• Tidak ada hasil yang ditemukan

BISNIS INTERNASIONAL BAGI PENGUSAHA DI KAMPUNG BATIK LAWEYAN Siti Rahayu Binarsih, Endang Siti Rahayu, Slamet Riyadi Bisri, Muladi Wibowo*

Dalam dokumen Prosiding Full 2013.compressed (Revisian) (Halaman 112-122)

Program Pascasarjana UNIBA Surakarta, Surakarta, 57147 Indonesia

*

E-mail: muladiwib@yahoo.com

ABSTRACT

Batik adalah warisan budaya nasional yang sudah dikenal di manca Negara. Selain sebagai hasil budaya kreatif yang merupakan kebanggaan nasional Indonesia , sudah selayaknya batik juga harus dapat menjadi komoditas unggulan yang dapat dipasarkan secara internasional global. Penelitian ini merupakan ihtiar untuk melakukan eksplorasi dan deskripsi tentang pelaksanaan bisnis batik di salah satu kawasan konsentrasi industri kerajinan kreatif batik di kota Surakarta yaitu di Kampung Batik Surakarta. Selain itu juga akan dikaji secara lebih spesifik kausalitas antara faktor-faktor pelaksanaan bisnis internasional yang dilakukan oleh para pengusaha batik Laweyan terhadap keberhasilan usaha mereka. Pendekatan yang ditempuh dalam penelitian ini adalah kombinasi antara eksploratori, deskriptif dan kausal dengan mempergunakan metode kualitatif maupun kuantitatif serta merujuk pada berbagai pustaka terdahulu yang relevan. Hasil penelitian pendahuluan meliputi : 1). Pengembangan pemasaran kampoeng batik Laweyan telah mensinergikan beragam stakeholder di tingkat local, regional dan nasional, 2). Kampoeng Batik Laweyan memiliki potensi pasar internasional, namun belum dikelola dengan baik 3). Terdapat kesenjangan potensi pengusaha batik dari beragam kharakteristik pengusaha batik Kampoeng Batik Laweyan, khususnya dalam aspek kapasitas, kuantitas dan kualitas ekspor produk. 4). Belum optimalnya minat pengusaha batik untui mengembangkan SNI, ISO dan Batik Mark sebagai sarat peningkatan mutu produk ekspor batik

Kata kunci : batik, internasional, global, bisnis, kooperasi. .

PENDAHULUAN

Batik sudah diakui masyarakat internasional sebagai warisan budaya Indonesia (UNESCO 2011) . Selain sebagai karya kreatif yang sudah berkembang sejak jaman dahulu serta sebagai hasil seni budaya maka kerajinan dan industry batik merupakan sumber kehidupan perekonomian masyarakat yang di berbagai kota maupun konsentrasi industri seperti halnya di Surakarta, Yogyakarta, Pekalongan, Tasikmalaya dan sebagainya, yang masing-masing memiliki corak sendiri-sendiri. Dengan berjalannya waktu serta meningkatnya apresiasi hglobal terhadap batik Indonesia maka berkembang juga berbagai inovasi maupun perluasan kawasan industri kerajinan ini, bahkan hampir semua daerah di Indonesia mengaku memiliki batik ciri khas daerah masing- masing seperti : batik Aceh, batik Jambi dan sebagainya.

Kota Surakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa memiliki dua kawasan kerajinan batik yaitu kawasan Kauman dan kawasan Laweyan. Bila kawasan Kauman merupakan bagian dari pusat kota Surakarta maka kawasan Laweyan atau dikenal dengan sebutan Kampung Batik Laweyan. Laweyan merupakan suatu kawasan unik, spesifik dan bersejarah. Sebagai bagian dari kerajaan Pajang semasa pemerintahan Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir), Laweyan sudah dikenal sebagai kawasan pusat perdagangan/industri tenun dan batik. Di Kampung Batik Laweyan terdapat konsentrasi sejumlah besar industri perajin batik yang menjadi tujuan pengunjung baik dari dalam maupun luar negeri sejak lama yang terletak relatif agak di pinggingiran kota Surakarta dan justru dekat dengan lokasi kerajaan Pajang di masa lalu..

