• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERAKSI SOSIAL KOMUNITAS Intensitas Interaks

ALIH FUNGSI LAHAN DI PEDESAAN

INTERAKSI SOSIAL KOMUNITAS Intensitas Interaks

Intensitas interaksi menunjukan lamanya waktu yang digunakan responden untuk melakukan interaksi secara tatap muka serta keterlibatan responden dalam kegiatan yang ada di masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh (tabel 16) menunjukan bahwa intensitas interaksi yang terjadi pada masyarakat cenderung rendah yakni sebesar 45,7 persen. Tatap muka yang dilakukan oleh responden hanya satu kali dalam seminggu dan terjadi pada hari libur saja. Kondisi tersebut terjadi karena sebagian besar dari warga komunitas memiliki mobilitas tinggi dengan pekerjaan sebagai pengrajin sandal dan buruh tani serta sudah berusia lanjut yang kemudian memutuskan untuk berada di dalam rumah. Namun sebesar 31,4 persen warga komunitas mengakui bahwa intensitas interaksinya sedang yakni dua kali seminggu dan terjadi pada hari-hari tertentu. Kemudian bagi warga komunitas yang memiliki intensitas interaksinya tinggi sebesar 22,9 persen mengakui bahwa dapat berinteraksi lebih dari dua kali dalam seminggu dan pada saat hari kerja, hal tersebut ditunjukkan bagi responden yang menyempatkan beinteraksi setelah pulang kerja dan mempunyai keakraban yang tinggi dengan masyarakat di sekitar.

“Saya tiap hari ke mesjid jadi ketemu sama warga bisa setiap hari, kerjaan saya juga santai cuma ngurusin sawah aja. Saya juga ga betahan dirumah jadi saya sering keliling-keliling aja ngobrol sama

tetangga” (Md, karyawan, 70 tahun)

Tabel 16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan intensitas interaksi Intensitas Interaksi n %

Tinggi 8 22,9

Sedang 11 31,4

Rendah 16 45,7

Total 35 100,0

Sumber: Data Primer

Intensitas interaksi dapat dilihat dari topik-topik pembicaraan yang sering dibicarakan oleh warga komunitas. Beradasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada gambar 1. Dari sekian banyak topik yang ditemukan di lapang, topik keagamaan paling tinggi dibicarakan yakni sebesar 40 persen hal tersebut disebabkan oleh interaksi yang terjadi paling sering dilaksanakan di mesjid ketika pengajian satu kali dalam seminggu namun topik itu dimaknai sebagai topik yang penting karena sebagian besar masyarakat di Kampung Pabuaran masih fanatik terhadap agama islam. Kefanatikan terlihat dari dalam masing-masing rumah belum banyak yang mempunyai televisi bahwan Kampung Pabuaran dikenal sebagai kampung pesantren. Selain itu, topik pekerjaan sebesar 28,6 persen karena mayoritas merupakan pengrajin sandal sehingga mereka dapat bertukar pendapat

37

mengenai bahan baku bahkan proses produksinya. Untuk masalah komunitas sebesar 14,3 persen, biasanya hal ini dibicarakan terkait dengan adanya hiburan di BNR yang menurut mereka mengganggu kenyamaan warga di Kampung Pabuaran. Selebihnya adalah topik-topik mengenai kebutuhan sehari-hari,

kegiatan yang dilaksanakan di Kampung, dan humor yang hanya 5,7persen.

Gambar 2 Persentase responden berdasarkan topik pembicaraan dalam interaksi

Bentuk Interaksi

Bentuk interaksi menunjukan aktivitas yang dilakukan responden dalam masyarakat, aktivitas ini berupa kebiasaan sehari-hari masyarakat yang lazim dilakukan. Bentuk interaksi terdiri dari sembilan aktivitas yang berhubungan dengan cara berinteraksi kepada masyarakat, dengan kategori tidak pernah, jarang, sering, selalu.

Tabel 17 Jumlah dan Persentase responden berdasarkan bentuk interaksi

Bentuk Interaksi

Tidak Pernah

Kadang-

kadang Sering Selalu

n % n % n % n %

Saling menyapa 0 0 2 5,7 3 8,6 30 85,7 Saling memberi bantuan 1 2,9 5 14,3 7 20 22 62,9 Saling tolong-menolong 0 0 1 2,9 6 17,1 28 80 Saling mengunjungi 0 0 6 17,1 12 34,4 17 48,6

Berkonflik 30 85,7 5 14,3 0 0 0 0,0

Saling bersaing 30 85,7 4 11,4 1 2,9 0 0,0 Tidak saling menyapa 34 97,1 0 0 1 2,9 0 0,0 Saling bekerjasama 0 0 0 0 9 25,7 26 74,3 Saling peduli 0 0 0 0 5 14,3 30 85,7

