• Tidak ada hasil yang ditemukan

Orang Batak Toba Di Desa Simanduma (1985-2000)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Orang Batak Toba Di Desa Simanduma (1985-2000)"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ORANG BATAK TOBA DI DESA SIMANDUMA (1985-2000)

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O

L

E

H

NAMA : ARTONO SINAGA NIM : 080706028

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Lembaran Pengesahan Pembimbing Skripsi

ORANG BATAK TOBA DI DESA SIMANDUMA (1985-2000)

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O

L E H

Nama : ARTONO SINAGA NIM : 080706028

Diketahui Oleh :

Pembimbing

Dra. Lila Pelita Hati, M. Si NIP : 196705231992032001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah.

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

ORANG BATAK TOBA DI DESA SIMANDUMA (1985-2000)

Dikerjakan oleh:

NAMA: ARTONO SINAGA NIM : 080706028

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh:

Pembimbing

Dra. Lila Pelita Hati, M. Si Tanggal 2013

NIP : 196705231992032001

Ketua Departemen Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M.Hum Tanggal 2013

NIP : 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah

satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan

Pada :

Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU

Dekan

Dr. Syahron Lubis, M. A

Nip :195110131976031001

Panitia Ujian :

No Nama Tanda Tangan

1. Drs. Edi Sumarno M.Hum ……….

2. Dra. Nurhabsyah, M.Si. ……….

3. Dra.Lila Pelita Hati, M. Si. ………..

4. Dr. Suprayitno,M.Hum ………..

(5)

LEMBAR PENGESAHAN KETUA DEPARTEMEN

Disetujui Oleh :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

Departemen Sejarah

Ketua Departemen,

Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP : 196409221989031001

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita. Skripsi ini merupakan merupakan

salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana. Skripsi ini telah dipertahankan

dalam sidang skripsi di hadapan para penguji Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S).

Skripsi ini berjudul, ORANG BATAK TOBA DI DESA SIMANDUMA (1985-2000), Mengkaji tentang orang Batak Toba di Desa Simanduma. Skripsi ini disusun terdiri dari V bab, fokus utama yang dipaparkan adalah sejarah migrasi orang

Batak Toba dan nilai-nilai budaya orang Pakpak yang hilang. Dengan keberadaan orang

Batak Toba di Desa Simanduma membawa pengaruh cukup besar baik dalam bidang

bahasa, pendidikan, indentitas dan budaya orang Pakpak. Interaksi orang Batak Toba di

Simanduma cukup harmonis bukan hanya sesama orang Batak Toba tetapi juga dengan

penduduk asli Pakpak. Salah satunya adalah penggunaan bahasa, bahasa Batak Toba

merupakan bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-hari begitu juga dengan adat

istiadat perkawinan orang pakpak lebih memilih menggunakan adat Batak Toba karena

jumlah penduduk Pakpak itu sendiri semakin berkurang sehingga untuk mempertahankan

budaya itu sudah sangat sulit disamping itu adanya ketimpangan budaya dimana orang

Batak Toba tetap pada budaya meraka walaupun orang Batak Toba sebagai pendatang.

Pada bab-bab awal skripsi ini, akan dipaparkan sejarah dan proses migarasi Batak

Toba Kedatangan orang Batak Toba ke Desa Simanduma juga dipengaruhi oleh beberapa

(7)

Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan tekanan terhadap lahan

pertanian yang semakin sempit. Keadaan ekonomi yang tidak baik karena lahan yang

tandus di daratan tinggi Danau Toba, dan adanya misi budaya yang melekat pada diri

orang Batak Toba yaitu untuk mewujudkan konsep Hagabeon, Hasangapon dan

Hamoraon. Lahan yang cukup luas dan subur, sebagai daerah panombangan

menyebabkan orang Batak Toba masuk ke Desa Simanduma ini.

Akhir kata, Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna sebagai

konsekwensi dari kelemahan dan keterbatasan yang ada pada penulis. Masih diperlukan

pengkajian lebih lanjut dan mendalam. Kepada para pembaca, penulis mengaharapkan

masukan berupa kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.

Penulis

Artono Sinaga Nim: 080706028

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapka ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan karuia kesehatan, kesempatan, kekuatan, dan kasih sayang sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan

trima kasih atas bantuan tenaga, pikiran serta bingbingan yang telah diberikan dengan

menyelesaikan skripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Kepada kedua orang tua penulis Bapak Sunggul Sinaga dan Ibunda Pine

Lumbang gaol, yang telah merawat, membesarkan, mendidik, dan selalu

menyayangi penulis dengan penuh cinta (trimakasih atas segalanya). Dan

juga kepada kakak dan lae Julius sekeluarga, Bg jendi (Jendi, Samuel,

Iponty) kakak Bona, kakak Selly, Sandy, bg Sion beserta keluarga

trimakasih banyak atas bantuanya dan doanya selama ini.

2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan, beserta pembantu Dekan I Dr. M.

Hasnan Lubis, M.A, Pembantu Dekan II Drs. Samsul Tarigan, dan

Pembantu Dekan III Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A, berkat bantuan dan

fasilitas yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara Medan, maka penulis dapat menyelesaikan studi.

3. Bapak Drs. Edi Sumarno M.Hum. sebagai Ketua Departemen Sejarah

Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah banyak memberikan dorongan,

(9)

mengerjakan penulisan skripsi ini. Juga kepada Ibu Dra. Nurhabsyah, Msi,

sebagai Sekretaris Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU.

4. Terkhusus untuk Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum sebagai dosen

penasehat Akademi penulis yang telah sabar dan tanpa henti-hentinya

memberikan nasehat bagi penulis walaupun penulis belum bisa menjadi

anak didik yang baik.

5. Terimakasih banyak juga penulis hanturkan kepada Ibu Dra. Lila Pelita

Hati Msi, selaku pembimbing skripsi saya, trimakasih atas segala arahan

dan bantuanya dalam penulisan skripsi ini. Masukan dan bimbimgan Ibu

sangat penting dalam menuntun saya dalam penulisan ini.

6. Terimakasih banyak penulis haturkan kepada seluruh Bapak/Ibu dosen

penulis khususnya di Depertemen Sejarah, semoga ilmu yang diberikan

dapat penulis amalkan, juga kepada bang Amperawira selaku Tata Usaha

Depertemen (terimakasih atas arahannya bang).

7. Kepada masyarakat Batak Toba dan Pakpak di Desa Simanduma yang

dalam penelitian ini sangat banyak membantu atas jasanya, saya ucapkan

banyak trimakasih. Tanpa pertolongan dan keterbukaan tangan kalian

menerima saya tentu penulisan skripsi ini tidak mungkin bisa tercapai.

Untuk itu penulis mengucapkan banyak trimakasih tanpa terkecuali.

8. Seluruh kawan-kawan Mahasiswa Sejarah USU (stambuk 2008, Eri

Arianto, Marco, Suranta, Mangihut, Eko, Albert, Ahmad Husein, Resti,

Arenda, Azis, dan Elegus) serta abang-abang senior dan juga adik-adik

junior.

9. Trimakasih juga kepada kawan-kawan Ginanjar, Jhon Ferry, Coil,

(10)

Simanduma tanpa terkecuali, dan lainya yang mungkin tidak dapat saya

sebutkan nama kalian satu persatu dalam tulisan ini.

Dengan rasa suka cita penulis mohon doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar

selalu diberkati dalam melakukan pekerjaan maupun aktivitas yang sehari-hari. Sekali

lagi penulis ucapkan banyak trimakasih kepada semua pihak yang telah membantu

menyelesaikan skripsi ini.

Medan, 30 juli 2013

(11)

DAFTAR ISI

halaman

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN DESEN PENGUJI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TABEL...viii

ABSTRAK...ix

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1Latar Belakang Masalah...1

1.2 Rumusan Masalah...8

1.3 Tujuan Dan Mamfaat...8

1.4 Tinjauan Pustaka...11

1.5 metode penelitian...13

BAB II LATAR BELAKANG MIGRASI BATAK TOBA KE DESA SIMANDUMA 2.1 Pengertian Migrasi...15

2.2 Sejarah Migrasi Batak Toba...18

2.3 Proses Migrasi...21

2.4 Migrasi Orang Batak Toba Secara Langsung...22

2.5 Faktor Pendorong Dari Daerah Asal...23

2.5.1 Geografis...24

2.5.2 Faktor Ekonomi...26

2.5.3 Demografi...27

(12)

2.5.5 Pembukaan Jaringan Jalan... ...30

2.6 Faktor Penarik Dari Daerah Asal...30

2.6.1 Ekonomi Yang Lebih Baik... ...30

2.6.2 Tebentuknya Jaringan Jalan...32

2.6.3 Masih Tersedianya Lahan Pertanian...33

2.6.4 Harga Tanah...35

BAB III KEHIDUPAN SOSIAL ORANG BATAK TOBA DIDESA SIMANDUMA 3.1 Terbentuknya Perkampungan Huta Orang Batak Toba...39

3.1.1 Konsep Budaya Batak Toba... ...41

3.1.2 M ata Pencaharian...44

3.1.3 Filosofi Hidup Batak Toba Hagaebeon, Hamoraon Dan Hasangapon...48

3.2 Sistem Kekerabatan Etnis Batak Toba...52

3.3 Dominasi Budaya Batak Toba Di Desa Simanduma...65

BAB IV INTERAKSI SOSIAL ANTARA ORANG BATAK TOBA DAN ORANG PAKPAK DI DESA SIMANDUMA 4.1 Interaksi Sosial Orang Batak Toba Dengan Pakpak... .72