Kampoeng Batik Laweyan sebagai kawasan pusat industri batik dan heritage mengembangkan kawasan dengan mekanisme sesuai visi dan misi melalui program jangka pendek,

program jangka menengah dan program jangka panjang serta bekerjasama dengan instansi/lembaga lain yang terkait.

Jumlah unit usaha batik sebelum dan sesudah adanya Kampoeng Batik Laweyan mengalami lonjakan jumlah yang signifikan. Pada awal berdirinya Kampoeng batik Laweyan jumlah unit usaha batik di Laweyan sebanyak 22 unit. Setelah adanya Kampoeng batik, mendorong pengusaha– pengusaha yang lama tidak aktif untuk bangkit kembali. Sehingga pada akhir tahun 2011 jumlah unit usaha di Laweyan berjumlah 51 unit. Sehingga dibanding tahun 2004, jumlah pengusaha batik mengalami peningkatan sebesar kurang lebih 230 %.

Setelah dicanangkannya Laweyan sebagai Kampoeng Batik, jumlah pengunjung semakin meningkat. Biasanya kunjungan dalam bentuk perorangan, kelompok kecil (5 -10 orang) atau kelomok besar yang terdiri lebih dari 30 orang. Dibanding tahun 2004, maka jumlah pengunjung ditahun 2011 naik sebesar kurang lebih 1500 % atau naik 15 kalinya. Pengunjung biasanya mempunyai keperluan untuk perdagangan, wisata dan penelitian.

Penghasilan masyarakat Laweyan khususnya pengusaha batik di Kampoeng Batik Laweyan mengalami pertumbuhan yang positif. Kondisi ini bisa dilihat dari hasil survey dengan mengambil 5 unit sampel perusahaan batik dengan klasifikasi besar, sedang dan kecil. Rata-rata pendapatan mereka perbulan mengalami kenaikan sebesar 32,55 %.

Perkembangan ini menujukan bahwa, pengakuan UNESCO terhadap Batik dan berkembangnya Kampung Batik Laweyan melalui FKBL memberikan gambaran umum bahwa potensi batik dimasa yang akan datang masih sangat luas, belum lagi jika mempertimbangkan aspek pengembangan industri kreatif di Indonesia.

Sampai sejauh mana keberhasilan industri kerajinan batik di Laweyan perlu diteliti lebih mendalam agar batik yang telah dijadikan warisan budaya Indonesia tetap lestari (sustainable) termasuk sebagai usaha ekonomi yang membawa pada kesejahteraan ekonomi bagi para pemangku kepentingannya. Manfaat non ekonomi apa yang bisa dikembangkan misalnya dari pengembangan kawasan Laweyan (bukan hanya kampungnya saja), manfaat pendidikannya, pengembangan diklat, pengembangan pendidikan tinggi (D3/S1) dll. Disisi lain UNIBA berada di Kecamatan Laweyan dan Kampung Batik Laweyan di wilayah Kecamatan sama, sehingga melalui kajian ini diharapkan pula muncul sinergi kawasan laweyan atau bahkan tingkat Kota Surakarta yang berfungsi mengembangkan batik sebagai warisan budaya, bernilai ekonomi tinggi, kualitas ekspor dan mampu meningkatkan daya saing melalui pengembangan mutu dan relevansi pendidikan, khusus melalui pendidikan perbatikan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendalami sampai sejauh mana peran ekonomi perbatikan di kawasan Kampung Batik Laweyan dalam meningkatkan kesejahteraan para pemangku kepentingan melalui keberhasilan bisnis, Mengembangkan. Model pamasaran internasional perbatikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan di lingkungan Universitas Islam Batik (UNIBA).

Rancangan penelitian ini adalah kombinasi antara pendekatan eksploratif deskriptif kuantitatif, deskriptip kualitatif, dll Metode pengumpulan data meliputi metode kuesioner (angket) dan dokumentasi, Focus Group Discussion (FGD), wawancara mendalam, dll Metode Analisis data meliputi; metode analisis deskriptif persentase dan regresi linier berganda, Analysis Hierarchy Process (AHP), dan analisis Model Supply Chain Management.