Tabel 17 menunjukkan bahwa interaksi tatap muka warga komunitas dapat dikatakan cukup sering karena sebagian besar warga komunitas melakukan interaksi dengan warga lainnya meskipun hanya sekedar untuk saling menyapa (85,7 %). Selain itu, rasa kekeluargaan yang tumbuh dalam setiap warga komunitas dalam kategori tinggi karena masyarakat saling peduli satu sama lain, saling memberi bantuan, dan saling tolong-menolong ketika ada tetangga atau warga lain yang sedang mengalami kesulitan (85,7 %). Rasa kekeluargaan juga tercermin dari antar masyarakat saling mengunjungi untuk sekedar ngobrol dan rumpi (48,6 %). Hal tersebut diyakini sebagai salah satu cara untuk meningkatkan silahturahmi dianatara warga komunitas. Oleh karena itu, tingkat konflik di Kampung Pabuaran tergolong rendah dan tidak adanya persaingan walaupun masyarakat memiliki usaha yang sama dibidang pengrajin sandal.

“Disini mah orang-orangnya saling mau bantu, emang dasarnya masih saudara sih yah. Sama semuanya juga kenal, anak tetangga juga kaya anak sendiri. Apalagi kalau ada nikahan rame deh, masak barengan kalau mau berangkat juga samper-samperan” (Rd, ibu rumah tangga, 45 tahun)

Tabel 178 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perubahan antar warga komunitas setelah alih fungsi lahan

Hubungan dengan Orang

Sangat

berkurang Berkurang Biasa saja Bertambah

Sangat bertambah n % n % n % n % n % Intensitas Pertemuan 0 0 7 20,0 21 60,0 5 14,3 2 5,7 Keakraban 0 0 6 171 22 62,9 5 14,3 2 5,7 Kedalaman hubungan 0 0 5 14.3 26 74,3 3 8,6 1 2,9 Keserasian 0 0 5 14,3 24 68,6 4 11,4 2 5,7 Kecocokan 0 0 5 14,3 24 68,6 5 14,3 1 2,9

Sumber: Data Primer

Tabel 18 menunjukkan bahwa setelah adanya alih fungsi lahan melalui pembangunan perumahan, perubahan yang dirasakan dalam hubungan dengan orang-orang di sekitar responden yang dilihat dari intensitas pertemuan, keakraban, kedalaman hubungan, keserasian, dan kecocokan adalah biasa saja dengan kata lain tidak mengalami perubahan. Lebih dari 60 persen responden mengakui tidak mengalami perubahan, menurut mereka interaksi yang terjadi dengan sekitar berlangsung sama saja walaupun adanya alih fungsi lahan. Responden mengaku tidak merasa berubah dalam hal intesitas pertemuan dengan tetangga. Bila ada masalah pribadi mereka dapat enyelesaikannya sendiri. Tetapi apabila ada permasalahan komunitas mereka langsung menghubungi ketua RT atau ketua RW setempat untuk dapat menyelesaikannya. Tetapi ada sebagian responden yang mengakui berkurang dengan warga sekitar karena dengan adanya

39

alih fungsi lahan, beberapa warga pindah ke tempat lain bahkan ke luar kampung yang membuat responden harus kembali beradaptasi dengan sekitar atau tetangga baru. Bagi responden yang mengaku adanya alih fungsi lahan, intensitas pertemuan dan keakrabannya bertambah bahkan sangat bertambah. Mereka merasa dengan adanya alih fungsi lahan membuat mereka memiliki rasa yang sama yakni merasa senasib sepenanggungan sehingga memiliki hubungan emosional yang dekat dengan warga di sekitarnya.

“Bapak mah hubungan sama tetangga ga ada yang berubah, tetap aja kaya dulu. Cuma ya bedanya ada yang pada pindah beberapa udah itu aja.

Buktinya bapak jadi RW udah 2 periode”(OC, Ketua RW, 71 tahun)

Tingkat Intensitas Interaksi

Tabel 189 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat intensitas interaksi antar warga komunitas

