• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mengamankan Bandara Udara Internasional Polonia Medan"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DALAM MENGAMANKAN BANDAR UDARA

INTERNASIONAL POLONIA MEDAN

Tesis

Disusun Oleh

Iwan Setyawan

NPM 067005054 Pembimbing:

1. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH,MH

2. Dr. Sunarmi, SH, M. Hum

3. Syafruddin. S Hasibuan, SH, MH

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Telah diuji pada

Tanggal 19-12-2007

____________________________________________________________________

PANITIA UJIAN TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH

Anggota :1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M. Hum

2. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH

3. Dr. Sunarmi, SH, M. Hum

(3)

ABSTRAK

Deregulasi menyangkut kebijakan pengamanan di Indonesia dilandasi oleh beberapa peraturan perundang-undangan yang tidak dapat dipisahkan dari pengaruh lahirnya konvensi Internasional yang mengatur tentang tindak pidana terhadap penerbangan sipil yakni ratifikasi ketiga konvensi internasional mengenai tindak pidana terhadap penerbangan sipil seperti yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1976, kemudian ditetapkan pula Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 yaitu Undang-Undang Tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bertalian Dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-undangan Pidana. Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan. Pada tanggal 25 Mei 1992 telah ditetapkan sebuah undang-undang mengenai penerbangan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Peraturan perundang-undang yang mengatur tentang penerbangan sipil bertujuan untuk mencegah baik secara preventif maupun represif dan ditetapkan untuk melindungi penumpang pesawat udara, awak pesawat udara, sarana/prasarana penerbangan yang salah satunya adalah bandar udara dan pesawat udara. Berdasarkan pengaturan menyangkut penerbangan sipil baik konvensi-konvensi internasional maupun perundang-undangan nasional maka dapat dideskripsikan bahwa ada beberapa kategori gangguan keamanan bandar udara berupa tindakan melawan hukum (act of unlawful interference). Disamping peraturan perundang-undangan dimaksud ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap gangguan ketertiban lalu lintas penerbangan dengan menggunakan sarana bandar udara yakni: Pertama, penegakan hukum bagi pelaku kejahatan yang menggunakan sarana bandar udara sebagai tempat untuk melakukan aksi kejahatan terutama diwilayah daerah terbatas (restriscted

area) dan daerah steril (sterille area). Kedua, menyangkut kewenangan antar lembaga

yang diberi wewenang untuk melakukan kegiatan pengamanan di bandar udara. Adapun permasalah yang dibahas dalam penelitian ini mencakup pengaturan tindakan pengamanan dalam yuridiksi publik dan peran Polri serta hambatan yang ditemukan untuk melakukan kegiatan pengamanan di bandar udara khususnya Polonia Medan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif artinya penelitian ini cenderung menggunakan data sekunder baik berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang didukung dengan melakukan observasi langsung ke objek penelitian. Bahan hukum primer yaitu peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengamanan penerbangan sipil sebagai indikator stabilitas dan penyalahgunaannya dapat berakibat pada suasana ketertiban yang berpengaruh pada kegiatan lalu lintas penerbangan di Indonesia. Sebagai bahan hukum primer selain dari peraturan perundangan di bidang pengamanan bandar udara juga peraturan perundangan yang terkait dengan penerbangan. Bahan hukum sekunder yaitu pandangan para ahli hukum dan ahli di bidang penerbangan sipil dan pengamanan objek vital nasional dengan menggunakan kebijakan hukum pidana yang dikutip dari literatur yang mendukung kerangka pemikiran dan analisis terhadap obyek penelitian. Sifat penelitian ini adalah

deskriptif analitis yaitu penelitian ini selain untuk menggambarkan fakta-fakta hukum

(4)

beberapa pengaruh kerawanan sosial yang terjadi di dalam security area bandar udara yang dapat mengganggu kondisi kondusif yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

Pengaturan tentang penerbangan sipil di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perangkat hukum Internasional dan organisasi Internasional yang mendukung terhadap pelaksanaan pengamanan penerbangan sipil dan keselamatan masyarakat sipil, misalnya ketentuan yang terdapat di dalam Konvensi Tokyo, 1963 dan Konvensi Den Haag, 1970 serta Konvensi Montreal, 1971. Landasan yuridis yang dijadikan sebagai umbrella

provision peran Polri yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia telah melegitimasi beberapa kewenangan dan tugas Polri dalam rangka menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakan terhadap ancaman, gangguan keselamatan penerbangan sipil. Faktor yang terpenting untuk mendukung pencapaian kegiatan pengamanan Bandar Udara Internasional Polonia Medan sebagai

area public dan mengatasi beberapa kewenangan instansi yang berada di bandar udara

yang melahirkan ego kelembagaa dalam kerangka mewujudkan keselamatan penerbangan sipil bagi masyarakat umum adalah tersedianya perangkat hukum yang memberikan kewenangan dan legitimasi yang jelas dan terarah bagi instansi yang melakukan kegiatan pengamanan di bandar udara khusunya Polonia Medan dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undang-Undangan. Untuk itu, diharapkan dalam mengantisipasi lahirnya ego kelembagaan harus terciptanya suatu perangkat hukum yang bercirikan top down artinya adanya kemauan dan polical

will dari Negara melalui alat kelengkapan baik DPR maupun Pemerintah yang

merumusakan norma hukum yang bersifat memaksa (imperatif) terhadap pola pengamanan bandar udara di dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sehingga terintegrasinya kewenangan instansi yang berada di bandar udara untuk melakukan kegiatan pengamanan dan diserasikan dengan hirarki perundang-undangan.

(5)

ABSTRACT

Deregulation concerning the policy of security in Indonesia is based on several regulations of legislation that is inseparable from the influence of the issuance of the international convention regulating the criminal act of civil aviation that is the third ratification of international convention on the criminal act of civil aviation as stated in Law No.2/1976 and Law No. 4/1976 on Amendment of Several Articles in the Indonesian Criminal Code related to the Extension of the Effectiveness of the Stipulation of Criminal Legislation, Aviation Crime and Facilities/Infrastructure Aviation Crime. Law No. 15/1992 on Aviation was issued by the government of Indonesia on May 25, 1992 to regulate civil aviation and to preventively and repressively protect the flight passengers, the cabin crews, aviation facilities/infrastructure such as the airport and the airplanes. Based on the regulation concerning civil aviation, either international conventions or national legislations, it can be described that there are several categories of airport security interference in the form of illegal action (act of unlawful interference). In addition, there are also several factors influencing the order of air traffic such as; first, law enforcement for those using airport facilities as a place to conduct the crime especially in restricted area and sterile area, second, in terms of inter-institutional authority to secure the airport.

The purpose of this analytical descriptive study is to examine the regulation of security act in public jurisdiction, the role of police, and the constraints faced in the implementation of security activity at the airport especially at Polonia Airport Medan. The data for this study were based on secondary data obtained through library research and the result of observation directly conducted in the research area. The secondary data consist of the primary and secondary legal materials. The primary legal materials consist of regulations of legislation related to the civil aviation security that influences the air traffic activity in Indonesia and the regulations of legislation related to the aviation itself. The secondary legal materials comprises the opinion of the experts either in law, civil aviation, and national vital object security using the policy of criminal law quoted from the literatures supporting the logical framework and the analysis of the object of study. The data obtained were qualitatively analyzed to find the solution to minimize the problems resulted from the social unsafe found in the security area that can disturb the stable condition of the airport.