4.2 Kontak Sosial Orang Batak Toba Dengan Pakpak... ... 74

4.3 Komunikasi Orang Batak Toba Dengan Pakpak... ... 77

4.4 Penggunaan Bahasa... ... 80

4.5 Mamfaat Dari Penggunaan Bahasa. ... ...82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... ... ...84

5.2 Saran... ... ...85

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(13)

ABSTRAK

Desa Simanduma merupakan suatu desa yang terletak di kecamatan Pegagan Hilir kabupaten Dairi dan merupakan salah satu daerah tujuan etnis Batak Toba yang melakukan perpindahan dari daratan tinggi Danau Toba. Simanduma memiliki lahan yang cukup luas dan lahan subur dan segi jumlah penduduk sudah di dominasi oleh etnis Batak Toba. Masuknya orang Batak Toba yaitu sejak permulaan tahun 1925, dimana keberadaan etnis Batak Toba di Dairi dengan jumlah penduduk setiap tahun semakin meningkat sehingga Dairi dikenal sebagai daerah panombangan tahun 1925, sehingga etnis Batak Toba yang ada di Dairi mencari daerah-daerah baru salah satunya desa Simanduma yang ada di kecamatan Pegagan Hilir. Kedatangan etnis Batak Toba ke desa Simandua juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor pendorong dari daerah asal dan faktor penarik dari daerah tujuan. Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan tekanan terhadap lahan pertanian yang semakin sempit. Keadaan ekonomi yang tidak baik karena lahan yang tandus di daratan tinggi Danau Toba, dan adanya misi budaya yang melekat pada diri orang Batak Toba yaitu untuk mewujudkan konsep

Hagabeon, Hasangapon dan Hamoraon. Kedatangan orang Batak Toba ke desa

simanduma cukup membawa pengaruh besar baik dalam segi bahasa, tempat tinggal, identitas dan budaya orang Pakpak.

Tujuan penulisan ini adalah pertama menjelaskan latar belakang migrasi Batak Toba ke desa Simanduma, kedua mengetahui keberadaan dan proses perkembanga etnis Batak Toba dan ketiga adalah mengetahui interaksi sosial antara etnis Batak Toba dan Pakpak di desa Simanduma. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode sejarah, yaitu Heuristik (pengumpulan data), Kritik sumber, Interpretasi (menyimpulkan kesaksian data yang dipercaya dari bahan yang ada), dan yang terakhir adalah Historiografi (penulisan). Rumusan masalah penelitian ini adalah pertama, bagaimana proses migrasi Batak Toba ke desa Simanduma, kedua bagaimana kehidupan sosial etnis Batak Toba di desa Simaduma, dan ketiga bagaiman interaksi sosial antara etnis Batak Toba di desa Simanduma.

(14)

Toba. Keberadaan orang Batak Toba di desa Simanduma membawa pengaruh cukup besar baik dalam bidang bahasa, pendidikan, indentitas dan budaya suku Pakpak. Interaksi orang Batak Toba di Simanduma cukup harmonis bukan hanya sesama orang Batak Toba tetapi juga dengan penduduk asli Pakpak.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Orang Batak termasuk salah satu sub suku bangsa di Indonesia, Suku Batak

terdiri dari enam sub suku yang dibagi secara geografis, yaitu: Batak Toba dan Pakpak di

Tapanuli Utara, Batak Karo dan Simalungun di Timur dan Timur Laut Tapanuli Utara,

Batak Angkola dan Mandailing di Tapanuli Selatan.1

Orang Batak Toba yang memiliki filosofi hidup yaitu hagabeon, hamoraon,

hasangapon yang dikenal dengan konsep harajaon.

Perkampungan leluhur mereka di

kaki gunung pusuk buhit yang tidak jauh dari kota Pangururan sekarang. Etnis Batak

adalah kelompok etnis ke empat terbesar di Indonesia setelah etnis Jawa, Sunda dan Bali

Orang Batak Toba sering menyebut mereka sebagai halak hita (orang kita) untuk

menyebutkan suku sendiri. Orang kita (halak kita) biasa digunakan diperantauan untuk

menunjukkan kedekatan emosional dan kebersamaan di tanah perantauan.

2

1

Johan Hasselgren, Batak Toba di Medan: Perkembangan Identitas Etno-Religius Batak Toba Di Medan 1912-1965,Medan: Bina Media Perintis, 2008. Hal 63.

2

Ibid, Hal 27.

Untuk menempuh filosofi ini,

beberapa tindakan dilakukan oleh orang Batak yaitu hagabeon ditempuh dengan

mendambakan panjang umur dan mendapatkan keturunan dalam ikatan perkawinan

khususnya anak laki- laki, Hamoraon, bagian ini di tempuh dengan berusaha sekuat

tenaga untuk mencari kekayaan dan kesejahteraan. Dalam bagian ini harta mempunyai

peranan penting dalam kehidupan orang Batak Toba, hasangapon ditempuh dengan

memiliki wibawa yang diwujudkan dengan kekuasaan. Untuk menwujudkan

harajaon-nya, Orang Batak didorong untuk bermigrasi mencari wilayah baru yang memungkinkan

(16)

Salah satu wilayah yang menjadi tujuan migrasi Orang Batak Toba adalah wilayah

kekuasaan orang Pakpak Dairi. Migrasi Batak Toba ke Kabupaten Dairi diperkirakan

sudah terjadi sekitar tahun 1900-an3. Orang Batak Toba yang tinggal dan menetap di Dairi sudah ratusan dan tahun- tahun selanjutnya jumlah terus meningkat sehingga lahan

pertanian yang tersedia tidak mencukupi, sehingga mendorong mereka mencari lahan

pertanian yang baru di Dairi4. Desa Simanduma merupakan salah satu dari 13 Desa yang ada di kecamatan Pegagan Hilir yang menjadi tujuan migrasi orang Batak Toba. Semakin

banyaknya jumlah pendatang semakin banyak sumber berita tentang Dairi kepada

saudara-saudara mereka yang ada di (Bonapasogit). Sejak tahun 1925 Dairi semakin

dikenal sebagai daerah panombangan.5

3

Merisdawaty Limbong, Migrasi Batak Toba Di Sidikalang, 1964-1985, Skripsi Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2010. Hal 23.

4

Dairi terbagi atas 5 wilayah suak yaitu, Pakpak Simsim yang menetap di Simsim, Pakpak Keppas yang menetap di kecamatan Silima Pungga-pungga, Tanah Pinem, Parbuluan, dan Kecamatan Sidikalang, Pakpak Pegagan yang menetap di Pegagan Hilir, Tiga Lingga dan Sumbul Pegagan, Pakpak Kelasen yang menetap di Kecamatan Parlilitan, Pakkat dan Barus, Pakpak Boang yang menetap di wilayah Singkil. Lister brutu, Nurbani Padang, Tradisi Dan Perubahan konteks Masyarakat Pakpak Dairi, Medan: C. V Monora 1998. Hal 3.

5

Refi Roslila Siringo-Ringo, Migrasi Batak Toba di Sumbul Pegagan, 1971-1990, Skripsi Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2008. Hal 37.

Orang- orang dari Holbung, Silindung, dan Toba

Holbung tidak hanya berbondong- bondong ke Sidikalang atau daerah- daerah yang sudah

ditempati pendatang yang sudah lebih duluan, tetapi juga mencari daerah- daerah baru ke

seluruh pelosok Dairi bahkan ada yang sampai ke Tanah Alas dan Singkil. Mereka

mendirikan rumah- rumah sederhana di ladang- ladang mereka atau beberapa marga dari

daerah asal yang sama mendirikan satu kampung di daerah yang baru ditempati. Maka

tidak heran kalau di temukan pada satu tempat yang semuanya satu marga juga.

Pendatang dari Humbang dan Toba Holbung ada yang membuka lahan persawahan dan

tentu lebih banyak yang membuka kebun kopi karena kondisi daerah yang yang cocok

(17)

Perpindahan orang Batak Toba datang dengan mengikuti ajakan keluarga ataupun

kerabat dekat yang sudah terlebih dahulu tinggal dan menetap. Mereka biasanya sudah

berhasil meningkatkan taraf hidup seperti memiliki tanah. Pada masyarakat tradisional

Batak Toba tanah berperan ganda, semakin banyak tanah yang di miliki maka akan

sangap atau wibawa sosialnya akan tinggi dalam masyarakat. Tanah juga merupakan

harta benda yang akan di wariskan kepada keturunanya.