Lokasi penelitian di Kampung Batik Laweyan, Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. Dengan mitra utama penelitian adalah pengusaha batik yang tergabung dalam Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan (FPKBL) Surakarta.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejarah Kampoeng Batik Laweyan

Kampung Batik Laweyan adalah sentra perkampungan pengusaha Batik di Solo yang memiliki daya tarik yang sangat besar. Daya tarik itu meliputi kondisi Sosial Ekonomi, Kondisi Peninggalan Budaya dan kondisi industri batiknya.

Laweyan terletak pada wilayah barat selatan kota Surakarta saat ini, dalam berbagai literature sejarah dan cerita para masyarakat setempat usia Kampung Laweyan sudah ada sejak sebelum terbentuknya kota Surakarta. Dimulai dengan adanya kerajaan Pajang, Kampung Laweyan menjadi pusat kekuasaan, hal ini dapat terlihat dari adanya indikasi peninggalan sejarah seperti Masjid Agung laweyan dan Makam Ki Ageng Henis di Kampung Laweyan. Karena adanya perpecahan dalam keraton pajang akibat adanya intervensi dengan penjajah belanda, maka Kerajaan Pajang Pecah menjadi dua yakni yang pro belanda bergeser ke Mangkunegaran dan yang anti penjajah pergi ke Yogyakarta dengan gelar Pakubuwono sedangkan yang ke timur dengan gelar Mangkunegoro.

Berdasarkan sejarah yang di tulis oleh R.T. Mulyodipuro menyatakan bahwa desa laweyan (kini kampoeng laweyan) sudah ada sebelum munculnya kerajaan Pajang. Sejarah Laweyan berulah berari setelah kyai Ageng Hanis bermukim di desa laweyan (Sekarang Kampung Lor Pasar Mati) dan membelakangi jalan yang menghubungkan antara Mantaok dengan desa Sala (sekarang jalan Dr. Rajiman). Kyai Ageng Henis adalah putra dari Kyai Ageng Sela yang merupakan keturunan raja Brawijaya V. Kyai Ageng Henis atau Kyai Ageng Laweyan adalah juga “ Manggala pinatuwaning nagar” Kerajaan Pajang semasa Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang pada tahun 1546 M.

Setelah Kyai Ageng Hanis meninggal dan di makamkan da pasarean Laweyan ( tempat tetirah Sunan Kalijaga sewaktu berkunjung di desa Laweayan), rumah tempat tinggal Kyai Ageng Henis di tempati oleh cucunya yang bernama Bagus Danang atau Mas Ngabehi Sutowijaya. Sewaktu Pajang di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya ( Jaka Tingkir) pada tahun 1568 M Sutowijoyo lebih dikenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar (Pasar Laweyan). Kemudian Sutowijaya pndah ke mataram (Kota Gede) dan menjadi Raja pertama Dinasti Mataram Islam dengan sebutan Panembahan Senopati yang kemudian menurunkan raja-raja Mataram. Masih menurut RT.Mlayodipuro Pasar Laweyan dulunya merupakan Pasar Lawe ( bahan baku tenun) yang sangat ramai. Bahan baku kapas pada saat iti banyak di hasilkan dari desa Pedan, Juwiring, dan Gawok yang masih termasuk daerah Kerajaan Pajang. (Sumber : FPKBL).

Adapun Lokasi Pasar Laweyan terdapat di desa Laweyan (sekarang terletak di antara kampong Lor Pasar Mati dan Kidul Pasar Mati serta di sebelah timur kampong Setono). Di selatan Pasar Laweyan di tepi sungai Kabanaran terdapat sebuah Bandar besar yaitu Bandar Kabanaran. Melalui Bandar dan sungai Kabanaran tersebut pasar Laweyan terhubung ke Bandar besar Nusupan di tepi Sungai Bengawan Solo.

Pada jaman sebelum kemerdekaan kampong Laweyan pernah memegang peranan penting dalam kehidupan politik terutama pada massa pertumbuhan pergerakan nasional. Sekitar tahun 1911 Serikat Dagang Islam ( SDI) berdiri di kampong Laweyan dengan Kyai Haji Samanhudi sebagai pendirinya.