(6)

Legislation Regulations. It is expected that to anticipate the coming of the institutional ego, a set of law with top down characteristics must be created because it shows the intention and political will of the state through its apparatus either the legislative assembly or the government which imperatively formulate the legal norms to be the pattern of the airport security in the national Legislation Program that authority of institutions operating at the air port can be integrated in doing the activity of security and be coordinated to the hierarchy of legislation.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas kesehatan yang diberikan sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Judul penelitian ini menyangkut tentang ” PERAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM MENGAMANKAN BANDAR UDARA INTERNASIONAL POLONIA MEDAN ”. Penyelesaian tesis ini tidak akan selesai tanpa bantuan, saran maupun petunjuk yang diberikan kepada penulis oleh pembimbing maupun penguji baik pada saat pengajuan judul sampai penyusunan tesis ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A (K), selaku Rektor atas kesempatan menjadi mahasiswa pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

2. Ibu, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa., B. M.Sc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

(8)

4. Ibu Dr. Sunarmi, SH. M. Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum juga sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis.

5. Bapak Syafruddin S Hasibuan, SH, MH, selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas bimbingan dan dorongan dalam melaksanakan penelitian dan penyelesaian tesis.

6. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku penguji penulis mengucapkan banyak terima kasih atas masukan dan sarannya guna perbaikan tesis ini.

7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH., M. Hum, selaku penguji, terima kasih atas masukan dan pendapatnya dalam penyempurnaan substansi tesis ini.

8. Seluruh Guru Besar serta Dosen pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih dan do’a penulis untuk orang tua dan mertua, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan-kebaikannya. Do’a-do’a beliau selalu mengiringi penulis dalam menyelesaikan dan merampungkan studi di Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Khusus untuk Isteri dan Anak yang telah banyak berkorban dan bersabar dengan selalu memberikan semangat kepada penulis untuk tetap giat belajar dan menyelesaikan studi ini. Kepada seluruh saudara, sahabat dan kerabat yang telah mendukung dan mendo’akan, penulis ucapkan terima banyak terima kasih atas segala bantuan dan perhatiannya.

(9)

memberikan kesempatan, dukungan dan motivasi untuk mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga berharap bahwa tesis ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan, namun penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis memohon saran dan masukan kepada kalangan-kalangan peneliti selanjutnya agar penelitian ini menjadi sempurna dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang pengamanan bandar udara. Semoga Allah SWT memberikan berkah, karunia dan kekuatan lahir batin kepada kita semua.

(10)

Iwan Setyawan

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS

NAMA : IWAN SETYAWAN, SH, SIK

PANGKAT / NRP : KOMPOL / 74020325

JABATAN : KASAT SAMAPTA POLTABES MS TEMPAT / TGL LAHIR : MADIUN / 20 – 02 – 1974

SUKU : JAWA

BANGSA : INDONESIA

AGAMA : ISLAM

NAMA ISTRI : DIANA ROESMALA DEWI, SH NAMA ANAK : A. FITRIA ARGYA UTAMI 4. INGGRIS INTERMEDIATE : 2000 5. KIBI PA PTIK : 2001

2. AVIATION AIRPORT SECURITY PROGRAM STAGE 2 – SCHIPHOL

(11)

A LETDA TMT 27 – 05 – 1995 B. KASUBNIT IDIK LAKA LANTAS POLWILTABES SURABAYA

TMT 1997 – 1998

C. KASAT LANTAS POLRES KEDIRI TMT 1998 – 2000 D. KAPOLSEK GROGOLPOLRES KEDIRI TMT 2000 – 2001 E. KAPOLSEKTA KEDIRIPOLRESTA KEDIRI TMT 2001 – 2001

F. PS KASUBBAG RENUM BAG STRABANG RO RENBANG POLDA SULTENG TMT 2003 – 2004

G. DANKI TARUNA AKPOL AKPOL SEMARANG TMT 2004 – 2006 H. GADIK MUDA DIT AKADEMIK AKPOL SEMARANG TMT 2006 – 2006 I. KASAT PAM OBSUS POLTABES MEDAN TMT 2006 – 2007

J. KASAT SAMAPTA POLTABES MEDAN TMT 2007 – SEKARANG

VI TANDA JASA YANG DIMILIKI

A. SATYA LENCANA KESETIAAN 8 TAHUN B SATYA LENCANA DWIDYA SISTHA C SATYA LENCANA KSATRIA TAMTAMA D SATYA LENCANA KEBAKTIAN SOSIAL E. SATYA LENCANA DHARMA NUSA

VII DATA RIWAYAT PENUGASAN OPS KEPOLISIAN

A. OPS PEMULIHAN KEAMANAN “SINTUWU MAROSO II” POSO DAN MOROWALI 14 JULI 2003

B OPS KEMANUSIAN TZUNAMI ACEH PROPINSI NAD JANUARI 2006

VIII DATA KEMAMPUAN

A. SCUBA : BERTEMPAT AKPOL SEMARANG

B. SAR : BERTEMPAT AKPOL SEMARANG

C. PENYIDIK : BERTEMPAT KAKOR RESERSE

(12)

DAFTAR ISI

E. Keaslian Penelitian... 18

F. Kerangka Teori dan Konsepsional... 19

1. Kerangka Teori ... 19

2. Konsepsional... 24

G. Metode Penelitian ... 27

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 27

2. Sumber Data... 28

3. Teknik Pengumpulan Data... 30

4. Analisis Data... 30

BAB II : PENGATURAN TENTANG KEAMANAN PENERBANGAN SIPIL YANG TERMASUK DALAM YURIDIKSI PUBLIK PADA PERUNDANG – UNDANGAN NASIONAL ... 32

A. Pengaturan Tentang Penerbangan Pesawat Udara Sipil ... 32

B. Organisasi-Organisasi Penerbangan Sipil ... 48

1. International Civil Aviation Organization (ICAO) ... 50

2. International Air Transport Association (IATA) ... 55

3. International Federation of Airline Pilots Association (IFALPA)... 57

4. Dewan Keamanan PBB... 58

BAB III: PERAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM MENGAMANKAN BANDAR UDARA INTERNASIONAL... 60

A. Pengamanan terhadap kejahatan Penerbangan Sipil... 60

B. Karakteristik Kejahatan Terhadap Penerbangan Sipil ... 62

1. Kejahatan terhadap peswat udara dalam penerbangan (in flight) 63

2. Kejahatan terhadap pesawat udara yang sedang dinas (in service)... 66

(13)

C. Peran Polri dalam Pengamanan Bandar Udara Internasional ... 68

D. Arti Pentingnya Keberadaan Polri Dalam Rangka Pengamanan Bandar Udara Internasional Polonia Medan ... 80

E. Standar Prosedur Pengamanan Bandar Udara ... 87

BAB IV: HAMBATAN – HAMBATAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEAMANAN PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL... 101

A. Hambatan Menyangkut Sarana dan Prasarana Bandar Udara ... 101

B. Hambatan Menyangkut Otoritas Tindakan Pengamanan Antara Instansi di Bandar Udara Polonia Medan ... 111

C. Ketidakadaan Standar Operational Prosedur di Bandar Udara Internasional Polonia Medan ... 117

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 123

a. Kesimpulan ... 123

(14)

DAFTAR ISTILAH

Bandara : Bandara Udara

CASR : Civil Aviation safety Regulation CCTV : Close Circuit Television

EOC : Emergency Operation Centre FAA : Federal Aviation Administration IFAW : International Fund for Animal Welfare ICAO : International Civil Aviation Organization IATA :International Air Transport of Association

IFALPA : International Federal of Airline Pilots Association

KUH Pidana : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHAP : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana OBVITNAS : Objek Vital Nasional

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

Polri : Kepolisian Negara Republik Indonesia SOP : Standar Operasional Prosedur

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan transportasi penerbangan di Indonesia dewasa ini mengalami kondisi yang cukup memprihatinkan dengan ditandai lahirnya beberapa deregulasi kebijakan yang mengarah untuk terciptanya transportasi udara yang aman dan kondusif.1 Hal ini pada dasarnya ditujukan untuk menjaga kondisi perekonomian di Indonesia yang telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari sistem tertutup kepada sistem terbuka.2