Penyebab migrasi orang Batak Toba ke Desa Simanduma disebabkan berbagai

faktor seperti adanya faktor pendorong dan penarik baik dari daerah asal maupun daerah

yang dituju. Salah satu faktor yang dominan adalah faktor ekonomi. Kebutuhan hidup

yang beraneka ragam dan semakin lama semakin mengalami peningkatan, serta jumlah

anggota keluarga juga semakin bertambah tetapi tidak didukung dengan pendapatan

ekonomi yang baik pada satu keluarga. Sedangkan sektor pertanian juga tidak dapat

diandalkan. Keadaan lahan yang tandus dan iklim yang tidak mendukung turut

menyebabkan kesulitan ekonomi. Ketidak cukupan lahan atau ketidak mampuan lahan

untuk menjamin kelangsungan hidup anggota masyarakat tersebut membuat mencari

perluasan lahan pertanian ke daerah lain karena pembukaan lahan-lahan pertanian baru

terutama persawahan tidak mungkin lagi didaerah asal mereka dan sumber penghasilan

lainya juga sangat terbatas. Sementara itu perekonomian dalam hal ini pertanian dan

persawahan di Desa Simanduma mulai mengalami peningkatan seiring dengan

penanaman kopi Robusta dan kopi Arabika6

Selain faktor demografi dan ekonomi, pembukaan jalan turut menyumbang laju

migrasi Batak Toba ke Desa Simanduma. Pada waktu hubungan lalu lintas masih di

dominasi jalan setapak, perpindahan penduduk dari Tapanuli Utara kedaerah-daerah .

6

(18)

sekitarnya ditempuh beberapa hari perjalanan, namun dengan dibukanya jalan-jalan yang

lebih besar yang menghubungkan antara daerah semakin banyak dibangun sehingga

Tapanuli Utara semakin terbuka dengan daerah luar melalui pembukaan jalan-jalan yang

menghubungkan daerah tapanuli dengan daerah lainya seperti dari

Siborong-borong-Doloksanggul-Sidikalang (tahun 1930)7

Pertambahan penduduk orang Batak Toba di Desa Simanduma terus bertambah.

Sekitar tahun 1985 orang Batak Toba yang tinggal menetap sudah banyak ± 100 kepala

keluarga dan secara berlahan-lahan terus bertambah karena banyak keluarga yang sudah

tinggal di Desa Simanduma itu mengajak saudara, kerabat atau famili yang ada di daerah

asal untuk tinggal di daerah ini karena masih banyak lahan yang kosong dan kesuburan

tanah serta persawahan cukup baik. Kedatangan mereka ada yang datang dengan keluarga

maupun secara individu dengan ikatan persaudaraan yang sama dan juga ada yang

berbeda marga. Di Desa Simanduma itu sendiri kebanyakan bermarga Banjar Nahor,

Siregar dan Lumbangaol.

.

8

Pada waktu mereka datang, Desa ini dihuni oleh masyarakat Pakpak yang

daerahnya memiliki banyak lahan yang kosong hanya berupa hutan yang ditumbuhi

pohon-pohon yang besar. Dapat di katakan bahwah Desa Simanduma itu sendiri pada

awalnya hanyalah hutan yang kemudian dibuka oleh masyarakat Batak Toba untuk

dijadikan lahan pertanian dengan cara membeli tanah pada masyarakat penduduk asli

(Pakpak)9

7

O.H.S Purba. Elvis f Purba,, “Migrasi Spontan Batak Toba(Marserak): Sebab, Motif dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Daratan Tinggi Toba.” Medan: Monora, 1997. Hal 91.

8

Wawancara Pine Lumbanggaol, Simanduma, 30 Mei 2013

9

Secara etimologis, Pakpak artinya puncak gunung. Orang Pakpak disebut orang pegunungan karena sebagian besar hidup dan bertempat tinggal di pegunungan. Budi Agustono, Konferensi Nasional Sejarah: Etnik Pakpak Membelah Wilayahnya Sendiri: Pemekaran Kabupaten Pakpak Barat, 2011.

. Kondisi tanah di daerah ini cukup subur dan juga sangat baik untuk daerah

(19)

persawahan, selain persawahan juga terdapat tanaman kopi, jagung dan tanaman

holtikultura lainya. Hal ini membuat para petani Batak Toba yang datang ke daerah ini

harus mencocokkan diri untuk mulai beralih ke perladangan dan persawahan. Awal

kedatangan petani Batak Toba ini mereka menebang hutan untuk lahan pertanian serta

membuat tali air atau irigasi dari sungai yang paling dekat dengan Desa. Mereka bekerja

keras untuk membuka lahan baru untuk di tanami tanaman kopi. Hal ini merupakan

pekerjaan yang biasa bagi mereka karena di kampung halamannya Batak Toba sudah

terbiasa bekerja keras. Dengan cara seperti ini memberi harapan baru kepada para migran

Batak Toba, sehingga mereka gigih bekerja untuk mendapatkan hasil yang lebih baik

yang akan memperbaiki ekonomi mereka dan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka

dan anak- anaknya.

Orang Batak Toba menjadi dominan di Desa Simanduma Hal ini disebabkan

karena Batak Toba lebih unggul dari masyarakat Pakpak dalam bidang pendidikan.

Dilihat juga dari bidang pendidikan orang Pakpak masih jauh ketinggalan jika

dibandingkan dengan orang Batak Toba. Keterbelakangan dalam bidang pendidikan pada

masyarakat Pakpak disebabkan rendahnya minat untuk melanjutkan pendidikan

anak-anaknya ke jenjang yang lebih Tinggi. Sedangkan orang Batak Toba jauh lebih maju

dalam bidang pendidikan sehingga memudahkan bagi orang Batak Toba untuk menguasai

orang Pakpak di Desa Simanduma. Bahasa merupakan unsur dari kebudayaan yang paling

cepat terpengaruh, bila tidak bisa dipertahankan maka unsur- unsur budaya lainnya akan

hilang. Dengan demikian pengaruh bahasa Batak Toba membawa perubahan di di Desa

Simanduma, dengan kata lain orang Batak Toba dapat mempertahankan bahasa sendiri di

daerah migran yang merupakan hal yang paling sulit dan sebaliknya penduduk asli tidak

(20)

orang Batak Toba menyadari telah memberikan kesempatan bagi orang Pakpak untuk

memakai bahasa mereka, karena orang Batak Toba sebagai orang Pendatang harus

menghargai orang pakpak, dengan harapan orang pakpak mampu belajar dan

mempertahankan bahasa sendiri, dimulai dari percakapan di kalangan keluarga dan

percakapan sehari- hari.

Maka dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa pengaruh bahasa Batak

Toba itu sangat kuat pada masyarakat generasi muda Pakpak. Keluarga Pakpak yang

tinggal di Simanduma, sehingga hampir tidak mengetahui domain unsur- unsur tertentu

dalam berbahasa, termasuk domain bahasa dalam keluarga. Sementara domain- domain

bahasa lain yang menyangkut pendidikan, teman sebaya, atau teman bermain seluruhnya

itu sudah dikuasai Batak Toba

Bertambahnya jumlah penduduk orang Batak Toba di Desa Simanduma membawa

perubahan tidak hanya pada masyarakat Batak Toba tetapi juga dengan orang Pakpak

yang relatif berbeda budaya dengan orang Pakpak sebagai penduduk asli. orang Batak

Toba sebagai pendatang yang membawa budaya sendiri dan menjalankan budayanya

didaerah Pakpak dapat beradaptasi dengan budaya setempat. Bahkan sebagai masyarakat

pendatang cenderung untuk mempengaruhi budaya setempat. Orang Pakpak di Desa

Simanduma ini bahkan cenderung mengikuti budaya Batak Toba hal ini terlihat dalam

berbagai upacara seperti perkawinan, upacara meninggal, dan pesta- pesta kecil lainnya.

Dengan latar belakang permasalahan yang dikemukakan, penulis tertarik untuk

meneliti keberadaan orang Batak Toba yang tinggal di Desa Simanduma dengan judul

(21)

Berdasarkan hasil penelitian, Orang Batak Toba di Desa Simanduma tidak

mengalami akulturasi budaya dengan budaya lokal, bahkan masyarakat Simanduma

cenderung untuk mengunakan tradisi Batak Toba. Adaptasi budaya Batak Toba oleh

masyarakat menjadi topik permasalah yang menarik, karena biasa dalam migrasi

suku-suku tertentu kesuatu wilayah, masyarakat pendatang cenderung untuk beradaptasi

terhadap budaya setempat. Hasil penelitian juga menunjukkan orang Batak Toba dengan

Pakpak lebih memilih hidup berkelompok. Proses perubahan dan pengelompokan

pemukiman menjadi hal yang unik dan menarik untuk diteliti di mana kedua orang

memiliki budaya yang berbeda walaupun termasuk dalam suku bangsa yang sama sebagai

suku Batak.

Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan sejarah ini, penulis membatasi

waktu antara tahun 1985-2000 penelitian di awali tahun 1985 karena jumlah orangBatak

Toba di Desa Simanduma semakin bertambah karena adanya pembukaan lahan pertanian

dan pemukiman yang baru lahan Sedangkan tahun akhir batasan penulisan ini yaitu pada

tahun 2000 orang Batak Toba memiliki perkampungan (huta) sendiri. Pembatasan waktu

(22)

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dibuatlah suatu perumusan mengenai

masalah yang hendak diteliti sebagai landasan utama dalam penelitian sekaligus menjaga

sinkronisasi dalam uraian penelitian. Untuk mempermudah penulisan dalam upaya

menghasilkan penelitian yang objektif maka pembahasanya dirumuskan terhadap

masalah sebagai berikut:

1. Bagamana kehidupan sosial orang Batak Toba di Desa Simanduma?

2. Bagaimana interaksi sosial antara orang Batak Toba dengan orang Pakpak di Desa

Simanduma?

