mereka atau beberapa marga dari daerah asal yang sama mendirikan satu kampung
di daerah yang baru ditempati. Maka tidak heran kalau di temukan pada satu tempat yang
semuanya satu marga (klen). Pendatang dari Humbang dan Toba Holbung ada yang
membuka lahan persawahan dan tentu lebih banyak yang membuka kebun kopi karena
kondisi daerah yang cocok untuk tanaman keras dan tanaman muda.
Namun dikemudian hari, keterbatasan lahan persawahan menjadi faktor
pendorong bagi mereka untuk meninggalkan daerah yang baru ditempati di Dairi. Bagi
sebagian orang, kebun kopi kurang menarik perhatian mereka. Setelah beberapa tahun,
yaitu berkisar lima atau sepuluh tahun. berdomisili di suatu tempat mereka pindah lagi
untuk mencari lahan persawahan yang lebih luas. Sementara itu Sidikalang sudah berubah
menjadi kota dan paling ramai di Dairi. Kota ini menjadi daerah transit
pendatang-pendatang baru dari Toba Holbung, Humbang, dan Silindung, untuk meneruskan
perjalanan ke daerah lainnya.
16
menganut agama Kristen, 6.449 menganut agama Islam, dan 33.246 menganut agama
suku. Angka-angka ini menunjukkan bahwa 46 persen dari penduduk Dairi adalah orang
Batak Toba, yang jumlahnya lebih banyak dari penduduk setempat(Pakpak).17
2.4Migrasi Orang Batak Toba Secara Langsung
Keberadaan orang Batak Toba di Desa Simanduma diperkirakan sudah terjadi
pada masa kolonial Belanda berkuasa di Dairi, banyak orang Batak Toba yang pindah
dari Dairi seperti ke Tanah Alas, Sumbul Pegagan, Parbuluan, Salak, Buluduri,
Tigalingga. Kanopan, Kintara, Jumateguh sebagian kecil ke Singkil (Aceh Selatan) dan
sampai ke Desa Simanduma. Salah satu penyebabnya adalah lahan persawahan yang
terbatas di Sidikalang dan jumlah penduduk yang terlalu banyak sehingga mereka
mencari lahan yang masih kosong yang masih tersedia terutama daerah yang memiliki
aliran sungai yang dekat dengan perkampungan karena air salah satu syarat untuk
persawahan.
Migrasi ini terjadi akibat dibukanya seperti jaringan perrhubungan dan
pembukaan jalan- jalan yang menghubungkan daerah Simanduma dengan daerah lainnya
seperti daerah Sidikalang, Tigalingga dan Sumbul Pegagan sehingga turut mempermudah
dan mempercepat arus perpindahan secara langsung bagi orang Batak Toba ke daerah ini.
Selain faktor penyebab migrasi Batak Toba di daerah ini secara langsung yaitu keadaan
ekonomi karena keterbatasan lahan pertanian di daerah asalnya dimana peduduk sudah
semakin banyak, sementara di daerah Simanduma lahan pertanian masih banyak tersedia
lahan kosong. Disamping itu yang tidak bisa diabaikan adalah falsafah hidup atau nilai
budaya yang dianut Batak Toba yang di kenal dengan istilah 3H seperti yang dijabarkan
17
di atas, yaitu hamoraon, hagabeon, dan hasangapon, hal inilah yang sekarang ini
memotivasi orang Batak Toba melakukan migrasi.
Proses migrasi orang Batak Toba ke Desa Simanduma terjadi tahun 1925 dan
terjadi secara langsung ke daerah tujuan dan ada pula migrasi yang terjadi secara tidak
langsung atau migrasi ke daerah lain terlebih dahulu baru bermigrasi ke Desa
Simanduma. Dalam proses bermigrasi langsung maupun secara tidak langsung biasanya
para migran yang sudah berumah tangga tidak langsung memboyong keluarganya ke
daerah tujuan migrasi, tetapi di antara mereka yang terlebih dahulu bermigrasi adalah
para suami karena mereka belum mempunyai tempat tinggal menetap dan biasanya
mereka tinggal di rumah-rumah saudaranya yang sudah terlebih dahulu tinggal di daerah
itu yang sudah mempunyai ladang sendiri dan tanah sehingga orang Batak Toba yang
memiliki banyak tanah di sewakan kepada mereka yang baru datang dari daerah asal18
2.5Faktor Pendorong Dari Daerah Asal
.