Kemerosotan Batik di Laweyan ditandai dengan munculnya “batik” printing pada tahun 1970- an. Batik tradisional (tulis dan cap) tergusur oleh popularitas ”batik” printing, kondisi ini menagakibatkan industri abtik di Laweyan banyak yang gulungtikar. Selama kurun waktu hampir 30 tahun-an dari tahun 1970-an sampai dengan tahun 2000-an banyak pengusaha batik di Laweyan yang menutup usahanya. Kondisi ini dapat dilihat dari jumlah pengusaha yang pada tahun 1960-an hampir 90 persen penduduk di Laweyan bermata pencaharian dari batik, pada tahun 2004 tinggal 18 pengusaha yang masih bertahan. (profil FPKBL)

Kondisi ini menimbulkan keprihatinan segenap masyarakat Laweyan, jika dibiarkan lama kelamaan batik Laweyan dikawatirkan akan punah. Kepunahan batik Laweyan berarti sama dengan

kehancuran ekonomi masyarakat Laweyan yang sebelumnya dengan ekonomi saudagarnya dapat berperan dalam kancah perekonomian di tingkat nasional maupun internasional. Sehubungan dengan hal tersebut di atas melalui rapat LPMK pada tanggal 21 September 2004 masyarakat Laweyan sepakat untuk menjaga eksistensi kawasan melalui suatu gerakan ekonomi terpadu melalui wadah yang diberi nama Kampoeng Batik Laweyan Surakarta. Kampoeng Batik Laweyan Surakarta diresmikan oleh Walikota Surakarta Slamet Suryanto pada tanggal 24 September 2004. Seiring dengan berdirinya Kampoeng Batik Laweyan sekaligus dibentuk organisasi yang bertugas untuk mengelola kawasan. Organisasi tersebut bernama Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) yang anggotanya pada awalnya terdiri dari panitia persiapan pendirian Kampoeng Batik Laweyan. Melalui beberapa kali proses pembentukan yang dihadiri oleh tokoh masyarakat dan pengusaha batik pada rapat yang ke tiga akhirnya terbentuklah susunan kepengurusan tetap sampai dengan sekarang. (profil FPKBL)

Visi Kampung Batik Laweyan adalah menjadikan Laweyan sebagai kawasan pusat industri batik dan heritage yang ramah lingkungan melalui pembangunan yang berkelanjutan. Kampoeng Batik Laweyan merupakan daerah yang terdiri dari industri kecil yang memproduksi batik sekaligus menjualnya. Di kampoeng Batik Laweyan terdaftar sebagai mana dalam tabel dibawah ini.

Tabel. Pengusaha Kampeong Batik Laweyan

No JENIS INDUSTRI JUMLAH

1 Industry batik proses sampai dengan showroom 20

2 Industri batik proses 8

3 Industri batik Konveksi 6

4 Industri batik Konveksi s.d Showroom 11

5 Industri batik Showroom atau pedagang batik 11

Setiap industri yang dalm prosesnya juga memproduksi batik sendiri baik dalam pembuatan motif batik maupun membuat baju batik sekaligus menjualnya langsung di took mereka rata-rata memiliki karyawan banyak 20-50 orang, sedangkan pengusahanya batik hanya menjual produk jadi baju batik atau kain batik di took mereka rata-rata hanya memeiliki karyawan sebanyak 3- 10 orang. Selain itu sebagai bentuk penghargaan pengusaha terhadap masyarakat yang ada di sekitar Kampoeng Batik Laweyan sekaligus sebagai bentuk industri rumahan yang ramah lingkungan Kampoeng Batik Laweyan memiliki fasilitas IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang di pakai oleh 15 pengusaha batik di kampong Batik Laweyan untuk mengolah air limbah yang di hasilkan dalam proses pembuatan batik.

Jumlah unit usaha batik sebelum dan sesudah adanya Kampoeng Batik Laweyan mengalami lonjakan jumlah yang signifikan. Pada awal berdirinya Kampoeng batik Laweyan jumlah unit usaha batik di Laweyan sebanyak 22 unit. Setelah adanya Kampoeng batik, mendorong pengusaha – pengusaha yang lama tidak aktif untuk bangkit kembali. Sehingga pada akhir tahun 2008 jumlah unit usaha di Laweyan berjumlah 51 unit. Sehingga dibanding tahun 2004, jumlah pengusaha batik mengalami peningkatan sebesar kurang lebih 230 %. Pada tahun 2012 jumlah pengusaha sudah berkembang menjadi 56 unit.