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui kehidupan sosial orang Batak Toba di Desa Simanduma

2. Untuk mengetahui interaksi sosial antara orang Batak Toba dengan Pakpak di Desa

Simanduma

Adapun mamfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menjadi sebuah karya tulis (skripsi), sebagai persyaratan untuk menjadi Sarjana

Depertemen Ilmu Sejarah

2. Untuk dapat memberikan gambaran atau informasi yang jelas tentang kehidupan sosial

orang Batak Toba di Desa Simanduma.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk referensi bahan perbandingan

(23)

4. Telaah Pustaka

Penelitian merupakan masalah yang harus dipahami sehingga di perlukan

beberapa referensi yang dapat di jadikan panduan penulis nantinya dalam bentuk tinjauan

pustaka. Bagian ini berisi sistimatis tentang hasil-hasil penelitian terdahulu dan yang ada

hubunganya dengan penelitian yang akan di lakukan dan harus di revisi terlebih dahulu

di dalam proposal penelitian ini penulis menggunakan beberapa buku sebagai bahan

referensi yang menimbulkan gagasan, konsep, teori,dan mengarah pada pembentukan

hipotesa, dan sumber informasi atau pendukung.

Ada beberapa buku yang mendukung dalam penelitian ini yang dapat dijadikan

referensi adalah O.H.S. Purba dan Elvis F. Purba, dalam bukunya Migrasi Spontan Batak

Toba (Marserak): Sebab, Motip, dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Dataran Tinggi

Toba. Menjelaskan bahwa orang Batak Toba pada mulanya berdiam di sekitar danau

Toba. Perkampungan leluhur mereka (Siraja Batak) adalah Sianjur Mula- Mula, di kaki

Gunung Pusuh Buhit. Dalam buku ini juga membahas faktor yang mendorong

perpindahan penduduk keluar dari Tapanuli Utara, Bagi orang Batak Toba, tanah

merupakan salah satu faktor produksi yang paling penting dan sumber penghasilan utama.

Begitu pula adat- istiadat berhubungan erat dangan tanah dan usaha pertanian tersebut.

Pertambahan penduduk yang pesat di Tapanuli menimbulkan tekanan terhadap lahan

pertanian dan perkampungan. Lahan yang semakin sempit dan kurang subur menjadi

salah satu alasan mengapa orang Batak Toba berpindah. Selain itu keluarga- keluarga

muda yang baru berumah- tangga (Manjae) mendorong penduduk mendirikan rumah-

rumah baru dan bahkan membuka kampung baru. Kampung baru yang telah di buka

menciptakan perpencaran dan jauh dari kampung induknya. Mereka mulai menyebar ke

(24)

Seiring dengan perkembangan zaman, Marserak mengandung pengertian yang

luas. Selain dari menyebar (perpindahan dari kampung halaman keluar wilayah budaya

sendiri), marserak memiliki arti mobilitas sosial dan ekonomi, pendidikan. Kemajuan

zaman yang berkembang dan kebutuhan manusia yang semakin banyak menyebabkan

pola hidup penduduk harus disesuaikan dengan perkembangan zaman tersebut. Buku ini

penulis gunakan untuk melihat faktor-faktor perpindahan etnis Batak Toba ke Desa

Simanduma.

Soejono Soekanto, dalam “Sosiologi Suatu Pengantar” (1970) Perubahan sosial

dipandang sebagai konsep yang serba mencakup seluruh kehidupan masyarakat baik dari

tingkat individu, kelompok masyarakat yang mengalami perubahan hal yang penting

dalam perubahan sosial menyangkut aspek, perubahan pola pikir, prilaku, nilai sosial,

interaksi sosial, norma-norma sosial, organisasi dan lapisan-lapisan masyarakat. Buku ini

membantu penelitian untuk melihat Keberadaan orang Batak Toba di daerah (tanoh)

Pakpak. Dalam bukunya Soejono Soekanto memaparkan Selain perubahan sosial juga

membahas mengenai proses sosial dan interaksi sosial. Bentuk umum proses sosial

adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan sebagai proses sosial) karena interasi

sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial dalam menjalani hidup

sehari-hari. Interaksi sosial merupakan hubungan yang dinamis yang menyangkut

hubungan antara individu-individu, antara kelompok dan orang dengan kelompok dengan

keterkaitan buku ini juga dapat menggambarkan interaksi sosial yang terjadi antara orang

Batak Toba dengan orang Pakpak di Desa Simanduma.

Koentjaraningrat, “Pengantar Ilmu Antropologi” Migrasi yang dilakukan orang

Batak Toba keluar Tapanuli akan membawa kebudayaanya ke tempat migrasi sehingga

(25)

yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang

berbeda setelah mereka bergaul secara insentif. Sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan

golongan-golongan itu masing-masing berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan

campuran dan. Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok

manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu

kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu

lambat laun diterima dan di olah dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya

kepribadian kebudayaan itu sendiri. Dengan adanya buku ini membantu penulis melihat

bahwah komunikasi dengan penduduk asli yakni orang Pakpak yang memiliki latar

belakang budaya yang berbeda maka dari itu di perlukan komunikasi dan interaksi sosial

agar tidak terjadi kesalah pahaman. Proses asimilasi dan akulturasi dengan keberadaan

orang Batak Toba di Desa Simanduma yang memiliki perbedaan bahasa dan adat istiadat

yang relatif memiliki perbedaan. Tetapi dalam hal ini orang Pakapak itu yang beradaptasi

terhadap etnis Batak toba sehingga buku ini sangat membantu dalam penulisan ini.

5. Metode Penelitian

Penulisan sejarah yang deskriptif –analitis haruslah melalui tahapan demi tahapan.

Ada empat tahapan Metode dalam penelitian sejarah: satu, heuristik (pengumpulan

sumber); dua verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber); tiga, interprestasi (analisa dan

sintesis); dan empat, historiografi (penulisan).

Metode penelitian adalah suatu hal penting yang tidak terpisahkan dari suatu

petunjuk teknis. Metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah. Metode

sejarah adalah suatu proses yang benar aturan-aturan yang dirancang untuk membantu

(26)

Langkah pertama yang penulis kerjakan yaitu Heuristik adalah pengumpulan

sumber-sumber atau data-data yang terkait dalam objek penelitian penulis dalam

berbagai sumber dalam hal ini penulis menggunakan metode library research (penelitian

kepustakaan) dan field research (penelitian lapangan), sumber tersebut merupakan

sumber primer dan sumber sekunder. Sesuatu prinsip yang harus di pegang dan di

lakukan oleh penulis didalam heuristik yaitu harus mencari dan mengumpulkan sumber

primer. yaitu sumber lisan berupa wawancara dengan masyarakat Batak Toba, Pakpak

dan aparat Pemerintah sedangkan penelitian kepustakaan library research mencari

sumber buku yang berhubugan dengan judul penelitian yang dilakukan.

Langkah kedua yaitu Kritik sumber (verifikasi), setelah sumber sejarah di

butuhkan semua terkumpul maka dilanjutkan dengan tahapan kritik sumber, hal ini di

lakukan untuk memperoleh keabsaan atau keaslian sumber atau data yang didapat.

Penulis dalam melakukan kritik sumber atau penyeleksian yang dilakukan terhadap

sumber-sumber melalui dua pendekatan intern dan ektern. Dimana dalam pendekatan

intern yang harus dilakukan yakni menelaah dan memverifikasi kebenaran isi atau fakta

sumber baik yang bersifat tulisan (buku, artikel, laporan dan arsip) maupun sumber lisan

(wawancara) kritik ektstern yang di lakukan dengan cara memverifikasi untuk melakukan

keaslian sumber baik sumber lisan maupun sumber tulisan. Hal ini dilaksanakan agar

penulis dapat menghasilkan suatu tulisan yang benar-benar objektif yang berasal dari

data-data yang terjaga keasliannya dan keobjektifanya tanpa ada unsur subjektifitas yang

mempengaruhi hasil penulisannya.

Langkah ketiga yang dilakukan yaitu interprestasi, setelah data tersebut melewati

kritik sumber maka penulis melakukan tahapan yang ketiga yaitu penafsiran atau

(27)

untuk menghilangkan kesubjektifitasanya sumber. Interprestasi ini dapat di katakan data

sementara sebelum penulis membuatatkan hasil keseluruhan dalam suatu penulisan.

Langkah selanjutnya dan yang terakhir yaitu Historiografi, tahapan ini berisi

tentang penulisan, pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah di lakukan.

Layaknya penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan

layaknya penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah hendaknya dapat

memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian, sejak dari awal (heuristik)

sampai dengan akhir yaitu penarikan kesimpulan sehingga dapat dikatakan penulisan

tersebut bersifat kronologis atau sistimatis. Berdasarkan penulisan sejarah itu pula akan

dapat dinilai apakah penelitiannya berlangsung sesuai dengan prosedur yang

digunakannya tepat atau tidak, apakah sumber data yang mendukung penarikan

kesimpulanya memilik validitas yang memadai atau tidak, jadi dengan penulisan sejarah

(28)

BAB II

LATAR BELAKANG MIGRASI BATAK TOBA KE DESA SIMANDUMA

2.1 Pengertian Migrasi

Migrasi Penduduk dalam kehidupan manusia bukanlah merupakan hal yang baru

lagi melainkan sebaliknya telah terjadi dimana-mana. Migrasi dalam artian sederhana

yaitu berpindah tempat tinggal yang tanpa disadari telah memainkan peranan penting

dalam sejarah umat manusia yang disebabkan oleh bermacam- macam faktor. Pengertian

migrasi secara sederhana adalah pepindahan penduduk dari suatu tempat menuju tempat

lain10

10

op cit. Merisdawati Limbong, Hal 26.