Di samping lahirnya kebijakan penciptaan transportasi udara yang aman dan kondusif, pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan di bidang ekonomi dalam rangka globalisasi perekonomian,3 dengan tujuan untuk menarik para investor

1

Lihat, B. Banu Saputra, Kesiapan Polri Dalam Melaksanakan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Dan Tindak Pidana Di Bidang Penerbangan, Serta Pengamanan Bandar Udara Sebagai Obyek Vital Nasional, Staf Khusus Kementerian ESDM Bidang Pengamanan Ovitnas, hal. 2 bahwa pada tahun 2000 terdapat 12 operator penerbangan, pada tahun 2007 terdapat sekitar 34 maskapai penerbangan dalam negeri, (sekitar 500 pesawat melayani 32 penerbangan internasional dan 162 penerbangan domestic). Tahun 2000 angkutan udara mengangkut 7,6 penumpang dan 120.000 ton kargo, pada tahun 2006 penumpang yang diangkut berjumlah 34 juta dan 256.000 ton kargo. Kenaikan jumlah penumpang & kargo rata-rata pertahun: penumpang 17 % dan kargo 13 %.

2

Lihat, Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, (Medan: Pidato diucapkan pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Ekonomi Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara di Hadapan Rapat Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara di Gelanggang Mahasiswa USU, Sabtu 17 April 2004), hal. 16, menyatakan bahwa sebelas tahun yang lalu Indonesia dimasukkan sebagai salah satu dari delapan Negara Asia Timur yang ajaib oleh karena pertumbuhan ekonominya yang tinggi, Bank Dunia (world bank) dalam satu laporan tahunannya menyebutkan perkembangan tersebut sebagai economic miracle. Empat tahu berselang keajaiban Negara-negara asia itu telah menjadi kehancuran akibat krisis ekonomi.

3

(16)

lokal maupun asing agar menanamkan modalnya.4 Hadirnya invenstor akan memungkinkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi Indonesia di daerah-daerah untuk berkembang. Indonesia yang kaya akan potensi sumber daya alam sangat memerlukan modal melalui investasi asing sebagai sarana pendukung, menumbuh kembangkan pembangunan ekonomi di dalam menghadapi era globalisasi dan persaingan dari negara-negara lain.5

Berkenaan dengan perlindungan hukum terhadap penanaman modal asing di Indonesia, Pemerintah dalam rangka meningkatkan penanaman modal asing telah dan selalu melakukan upaya untuk meningkatkan iklim yang kondusif untuk mendukung proses penanaman modal asing yang muaranya akan lebih memberikan jaminan

yang dilakukan investor dalam dan luar negeri di Indonesia. Pada tahap awal berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tercatat sebanyak 24 proyek investasi yang masuk dengan total investasi sebesar US $ 229,2 juta. Jumlah ini terus meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1973 dengan 133 proyek investasi bernilai 723,3 juta USD. Tetapi yang menjadi pertanyaan sekarang mengapa kondisi ini tidak berkelanjutan (sustainable), ditambah lagi dengan krisis ekonomi berkepanjangan di Indonesia.

4

Lihat, Mulia Nasution, Teori Ekonomi Makro, Pendekatan Pada Perekonomian Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1997), hal. 12, menyatakan bahwa dalam ekonomi dikenal berbagai jenis investasi antara lain dapat dibedakan dari aspek pelakunya meliputi:

a. autonomous investment (investasi yang dilakukan oleh pemerintah), biasanya investasi ini dialokasikan dalam rangka pengadaan fasilitas umum, seperti jalan raya, jembatan, bendungan, saluran irigasi, pertanahan dan lain-lain, sehingga sering disebut public investement.

b. induced investment atau investasi dorongan merupakan investasi yang timbul akibat adanya pertambahan permintaan efektif yang nyata dipasar. Kenaikan tersebut disebabkan adanya peningkatan pendapat masyarakat. Dapat dikemukakan investasi ini timbul sebagai respon terhadap pasar.

5

(17)

kepastian terhadap perlindungan hukum penanaman modal asing. Faktor hukum inilah yang menjadi faktor yang memberikan konstribusi.6

Iklim yang kondusif bagi kegiatan-kegiatan penanaman modal tersebut seperti stabilitas politik, keamanan dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, pembagian pendapatan yang merata serta peningkatan daya beli penduduk. Peningkatan iklim yang kondusif tersebut hendaknya juga diikuti oleh tersedianya peraturan perundang-undangan yang memadai dalam arti mengarah pada peningkatan perlindungan hukum penanaman modal.7

Kondisi di atas menunjukkan bahwa Indonesia harus konsisten dengan perangkat hukum di bidang pananaman modal asing dan sarana pendukung kegiatan penanaman modal asing misalnya sarana prasarana transportasi udara yang tidak dapat dipisahkan dari kemajuan pemanfaatan teknologi,8 baik perangkat hukum yang

6

Berbagai kalangan telah mengamati penyebab krisis di Asia, seperti antara lain lembaga keuangan Internasional dan berbagai pengamat. Hasilnya berkesimpulan bahwa sistem hukum dari negara-negara yang terkena krisis itulah menjadi salah satu factor yang memberikan konstribusi. Lihat, Bismar Nasution, Op.cit, hal. 17

7

Lihat, Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan Di Indonesia, (Jakarta: Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002), hal. 72, menyatakan pembuatan hukum yang efektif harus ditujukan pula untuk mengurangi moral hazard, misalnya pengawasan dan pengaturan yang efektif merupakan elemen penting dari financial safety net dalam mengendalikan masalah moral hazard.

8

(18)

sifatnya tetap maupun perangkat hukum yang sifatnya temporer9. Sifat hukum ini merupakan unsur persfektif dari social control kegiatan investasi di Indonesia yang berkaitan erat dengan tujuan utama hukum yaitu menjamin stabilitas dan kepastian.10

Perangkat hukum yang tetap disebut sebagai politik hukum yang tetap, yaitu berkaitan dengan sikap hukum yang akan selalu dijadikan dasar kebijaksanaan pada setiap pembentukan dan penegakan hukum. Sedangkan perangkat hukum yang temporer adalah kebijaksanaan yang ditetapkan dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan. Termasuk ke dalam kategori ini seperti: penentuan prioritas pembentukan peraturan perundang-undangan, penghapusan sisa-sisa perundangan kolonial, pembaharuan peraturan perundangan di bidang ekonomi, penyusunan peraturan perundangan yang menunjang pembangunan nasional dan sebagainya11

Politik hukum sebagai kebijaksanaan diharuskan juga memperhatikan aspek-aspek sosial yang berpengaruh terhadap pembentukan dan penegakan hukum sehingga dapat memprediksi keberlakukan suatu kaedah hukum pada pelaksanaan dan perlindungan investor di Indonesia. Termasuk pengamanan bandar udara Internasional terhadap tindakan-tindakan yang menimbulkan gangguan ketertiban lalu lintas penerbangan berupa perbuatan-perbuatan pidana yang diancam Pasal 479 huruf q KUH Pidana yang menyatakan bahwa “barang siapa di dalam pesawat udara melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dalam pesawat

9

Bagir Manan, Pembinaan Hukum Nasional, Makalah, disampaikan untuk kuliah umum di Fakultas Hukum UNPAD, Bandung,1997, hal. 4

10

Lihat, Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi Universitas Padjadjaran, (Bandung: Binacipta, 1977), hal. 11

11

(19)

udara dalam penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun”, Pasal 55 dan 56 KUH Pidana (delik pernyetaan),12 Pasal 359 KUH Pidana yang menyatakan bahwa “barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun”, Pasal 59, Pasal 60 dan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Keterkaitan unsur tersebut merupakan rangkaian dari kebijakan dasar berupa kebijakan kriminal terhadap perbuatan yang dapat mengganggu stabilitas kegiatan investasi.13 Hal ini dapat dilihat dari contoh tindak pidana yang menggunakan Bandar Udara Internasional Polonia Medan sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dan berakibat gangguan terhadap keamanan dalam rangka penegakan hukum, sebagai berikut:

1. Penyelundupan heroin seberat 12,29 kg di Bandar Udara Internasional Polonia Medan yang dilakukan oleh Ayodhya Prasad Chaubey, warga Negara India.14 2. Perdagangan satwa liar di Kota Medan yang semakin mengkhawatirkan

kondisinya. Hal ini terungkap berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan

12

Pasal 55 KUH Pidana menyatakan bahwa dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu. Sedangkan Pasal 56 KUH Pidana menyatakan bahwa dihukum sebagai orang yang membantu melakukan kejahatan.

