• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK RESPONEDEN Umur Responden

Umur responden adalah selisih antara tahun responden dilahirkan sampai tahun pada saat dilaksanakan penelitian. Umur responden dikategorikan menjadi kurang dari 40 tahun hingga lebih dari 50 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, umur responden berada pada rentang 35 tahun hingga 80 tahun dengan rata-rata umur responden 55 tahun. Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur disajikan dalam tabel 5.

Tabel 5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur

Umur n % <40 40-50 >50 5 9 21 14,3 25,7 60 Jumlah 35 100,0

Sumber: Data Primer

Tabel 5 menunjukkan bahwa responden paling banyak adalah kategori umur lebih dari 50 tahun yaitu 60 persen responden. Hal ini disebabkan masyarakat Kelurahan Mulyaharja ramai menjual tanah dalam 10 tahun terakhir yang menyebabkan pada tahun ini responden berada pada usia lanjut atau tua (> 40 tahun). Responden yang berumur 40-50 tahun sebanyak 25,7 persen, sedangkan yang kurang dari 40 tahun adalah yang jumlahnya paling sedikit yakni sebanyak 14,3 persen. Pada umumnya yang berusia pada kategori tersebut mempunyai lahan yang berasal dari warisan orang tua atau milik keluarga yang di kelola bersama yang kemudian dijual. Keadaan ini terjadi karena tuntutan ekonomi keluarga, mempertahankan status keluarga demi gengsi di mata masyarakat lainnya karena dengan memiliki lahan merupakan sebuah prestige yang dinilai oleh masyarakat lainnya., keinginan untuk menunaikan ibadah haji, dan bersamaan dengan adanya pembangunan perumahan BNR (Bogor Nirwarna Residence).

Jenis Kelamin

Jenis kelamin responden adalah sifat fisik responden sebagaimana yang tercatat dalam kartu identitas yang dimiliki responden. Jenis kelamin digolongkan menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan. Dalam data potensi desa sudah disebutkan bahwa di Kelurahan Mulyaharja penduduk paling tinggi adalah laki- laki.

27

Tabel 6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin n % Laki-laki Perempuan 25 10 71,4 28,6 Jumlah 35 100,0

Sumber: Data Primer

Tabel 6 menunjukkan bahwa responden paling banyak adalah laki-laki sebesar 71,4 persen sedangkan perempuan sebesar 28,6 persen. Kondisi tersebut disebabkan oleh sebagian besar dari warga komunitas yang pernah menjual lahan adalah laki-laki karena mereka merupakan kepala rumah tangga yang mengambil keputusan atas rumah tangganya serta perempuan menurut atas keputusan kepala rumah tangga. Namun persentase rendah terhadap perempuan disebabkan oleh mayoritas warga komunitas di Kampung Pabuaran memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan golongan ekonomi menengah ke bawah yang menyebabkan perempuan dianggap tidak bisa mengambil keputusan, bagi beberapa responden perempuan yang mampu menjual lahan. Lahan berasal dari warisan keluarganya atau suami mereka yang bekerja di luar kampung sehingga mengambil peran dalam pengambilan keputusan di rumah.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden adalah jenis pendidikan/sekolah yang pernah diikuti oleh responden. Sebanyak 74,3 % responden berada pada kategori tingkat pendidikan tamat SD. Tingkat pendidikan yang rendah di Kelurahan Mulyaharja disebabkan oleh pada umumnya masyarakat disana tidak memprioritaskan pendidikan karena tuntutan ekonomi dan pada masa itu sebagian besar memilih belajar di sekolah rakyat. Keadaan sosial dan ekonomi masyarakat yang masih rendah juga menjadi salah satu alasan rendahnya tingkat pendidikan orang-orang disana. Masyarakat yang masih fanatik dengan agama yang lebih memilih mendalami ilmu agama dibandingkan dengan pendidikan sekolah formal sehingga kesadaran akan pentingnya pendidikan masih sangat rendah. Masyarakat berpikir bahwa ketika sudah lulus SD dapat langsung bekerja di sawah atau membantu perekonomian keluarga. Kemudian responden dengan tidak sekolah memiliki nilai sebesar 11,4 persen. Selanjutnya responden dengan tamatan SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA ( Sekolah Menengah Atas) memiliki nilai persentase sebesar 5,7 persen. Sedangkan yang merupakan lulusan dari diploma/sederajat hanya pada 1 orang responden. Hal tersebut sejalan dengaan yang diungkapkan salah satu responden yang merupakan mantan ketua RT bahwa dahulu pada saat zaman kemerdekaan sekolah dasar bernama sekolah rakyat dan setelah lulus langsung bekerja membantu keluargaya.