Total Interaksi n %

Tinggi 20 57,1

Sedang 9 25,7

Rendah 6 17,2

Total 35 100,0

Sumber: Data primer

Total interaksi menunjukkan proses interaksi secara tatap muka yang terjadi di antara responden dengan lingkungan komunitasnya yang dilihat dari intensitas dan bentuk interaksi. Pada tabel 19 dapat dilihat bahwa total interaksi berada pada kategori tinggi sebesar 57,1 persen responden menyatakan bahwa intensitas dan bentuk interaksi tergolong tinggi yang disebabkan intensitas pertemuan terjadi lebih dari dua kali dalam seminggu dan dominannya pada hari kerja tetapi bagi sebagian responden juga menyatakan sering terjadi interaksi hanya pada hari libur. Pada saat mewawancara kuisioner dengan responden biasa dilakukan di teras rumah karena hampir semua masyarakat di Kampung Pabuaran menyenangi berkumpul dengan tetangga di depan teras sambil mengobrol santai mengenai masalah pekerjaan, keagamaan, dan masalah-masalah yang sering terjadi di komunitas. Total interaksi pada kategori sedang sebesar 25,7 persen dan pada kategori rendah sebesar 17,2 persen. Hal tersebut membuktikan bahwa interaksi di antara masyarakat Kampung Pabuaran masih tinggi. Alih fungsi lahan yang menjadi masalah bagi mastarakat disana tidak menghalangi intensitas maupun bentuk interaksi diantara masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat juga pada tabel 18 yang menyatakan bahwa hubungan dengan orang tidak mengalami perubahan karena adanya alih fungsi lahan. Umumnya interaksi pada sebelum adanya alih fungsi lahan masih tinggi hanya terjadi penurunan karena faktor kesibukan bekerja. Namun faktor masih adanya hubungan persaudaraan dan sudah lama tinggal di komunitas sejak lama yang membuat hubungan mereka masih kuat.

KOHESI SOSIAL KOMUNITAS

Tingkat Kohesi Sosial

Kohesi sosial adalah kesatuan, keutuhan, dan kepaduan dalam upaya untuk mendorong anggota tetap bertahan dalam komunitas. Kohesi sosial menurut Johnson dan Johnson (1991) seperti yang dikutip oleh Noorkamilah (2008) menyatakan bahwa kohesi sosial dalam sebuah komunitas terjadi ketika anngotaanggota komunitas saling menyukai dan saling menginginkan lehadiran satu dengan yang lainnya. Selain itu, menurut Myres (2010) seperti yang dijelaskan oleh Kaslan (2009) bahwa kohesi sosial merupakan perasaan “we

feeling” yang mempersatukan setiap anggota menjadi satu bagian. Warga

komunitas di Kampung Pabuaran memilikipola kedekatan atau kelekatan dalam interaksi sosial. Interaksi sosial telah terbentuk dari identitas hingga nilai-norma suatu komunitas yang telah disepakati. Tousignant dan Sioui (2009) menyatakan bahwa kohesi sosial komunitas membuat anggota tidak bersifat individualis dalam menciptakan aksi-aksi kolektif dari komunitas untuk mengatasi guncangan atau bencana dalam mekanisme resiliensi. Dalam hal ini yang dimaksud adalah adanya perumahan BNR yang menyebabkan pada perubahan nilai-nilai pada warga komunitas. Kohesi sosial pada komunitas di Kampung Pabuaran diukur berdasarkan teori rasa komunitas menurut Mc Milan dan Chavis (1986) seperti yang dikutip oleh Chavis et all. (2008) dimana rasa komunitas dapat dilihat dari keanggotan, pengaruh, pemenuhan kebutuhan dan berbagi hubungan emosional. pemenuhan kebutuhan adalah kondisi dimana anggota komunitas mendapatkan apa yang mereka butuhkan karena telah menjadi bagian dari komunitas. Keterlibatan sebagai anggota komunitas adalah orang-orang yang tergabung dalam komunitas dan anggota komunitas meluangkan banyak waktu dan usaha mereka untuk menjadi bagian dari komunitas. Memberikan pengaruh adalah kemampuan komunitas dalam mempengaruhi komunitas lainnya. Selain itu, anggota komunitas juga memiliki pengaruh atas komunitasnya. Berbagi kontak emosional adalah anggota-anggota komunitas menikmati kebersamaan di dalam komunitas dan berbagi kejadian penting bersama seperti ulang tahun. Semakin banyak yang berinteraksi maka semakin besar kemungkinannya untuk membentuk hubungan yang erat. Semakin positif interaksi ini, semakin kuat yang dikembangkan.

Hasil penelitian yang ditampilkan pada tabel 20 menunjukan bahwa kohesi sosial warga komunitas Kampung pabuaran termasuk kategori tinggi karena hampir semua memberikan nilai 100 persen. Keempat komponen indikator sense of community yang merepresentasikan kohesi sosial dalam sebuah komunitas yakni pemenuhan kebutuhan, keterlibatan anggota, memberikan pengaruh, dan berbagi kontak emosional. Indikator yang memiliki nilai paling tinggi adalah pemenuhan kebutuhan, keterlibatan anggota dan berbagi kontak emosional yang semuanya memiliki nilai 100 persen. Sedangkan pada indikator memberikan pengaruh memiliki nilai kategori yang tinggi tetapi dengan jumlah responden yang lebih rendah yakni 91,8 persen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa di

Dokumen terkait