.

Namun demikian, migrasi merupakan bagian tabiat manusia, tidaklah dapat

dibenarkan tanpa diikuti sejumlah faktor. Alasannya adalah sifat manusia untuk hidup

aman tenteram dan berkecukupan tanpa gangguan dari pihak lain. Bila pada suatu tempat

yang dirasakan aman dan mencukupi kebutuhan hidupnya, manusia akan berpindah ke

tempat itu. Namun jika terdapat gangguan keamanan dan kedamaian yang disebabkan

faktor dari dalam dan luar maka perpindahan menjadi keharusan untuk selanjutnya

mencari daerah yang lain sebagai pemukiman. Pada pihak lain, perpindahan telah menjadi

suatu kebiasaan dari sifat manusia. Artinya gangguan dan keamanan berupa tantangan

senantiasa sulit untuk dihadapi sebagai jawabannya adalah berpindah dari suatu tempat ke

tempat yang lain pada setiap saat. Hal tersebut banyak terdapat di beberapa daerah di

Indonesia. Mereka hidup secara nomaden karena merupakan kebiasaan atau yang lebih

(29)

Perpindahan penduduk dalam beberapa bagian tertentu selalu dihubungkan

dengan kondisi sosial ekonomi di daerah asalnya. Meskipun sulit diterima secara

keseluruhan tetapi baik dalam penelitian di lapangan maupun yang terdapat dalam sumber

kepustakaan, hal tersebut merupakan faktor penentu.

Migran yang melakukan perpindahan ini setelah berada di daerah baru tidak

berkeinginan untuk kembali lagi karena keinginan untuk memperoleh hidup yang lebih

baik sudah tepenuhi seperti memiliki tanah dan rumah serta dapat menyekolahkan

anak-anak mereka11

Marserak memiliki pengertian selain mengandung arti menyebar (pindah dari

kampung halaman keluar wilayah budaya sendiri), dalam percakapan sehari-hari ada

beberapa istilah yang digunakan dalam menggambarkan marserak yaitu: manombang,

mangaratto, marjalang, marlompong, mangombo, mangalului jampalan na lomok atau

. Seperti orang Batak Toba yang melakukan perpindahan ke Desa

Simanduma yang lebih banyak hidup menetap.

2.2 Sejarah Migrasi Batak Toba

Pada dasarnya arti marserak ialah menyebar keseluruh wilayah marga sendiri dan

apabila tidak memungkinkan lagi perluasan wilayah berlangsung kedaerah-daerah yang

tanahnya belum dimiliki oleh marga lain, daerah-daerah mana kemudian dapat dijadikan

areal pertanian dan perkampungan. Dalam perkembangan selanjutnya orang Batak Toba

menyebar ke berbagai daerah diluar wilayah budaya sendiri. Perkampungan yang dibuka

sendiri (atau dengan anggota keluarga atau teman sekampung) dan tinggal didaerah lain

biasanya dianggap sebagai perluasan kampung induk.

11

(30)

masiampapaga na lomak.12

Gerakan lain disebut dengan Mangaranto. Umumnya orang-orang yang disebut

pangaranto pada awalnya hanya kaum laki-laki yang belum berkeluarga. Mereka

meninggalkan Desanya pergi ke kota-kota diluar Tapanuli Utara untuk memperoleh

pekerjaan diluar sektor pertanian. Gerakan penduduk dalam bentuk lain dengan tujuan

tidak menetap dengan motivasi yang kurang jelas, disebut dengan marjalang umumnya

marjalang dilakukan oleh kaum laki-laki yang tergolong malas yang tidak mau bekerja di

Desanya. Mereka meninggalkan Desanya karena dia merasa tidak betah tinggal disana,

dan akhirnya timbul niat mencari pengalaman di tempat lain. Mereka tidak tergantung

pada ada tidaknya keluarga atau famili didaerah yang akan dituju. Biasanya mereka tidak Istila-istilah ini pada umumya mempunyai tujuan yang sama,

yaitu pergi kedaerah lain, diluar kabupaten atau propinsi. Perbedaan istilah yang satu

dengan yang lain didasarkan pada siapa, kapan dan bagaimana sifat dari masing-masing

perpindahan tersebut.

Manombang berarti membuka lahan atau pemukiman yang baru atau

meninggalkan kampung halaman, pergi keluar wilayah Tapanuli Utara untuk membuka

lahan pertanian baru sekaligus mencai sumber tambahan pendapatan disektor partanian

didaerah lain yang sifatnya masih bukaan baru. Manombang ini bukan hanya dilakukan

oleh yang sudah berkeluarga tetapi juga oleh kaum muda, yang pada awalnya ingin

menguasai serta memiliki areal pertanian yang lebih luas dapat membangun dan

menghidupi keluarganya kelak jika pindah ke daerah tujuan. Apabila

kemungkinan-kemungkinan disana lebih baik dibanding dengan daerah asal, dapat mempercepat

perpindahan keluarga kedaerah baru tersebut.

12

(31)

di latarbelakangi harapan yang cerah dan muluk-muluk, dengan semangat pantang

menyerah dalam dirinya timbul semangat untuk berhasil semakin kuat.

Kemajuan zaman yang berkembang dengan cepat dan kebutuhan hidup yang

semakin banyak menyebabkan pola hidup penduduk harus disesuaikan dengan

perkembangan tersebut. Mereka berusaha untuk memenuhu kebutuhan yang beraneka

ragam itu, yang mungkin sangat sulit dipenuhi jika tetap tinggal dan menetap

dikampungnya. Tidak jarang anggota atau satu keluarga meninggalkan desanya pindah ke

daerah lain usaha untuk mencari sumber penghidupan yang lebih baik dibanding dengan

didaerah sendiri pada umunya disebut mangalului jampalan nalomak atau marsiapapaga

nalomak . Gerak penduduk yang demikian biasanya dilakukan untuk tujuan menetap.

Mereka pindah tidak hanya pada sektor pertanian tetapi juga berbagai aktivitas yang dapat

memberikan pendapatan dan meninggalkan status sosialnya. Gerakan ini pada umumya

dilakukan oleh kaum muda maupun yang sudah bekeluarga. Mereka yang menyadari

bahwah kemungkinan berhasil didesanya sangat kecil mendorong mereka pindah ke

daerah lain sebagai salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan yang sudah lama

dideritanya.

Sementara itu, adapula yang pindah secara musiman, mungkin dilakukan oleh

kaum muda maupun yang sudah berkeluarga, pada musim-musim tertentu. Biasanya

perpindahan semacam ini terjadi ke sektor pertanian dengan tujuan untuk mengisi

kekosongan waktu sekaligus menambah pendapatan keluarga. Inilah yang disebut

mangombo. Mereka bekerja sebagai tenaga upahan di sektor pertanian selama musim

tidak sibuk dikampung halaman. Perpindahan ini bersifat sirkuler bergantung pada dapat

tidaknya mereka meninggal lahanya (tidak bekerja) di kampungnya. Mereka mencari

(32)

berkeluarga datang sebagai tenaga upahan pada musim-musim kerja atau panen didaerah

yang akan di tuju biasanya mereka yang melakukan perpidahan semacam ini biasanya

dapat di sebut juga mardua huta (dua kampung) setelah pekerjaan dirasa telah selesai

maka mereka kembali lagi kedaerah asal dengan membawa hasil upah dari pekerjaan

yang dilakukan.

Gerakan penduduk yang lain disebut dengan marjojo dan marrengge-rengge.

Kedua istilah ini selalu ada hubunganya denga kegiatan ekonomi. Marjojo merupakan

kegiatan menjual barang dagangan yang dilakukan secara berkeliling kedaerah-daerah

tertentu. Pada umumya dilakukan oleh kaum laki-laki, kemudian ada yang namanya

marengge-rengge merupakan kegiatan yang dilakukan kaum wanita yang

memperdagangkan hasil-hasil pertanian dalam jumlah yang relatif kecil kedaerah lain.

Marjojo berbeda marengge-rengge dilihat dari waktu dan jenis barang yang dijual.

2.3Proses Migrasi

Kehadiran kolonial Belanda dan usaha misioner Jerman yang ingin memperluas

daerah kerjanya sangat berpengaruh terhadap orang Batak Toba. Pemerintah kolonial

yang ingin memperluas daerah kolonialnya dan ingin menguasai daerah-daerah Batak

lainnya termasuk Dairi yang pada saat itu masih merdeka dari kekuasaan lain, akhirnya

melakukan perang. Perang Batak pada waktu itu dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja

XII. Perang ini merupakan jawaban terhadap rencana Belanda yang mau menguasai

seluruh Tanah Batak. Pada Tahun 1906 tentara Belanda membawa 400 orang

(33)

untuk membantu Belanda mematahkan pejuang-pejuang Batak yang menantang Kolonial

Belanda13

Setelah Dairi dikuasai dan tugas Civil Gezaghebber yang telah ditempatkan dua

tahun sebelumnya di Dairi semakin banyak mengeluarkan tenaga kerja. Maka tahun 1907

pemerintah kolonial membawa beberapa orang dari Tarutung menjadi pengawai

pemerintahan ke Sidikalang. Hal ini mengakibatkan semakin banyak orang Batak Toba

yang tinggal di Dairi. Dalam kurun waktu dua tahun orang-orang dari Humbang.