Setelah dirasa mampu untuk membiayai keluarganya, maka mereka menjemput istri dan
keluarganya untuk pindah ke tempat tujuan yaitu Desa Simanduma.
Keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik adalah keinginan setiap
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia ingin mendapatkan secarah mudah.
Perkerjaan petani yang dirasakan tidak memberikan harapan kemajuan. Untuk
menciptakan cita-cita dan idaman, masyarakat agraris melakukan perpindahan dari satu
Desa ke Desa lain secara berkelompok atau perorangan. Kekayaan, kehormatan dan
kebahagian (hamoraon, hasangapon, dan hagabeon) adalah tujuan hidup masyarakat
18
Batak Toba.19
2.5.1 Geografis
Dasar pemikiran ini merupakan wujud dari kebudayaan sebagai ide dan
gagasan yang terus terwarisi dan mendarah daging bagi masyarakat. Yang melekat pada
pola pemikiran dan sikap tingkah laku masyarakat Batak Toba.
Persoalan mengenai transmigrasi tidak bisa dilepaskan dari persoalan tanah.
Menurut Mubyabto, bahwah berdasarkan pengalaman trasmigrasi mempunyai kaitan erat
dengan kebijakan dibidang pertanahan. Persoalan ini muncul karena tanah adalah
penyebab dan sekaligus adalah harapan bagi para trasmigrasi. Keinginan penduduk
memiliki tanah yang baru sebagi tempat tinggal ataupun sabagai mata pencaharian.20
Letak geografis suatu daerah sangat mempengaruhi kehidupan masyarakatnya
yang tinggal di daerah itu, sama halnya dengan masyarakat orang Batak Toba yang secara
geografis mempengaruhi kehidupan orang Batak Toba dengan segala sistem
kehidupannya. Dilihat secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara terletak pada 1˚ -20¹-
2º4¹LU dan 98º 10¹ -99º 35¹ BT dengan luas seluruhnya 1.060.530 Ha. Sebagian besar
daerahnya berupa dataran tinggi yang dikenal dengan dataran tinggi Toba dan berada
pada punggung jajaran Bukit Barisan. Jika dilihat dari ketinggian permukaan laut maka
daerah ini berada diantara 300 sampai dengan 1500 m di atas permukaan laut. Tofografi
bergelombang sampai curam dengan kemiringan antara 0 sampai dengan diatas 40%21
19
Dalam nilai filosofi Batak Toba hamoraon, hasangapon, dan hagabeon adalah tujuan orang Batak Toba yang kadang ditambah dengan sahala. Setiap keluarga mendambakan banyak keturunan dan panjang umur (gabe), kekayaan dan kesejahteraan (mamora), wibawa sosial (sangap), dan memiliki kemampuan berkuasa (sahala harajaon) serta kemampuan untuk dihormati (sahala hasangapon). op cit. O.H.S Purba, 1997, Hal 21.
20
Mubyabto “Pengantar Ekonomi Pertanian”, Jakarta: LPS3ES, 1989, Hal 44.
21
O.H.S Purba Elvis F. Purba, op cit. Hal 29.
