• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PENGATURAN TENTANG KEAMANAN PENERBANGAN

B. Organisasi-Organisasi Penerbangan Sipil

1. International Civil Aviation Organization (ICAO)

ICAO didirikan pada tahun 1944 di Chicago. Organisasi ini merupakan badan internasional yang paling berpengaruh dalam membuat ketentuan-ketentuan hukum dalam bidang penerbangan internasional.78 Tanggung jawab yang dibebankan kepada ICAO berkaitan dengan penerbangan sipil internasional sebagai organisasi internasional yang terdapat dalam Chicago Convention, 1944. ICAO berusaha

77

Lihat, Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), hal. 183 bahwa walapun pada dasarnya sesuai dengan prinsip kedaulatan negara, prinsip kesamaan derajat dan prinsip tidak campur tangan, maka suatu negara yang berdaulat menjalankan yuridiksi di dalam wilayahnya sendiri dan tidak boleh dijalankan dalam wilayah negara lain. Prinsip-prinsip tersebut tersirat dari prinsip hukum “par in parem non habet imperium” artinya para pihak yang sama kedudukannya tidak mempunyai juridiksi terhadap pihak lain (equal do not have each other). Selanjutnya Huala Adolft menyatakan juridiksi adalah kekuasaan atau kewenangan hukum negara terhadap orang, benda atau peristiwa (hukum). Pada prinsipnya negara memiliki kekuasaan untuk mengatur hubungan hukum yang dilakukan baik orang (warga negara maupun warga negara asing) yang berada di wilayahnya. Negara pun memiliki wewenang yang sama untuk mengatur benda-benda atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam wilayahnya.

78

menjalankan peranannya sebaik mungkin dengan melaksanakan kegiatan sebagai berikut:79

a. Menyusun pelaksanaan yang terperinci mengenai penyitaan prasarana-prasarana dan pelayanan-pelayanan penerbangan sipil internasional.

b. Mempersiapkan rencana perjanjian internasional dan peraturan-peraturan yang diperlukan guna peningkatan kemajuan dunia internasional.

c. Mengadakan jalur-jalur atau route-route penerbangan baru dalam lalu lintas udara internasional.

d. Memperkenalkan kepada dunia internasional mengenai rancangan pesawat udara yang lebih ekonomis dengan tingkat keselamatan yang tinggi.

Tugas dan kewenangan ICAO mempunyai hubungan yang erat dengan tujuan didirikan ICAO, yang mencakup tugas dan kewenangan sebuah organisasi internasional yang menangani penerbangan sipil internasional. Pasal 44 Chicago Convention, 1944 memperinci hal-hal yang antara lain sebagai berikut:80

a. Menjamin keselamatan dan pertumbuhan terhadap penerbangan sipil internasional di seluruh dunia.

b. Mengarahkan rancangan (design) pesawat udara untuk tujuan-tujuan keamanan dan keselamatan penerbangan.

c. Memajukan pengembangan prasarana-prasarana perusahaan penerbangan,

79

Ibid

80

Suwardi, Peranan Organisasi Internasional Dalam Perkembangan Hukum Udara dan Ruang Angkasa, Disampaikan pada Penataran Hukum Udara dan Ruang Angkasa, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, tanggal 5-17 September 1994, hal. 13, dalam http://www.yahoo.com, International Civil Aviation Organization (ICAO), diakses tanggal 26 Juni 2008

bandar-bandar udara, dan navigasi udara penerbangan sipil internasional. d. Memenuhi kebutuhan masyarakat internasional dalam hal keselamatan dan

kenyamanan angkutan udara yang efisien dan ekonomis.

e. Mencegah pemborosan ekonomi yang disebabkan oleh persaingan yang tidak wajar.

f. Menjamin hak-hak negara peserta dan bahwa negara-negara tersebut mempunyai kesempatan yang sama untuk mengoperasikan jalur-jalur penerbangan internasional.

g. Menghapus diskriminasi di antara negara-negara peserta.

h. Mendukung jaminan keselamatan penerbangan dalam navigasi udara internasional.

i. Mendukung secara umum pengembangan seluruh aspek penerbangan sipil internasional.