Tabel. Pertumbuhan Unit Industri Batik

No. Nama Perusahaan Tahun

2004 Tahun 2006 Tahun 2008 Tahun 2012 Klasifikasi unit usaha

1. Batik Saud Effendi B A A A Menengah

2. Batik Cahaya Putra B A D D Menengah

3. Batik Luar Biasa B A A A Kecil

4. Batik Putra Laweyan B A A A Menengah

5. Batik Merak Manis B A A A Besar

6. Tjokrosumarto B B B B Menengah

8. Batik Merak Ati B A A A Menengah

9. Batik Multisari B B B B Menengah

10. Batik Gress Tenan B A A A Menengah

11. Batik Amelia B B A A Menengah

12. Batik Gunawan Design B A A A Besar

13. Batik Cempaka B A A A Menengah

14. Batik Puspa Kencana B A A A Besar

15. Batik Nurlan F F F F Kecil

16. Batik Molina F F F F Kecil

17. Batik Lawasan B B B B Kecil

18 Batik Sidoluhur C D D D Menengah

19. Batik Surya Pelangi B B A A Menengah

20 Batik Putri Solo C D D D Kecil

21. Batik Anna Collection C C C C Kecil

22. Batik Oke (Bp. Suyadi) B B B B Besar

23. Batik Nugroho Solo E E E Kecil

24. Batik Nesa Noer - - - -

25. Batik Mahkota Laweyan A A A Kecil

26. Batik Doyohadi C C C Kecil

27. Batik Candi Kencana E E E Menengah

28. Batik Tjahaja Baru E E E Kecil

29. Batik Purworaharjo B B B Besar

30. Batik Catleya B A Kecil

31. Batik Santika C C C Kecil

32. Batik Mustika C C C Menengah

33. Batik Marin D D D Kecil

34 Batik Farhan F F F Kecil

35. Batik Supriyarso B B B Besar

36. Batik Putro Hadi C Kecil

37. Batik Kencana Murni E Besar

38. Batik Laweyan Art A Kecil

39. Batik Ivy E Kecil

40. Batik Romanza A Kecil

41. Batik Sindjang SG E Kecil

42. Batik Putra Pelangi E Kecil

43. Batik Griya Pendapi E Kecil

44. Batik Mbah Zaini E Kecil

45. Batik Galery Merpati E Kecil

46. Batik 75 E Menengah

47. Batik Satrio Luhur D Kecil

48. Batik Isti E Kecil

49 Batik Pratama A Menengah

50. Batik Tiga Negri E Kecil

51. Batik Sidomulyo E Kecil

52 Laweyan HY E Kecil

53 Batik Lily Hanifah E Kecil

54. Batik Cempaka 3 E Kecil

55. Batik E Kecil

56. Batik E Kecil

Jumlah 22 33 51 56

Keterangan Tabel : A. Industri batik (proses sampai dengan show room) E. Show room B. Industri batik (proses ) F. Pedagang Batik C. Industri batik (konveksi)

Aspek Manajemen Bahan Baku dan Produk

Pada mulanya batik Laweyan didominasi oleh disain batik tradisional. Setelah adanya Kampoeng Batik Laweyan, motif disain telah jauh berkembang. Karena tuntutan permintaan pasar dan adanya usaha untuk menampilkan karya unik dan khas di masing–masing gerai (khususnya untuk menarik wisatawan), maka munculah motif baru yaitu motif modern dan abstrak. Dalam kesehariannya motif modern dan abstrak biasanya merupakan motif yang disukai para remaja.

Sebelum berdirinya Kampoeng Batik Laweyan produk batik hanya terbatas pada produk sandang. Setelah Kampoeng Batik berkembang munculah produk batik dalam bentuk lain seperti kerajinan tangan (tas, dompet dan perlengkapan pakaian), perlengkapan rumah tangga (household), batik kayu, batik kaca.