Dengan melihat uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa keadaan permukaan
tanah yang bergunung-gunung dan berlembah- lembah menyebabkan berbagai hambatan
dalam usaha perkembangan usaha pertanian seperti perluasan tanah pertanian, perluasan
areal permukiman juga kesulitan untuk pembangunan jalan dan sarana pengairan. Daerah
Tapanuli Utara kurang menguntungkan menyebabkan dampak negatif terhadap lahan
pertanian yang akhirnya mendorong penduduk, terutama pada petani yang pindah dan
mencari daerah yang lebih baik. Selain itu kesuburan tanah yang kurang mendukung dan
musim yang kurang baik mempengaruhi pertanian sehingga mempengaruhi panen di
didaerah asal22
Pada dasarnya manusia tidak ingin hidup dengan kondisi kemiskinan dan manusia
itu tidak ada yang selalu merasa puas dalam hidupnya. Demikian pula halnya dengan
setiap orang Batak Toba yang selalu mendambakan Hamoraon dan Hasangapon, karena
orang Batak Toba beranggapan bila hamoraon dan hagabeon sudah tercapai maka
hasangapon juga akan tercapai. Orang Batak Toba melakukan perpindahan ke Desa
. Kegagalan musim panen pada masa dahulu sering terjadi karena musim
kering yang berkepanjangan, seperti di daerah Humbang Samosir.
Hasil pertanian seperti beras, jagung, dan ubi jalar yang merupakan kebutuhan
pokok bagi penduduk semakin berkurang. Hal tersebut terjadi disebabkan semakin
banyak lahan pengairan menjadi lahan kering, sehingga sektor pertanian tidak mampu
lagi memenuhi kebutuhan yang semakin lama semakin meningkat. Kondisi ini menjadi
salah satu faktor pendorong perpindahan penduduk dari daerah ini ke daerah lain di luar
Tapanuli
2.5.2 Faktor Ekonomi
22
Simanduma karena perkiraan mereka lebih senang disana (tempat rantauan) karena masih
terbukanya lahan ekonomi yang dapat dikelola. Keadaan ekonomi yang pas-pasan
didaerah asal membuat mereka ingin mencari yang lebih baik.23
Akibat jumlah penduduk yang terus bertambah menyebabkan berkurangnya lahan
pertanian dan sekaligus mengakibatkan kemiskinan ditengah- tengah keluarga orang
Batak Toba. Sektor pertanian sebagai sumber utama mata pencaharian sudah tidak dapat
diharapkan lagi, namun adanya prinsip Batak Toba lulu Anak, lulu Tano24 yang
merupakan jabaran dari hagabeon, hamoraon, dan hasangapon, maka sektor pertanian
masih tetap bertahan25
Kebutuhan hidup yang beraneka ragam semakin mengalami peningkatan dan
jumlah anggota keluarga juga semakin bartambah. Hal ini tidak didukung dengan adanya
peningkatan pendapatan ekonomi pada satu keluarga. Sedangkan sektor pertanian yang
tidak dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin besar. Keadaan
lahan yang tandus dan iklim yang tidak mendukung menyebabkan kesulitan ekonomi
yang semakin lama semakin terdesak. Ketidak cukupan atau ketidak mampuan lahan
untuk menjamin kelangsungan hidup seluruh anggota keluarga mendorong orang batak
toba tersebut untuk mencari perluasan lahan-lahan pertanian baru terutama persawahan . Karena dalam pandangan Batak Toba tanah merupakan lambang
kekayaan dan kehormatan yang akan mempertinggi status sosial baik ditengah- tengah
masyarakat, bahkan pandangan ini sudah mendarah daging dalam kehidupan setiap orang
Batak Toba yang merupakan perjuangan hidup mereka. Tanah pada masyarakat Batak
Toba berfungsi ganda sebagai lahan pertanian maupun sebagai tanah warisan yang akan
di berikan kepada anak-anaknya kelak jika dia sudah meninggal.
23
Wawancara Sunggul Sinaga, Simanduma, 3 juni 2013
24
Yang memiliki arti harafiahnya suka akan anak (supaya gabe), juga suka akan tanah. log cit. O.H.S Purba. Elvis f Purba, 1997. Hal 26.