13

Bandingkan, Barda Nawawi Arief, Upaya Non Penal Dalam Kebijakan Penaggulangan Kejahatan, Makalah disampaikan pada Seminar Krimonologi VI, Semarang, Tanggal 16-18 September 1991, hal. 2, bahwa usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi problem sosial yang dinamakan kejahatan ini (disebut dengan politik atau kebijakan kriminal) dapat dilakukan berbagai cara. Sudah barang tentu tidak hanya dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana), tetapi dapat juga dengan menggunakan sarana-sarana non penal. Salah satu upaya untuk mengatasi problem sosial dengan menggunakan sarana hukum termasuk hukum pidana merupakan bidang kebijakan penegakan hukum. Di samping itu, karena tujuannya adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada umumnya maka kebijakan hukum itu termasuk dalam bidang kebijakan sosial.

14

(20)

ProFauna Indonesia bekerja sama dengan IFAW (International Fund for

Animal Welfare) pada tahun 2007. Setiap tahunnya sekitar 10.000 ekor satwa

liar asli Sumatera ditangkap dari alam untuk diperdagangkan secara ilegal di tingkat domestik dan juga diselundupkan ke luar negeri. Pusat perdagangan satwa liar di Medan adalah di Pasar Burung Bintang. Di pasar ini berbagai jenis satwa dilindungi dijual bebas, seperti berbagai jenis elang, kakatua, kukang, owa, simpai, hingga beruang madu. Satwa-satwa tersebut dijual dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 100.000 per ekor sampai Rp. 1.500.000 per ekor. Pasar burung Bintang Medan juga berperan sebagai penyedia (supplier) satwa liar untuk pasar burung Pramuka Jakarta. Setiap 2 minggu sekali seorang pedagang satwa mengirim sekitar 300 ekor satwa ke Jakarta lewat Bandar Udara Internasional Polonia Medan.15

Tindak pidana sebagaimana diancam oleh KUH Pidana dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan ini merupakan tindak pidana yang membahayakan penerbangan sipil. Selain itu di dalam hukum menyangkut lalu lintas penerbangan juga mengatur hal-hal yang mengganggu ketertiban dan disiplin di dalam pesawat udara,16 masalah jenis-jenis kejahatan,17 pengamanan,18 yuridiksi,19

15

ProFauna Indonesia Petugas Pemerintah Diduga Terlibat Dalam Bisnis Satwa Liar di Medan Sumatera Utara, http:///www.yahoo.com, diakses tanggal 9 Agustus 2008

16

Pasal 1 Konvensi Tokyo, 1963

17

Jenis-Jenis Kejahatan diatur dalam konvensi Tokyo, 1963, Konvensi Den Haag, 1970 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan

18

ANNEX 17, Konvensi Chicago, 1944

19

(21)

penuntutan,20 penghukuman21 serta ekstradisi.22 Terhadap beberapa masalah yang telah diatur ini maka masalah prosedur pengamanan merupakan hal utama yang harus diperhatikan. Jika pengawasan terhadap setiap penumpang dan bagasi dilakukan secara teliti dan ketat dengan alat deteksi mengakibatkan kemungkinan akan terjadi pembajakan dan sabotase terhadap pesawat udara akan dapat dihindarkan, dengan demikian setiap bandar udara baik yang bertaraf internasional maupun penerbangan domestik perlu memasang alat-alat deteksi untuk memudahkan pengawasan.

Berkembangnya suatu kejahatan yang mempergunakan penerbangan sipil sebagai sarana untuk melakukan kejahatan, memerlukan suatu Konvensi Internasional guna mengatasi kejahatan, dengan adanya Konvensi Internasional maka akan mempersempit gerak pelaku kejahatan terhadap penerbangan sipil. Diantara Konvensi Internasional yang mengatur masalah penerbangan sipil pada umumnya terdapat tiga konvensi khusus yang mengatur tentang kejahatan terhadap penerbangan sipil yaitu Konvensi Tokyo 1963 yang mengatur tentang tindak pidana dan tindakan lain tertentu yang dilakukan di dalam pesawat udara (Tokyo Convention on Offences and

Certain Other Acts Committed Board Aircraft), Konvensi Den Haag 1970 tentang

penguasaan pesawat udara secara tidak sah (The Hague Convention for Suppression

of Unlawful Seizure of Aircraft) dan Konvensi Montreal 1971 tentang pemberantasan

tindakan-tindakan melawan hukum terhadap penerbangan sipil (Convention for the

Suppression of Unlawful Acts Against the Savety of Civil Aviation). Arti pentingnya

20

Pasal 7 Konvensi Den Haag, 1970

21

Pasal 2, Konvensi Den Haag, 1970 dan Pasal 3 Konvensi Montreal, 1971

22

(22)

peraturan-peraturan internasional ini pada dasarnya digunakan oleh suatu negara guna menangani masalah kejahatan terhadap penerbangan khususnya kejahatan yang ditujukan terhadap pesawat udara sipil di bandar udara. Hal ini diperlukan karena khusus dalam penerbangan internasional pada umumnya akan menyangkut kepentingan lebih dari satu negara apabila terjadi suatu kasus kejahatan misalnya kepentingan negara tempat pesawat itu mendarat, kepentingan dari negara yang memiliki pesawat udara atau negara dimana pesawat udara sipil tersebut didaftarkan.

Berhubungan dengan kejahatan yang ditujukan terhadap pesawat udara sipil di bandar udara, tentu saja tidak hanya dapat merusak atau menghancurkan pesawat udara sipil itu sendiri, namun dapat juga mengancam keselamatan para penumpang, awak pesawat udara dan tidak luput pula mengancam keselamatan orang-orang yang berada disekitar bandar udara serta merusak fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk suatu penerbangan di bandar udara. Kejahatan tersebut misalnya, dapat dilakukan dengan meletakkan bahan peledak atau bom waktu disekitar bandar udara atau di dalam pesawat udara itu sendiri dengan harapan akan meledak dengan sendirinya yang pada akhirnya akan merusak atau menghancurkan pesawat udara sipil di bandar udara ataupun setelah pesawat udara lepas landas (take off).

(23)

Tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bertalian Dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan. Pada tanggal 25 Mei 1992 telah ditetapkan sebuah undang-undang mengenai penerbangan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Peraturan perundang-undang yang mengatur tentang penerbangan sipil bertujuan untuk mencegah baik secara preventif maupun represif dan ditetapkan untuk melindungi penumpang pesawat udara, awak pesawat udara, sarana/prasarana penerbangan yang salah satunya adalah bandar udara dan pesawat udara.