ICAO telah mengeluarkan beberapa produk hukumnya yang dituangkan ke dalam tiga konvensi internasional dan satu protokol yang berkenaan dengan kejahatan terhadap penerbangan sipil, yaitu: a) Konvensi Tokyo, 1963, b) Konvensi Den Haag, 1970, dan c) Konvensi Montreal, 1971, d) Protokol Montreal, 1988.81 Ketiga

81

Harisman, Op.cit, hal. 73 bahwa adanya konvensi ini mengakibatkan Konvensi Paris 1919 dan Protokolnya dinyatakan tidak berlaku, namun apabila ditelusuri dari ke tiga konvensi tersebut tidak ada yang mengatur upaya untuk mengatasi/mencegah kejahatan terhadap pesawat udara atau penerbangan udara. Kekurangan pengaturan ini menyebabkan kegiatan penerbangan udara tidak terlepas dari tindakan kejahatan yang sering disebut dengan pembajakan (hijacking). Salah satu upaya mengatasi maka pada tahun 1959 melalui Komite Hukum Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO) merekomendasikan untuk membuat konvensi internasional yang dapat mengatasi berbagai bentuk kejahatan terhadap penerbangan internasional umumnya dan pesawat udara khususnya.

konvensi internasional dan satu protokol itu adalah dasar dari peraturan perundangan internasional untuk menghadapi perbuatan melawan hukum, yang ditujukan terhadap penerbangan sipil baik secara preventif maupun secara represif. Selain ketiga konvensi internasional dan satu protokol tersebut, setiap negara peserta mempunyai peraturan pidananya masing-masing untuk menghadapi kejahatan terhadap penerbangan sipil.

Selain itu ICAO juga menyerukan kepada negara-negara yang disinggahi oleh pelaku kejahatan penerbangan sipil untuk mengambil tindakan segera sesuai dengan Konvensi Den Haag, 1970, dan Assembly Resolution A 23-22, yaitu memperingatkan kepada negara peserta Konvensi Den Haag, 1970 untuk memperhatikan kewajiban mereka jika terjadi kejahatan terhadap penerbangan sipil, yaitu dengan memberitahukan segera kepada majelis mengenai ekstradisi atau penyelesaian hukum lainnya.82 Lebih lanjut, ICAO sebagai organisasi penerbangan sipil internasional di bawah naungan PBB, telah memainkan peran ganda yaitu, di bidang diplomatic. Di bidang diplomatic antara lain memberikan saran untuk memperluas ruang lingkup hukum internasional ini dengan penambahan protokol pada Konvensi Montreal atau membentuk konvensi baru. Saran-saran itu menyatakan, bahwa jika suatu tindakan yang cenderung akan membahayakan keselamatan penerbangan sipil internasional, maka dianggap suatu pelanggaran apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:83

a. Suatu tindakan pelanggaran terhadap seseorang di pelabuhan udara

82

Tien Saefullah, Op.cit, hal. 67

83

internasional, kalau tindakan tersebut mengganggu operasi pengamanan penerbangan internasional.

b. Menempatkan atau menyebabkan ditempatkannya di pelabuhan udara internasional, dengan cara apapun, suatu alat atau benda yang cenderung dapat menyebabkan kerusakan atau kehancuran.

c. Merusakkan atau menghancurkan gerbang-gerbang pengawasan keamanan atau kemudahan lainnya, atau mengganggu operasi kemudahan pelayanan dan keamanan.

d. Memasuki daerah yang diawasi keamanan secara melawan hukum dengan maksud membahayakan keselamatan penerbangan sipil internasional.

Kemudian di forum diplomatic ICAO mengajukan klausul model keamanan penerbangan pada perjanjian angkatan udara bilateral, selain menuntut kepada ketiga konvensi juga menuntut yang meliputi:84

a. Untuk memberikan bantuan yang diperlukan atas permintaan untuk mencegah tindakan-tindakan yang melanggar hukum.

b. Untuk menjamin agar semua operator bertindak sesuai dengan tindakan keamanan penerbangan.

c. Untuk menyiapkan tindakan-tindakan yang memadai untuk melindungi pesawat udara dan memeriksa para penumpang, awak pesawat, barang-barang bawaan, bagasi, muatan dan perlengkapan pesawat udara sebelum dan selama pemuatan dan pembongkaran.

84

d. Untuk membantu dalam mengatasi bahaya atau ancaman bahaya secepat dan seaman mungkin.

Dewan ICAO pada tanggal 25 Juni 1986 telah mengeluarkan sebuah resolusi mengenai “ketentuan keamanan penerbangan (model clause on aviation security). Ketentuan ini telah dirancang untuk dimasukkan ke dalam perjanjian bilateral mengenai penerbangan udara. Dimaksudkan hanya untuk membimbing negara-negara, namun tidak diwajibkan dan tidak membatasi kebebasan negara-negara berdasarkan perjanjian untuk memperluas atau membatasi ruang lingkupnya atau menggunakan pendekatan yang berbeda. Misalnya berkaitan dengan pemeriksaan terhadap penumpang, bagasi dan lain sebagainya, disetiap negara pelaksanaan teknis pemeriksaan dan penggunaan alat-alat deteksi tidak sama, karena kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi antara negara yang satu dengan negara lainnya berbeda-beda.