Tabel 7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan n % Tidak sekolah 4 11,4 Tamat SD 26 74,3 Tamat SMP 2 5,7 Tamat SMA 2 5,7 Diploma/Sarjana 1 2,9 Total 35 100,0

Sumber: Data Primer

Penguasaan Lahan Sawah

Penguasaan lahan sawah adalah jumlah luas areal sawah yang dikuasai oleh responden saat ini. Kategori dalam penguasaa lahan ini didapatkan dari ukuran yang diperoleh dari data lapang. Responden yang memiliki lahan lebih dari 1 hektar dianggap menjadi tuan tanah atau termasuk golongan orang kaya. Pola penguasaan lahan di Kelurahan Mulyaharja disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan penguasaan lahan

Penguasaan Lahan n %

Tidak memiliki tanah 2 5,8

sempit (0-0,25 ha) 32 91,4

sedang (0,25-0,5 ha) 1 2,8

luas (> 0,5 ha) 0 0

Total 35 100,0

Sumber: Data Primer

Tabel 8 menunjukan responden yang paling banyak adalah responden dengan kelompok bertanah sempit dengan ukuran 0 - 0,25 hektar sebesar 91,4 persen. Tidak ada responden yang mempunyai lahan dengan kategori luas di atas 0,5 hektar. Kondisi ini disebabkan oleh penguasaan lahan sawah di Kelurahan Mulyaharja tidak terlalu luas karena lahannnya sudah dibagi-bagi kepada keluar atau saudara yang memiliki hubungan darah. Sedangkan bagi responden dengan kelompok tidak bertanah yakni orang-orang yang tidak lagi menjadikan lahan sawah sebagai tempat mata pencahariannya melainkan beralih kepada home industry sandal. Selain itu, mereka yang menjual lahannya dan tidak menginvestasikan pendapatannya pada lahan melainkan menjual untuk kepentingan bisnis dan kepentingan keluarga. Bagi responden yang memiliki luas lahan sedang yakni orang atau petani kaya umumnya suka membeli tanah dan jumlahnya bertambah setiap tahun.

29

Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh responden selama bekerja. Tingkat pendapatan dikelompokkan berdasarkan data lapang yang diperoleh. Pendapatan utama berasal dari sektor pertanian yang jumlahnya tidak terlalu besar. Terutama bagi responden dengan kelas menengah ke bawah yang tidak memiliki keterampilan lain di luar sektor pertanian. Hal ini karena luas lahan pertanian yang semakin sempit dan terkendala pada usia yang sudah tidak produktif untuk bekerja. Walapun pendapatan di sektor pertanian tidak terlalu besar bagi sebagian warga, namun masih ada warga yang tetap bertahan pada sektor ini.

Tabel 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan

Tingkat Pendapatan n %

Tinggi 10 28,5

Sedang 8 22,9

Rendah 17 48,6

Total 35 100,0

Sumber: Data Primer

Tabel 9 menunjukkan bahwa tingkat pendapatan responden yang paling banyak adalah tingkat pendapatan rendah kurang dari Rp 1.000.000, kondisi tersebut disebabkan oleh warga yang bekerja sebagai buruh tani atau serabutan serta usia yang sudah tidak produktif lagi. Sedangkan bagi responden dengan tingkat pendapatan warga komunitas yang paling sedikit yakni lebih dari Rp 2.000.000. Responden dengan pendapatan tersebut biasanya yang memiliki lahan di beberapa daerah, memiliki usaha sandal atau bengkel sandal yang sudah beproduksi dengan keuntungannya yang tinggi dan memperjual-belikan tidak hanya di Bogor melainkan daerah-daerah luar Bogor. Selain itu, responden dengan tingkat pendapatan sedang sebesar 8 persen. Responden dengan pendapatan tersebut mengakui memiliki usaha atau tingkat ekonomi yang sedang-sedang saja.

Jenis Mata Pencaharian Utama

Alih fungsi lahan mengakibatkan terjadinya perubahan mata pencaharian. Sebagian besar responden yang dulunya bermata pencaharian utama sebagai pertani, sekarang banyak yang beralih profesi ke sektor non-pertanian.

Jenis mata pencaharian utama adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden sebagai hasil pendapatan utama. Jenis pekerjaan dikelompokkan berdasarkan data yang diperoleh di lapang dengan mengacu pada data potensi desa yang dimiliki oleh Kelurahan Mulyaharja berdasarkan pada tahun 2015. Jenis pekerjaan utama responden dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis mata pencaharian utama

Mata Pencaharian Utama n %

Wiraswasta 13 37,1 Petani/ Buruh 8 22,8 IRT 5 14,4 Pedagang 4 11,4 Serabutan 3 8,5 PNS/TNI/POLRI 1 2,9 Karyawan Swasta 1 2,9 Total 35 100,0