Berdasarkan pengaturan menyangkut penerbangan sipil baik konvensi-konvensi internasional maupun perundang-undangan nasional maka dapat dideskripsikan bahwa ada beberapa kategori gangguan keamanan bandar udara berupa tindakan melawan hukum (act of unlawful interference) berupa tindakan-tindakan sebagai berikut:23

1. Tindakan kekerasan terhadap seseorang di atas pesawat udara dalam penerbangan yang dimungkinkan membahayakan keselamatan pesawat udara tersebut;

2. Menghancurkan atau merusak pesawat udara yang akan dioperasikan sehingga menyebabkan pesawat udara tersebut tidak dapat terbang atau membahayakan keselamatan selama penerbangan;

3. Menempatkan alat atau bahan di pesawat udara yang akan dioperasikan sehingga menyebabkan pesawat udara tersebut tidak dapat terbang atau membahayakan keselamatan selama penerbangan;

23

Keputusan Kepala Kantor Administrator Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta Jakarta

(24)

4. Menghancurkan atau merusak atau mengganggu operasi fasilitas navigasi penerbangan yang berakibat membahayakan keselamatan penerbangan;

5. Komunikasi informasi palsu yang berakibat membahayakan keselamatan penerbangan;

6. Melakukan tindakan melawan hukum yang disertai dengan menggunakan peralatan, zat atau bahan atau senjata.

Salah satu contoh menyangkut tindakan pengamanan terhadap tindakan melawan hukum dengan mengggunakan bandar udara sebagai tempat melakukan aksi kejahatan adalah penyeludupan heroin seberat 12,29 kg di Bandar Udara Internasional Polonia Medan yang dilakukan oleh Ayodhya Prasad Chaubey, warga Negara India.24 Hal ini membuktikan bahwa salah satu aksi kriminalitas yang bisa terjadi di bandar udara adalah penyeludupan narkotika, orang (dokumen palsu), dan uang. Untuk itu peran X-RAY, petugas security dan Unit Anjing Pelacak Polri (K.9) harus benar-benar teliti dalam memeriksa proses keberangkatan penumpang dan bagasi. Modus-modus pelaku penyelundupan narkoba begitu beraneka ragam dalam mengelabui petugas keamanan di bandar udara. Ini terbukti dari beberapa kasus yang berhasil di ungkap aparat terhadap pelaku penyelundupan narkoba.

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap gangguan ketertiban lalu lintas penerbangan dengan menggunakan sarana bandar udara yakni: Pertama, penegakan hukum bagi pelaku kejahatan yang menggunakan sarana bandar udara sebagai tempat untuk melakukan aksi kejahatan terutama diwilayah daerah terbatas (restriscted area) dan daerah steril (sterille area).25 Kedua, menyangkut kewenangan

24

http:///www.yahoo.com, Harian Sriwijaya Post, Op.cit

25

(25)

antar lembaga yang diberi wewenang yakni landasan udara yang berada di wilayah TNI AU dan pengelolaan operator pesawat udara yang menjadi kewenangan Departemen Perhubungan ( Administrator Bandar Udara ), PT. Angkasa Pura serta pengamanan objek vital oleh institusi Polri. Kewenangan yang diberikan pada masing-masing lembaga tentunya dapat berdampak pada upaya pencapaian stabilitas dalam rangka penegakan hukum terhadap gangguan ketertiban lalu lintas penerbangan secara optimal, pada akhirnya berakibat ketidakpercayaan publik terhadap perilaku aparat dan penegak hukum serta pejabat publik dalam rangka peran pembaharuan hukum di Indonesia26 yang seharusnya sebagai sarana rekayasa sosial.27 Artinya faktor-faktor ini sangat berpengaruh bagi penegakan hukum dan

a. wilayah umum (public area) adalah daerah-daerah di dalam Bandar udara yang

diperuntukkan sebagai tempat melakukan kegiatan umum

b. wilayah terbatas (restricted area) adalah daerah-daerah tertentu di dalam bandar udara maupun diluar bandar udara yang digunakan untuk kepentingan pengamanan penerbangan, penyelenggaraan bandar udara dan kepentingan lainnya, dan untuk masuk daerah tersebut dilakukan pemeriksaan keamanan sesuai ketentuan yang berlaku

c. daerah steril (sterile area) adalah daerah tertentu di dalam bandar udara yang diperuntukkan untuk penumpang yang akan naik pesawat udara setelah dilakukan pemeriksaan pengamanan penerbangan

26

Lihat, Romli Artasasmita, Kajian Hukum dan HAM, Makalah disampaikan pada SESPATI POLRI, Bandung, tanggal 27 Maret 2003, menyatakan hukum bukan hanya diakui sebagai a tool of social engineering semata-mata akan tetapi juga harus diakui sebagai a tool of social and bureaucratic engineering.

27

Lihat, Satjipto Rahardjo, Transformasi Nilai-Nilai Dalam Penemuan Hukum Nasional, (Jakarta: Makalah BPHN Departemen Kehakiman, 1995), hal. 3 bahwa Social engineering harus bersifat sistematis, dari identifikasi problem sampai pada jalan pemecahannya, yaitu:

1. Mengenai problem yang dihadapi sebaik-baiknya termasuk di dalamnya mengenali secara seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari penggarapan itu.

2. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini penting dalam hal social engineering itu hendak diterapkan pada masyarakat dengan sektor-sektor kehidupan majemuk, seperti tradisional, modern dan perencanaan. Pada tahap ini ditentukan nilai-nilai dari sektor mana yang dipilih.

(26)

memformulasikan kebijakan. Dalam rangka memformulasikan kebijakan hukum menurut Lili Rasidi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni:28

“Keberlangsungan dan perkembangan hukum di Indonesia sangat dipengaruhi oleh karakteristik masyarakat yang beragam, bahkan karakteristik yang khas dari masyarakat Indonesia ini dapat pula menyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan dalam pembangunan di bidang hukum. Beberapa kesulitan-kesulitan itu antara lain: Pertama, keragaman sistem kemasyarakatan, tradisi hukum, pluralisme hukum yang berasal dari peninggalan sistem kolonial, perbedaan tingkat pendidikan dan kesejahteraan, sikap tradisional yang cendrung menolak perubahan, kebiasaan ketaatan terhadap tradisi-tradisi lokal, merupakan beberapa sebab yang menyulitkan proses kodifikasi dan unifikasi hukum.

Kedua, kebiasaan diatur oleh hukum adat yang senantiasa

mempertimbangkan perasaan hukum dan keadilan, merupakan sebab lain yang juga berpengaruh kuat terhadap proses ini. Ketiga, kurang lancarnya sistem komunikasi dalam menyampaikan aspirasi-aspirasinya merupakan sebab lain yang juga sama besar pengaruhnya terhadap kwalitas hukum yang dibentuk.

Stabilitas yang mencakup kondisi keamanan29 daerah dimana kegiatan lalu lintas penerbangan dilangsungkan menjadi faktor utama perlindungan kegiatan bandar udara disamping jaminan adanya kepastian hukum. Perangkat hukum yang mendukung di Indonesia dalam bentuk undang-undang dirasakan sangat kurang terutama yang mencakup kewenangan area pengamanan bandar udara baik oleh intitusi Polri dan intitusi lainnya yang berada diwilayah area pengamanan bandar udara, dan sanksi hukum bagi pelaku atas tindakan yang dapat menimbulkan

28

Lili Rasidi, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Rosdakarya, 1993), hal. 132

29

(27)

keresahan dan mengganggu keamanan yang pada akhirnya berakibat pada instabilitas kegiatan lalu lintas penerbangan.