Silindung, maupun Toba Holbung datang ke Sidikalang untuk melihat keadaan sekaligus

bertempat tinggal disana. Kehadiran mereka mempercepat Sidikalang menjadi kampung

yang ramai

14

Pada tahun 1908 jumlah orang Batak Toba yang tinggal dan menetap di Dairi

sudah ratusan dan tahun-tahun selanjutnya jumlah Batak Toba yang mengadakan migrasi

ke Dairi terus meningkat. Dari Sidikaling mereka berangkat menuju arah barat laut dan

membentuk perkampungan baru seperti Buluduri, Kanopan, Kintara Jumahteguh dan ada

yang sampai Tigalingga, dan kemudian ke Panji. Hingga dasawarsa (1916- 1925) jumlah

pendatang Batak Toba sekitar 1.500 orang pertahunnya. Semakin banyak jumlah

pendatang semakin banyak sumber berita tentang Dairi kepada saudara- saudara mereka

yang ada di Bonapasogit15

Sejak tahun 1925 Dairi semakin di kenal sebagai daerah panombangan. Orang-

orang dari Holbung, Silindung, dan Toba Holbung tidak hanya berbondong- bondong ke

Sidikalang atau daerah- daerah yang sudah ditempati pendatang yang sudah lebih dulu,

tetapi juga mencari daerah- daerah baru ke seluruh pelosok Dairi bahkan ada yang sampai .

13

Elvis. F. Purba., O.H.S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara (Suatu Deskripsi), Medan: Monora, 1997, Hal 50.

14

Ibid, Hal 36.

15

(34)

ke Tanah Alas dan Singkil.16

Keanekaragaman suku bangsa yang tinggal di Dairi didominasi oleh orang Batak

Toba. Menurut data sensus 1930, penduduk utama Dairi adalah Batak Toba, Pakpak, dan

Karo. Jumlah penduduknya pada waktu itu sebanyak 54.037 jiwa yang terdiri dari 53.307

orang Batak Toba, 277 orang Cina, dan 20 orang Eropah. Dari antara Etnis Batak, orang

Toba sebanyak 24.893 jiwa, Pakpak sebanyak 18.888 jiwa, Karo sebanyak 8.892 jiwa,

Simalungun sebanyak 548jiwa, Angkola sebanyak 42 jiwa, Mandailing sebanyak 29 jiwa

dan Batak lainnya 15 jiwa. Pada waktu itu penduduk kota Sidikalang sudah ada sekitar

3.000 jiwa. Dilihat dari agama yang dianut penduduk Dairi terdapat 13.561 yang Mereka mendirikan rumah- rumah sederhana di ladang-

ladang mereka atau beberapa marga dari daerah asal yang sama mendirikan satu kampung

di daerah yang baru ditempati. Maka tidak heran kalau di temukan pada satu tempat yang

semuanya satu marga (klen). Pendatang dari Humbang dan Toba Holbung ada yang

membuka lahan persawahan dan tentu lebih banyak yang membuka kebun kopi karena

kondisi daerah yang cocok untuk tanaman keras dan tanaman muda.

Namun dikemudian hari, keterbatasan lahan persawahan menjadi faktor

pendorong bagi mereka untuk meninggalkan daerah yang baru ditempati di Dairi. Bagi

sebagian orang, kebun kopi kurang menarik perhatian mereka. Setelah beberapa tahun,

yaitu berkisar lima atau sepuluh tahun. berdomisili di suatu tempat mereka pindah lagi

untuk mencari lahan persawahan yang lebih luas. Sementara itu Sidikalang sudah berubah

menjadi kota dan paling ramai di Dairi. Kota ini menjadi daerah transit

pendatang-pendatang baru dari Toba Holbung, Humbang, dan Silindung, untuk meneruskan

perjalanan ke daerah lainnya.

16

(35)

menganut agama Kristen, 6.449 menganut agama Islam, dan 33.246 menganut agama

suku. Angka-angka ini menunjukkan bahwa 46 persen dari penduduk Dairi adalah orang

Batak Toba, yang jumlahnya lebih banyak dari penduduk setempat(Pakpak).17

2.4Migrasi Orang Batak Toba Secara Langsung

Keberadaan orang Batak Toba di Desa Simanduma diperkirakan sudah terjadi

pada masa kolonial Belanda berkuasa di Dairi, banyak orang Batak Toba yang pindah

dari Dairi seperti ke Tanah Alas, Sumbul Pegagan, Parbuluan, Salak, Buluduri,

Tigalingga. Kanopan, Kintara, Jumateguh sebagian kecil ke Singkil (Aceh Selatan) dan

sampai ke Desa Simanduma. Salah satu penyebabnya adalah lahan persawahan yang

terbatas di Sidikalang dan jumlah penduduk yang terlalu banyak sehingga mereka

mencari lahan yang masih kosong yang masih tersedia terutama daerah yang memiliki

aliran sungai yang dekat dengan perkampungan karena air salah satu syarat untuk

persawahan.

Migrasi ini terjadi akibat dibukanya seperti jaringan perrhubungan dan

pembukaan jalan- jalan yang menghubungkan daerah Simanduma dengan daerah lainnya

seperti daerah Sidikalang, Tigalingga dan Sumbul Pegagan sehingga turut mempermudah

dan mempercepat arus perpindahan secara langsung bagi orang Batak Toba ke daerah ini.

Selain faktor penyebab migrasi Batak Toba di daerah ini secara langsung yaitu keadaan

ekonomi karena keterbatasan lahan pertanian di daerah asalnya dimana peduduk sudah

semakin banyak, sementara di daerah Simanduma lahan pertanian masih banyak tersedia

lahan kosong. Disamping itu yang tidak bisa diabaikan adalah falsafah hidup atau nilai

budaya yang dianut Batak Toba yang di kenal dengan istilah 3H seperti yang dijabarkan

17

(36)

di atas, yaitu hamoraon, hagabeon, dan hasangapon, hal inilah yang sekarang ini

memotivasi orang Batak Toba melakukan migrasi.

Proses migrasi orang Batak Toba ke Desa Simanduma terjadi tahun 1925 dan

terjadi secara langsung ke daerah tujuan dan ada pula migrasi yang terjadi secara tidak

langsung atau migrasi ke daerah lain terlebih dahulu baru bermigrasi ke Desa

Simanduma. Dalam proses bermigrasi langsung maupun secara tidak langsung biasanya

para migran yang sudah berumah tangga tidak langsung memboyong keluarganya ke

daerah tujuan migrasi, tetapi di antara mereka yang terlebih dahulu bermigrasi adalah

para suami karena mereka belum mempunyai tempat tinggal menetap dan biasanya

mereka tinggal di rumah-rumah saudaranya yang sudah terlebih dahulu tinggal di daerah

itu yang sudah mempunyai ladang sendiri dan tanah sehingga orang Batak Toba yang

memiliki banyak tanah di sewakan kepada mereka yang baru datang dari daerah asal18

2.5Faktor Pendorong Dari Daerah Asal

.

Setelah dirasa mampu untuk membiayai keluarganya, maka mereka menjemput istri dan

keluarganya untuk pindah ke tempat tujuan yaitu Desa Simanduma.

Keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik adalah keinginan setiap

manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia ingin mendapatkan secarah mudah.

Perkerjaan petani yang dirasakan tidak memberikan harapan kemajuan. Untuk

menciptakan cita-cita dan idaman, masyarakat agraris melakukan perpindahan dari satu

Desa ke Desa lain secara berkelompok atau perorangan. Kekayaan, kehormatan dan

kebahagian (hamoraon, hasangapon, dan hagabeon) adalah tujuan hidup masyarakat

18

(37)

Batak Toba.19

2.5.1 Geografis

Dasar pemikiran ini merupakan wujud dari kebudayaan sebagai ide dan

gagasan yang terus terwarisi dan mendarah daging bagi masyarakat. Yang melekat pada

pola pemikiran dan sikap tingkah laku masyarakat Batak Toba.

Persoalan mengenai transmigrasi tidak bisa dilepaskan dari persoalan tanah.