25
tidak memungkinkan lagi. Alasan untuk meninggalkan kampung halaman pada umumnya
disebabkan faktor ekonomi, selain itu adanya faktor geografi dimana untuk pembukaan
lahan baru tidak memungkinkan lagi. Dengan demikian maka orang Batak Toba akan
melaksanakan migrasi ke daerah lain namun tidak akan meninggalkan adat yang telah
mendarah daging bagi mereka sejak dari daerah asal.
2.5.3 Demografi
Tekanan terhadap lahan pertanian semakin besar dan jumlah penduduk yang
secara alamiah bertambah dengan pesat sesuai dengan idaman setiap keluarga yang
mendambakan banyak keturunan (gabe) . T.R Mahthus seorang tokoh antropologi
berpendapat bahwah yang menyebabkan kemelaratan yang menimpa penduduk adalah
karena tidak terdapatnya keseimbangan perbandingan antara bertambahnya penduduk dan
bertambahnya bahan makanan yang didapat oleh masyarakat26
Tanah memegang peranan yang penting dalam adat Batak Toba. Dengan memiliki
tanah yang banyak akan dipandang masyarakat yang memiliki status yang tinggi. Setiap
orang mendambakan banyak anak sebagai penerus keturunan (gabe), dibarengi dengan
limpahan ternak dan pertanian karena hal ini melambangkan hagabeon sejati. Idaman ini
harus didukung oleh kedaulatan di daerah (tanah) sendiri, karena tanah memiliki aspek . Ini yang terjadi di
Tapanuli Utara, bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun dimana tiap keluarga
yang mendambakan keluarga (gabe) akan tetapi hasil panen yang diolah tidak bisa
mencukupi semua anggota keluarga. Tanah yang tandus dan iklim yang kurang baik
menyebabkan penentuan dari jenis tanaman dan hasil panen yang diterima tidak dapat
mencukupi kebutuhan keluarga yang semakin bertambah.
26
ganda, sebagai sumber mencari penghidupan melalui pembukaan lahan pertanian untuk
menghidupi anggota keluargan dan keturunan yang akan datang serta untuk menggapai
ke-kepala-an, sebagaimana terkandung dalam ungkapan lulu anak lulu tano. Setiap
keluarga muda yang sudah berdikari, manjae secara tidak langsung didorong untuk
membangun kampung-kampung baru.
Pemberian sebidang tanah kepada anak yang telah bekeluarga dalam bentuk tanah
panjaean, dan tanah parbagianan, menyebabkan perpecahan dan perpencaran lahan
pertanian. Selain masalah tanah adat yang tidak diusahai sepenuhnya karena sudah
merupakan gumul na so tupa bagion, asimun na so bolao. Pemberian tersebut
menyebabkan semakin banyak rumah tangga petani yang memiliki dan menguasai lahan
yang sempit. Sifat dasar orang Batak yang rindu berkawan (sihol mardongan),
memperbesar arus perpindahan dari satu kampung mengikuti teman sekampung yang
pindah terlebih dulu ke daerah lain. Teman atau saudara yang sudah pindah akan memberi
kabar kekampung halaman, ini menyebabkan penduduk yang berada dikampung halaman
ikut melakukan perpindahan karena lahan yang lebih subur didaerah lain dan keinginan
dapat lebih maju seperti temannya.
2.5.4 Faktor Budaya
Konteks kultural mengenai sahala hasangapon melekat pada diri orang Batak
Toba. Sahala adalah sifat tondi (semangat sebagai esensi manusia), yaitu watak alami
selain kekuasaan dan wewenang manusiawi. Sahala seseorang sebagai kekuatan
tondinya, hasangapon berarti suatu kualitas yang dihormati sebagai akibat dari
berarti bahwah seseorang itu patut dihargai oleh orang lain. Supaya mendapat kualitas ini,
orang harus mengambangkan sahala harajaonnya (kerajaan pribadi).