Penegakan hukum bagi pelaku yang mengarah pada tindakan gangguan ketertiban masyarakat misalnya pengamanan potensi-potensi kerawanan gangguan ketertiban di area pengamanan bandar udara adalah bagian dari tugas Polri di samping penegakan hukum (law enforcement).30 Pengamanan area bandar udara yang merupakan objek vital nasional termasuk pangkalan TNI-AU yang digunakan sebagai bandar udara untuk umum (sipil) merupakan yuridiksi publik yang berdasarkan ketentuan (standar baku) Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) di dalamnya wajib dan mutlak tersedia 5 (lima) komponen baku pelayanan publik yakni: Polisi, Bea Cukai, Imigrasi, Karantina hewan/tumbuhan, Kesehatan Pelabuhan/Bandar Udara.31 Untuk itu Polri dengan segala alat kelengkapannya harus dapat memprediksi terlebih dahulu suatu tindakan yang dapat mengarah pada gangguan keamanan dan dapat menganggu keberlanjutan kegiatan lalu lintas penerbangan sipil. Tugas ini dilakukan oleh salah satu satuan Polri32 yakni

30

Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No.Pol B/3082/XII/2006 tentang Pelaksanaan Pengamanan pada Obvitnas Bandar Udara, bahwa security area dilakukan oleh Polri bersama-sama dengan pengelola/otoritas objek vital nasional yang meliputi:

a. lingkungan dalam area dalam kawasan objek vital nasional (inner area) berupa lokasi produksi, pemukiman, tempat istirahat, pergudangan

b. lingkungan luar area dalam kawasan objek vital nasional (outer area) berupa batas bangunan dengan pagar terluar dan batas bangunan dengan pemukiman penduduk

31

Surat Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.Pol B/3082/XII/2006 tentang Pelaksanaan Pengamanan pada Obyek Vital Nasional Bandar Udara.

32

(28)

pengamanan objek vital khusus yang bertugas untuk melakukan rangkaian kegiatan penyelidikan dalam rangka penegakan hukum.33

Kewenangan Polri untuk mengamankan bandar udara harus dimulai dengan memberikan kewenangan sepenuhnya kepada institusi Polri terhadap gejala-gejala yang menimbulkan gangguan keamanan bandar udara di wilayah pengamanan (security area),34 artinya penempatan personil Polri pada setiap area baik terbatas maupun steril sangat diperlukan guna menanggulangi gangguan keamanan bandar udara yang berakibat instabilitas lalu lintas penerbangan berdasarkan standar pengamanan objek vital nasional,35 misalnya tindakan pengamanan yang dilakukan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; Pasal 2, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia) yang apabila tidak dilaksanakan, maka Polri dikualifikasi sebagai melanggar undang-undang.

33

Lihat, Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, (Bandung: Sinar Baru, 1996), hal. 63, menyatakan hukum itu diam, hukum membuat janji-janji, hukum mengandung ide atau konsep yang tergolong abstrak. Hanya melalui penegakannya oleh aparat penegak hukum maka hukum itu dapat diekspresikan atau dikonkritisasi. Jadi, penegakan hukum dapat dikatakan sebagai suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Adapun yang dimaksud keinginan hukum tidak lain adalah pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan badan pembuat undang-undang dalam peraturan hukum itu.

34

Lihat, Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Skep/738/X/2005 tentang Pedoman Sistem Pengamanan Objek Vital Nasional, menyatakan bahwa Polri bersama-sama dengan pengelola/otoritas objek vital nasional menetapkan wilayah pengamanan yang meliputi:

1). Lingkungan dalam area dalam kawasan objek vital nasional (Inner Area) meliputi: Lokasi Produksi, Pemukiman, Tempat Istirahat, Pergudangan

2). Lingkungan luar area dalam kawasan objek vital nasional (Outer Area) meliputi: Batas Bangunan dengan pagar terluar dan batas bangunan dengan pemukiman penduduk.

3). Lingkungan sekitar di luar kawasan objek vital nasional (Environment/Community Area terdiri dari pemukiman penduduk sekitar objek vital nasional, objek-objek lain di sekitar objek vital nasional

35

Lihat, Pasal 5 Keputusan Presiden RI Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional yang menyatakan bahwa:

(1). Pengelola Objek Vital Nasional bersama Kepolisian Negara Republik Indonesia menentukan konfigurasi standar pengamanan masing-masing Objek Vital Nasional yang meliputi kekuatan personil beserta sarana prasarana pengamanannya.

(29)

oleh Kepolisian Metro Bandar Udara Soekarno-Hatta di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta sebagai objek vital nasional dengan menempatkan personil dan memberikan kewenangan bagi Polri dalam rangka pengamanan berdasarkan tingkat ancaman berupa tindakan yang dapat membahayakan terhadap penerbangan dan fasilitas udara dinyatakan sebagai kondisi gawat darurat dan dilakukan operasi penanggulangan kontijensi.36 Adapun kewenangan Kepolisian Metro Bandar Udara Soekarno-Hatta sebagai berikut:37

1. Memberikan dukungan terhadap pelaksanaan Program Nasional Pengamanan Penerbangan Sipil dan Program Pengamanan Bandar Udara sesuai dengan kebutuhan dan kondisi tingkat ancaman di bandar udara.

2. Dukungan Kepolisian Bandar Udara Soekarno-Hatta terdiri dari:

a. Pada daerah public area dan diluar “Daerah Terbatas” di dalam Daerah Lingkungan Kerja Bandar Udara, mempunyai kewenangan ketertiban dan pengamanan melalui pelimpahan tanggungjawab dari Penyelenggara Bandar Udara berdasarkan kesepakatan bersama.

b. Khusus di “Daerah Terbatas” hanya dapat diberikan apabila terjadi tindakan melawan hukum dan meningkatnya kondisi tingkat ancaman di Bandar Udara (kondisi rawan “kuning” dan kondisi gawat “merah) berdasarkan permintaan Kepala Kantor Bandar Udara Soekarno-Hatta sesuai ketentuan yang berlaku.

3. Dalam melaksanakan fungsi kepolisian yang terkait dengan tindak pidana di daerah terbatas, Polisi dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan surat perintah tugas dan berkoordinasi dengan Kepala Kantor Administrator Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta.

Kepolisian Negara Republik Indonesia serta mempertimbangkan masukan dari Departemen/Instansi terkait dan ketentuan internasional yang berlaku.

(3). Pengelola Objek Vital Nasional bersama Kepolisian Negara Republik Indonesia melaksanakan secara periodik audit sistem pengamanan yang ada sesuai Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

36

Salah satu unit kerja kontijensi adalah pelaksana utama dalam operasi penanggulangan situasi kontijensi di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta yakni Kepolisian Metro Bandar Udara

Soekarno-Hatta yang terdiri dari SPK (Sentra Pelayanan Masyarakat), Satuan Intelkam, Satuan Reserse Kriminal, Satuan Samapta, Satuan Lalu Lintas, Satuan Pam Obsus, Binamitra, P3D, dan Unit Pendukung lainnya.

37

(30)

B. Rumusan Masalah

Untuk menemukan identifikasi masalah dalam penelitian ini maka perlu dipertanyakan apakah yang menjadi masalah dalam penelitian38 yang akan dikaji lebih lanjut untuk menemukan suatu pemecahan masalah yang telah diidentifikasi tersebut. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan tentang keamanan penerbangan sipil yang termasuk dalam yuridiksi publik pada perundang-undangan nasional?

2. Bagaimana Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam mengamankan bandar udara Internasional?

3. Bagaimana Hambatan-Hambatan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Memberikan Perlindungan Keamanan pada bandar udara Internasional?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalah yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah:

38

(31)

1. Untuk mengetahui pengaturan tentang keamanan penerbangan sipil yang termasuk dalam yuridiksi publik pada perundang-undangan nasional.

2. Untuk mengetahui Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam mengamankan bandar udara Internasional.

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Memberikan Perlindungan Keamanan pada bandar udara Internasional.