Sumber: Data Primer

Wiraswasta atau pengrajin sendal merupakan mata pencaharian utama responden pertama bagi masyarakat kampung Pabuaran. Hal ini disebabkan oleh pengrajin sendal di Kampung Pabuaran merupakan pekerjaan yang turun- menurun. Selain itu, kondisi tersebut didukung oleh berkurangnya lahan pertanian bagi petani untuk menggarap sawah yang berubah menjadi perumahan BNR (Bogor Nirwarna Residence). Pada tahun 1994 sebelum Mulyaharja mengalami pembebasan lahan, responden bekerja sebagai petani atau buruh tani tetapi karena keadaan yang mendesak dan keterbatasan lahan sawah membuat mereka melakukan usaha lain untuk tetap memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga seharihari. Ibu rumah tangga dianggap juga sebagai pekerjaan karena melakukan pekerjaan domestik di rumah, bagi warga komunitas di Kampung Pabuaran dengan tingkat pendidikan yang rendah dan kefanatikan pada agama masih tinggi, perempuan dianggap tidak boleh bekerja. Namun diperbolehkan untuk membuka warung atau berdagang. Pekerjaan dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang tinggi hanya dilakukan oleh sedikit warga komunitas. Pemilihan bidang pekerjaan ini didasarkan pada norma yang berlaku pada komunitas, walaupun di daerah Kampung pabuaran berbatasan langsung dengan tempat hiburan yang masuk dalam wilayah BNR tetapi menurut keterangan beberapa warga di komunitas tidak ada salah satu warganya yang ikut atau tergabung dalam tempat hiburan tersebut.

Jenis Mata Pencaharian Sampingan

Alih fungsi lahan mengakibatkan terjadinya perubahan mata pencaharian. Sebagian besar responden yang dulunya bermata pencaharian utama sebagai pertani, sekarang banyak yang beralih profesi ke sektor non-pertanian.

Jenis mata pencaharian sampingan adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden sebagai hasil pendapatan sampingan. Jenis pekerjaan dikelompokkan berdasarkan data lapang yang diperoleh. Jenis pekerjaan utama responden dapat dilihat pada tabel berikut.

31

Tabel 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis mata pencaharian sampingan

Mata Pencaharian n %

Warung 4 11,4

Tukang bangunan 1 2,9

Lainnya 6 17,1

Tidak ada pekerjaan sampingan 24 68,6

Total 35 100,0

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 11 menunjukan bahwa sebesar 68,6 persen responden tidak memiliki pekerjaan sampingan. Adapun yang memiliki pekerjaan sampingan seperti membuka warung, tukang bangunan, dan buruh tani. Dalam hal ini yang menjadikan usaha membuka warung sebesar 11,4 persen yang biasanya dilakukan oleh ibu rumah tangga. Hal ini disebabkan dari karakteristik usia yang sudah tidak produktif lagi dan merasa kecukupan dengan kondisi ekonomi yang ada.

“Ya saya mah percaya aja sama rezeki dari Allah. Kalo ga ada rezeki

ya udah, kalo ada rezeki ya besyukur aja lagian buat modal bikin usaha lagi ga ada” (UC, buruh, 51 tahun)

ALIH FUNGSI LAHAN DI PEDESAAN

Menurut Utomo et al. (1992) seperti yang dikutip oleh Lestari (2010) alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensial lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan berarti perubahan atau penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktofaktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Pada kasus di Kelurahan Mulyaharja faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan yakni menurut Pakpaham et al. (1993) seperti yang dikutip oleh Lestari (2010) adalah faktor tidak langsung dan faktor langsung. Faktor tidak langsung antara lain perubahan struktur ekonomi, pertumbuhan peduduk, arus urbanisasi, dan konsistensi implementasi rencana tata ruang. Sedangkan faktor langsung dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan sarana transportasi, pertumbuhan kebutuhan lahan untuk industri, pertumbuhan sarana pemukiman dan sebaran lahan sawah. Dalam hal ini Kelurahan Mulyaharja yang merupakan pemekaran dari wilayah Kabupaten Bogor pada tahun 2001, sebelumnya merupakan desa dan sekarang secara administratifsudah berubah menjadi kelurahan sedang berusaha menggiatkan pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi maupun ekonomi.

Alih fungsi lahan yang terjadi di Kelurahan Mulyaharja khususnya di Kampung Pabuaran dimulai sejak tahun 1987. Pada saat itu pembebasan lahan dilakukan oleh PT Pasir Wangun kurang lebih 90 hektar. Selain itu, pada tahun 1994 kembali ada PT yang memasuki wilayah Mulyaharja namun maraknya alih fungsi lahan terjadi di tahun 2007 dengan pengembang dari PT Bakrienland yang merupakan pengembang untuk perumahan Bogor Nirwarna Residence sebesar kurang lebih 90 hektar. Dalam melakukan transaksi jual beli lahan tersebut PT menggunakan perantara Biong sehingga dapat memuluskan proses transaksi jual beli lahan tersebut. Cara yang dilakukan dengan mengiming-imingi masyarakat untuk dapat menjual lahannya kepada mereka.

“Dulu pas saya disuruh jual tanah ke BNR ya katanya sih anak-anak

saya nanti dapet biaya sekolah gratis sama kalo punya keluarga yang kerja bisa kerja di BNR, tapi ini udah 10 tahunan hidup saya sama

warga lainnya masih sama aja malah ga ada ngaruhnya dari BNR”

(AS, Ibu rumah tangga, 48)

Namun strategi yang dilakukan oleh pihak pengembang yakni dengan membeli tahan warga dengan nilai yang lebih tinggi dari seharusnya. Tuntutan ekonomi yang tinggi membuat warga mengambil keputusan untuk menjualnya, lagipula hasil pertanian menurut mereka tidak memberikan pendapatan yang tinggi bagi keluarga.

Dokumen terkait