Namun sahala hasangapon baru menjadi kenyataan apabila seorang telah
memperlihatkan prestasinya. Misalnya, seorang laki-laki dengan memilki banyak anak
dan cucu serta berhasil dalam pertanian atau pekerja-pekerja lain. Karena itu, di Batak
Toba yang bertani subtensial, tanah dan anak merupakan faktor penting dalam
membangun harajaon (karajaan), yang merupakan pertanda dimilikinya sahala
hasangapon. Dari tanah dan anak bisa diperoleh kekuasaan dan kekayaan. Paradigma ini
tentu saja bisa mendorong dinamisme dan ambisi seseorang. Dalam hal ini, jelaslah
bahwah kompleks sahala hasangapon juga mendorong orang Batak Toba untuk pindah
dan mendirikan “kerajaan-kerajaan” baru.
2.5.5 Pembukaan Jaringan Jalan
Jalan darat merupakan satu- satunya sarana perhubungan utama di Tapanuli
(kecuali sekitar Danau Toba). Jalan-jalan setapak semakin penting untuk mempercepat
arus perhubungan dari satu daerah ke daerah lain. Pemerintah kolonial Belanda merekrut
orang Batak Toba untuk dipekerjakan untuk pembangunan jalan tersebut, baik untuk
tujuan perluasan jajahan maupun untuk tujuan lain. Pada waktu hubungan lalu lintas
masih mempergunakan jalan setapak, perpindahan penduduk dari Tapanuli ke Dairi
ditempuh dalam beberapa hari perjalanan, tetapi pada tahun- tahun berikutnya. setelah
kondisi jalan- jalan menjadi lebih baik maka hubungan antar daerah semakin lancar dan
perjalanan ke Dairi semakin mudah. Tapanuli semakin terbuka dengan daerah luar akibat
dibukanya jalan- jalan yang lebih baik antara lain dengan dibukanya jalan dari Tarutung-
Tarutung- Pahae- Padang Sidempuan dan jalan Doloksanggul- Pakkat-Barus-Sibolga
merupakan jalan keluar utama dari Tapanuli27
Dalam pembukaan jalan-jalan tersebut pemerintah kolonial Belanda
membutuhkan banyak pekerja yang berasal dari penduduk pribumi. Masyarakat dipaksa
dengan kerja keras (rodi) yang menyebabkan penderitaan bagi rakyat. banyak orang
Batak Toba ada yang berpindah ke daerah lain untuk menghindarkan diri dari kerja rodi.28
Dampak lain dari pembukaan jaringan jalan yang semakin luas itu ialah
masyarakat daerah Tapanuli semakin terbuka dari pengaruh-pengaruh dan akibat-akibat
yang beranekaragam sifatnya. Pada masa kolonial Belanda jaringan jalan di daerah
pedalaman diikuti oleh pembangunan jalan besar. Seperti dari perbatasan Aceh melalui
kota Pangkalan Berandan, Tanjung Pura, Binjai, Medan, Lubuk Pakam, Tebing Tinggi,
Kisaran sampai ke Rantau Prapat. Selain jalan utama tersebut, jalan Berastagi dan
Kabanjahe di Dataran Tinggi Karo dan Jalan melalui Simalungun ke Danau Toba yang
terus ke Tapanuli dan Sibolga
Mereka menganggap bahwa rodi merupakan jenis perbudakan sehingga mereka kurang
suka pindah atau memasuki daerah lain dimana akan diadakan pembukaan jalan baru. Hal
seperti ini diantaranya terjadi pada waktu membuka jalan antara Barus- Sibolga-
Batangtoru dan Angkola – Mandailing, yang pada waktu itu sudah termasuk wilayah
Keresidenan Tapanuli.
29
27
op. cit.Elvis. F. Purba, O.H.S, Purba, 1997, Hal 91.
28
Ibid, Refi Roslila Siringo-Ringo, 2008. Hal 54.
29
Ibid, Hal 93.