D. Manfaat Penelitian

Bertitik tolak dari tujuan penulisan yang didasarkan pada tujuan penelitian yaitu:

“…… to discover answers to questions through the application of scientific

procedures. These procedures have been developed in order to increase the

likelihood that the information gathered will be relevant to the question asked and

will be reliable and unbiased.39

Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua kegunaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Secara Teoritis

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum khususnya dalam hukum pidana mengenai

39

(32)

pengamanan bandar udara Internasional secara preventif dan represif dan pengaruh kerawanan pada kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat yang pada akhirnya berpengaruh besar pada kegiatan lalu lintas penerbangan Internasional. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan pranata peraturan hukum di bidang transportasi udara.

b. Secara Praktis

Manfaat penelitian ini memberikan masukan kepada aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) dalam mengambil beberapa tindakan untuk menanggulangi dan menjaga keberlakuan suatu kaedah hukum, sehingga dapat mengantisipasi implikasi tindakan penyalahgunaan lalu lintas penerbangan yang berpengaruh pada suasana keamanan dan ketertiban masyarakat, selanjutnya penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang terkait dengan kegiatan pengamanan bandar udara dalam mengambil beberapa rangkaian kebijakan.

E. Keaslian Penelitian

(33)

berbeda. Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional objektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Kejahatan terhadap pesawat udara sipil di bandar udara memerlukan penanggulangan secara terpadu dengan memberdayakan peranan hukum sebagai kerangka dasar untuk melakukan tindakan pengamanan. Kejahatan40 terhadap pesawat udara muncul dari perkembangan ilmu dan teknologi dengan memanfaatkan sarana transportasi secara mudah untuk melintasi batas negara dalam rangka mempercepat arus lalu lintas kegiatan perekonomian, untuk mempertahankan keselamatan transportasi udara diperlukan perangkat-perangkat hukum yang mengatur berbagai segi di bidang kejahatan terhadap penerbangan sipil,41 hal ini mengandung arti bahwa hukum sangat berperan di dalam pembangunan ekonomi,

40

Lihat, Sofyan Sastrawidjaja, Hukum Pidana, Asas Hukum Pidana Sampai dengan Alasan Peniadaan Pidana, (Bandung: Armoco, 1996), hal. 112-113 bahwa banyak istilah kejahatan yang digunakan dalam penyebutannya antara lain tindak pidana, perbuatan pidana, strafbaar feith (bahasa Belanda) dan criminal act (bahasa Inggris) atau actus reus (bahasa latin).

41

(34)

artinya hukum dapat menjaga keseimbangan dan keselarasan serta mengakomodasi antara para pihak yang berkepentingan. Oleh karenanya rule of law merupakan hal penting bagi pertumbuhan ekonomi dan membawa dampak yang luas bagi reformasi sistem ekonomi (rule of law in economic development), hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh David M. Trubek bahwa jika masalah hukum sudah jelas maka Indonesia akan mudah menjawab pertanyaan, karena hukum adalah suatu ilmu yang praktis. Tidak perlu menggali kepada hal-hal yang fundamental dari fungsi-fungsi sosial, ekonomi dan politik dari tatanan hukum.42

Semakin meningkatnya jumlah angkutan udara yang memanfaatkan bandar udara sebagai tempat berlangsungnya lalu lintas penerbangan domestik maupun internasional memerlukan aturan hukum sebagai rule of law43 terhadap dampak semakin meningkatnya tingkat kerawanan penggunaan bandar udara untuk melakukan kejahatan, hal ini disebabkan kejahatan yang ditujukan terhadap pesawat udara sipil di bandar udara tidak hanya merusak pesawat udara namun juga mengancam keselamatan penumpang, awak pesawat udara dan mengancam masyarakat yang berada disekitar bandar udara serta merusak fasilitas-fasilitas yang

42

David M. Trubek, Toward a Social Theory of Law: An Essay on the Study of Law and Development, dalam Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Medan: Pidato diucapkan pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Ekonomi Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara di Hadapan Rapat Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara di Gelanggang Mahasiswa USU, Sabtu 17 April 2000, hal. 9

43

(35)

diperlukan untuk suatu penerbangan di bandar udara. Di samping itu peraturan hukum yang menyangkut pengamanan terhadap penerbangan sipil tidak dapat dipisahkan dari tiga Konvensi Internasional yang mengatur tentang kejahatan terhadap penerbangan sipil yaitu: a). Konvensi Tokyo 1963, yang mengatur tentang tindak pidana dan tindakan lain tertentu yang dilakukan di dalam pesawat udara (Tokyo Convention on Offences and Certain Other Acts Committed Board Aircraft), b). Konvensi Den Haag, 1970 tentang penguasaan pesawat udara secara tidak sah (the

hague convention for suppression of unlawful seizure of aircraft), c). Konvensi

Montreal 1971 tentang pemberantasan tindakan-tindakan melawan hukum terhadap penerbangan sipil (convention for the suppression of unlawful acts againts the savety

of civil aviation).

Selanjutnya, pembangunan hukum yang mengarah pada kegiatan penerbangan sipil melalui kegiatan pengamanan pesawat udara sipil di bandar udara pada hakekatnya ditujukan untuk menciptakan stabilitas (ketertiban) di samping kepastian hukum. Hal ini sesuai dengan ajaran bahwa hukum merupakan alat pembaharuan masyarakat yang berasal dari Roscue Pound (1954) yang menyatakan:

Law as a tool of social engineering 44. Konsepsi tersebut yang asalnya merupakan inti pemikiran dari Pragmatic Legal Realism kemudian dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja setelah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia45. Mochtar

44

Muchtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, (Bandung: Bina Cipta, 1976), hal. 9

45

(36)

Kusumaatmadja lebih lanjut menyatakan bahwa pembaharuan masyarakat didasarkan atas anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau pembaharuan itu merupakan sesuatu yang diinginkan dan bahkan dipandang perlu46. Menurut konsep law as a tool of social engineering tersebut, hukum tidak berada di belakang proses pembangunan, tetapi selalu berjalan di depan proses pembangunan. Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja menyebutkan bahwa konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat Indonesia lebih luas jangkauannya dan ruang lingkupnya daripada di Amerika Serikat tempat kelahiran teori tersebut, karena antara lain lebih menonjolnya perundang-undangan dalam proses pembaruan hukum di Indonesia47.

Hukum tidak hanya dibelakang dan menunggu serta mengikuti perubahan, akan tetapi secara aktif mendorong terjadinya perubahan. Meskipun terjadinya perubahan sosial bukanlah hanya semata-mata ditimbulkan oleh hukum saja tetapi faktor-faktor lain juga turut berperan, namun paling tidak, hukum memiliki kemampuan sebagai landasan, petunjuk arah serta sebagai bingkainya. Dikatakan oleh Satjipto Rahardjo, bahwa penggunaan Perundang-undangan dengan secara sadar oleh pemerintah sebagai suatu sarana untuk melakukan suatu tindakan sosial yang terorganisasi telah merupakan ciri khas negara modern.48 Demikian pula Marc

Galenter mengatakan, bahwa dalam sistem hukum modern terdapat kecenderungan

46

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Op. cit., hal. 13

47

Ibid.

48

(37)

yang tetap dan kuat ke arah penggantian perundangan rakyat yang lokal sifatnya oleh perundang-undangan resmi yang dibuat oleh pemerintah.49 Melalui berbagai peraturan perundangan tersebut, maka hukum diberlakukan secara uniform dan bersifat nasional serta tidak lagi bersifat lokal dan tradisional.