Menurut Mubyabto, bahwah berdasarkan pengalaman trasmigrasi mempunyai kaitan erat

dengan kebijakan dibidang pertanahan. Persoalan ini muncul karena tanah adalah

penyebab dan sekaligus adalah harapan bagi para trasmigrasi. Keinginan penduduk

memiliki tanah yang baru sebagi tempat tinggal ataupun sabagai mata pencaharian.20

Letak geografis suatu daerah sangat mempengaruhi kehidupan masyarakatnya

yang tinggal di daerah itu, sama halnya dengan masyarakat orang Batak Toba yang secara

geografis mempengaruhi kehidupan orang Batak Toba dengan segala sistem

kehidupannya. Dilihat secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara terletak pada 1˚ -20¹-

2º4¹LU dan 98º 10¹ -99º 35¹ BT dengan luas seluruhnya 1.060.530 Ha. Sebagian besar

daerahnya berupa dataran tinggi yang dikenal dengan dataran tinggi Toba dan berada

pada punggung jajaran Bukit Barisan. Jika dilihat dari ketinggian permukaan laut maka

daerah ini berada diantara 300 sampai dengan 1500 m di atas permukaan laut. Tofografi

bergelombang sampai curam dengan kemiringan antara 0 sampai dengan diatas 40%21

19

Dalam nilai filosofi Batak Toba hamoraon, hasangapon, dan hagabeon adalah tujuan orang Batak Toba yang kadang ditambah dengan sahala. Setiap keluarga mendambakan banyak keturunan dan panjang umur (gabe), kekayaan dan kesejahteraan (mamora), wibawa sosial (sangap), dan memiliki kemampuan berkuasa (sahala harajaon) serta kemampuan untuk dihormati (sahala hasangapon). op cit. O.H.S Purba, 1997, Hal 21.

20

Mubyabto “Pengantar Ekonomi Pertanian”, Jakarta: LPS3ES, 1989, Hal 44.

21

O.H.S Purba Elvis F. Purba, op cit. Hal 29.

(38)

Dengan melihat uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa keadaan permukaan

tanah yang bergunung-gunung dan berlembah- lembah menyebabkan berbagai hambatan

dalam usaha perkembangan usaha pertanian seperti perluasan tanah pertanian, perluasan

areal permukiman juga kesulitan untuk pembangunan jalan dan sarana pengairan. Daerah

Tapanuli Utara kurang menguntungkan menyebabkan dampak negatif terhadap lahan

pertanian yang akhirnya mendorong penduduk, terutama pada petani yang pindah dan

mencari daerah yang lebih baik. Selain itu kesuburan tanah yang kurang mendukung dan

musim yang kurang baik mempengaruhi pertanian sehingga mempengaruhi panen di

didaerah asal22

Pada dasarnya manusia tidak ingin hidup dengan kondisi kemiskinan dan manusia

itu tidak ada yang selalu merasa puas dalam hidupnya. Demikian pula halnya dengan

setiap orang Batak Toba yang selalu mendambakan Hamoraon dan Hasangapon, karena

orang Batak Toba beranggapan bila hamoraon dan hagabeon sudah tercapai maka

hasangapon juga akan tercapai. Orang Batak Toba melakukan perpindahan ke Desa

. Kegagalan musim panen pada masa dahulu sering terjadi karena musim

kering yang berkepanjangan, seperti di daerah Humbang Samosir.

Hasil pertanian seperti beras, jagung, dan ubi jalar yang merupakan kebutuhan

pokok bagi penduduk semakin berkurang. Hal tersebut terjadi disebabkan semakin

banyak lahan pengairan menjadi lahan kering, sehingga sektor pertanian tidak mampu

lagi memenuhi kebutuhan yang semakin lama semakin meningkat. Kondisi ini menjadi

salah satu faktor pendorong perpindahan penduduk dari daerah ini ke daerah lain di luar

Tapanuli

2.5.2 Faktor Ekonomi

22

(39)

Simanduma karena perkiraan mereka lebih senang disana (tempat rantauan) karena masih

terbukanya lahan ekonomi yang dapat dikelola. Keadaan ekonomi yang pas-pasan

didaerah asal membuat mereka ingin mencari yang lebih baik.23

Akibat jumlah penduduk yang terus bertambah menyebabkan berkurangnya lahan

pertanian dan sekaligus mengakibatkan kemiskinan ditengah- tengah keluarga orang

Batak Toba. Sektor pertanian sebagai sumber utama mata pencaharian sudah tidak dapat

diharapkan lagi, namun adanya prinsip Batak Toba lulu Anak, lulu Tano24 yang

merupakan jabaran dari hagabeon, hamoraon, dan hasangapon, maka sektor pertanian

masih tetap bertahan25

Kebutuhan hidup yang beraneka ragam semakin mengalami peningkatan dan

jumlah anggota keluarga juga semakin bartambah. Hal ini tidak didukung dengan adanya

peningkatan pendapatan ekonomi pada satu keluarga. Sedangkan sektor pertanian yang

tidak dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin besar. Keadaan

lahan yang tandus dan iklim yang tidak mendukung menyebabkan kesulitan ekonomi

yang semakin lama semakin terdesak. Ketidak cukupan atau ketidak mampuan lahan

untuk menjamin kelangsungan hidup seluruh anggota keluarga mendorong orang batak

toba tersebut untuk mencari perluasan lahan-lahan pertanian baru terutama persawahan . Karena dalam pandangan Batak Toba tanah merupakan lambang

kekayaan dan kehormatan yang akan mempertinggi status sosial baik ditengah- tengah

masyarakat, bahkan pandangan ini sudah mendarah daging dalam kehidupan setiap orang

Batak Toba yang merupakan perjuangan hidup mereka. Tanah pada masyarakat Batak

Toba berfungsi ganda sebagai lahan pertanian maupun sebagai tanah warisan yang akan

di berikan kepada anak-anaknya kelak jika dia sudah meninggal.

23

Wawancara Sunggul Sinaga, Simanduma, 3 juni 2013

24

Yang memiliki arti harafiahnya suka akan anak (supaya gabe), juga suka akan tanah. log cit. O.H.S Purba. Elvis f Purba, 1997. Hal 26.

25

(40)

tidak memungkinkan lagi. Alasan untuk meninggalkan kampung halaman pada umumnya

disebabkan faktor ekonomi, selain itu adanya faktor geografi dimana untuk pembukaan

lahan baru tidak memungkinkan lagi. Dengan demikian maka orang Batak Toba akan

melaksanakan migrasi ke daerah lain namun tidak akan meninggalkan adat yang telah

mendarah daging bagi mereka sejak dari daerah asal.

2.5.3 Demografi

Tekanan terhadap lahan pertanian semakin besar dan jumlah penduduk yang

secara alamiah bertambah dengan pesat sesuai dengan idaman setiap keluarga yang

mendambakan banyak keturunan (gabe) . T.R Mahthus seorang tokoh antropologi

berpendapat bahwah yang menyebabkan kemelaratan yang menimpa penduduk adalah

karena tidak terdapatnya keseimbangan perbandingan antara bertambahnya penduduk dan

bertambahnya bahan makanan yang didapat oleh masyarakat26

Tanah memegang peranan yang penting dalam adat Batak Toba. Dengan memiliki

tanah yang banyak akan dipandang masyarakat yang memiliki status yang tinggi. Setiap

orang mendambakan banyak anak sebagai penerus keturunan (gabe), dibarengi dengan

limpahan ternak dan pertanian karena hal ini melambangkan hagabeon sejati. Idaman ini

harus didukung oleh kedaulatan di daerah (tanah) sendiri, karena tanah memiliki aspek . Ini yang terjadi di

Tapanuli Utara, bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun dimana tiap keluarga

yang mendambakan keluarga (gabe) akan tetapi hasil panen yang diolah tidak bisa

mencukupi semua anggota keluarga. Tanah yang tandus dan iklim yang kurang baik

menyebabkan penentuan dari jenis tanaman dan hasil panen yang diterima tidak dapat

mencukupi kebutuhan keluarga yang semakin bertambah.

26

(41)

ganda, sebagai sumber mencari penghidupan melalui pembukaan lahan pertanian untuk

menghidupi anggota keluargan dan keturunan yang akan datang serta untuk menggapai

ke-kepala-an, sebagaimana terkandung dalam ungkapan lulu anak lulu tano. Setiap

keluarga muda yang sudah berdikari, manjae secara tidak langsung didorong untuk

membangun kampung-kampung baru.

Pemberian sebidang tanah kepada anak yang telah bekeluarga dalam bentuk tanah

panjaean, dan tanah parbagianan, menyebabkan perpecahan dan perpencaran lahan

pertanian. Selain masalah tanah adat yang tidak diusahai sepenuhnya karena sudah

merupakan gumul na so tupa bagion, asimun na so bolao. Pemberian tersebut

menyebabkan semakin banyak rumah tangga petani yang memiliki dan menguasai lahan

yang sempit. Sifat dasar orang Batak yang rindu berkawan (sihol mardongan),

memperbesar arus perpindahan dari satu kampung mengikuti teman sekampung yang

pindah terlebih dulu ke daerah lain. Teman atau saudara yang sudah pindah akan memberi

kabar kekampung halaman, ini menyebabkan penduduk yang berada dikampung halaman

ikut melakukan perpindahan karena lahan yang lebih subur didaerah lain dan keinginan

dapat lebih maju seperti temannya.

2.5.4 Faktor Budaya

Konteks kultural mengenai sahala hasangapon melekat pada diri orang Batak

Toba. Sahala adalah sifat tondi (semangat sebagai esensi manusia), yaitu watak alami

selain kekuasaan dan wewenang manusiawi. Sahala seseorang sebagai kekuatan

tondinya, hasangapon berarti suatu kualitas yang dihormati sebagai akibat dari

(42)

berarti bahwah seseorang itu patut dihargai oleh orang lain. Supaya mendapat kualitas ini,

orang harus mengambangkan sahala harajaonnya (kerajaan pribadi).