Sebagian besar produksi batik di Laweyan masih menggunakan teknologi tradisional. Teknologi tradisional masih tetap dipertahankan untuk menjaga kekhasan dan keunikan batik Laweyan. Setelah munculnya Kampoeng Batik Laweyan, untuk mensiasati permintaan pasar yang semakin besar khususnya untuk batik cap dan tulis yang menggunakan zat pewarna yang membutuhkan panas matahari, maka dibuatlah inovasi alat yang dapat menggantikan panas matahari (lampu dengan roda berjalan). Alat ini digunakan sewaktu cuaca dalam keadaan mendung dan hujan

Laweyan merupakan salah satu kawasan penghasil batik terbesar di Indonesia. Pada masa kejayaan Laweyan tahun 1960-an, limbah batik sebagian besar dibuang langsung melalui sungai Kabanaran. Pada waktu itu limbah yang dihasilkan tidak beracun sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan. Seiring dengan perkembangan jaman, produksi batik banyak menggunakan zat pewarna kimia yang beracun. Sampai dengan tahun 2006 produksi batik di Laweyan sebagian besar turut andil dalam menyumbang pencemaran lingkungan, karena hasil buangan produksi batik langsung disalurkan ke sungai (sungai Kabanaran).

Setelah munculnya Kampoeng Batik Laweyan masalah pencemaran lingkungan mendapat perhatian yang sangat serius dari komunitas masyarakat Laweyan. Akhirnya pada tahun 2006 FPKBL bekerjasama dengan Kantor Lingkungan Hidup dan GTZ Pro LH sepakat membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal batik berbasis masyarakat yang pertama kali di Indonesia. Dengan adanya IPAL komunal, pelatihan Good Housekeeping dan pelatihan Eco Efficiency membuat masyarakat batik sadar akan kebersihan, pelestarian lingkungan dan cara berproduksi yang bersih dan efisien. Dari kondisi ini para pengusaha batik dapat menghemat pemborosan produksi sebesar rata-rata 20–25 Juta Rupiah per Tahun. Disamping itu dengan adanya IPAL komunal ini mendorong masyarakat untuk membuat IPAL sederhana di masing – masing perusahan sebagai alat untuk mengolah limbah sebelum dialirkan ke IPAL komunal. Dalam mekanisme pengelolaan IPAL komunal dibentuk panitia khusus pengelola IPAL. Sedang untuk biaya operasional pengelolaan ditanggung bersama antar pengusaha dengan iuran sebesar 25 ribu rupiah untuk pengusaha kecil, 50 ribu rupiah untuk pengusaha menengah dan 80 ribu rupiah untuk pengusaha besar.

Kharakter produk sentra industri Kampoeng Laweyan meliputi: 1). Batik tulis, Dulu Kampoeng Laweyan merupakan sentra industry kain tenun dan bahan pakaian yang sering di sebut Lawe. Kampoeng Laweyan sudah ada sebelum masa pemerintahan Kraton Pajang pada abad 15 M. Pada tahun 1546 Kyai Ageng Henis bermukim di desa Laweyan. Beliau merupakan bangsawan keturunan Prabu Brwijaya V. Selain menyebarkan agama islam di Laweyan , Kyai Henis juga mengajarkan teknik pembuatan Batik Tulis yang merupakan tradisi leluhur dari kalangan istana. Batik Tulis adalah suatu Teknik melukis di atas kain dengan menggunakan berbagai peralatan seperti chanting ( alat untuk mengoleskan malam pada kain), wajan ( tempat untuk mencairkan malam ), anglo (tempat pengapian arang), tepas ( kipas), kain pelindung, saringan malam dan dingklik (tempat duduk). Pada waktu itu bahan pewarna yang di gunakan berasal dari pohon tinggi, mengkudu, soga dan nila. Sedangkan untuk bahan soda memakai soda abu dan bahan garam dari lumpur. Karena semua bahan tersebut berasal dari alam, maka tidak menimbulkan polusi pada