. Pembangunan jalan di sekitar Danau Toba memberi
kemudahan bagi penduduk Batak Toba meninggalkan kampung halamannya menuju
Doloksanggul- Hariara Pintu ke Sidikalang sehingga mempercepat orang- orang Batak
Toba dari daerah Silindung pindah ke Dairi.
2.6 Faktor Penarik Dari Daerah Tujuan
2.6.1 Ekonomi Yang Lebih Baik
Sebagai faktor penarik yang menyebabkan Desa Simanduma menjadi pilihan para
migran Batak Toba adalah kesempatan dalam bidang ekonomi sangat luas terutama pada
persawahan yang masih tersedia. Di Desa Simanduma itu sendiri banyak tersedia aliran
sungai sehingga sangat baik untuk daerah persawahan. Migrasi Batak Toba ke desa
Simanduma di pengaruhi oleh kondisi geografis dan sulitnya masalah ekonomi Tapanuli.
Desa Simanduma menjanjikan berbagai kemudahan dan fasilitas yang dapat
dimanfaatkan demi meningkatkan pendapatan orang Batak Toba.
Salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha peningkatan produksi pertanian
melalui pasca usaha pengairan. Air adalah syarat mutlak bagi kehidupan dan
pertumbuhan tanaman air dapat datang dari hujan atau harus melalui pengairan yang
diatur manusia keduanya harus disesuaikan agar benar-benar tanaman mendapat air
secukupnya, yang dimaksut dengan pengairan sebenarnya meliputi “pengaturan
kebutuhan air” bagi tanaman sehingga didalamnya termasuk juga drainase. Disamping
pengairan banyak di pakai kata irigasi air untuk membawa air dari sungai ke
sawah-sawah30
Keberadaan lahan di Desa Simanduma sebagian besar berbukit-bukit dan
gunung-gunung yang bergelombang dan kemiringan lahan yang bervariasi yang hanya sebagian
30
yang rata dan datar. Hasil produksi dari Desa Simanduma yang sesuai dengan keadaan
alamnya maka mata pencaharian masyarakat umumnya adalah bercocok tanam. Lahan
didaerah ini sangat cocok tanaman muda dan tanaman keras seperti kopi, jagung jahe,
cabe, dan sayur-sayuran. Salah satu tanaman di daerah ini yang paling di unggulkan
adalah tanaman kopi. Kopi robusta dan kopi arabika (kopi ateng) yang paling banyak
dibudidayakan masyarakat karena tanaman kopi bisa di bilang sigarar utang kopi disebut
sebagai sigarar utang karena untuk memperoleh hasil panen dari kopi terutama kopi
Arabika ( kopi ateng) itu sendiri dipetik dua kali dalam satu bulan. Sehingga sangat
membantu dalam memenuhi kehidupan sehari-hari masyarakat.
2.6.2 Terbentuknya Jaringan Jalan
Sebelum dibukanya jalan yang lebih besar masyarakat Desa Simanduma
menggunakan kuda (marhoda boban) dan kerbau (padati) sebagai alat transportasi untuk
membawa hasil-hasil pertanian kepasar (onan).31
31
Wawancara Sunggul Sinaga, Simanduma, 13 juni 2013
Masyarakat juga membuat jembatan
gantung yang menghubungkan antara Sidikalang dan Desa Simanduma, tetapi karena
harus melalui hutan dan jalan yang terterlalu curam dan sangat berbahaya sehingga
ditinggalkan oleh penduduk seiring dibukanya jalan yang lebih baik yang
menghubungkan kecamatan Sumbul Pegagan sampai Sidikalang. Tidak dipungkiri bahwa
jalan ini memiliki cerita tersendiri bagi penduduk Desa Simanduma. Jalan ini sangat
bermamfaat bagi orang Batak Toba dan masyarakat Pakpak untuk menjual hasil pertanian
dan membeli kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Seiring dengan berjalanya waktu
kondisi jalan di Desa Simanduma ini sudah lebih baik, sehingga dapat memperlancar dan