Namun sahala hasangapon baru menjadi kenyataan apabila seorang telah

memperlihatkan prestasinya. Misalnya, seorang laki-laki dengan memilki banyak anak

dan cucu serta berhasil dalam pertanian atau pekerja-pekerja lain. Karena itu, di Batak

Toba yang bertani subtensial, tanah dan anak merupakan faktor penting dalam

membangun harajaon (karajaan), yang merupakan pertanda dimilikinya sahala

hasangapon. Dari tanah dan anak bisa diperoleh kekuasaan dan kekayaan. Paradigma ini

tentu saja bisa mendorong dinamisme dan ambisi seseorang. Dalam hal ini, jelaslah

bahwah kompleks sahala hasangapon juga mendorong orang Batak Toba untuk pindah

dan mendirikan “kerajaan-kerajaan” baru.

2.5.5 Pembukaan Jaringan Jalan

Jalan darat merupakan satu- satunya sarana perhubungan utama di Tapanuli

(kecuali sekitar Danau Toba). Jalan-jalan setapak semakin penting untuk mempercepat

arus perhubungan dari satu daerah ke daerah lain. Pemerintah kolonial Belanda merekrut

orang Batak Toba untuk dipekerjakan untuk pembangunan jalan tersebut, baik untuk

tujuan perluasan jajahan maupun untuk tujuan lain. Pada waktu hubungan lalu lintas

masih mempergunakan jalan setapak, perpindahan penduduk dari Tapanuli ke Dairi

ditempuh dalam beberapa hari perjalanan, tetapi pada tahun- tahun berikutnya. setelah

kondisi jalan- jalan menjadi lebih baik maka hubungan antar daerah semakin lancar dan

perjalanan ke Dairi semakin mudah. Tapanuli semakin terbuka dengan daerah luar akibat

dibukanya jalan- jalan yang lebih baik antara lain dengan dibukanya jalan dari Tarutung-

(43)

Tarutung- Pahae- Padang Sidempuan dan jalan Doloksanggul- Pakkat-Barus-Sibolga

merupakan jalan keluar utama dari Tapanuli27

Dalam pembukaan jalan-jalan tersebut pemerintah kolonial Belanda

membutuhkan banyak pekerja yang berasal dari penduduk pribumi. Masyarakat dipaksa

dengan kerja keras (rodi) yang menyebabkan penderitaan bagi rakyat. banyak orang

Batak Toba ada yang berpindah ke daerah lain untuk menghindarkan diri dari kerja rodi.28

Dampak lain dari pembukaan jaringan jalan yang semakin luas itu ialah

masyarakat daerah Tapanuli semakin terbuka dari pengaruh-pengaruh dan akibat-akibat

yang beranekaragam sifatnya. Pada masa kolonial Belanda jaringan jalan di daerah

pedalaman diikuti oleh pembangunan jalan besar. Seperti dari perbatasan Aceh melalui

kota Pangkalan Berandan, Tanjung Pura, Binjai, Medan, Lubuk Pakam, Tebing Tinggi,

Kisaran sampai ke Rantau Prapat. Selain jalan utama tersebut, jalan Berastagi dan

Kabanjahe di Dataran Tinggi Karo dan Jalan melalui Simalungun ke Danau Toba yang

terus ke Tapanuli dan Sibolga

Mereka menganggap bahwa rodi merupakan jenis perbudakan sehingga mereka kurang

suka pindah atau memasuki daerah lain dimana akan diadakan pembukaan jalan baru. Hal

seperti ini diantaranya terjadi pada waktu membuka jalan antara Barus- Sibolga-

Batangtoru dan Angkola – Mandailing, yang pada waktu itu sudah termasuk wilayah

Keresidenan Tapanuli.

29

27

op. cit.Elvis. F. Purba, O.H.S, Purba, 1997, Hal 91.

28

Ibid, Refi Roslila Siringo-Ringo, 2008. Hal 54.

29

Ibid, Hal 93.

. Pembangunan jalan di sekitar Danau Toba memberi

kemudahan bagi penduduk Batak Toba meninggalkan kampung halamannya menuju

(44)

Doloksanggul- Hariara Pintu ke Sidikalang sehingga mempercepat orang- orang Batak

Toba dari daerah Silindung pindah ke Dairi.

2.6 Faktor Penarik Dari Daerah Tujuan

2.6.1 Ekonomi Yang Lebih Baik

Sebagai faktor penarik yang menyebabkan Desa Simanduma menjadi pilihan para

migran Batak Toba adalah kesempatan dalam bidang ekonomi sangat luas terutama pada

persawahan yang masih tersedia. Di Desa Simanduma itu sendiri banyak tersedia aliran

sungai sehingga sangat baik untuk daerah persawahan. Migrasi Batak Toba ke desa

Simanduma di pengaruhi oleh kondisi geografis dan sulitnya masalah ekonomi Tapanuli.

Desa Simanduma menjanjikan berbagai kemudahan dan fasilitas yang dapat

dimanfaatkan demi meningkatkan pendapatan orang Batak Toba.

Salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha peningkatan produksi pertanian

melalui pasca usaha pengairan. Air adalah syarat mutlak bagi kehidupan dan

pertumbuhan tanaman air dapat datang dari hujan atau harus melalui pengairan yang

diatur manusia keduanya harus disesuaikan agar benar-benar tanaman mendapat air

secukupnya, yang dimaksut dengan pengairan sebenarnya meliputi “pengaturan

kebutuhan air” bagi tanaman sehingga didalamnya termasuk juga drainase. Disamping

pengairan banyak di pakai kata irigasi air untuk membawa air dari sungai ke

sawah-sawah30

Keberadaan lahan di Desa Simanduma sebagian besar berbukit-bukit dan

gunung-gunung yang bergelombang dan kemiringan lahan yang bervariasi yang hanya sebagian

30

(45)

yang rata dan datar. Hasil produksi dari Desa Simanduma yang sesuai dengan keadaan

alamnya maka mata pencaharian masyarakat umumnya adalah bercocok tanam. Lahan

didaerah ini sangat cocok tanaman muda dan tanaman keras seperti kopi, jagung jahe,

cabe, dan sayur-sayuran. Salah satu tanaman di daerah ini yang paling di unggulkan

adalah tanaman kopi. Kopi robusta dan kopi arabika (kopi ateng) yang paling banyak

dibudidayakan masyarakat karena tanaman kopi bisa di bilang sigarar utang kopi disebut

sebagai sigarar utang karena untuk memperoleh hasil panen dari kopi terutama kopi

Arabika ( kopi ateng) itu sendiri dipetik dua kali dalam satu bulan. Sehingga sangat

membantu dalam memenuhi kehidupan sehari-hari masyarakat.

2.6.2 Terbentuknya Jaringan Jalan

Sebelum dibukanya jalan yang lebih besar masyarakat Desa Simanduma

menggunakan kuda (marhoda boban) dan kerbau (padati) sebagai alat transportasi untuk

membawa hasil-hasil pertanian kepasar (onan).31

31

Wawancara Sunggul Sinaga, Simanduma, 13 juni 2013

Masyarakat juga membuat jembatan

gantung yang menghubungkan antara Sidikalang dan Desa Simanduma, tetapi karena

harus melalui hutan dan jalan yang terterlalu curam dan sangat berbahaya sehingga

ditinggalkan oleh penduduk seiring dibukanya jalan yang lebih baik yang

menghubungkan kecamatan Sumbul Pegagan sampai Sidikalang. Tidak dipungkiri bahwa

jalan ini memiliki cerita tersendiri bagi penduduk Desa Simanduma. Jalan ini sangat

bermamfaat bagi orang Batak Toba dan masyarakat Pakpak untuk menjual hasil pertanian

dan membeli kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Seiring dengan berjalanya waktu

kondisi jalan di Desa Simanduma ini sudah lebih baik, sehingga dapat memperlancar dan

Gambar

Tabel 2
Table 2
Table 3

Referensi

Dokumen terkait

Subyek penelitian adalah orangtua dan anak suku bangsa Batak Toba dan Melayu, yang bertempat tinggal di desa asalnya, yaitu suku bangsa Melayu di desa Bogak, dan suku bangsa

Strategi bertahan hidup etnis Batak Toba di permukiman kumuh Desa Kenangan Lama adalah dengan melibatkan ibu rumah tangga untuk bekerja di sektor informal

Misalkan saja jika seorang lelaki Toba ( Paranak ) ingin menikah dengan etnis lain atau perempuan dari suku lain selain Batak, maka penting untuk perempuan yang berlain etnis

Dalam hal ini interaksi yang terjadi adalah interaksi antar kelompok satu dengan kelompok lainnya, yaitu suku Batak Toba dan suku Batak Pakpak dalam kegiatan sehari-hari yang

Batak untuk merangkul ke lima etnis (Toba, Karo, Simalungun, Pakpak dan Mandailing), maka orang yang mempertahankan tersebut pasti mendapat keuntungan di balik penggunaan nama

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Identitas diri para informan sebagai etnis Batak Toba memang sudah terlihat, seperti yang diketahui bahwa mahasiswa Batak

“Mangain Marga (Pemberian marga kepada Orang Non Batak Perkawinan Adat Batak Toba di Kota Dumai)’’. Penelitian ini perlu dilakukan mengingat pada saat ini sudah

Dari tabel 1.6 Etnis Batak Toba sudah mempunyai pendidikan yang tinggi untuk masuk. menjadi karyawan