lingkunganya. Proses pembuatanya batik tulis meliputi beberapa tahapan seperti mola (membuat pola), ngiseni(mengisi bagian yang sudah di buat polanya). Nerusi (membatik pada sisi sebaliknya), nemboki (menutup bagian kainyang tidak akan di warnai), mriki (proses penghalusan tembokan), pewarnaan, nglorot (merebus kai agarmalamnya larut) dan mbabari. Karena proses ini yang panjang dan sangat membutuhkan keahlian dari pembatik, maka batik tulis di jual dengan harga yang mahal. Batik tulis tergolong sebagai Batik Halus. Batik tulis dari kain sutera merupakan batik termahal dan di produksi dalam jumlah terbatas. Batik ini di buat untuk memenuhi permintaan pasar segmen menengah ke atas dan untuk keperluan ekspor. 2). Batik Cap, Ketika masa penjajahan Belanda pada tahun 1905 berdiri organisasi Serikat Dagang Islam yang di prakarsai oleh K.H. Samanhudi, salah satu saudagar batik di laweyan. Pada masa inilah muncul teknik baru pembuatan batik dengan menggunakan cap. Dengan bantuan cap, proses pembuatan batik dapat di persingkat dan tidak menuntut keahlian seperti pada pembatik batik tulis, sehingga bisa menekan biaya produksi serta sangat produktif. Untuk membuat sehelai kain batik tulis di perlukan waktu sekitar satu bulan tergantung tingkat kesulitannya. Sedangkan dengan menggunakan cap, sehari dapat di hasilkan rata- rata dua puluh helai kain batik. Ini satu inovasi industri yang sangat menjanjikan harapan baru bagi para pengusah untuk meraih kesuksesan. 3). Batik Kombinasi, yakni pembuatan batik yang menggabungkan antara teknik batik tulis, batik cap, lukis batik dan teknik cabut warna.

Aspek Pengembangan SDM dan Organisasi

Dengan adanya Kampoeng Batik Laweyan mendorong masyarakat pengusaha untuk menyadari betapa pentingnya berorganisasi untuk membangun kondisi persatuan dan kesatuan dalam satu komunitas. Mereka sadar dalan era global hanya dengan bersatu mereka akan kuat dan dapat berkembang. Salah satu media silaturahim di Kampoeng Batik Laweyan adalah acara Selawenan. Melalui acara yang diselenggarakan pada tanggal 25 (dua puluh lima) setiap bulannya, mereka dapat bersilaturahim dalam bentuk sarasehan budaya (batik), pentas seni, berpameran atau aktifitas lainnya yang erat dengan inovasi produksi kreatif.

Dalam melaksanakan upaya peningkatan Sumber daya manusia dari para karyawan yang bekerja di seluruh toko yang terdapat di Kampoeng Batik Laweyan, sering diadakan pelatihan yang dilakuakan baik oleh para masing- masing pengusaha yang ada di kampong Batik Laweyan maupun oleh pemerintah baik di lingkunagan pemda Solo maupun di lingkungan kementrian Perindustrian , pelatiahan yang biasanya diadakan sebulan sekali merupakan pelatihan dalam melakukan proses pembatikan baik secara tulis maupun secara cap dan dalam melakuakan penggunaan IPAL yang materinya berupa pembuangan limbah proses pembatikan secara aman.

Aspek Manajemen Pemasaran

Masyarakat pengusaha batik Laweyan bisanya mengelola perusahaan dengan manajemen tradisional. Rata–rata mereka tidak kenal/segan akan berpromosi. Dengan berdirinya Kampoeng Batik Laweyan, akibat dari adanya interaksi dengan masyarakat luar khususnya masyarakat pers dan adanya usaha untuk bertahan dari persaingan global, maka budaya promosi mulai berkembang. Promosi dilakukan melalui media koran, majalah, televisi, brosur, pameran. Promosi biasanya dilakukan secara individu dan bersama–sama dalam satu komunitas.

Selama ini dalam melakukan promosi terhadap kampoeng batik Laweyan hanya melalui artikel–artikel yang di tulis di blog para pengunjung yang telah mengunjungi Kampung Batik Laweyan, selain itu terdapat Paguyuban Kampung Batik Laweyan yang aktif menyiarkan berita yang terkait tentang kegiatan yang di lakukan di kampong Batik Laweyan di Website Kampung

Dalam dokumen Prosiding Full 2013.compressed (Revisian) (Halaman 112-122)