Penggunaan hukum sebagai sarana perubahan sosial dimaksudkan untuk menggerakkan masyarakat agar bertingkah laku yang sesuai dengan irama dan tuntutan pembangunan, seraya meninggalkan segala sesuatu yang sudah tak perlu lagi dipertahankan. Bertalian dengan masalah tersebut menarik apa yang dikatakan oleh Mochtar Kusumaatmaja, bahwa: Di Indonesia, fungsi hukum dalam pembangunan adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat.50 Hal ini didasarkan pada anggapan, bahwa adanya ketertiban (stabilitas) dalam pembangunan merupakan suatu yang dipandang penting dan diperlukan. Suatu ketertiban hukum merupakan suatu ketertiban yang dipaksa (dwangorde); apabila oleh hukum suatu tindakan-tindakan tertentu tak diperkenankan, maka jika tindakan itu dilakukan, yang melakukan tindakan tersebut akan dikenakan sanksi.

Di samping itu, hukum sebagai kaidah berfungsi sebagai sarana untuk menyalurkan arah kegiatan-kegiatan warga masyarakat ke tujuan yang dikehendaki oleh perubahan terencana itu. Dari uraian tersebut tampak bahwa dalam kaitannya dalam pembangunan, maka hukum dapat memainkan peranan yang amat penting,

49

Marc Galenter, Modernisasi Sistem Hukum, dalam Myron Weiner (ed), Modenisasi Dinamika Pertumbuhan, Cet III, (Yogyakarta: Gajah Mada University Pres, 1993), hal.110

50

(38)

yaitu sebagai sarana perubahan sosial. Dalam perjalanannya, pembangunan menimbulkan perubahan-perubahan besar yang tidak saja menyangkut nilai-nilai, sikap dan pola prilaku masyarakat. Dengan perkataan yang berbeda, sasaran dan akibat yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan benar-benar bersifat total dan simultan. Terjadinya perubahan dalam masyarakat merupakan gejala yang wajar. Pengaruh menjalar dengan cepat ke berbagai bagian dalam masyarakat. Lebih-lebih pengaruh perilaku sosial. Selo Sumardjan merumuskan perubahan sosial sebagai mencakup berbagai perubahan di dalam lembaga masyarakat sehingga mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai sikap, pola prilaku secara hubungan antar kelompoknya51.

2. Konsepsional

Landasan konsepsional menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep yang digunakan dalam penulisan tesis. Konsep merupakan bagian yang penting dari rumusan teori yang diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus yang lazim disebut dengan defenisi operasional. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu : pertama : Peran Kepolisian Negara Repulik Indonesia, kedua: Pengamanan Bandar Udara.

Dari dua variabel tersebut akan dijelaskan pengertian dari masing-masing sebagai berikut :

51

(39)

1. Polri adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan, fungsi kepolisian dimaksud sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.52

2. Keamanan dan Ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.53

3. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.54 4. Kepentingan Umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa

dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.55

52

Pasal 1 angka (1) dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

53

Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

54

(40)

5. Pengamanan (Security) adalah gabungan sumber daya manusia, fasilitas dan materiil serta prosedur untuk melindungi penerbangan sipil dari gangguan melawan hukum.56

6. Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat kargo dan/atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi.57

7. Daerah Terbatas (Restricted Area) adalah daerah-daerah tertentu di dalam bandar udara maupun di luar bandar udara yang digunakan untuk kepentingan pengamanan penerbangan, penyelenggaraan bandar udara dan kepentingan lainnya dan untuk masuk daerah tersebut dilakukan pemeriksaan keamanan sesuai ketentuan yang berlaku.58

8. Daerah Steril (Strille Area) adalah daerah tertentu di dalam bandar udara yang diperuntukkan untuk penumpang yang akan naik pesawat udara setelah dilakukan pemeriksaan pengamanan penerbangan.59

55

Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

56

Airport Security Program (ASP) Bandar Udara Soekarno-Hatta, 2006, hal. 12

57

Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan.

58

Airport Security Program (ASP), Op.cit, hal. 10

59

(41)

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif artinya penelitian ini cenderung menggunakan data sekunder baik berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yaitu peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengamanan penerbangan sipil sebagai indikator stabilitas dan penyalahgunaannya dapat berakibat pada suasana ketertiban yang berpengaruh pada kegiatan lalu lintas penerbangan di Indonesia. Sebagai bahan hukum primer selain dari peraturan perundangan di bidang pengamanan bandar udara juga peraturan perundangan yang terkait dengan penerbangan. Bahan hukum sekunder yaitu pandangan para ahli hukum dan ahli di bidang penerbangan sipil dan pengamanan objek vital nasional dengan menggunakan kebijakan hukum pidana yang dikutip dari literatur yang mendukung kerangka pemikiran dan analisis terhadap obyek penelitian.

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis60 yaitu penelitian ini selain untuk

menggambarkan fakta-fakta hukum mengenai peran Polri dalam mengamankan bandar udara pada kegiatan lalu lintas penerbangan, juga bertujuan untuk menjelaskan dengan melakukan analisis terhadap beberapa pengaruh kerawanan sosial yang terjadi di dalam security area bandar udara yang dapat mengganggu kondisi kondusif dihubungkan dengan ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat

60

(42)

dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaran pengamanan.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah bersifat yuridis normatif yaitu data yang dikumpulkan ditelaah secara yuridis dengan tidak menghilangkan unsur-unsur non yuridis lainnya. Pendekatan ini mengarahkan kepada peraturan perundangan sebagai kajian utama dan perilaku hukum dari pelaku yang memanfaatkan peraturan hukum yang berakibat gangguan situasi keamanan pada wilayah penerbangan sipil serta berpengaruh pada kegiatan investor asing dalam berinvestasi di suatu daerah sebagai pendukung konkrit dalam memperkuat analisis yuridis tersebut.

2. Sumber Data

Adapun data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library

research) bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan

informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari penelitian pendahulu baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Data sekunder terdiri dari:

1. Bahan Hukum Primer, antara lain:

a. Norma atau kaedah dasar;

b. Peraturan dasar;

(43)

Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 203 Tahun 2001 tentang Keselamatan Penerbangan Udara, Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan, Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Skep/738/X/2005 tentang Pedoman Sistem Pengamanan Obyek Vital Nasional, Standar Baku Organisasi Penerbangan Sipil Internasional yakni International Civil Aviation

Organization (ICAO).

2. Bahan Hukum Sekunder berupa buku yang berkaitan peran stabilitas sebagai faktor pendukung kegiatan investasi, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

3. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer, sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah, serta bahan-bahan di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian.61

61

(44)

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitan tesis ini menggunakan studi dokumen, artinya data yang diperoleh melalui penelurusan kepustakaan berupa data sekunder ditabulasi yang kemudian disistematisasikan dengan memilih perangkat-perangkat hukum yang relevan dengan objek penelitian. Keseluruhan data ini kemudian digunakan untuk mendapatkan landasan teoritis berupa bahan hukum positif, pendapat-pendapat atau tulisan para ahli atau pihak lain berupa informasi baik dalam bentuk formal maupun melalui naskah resmi. Untuk melengkapi data sekunder dalam penelitian ini juga melakukan kegiatan observasi secara langsung ke Bandar Udara Internasional Polonia Medan dan otoritas instansi yang berwenang untuk melakukan tindakan pengamanan Bandar Udara Internasional Polonia Medan.

4. Analisis Data

(45)
(46)

BAB II

PENGATURAN TENTANG KEAMANAN PENERBANGAN SIPIL YANG TERMASUK DALAM YURIDIKSI PUBLIK PADA

PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL

A. Pengaturan Tentang Penerbangan Pesawat Udara Sipil

Penanggulangan terhadap kejahatan bagi penerbangan sipil bertujuan untuk memberikan kenyamanan penerbangan terhadap kejahatan yang ditujukan kepada pesawat udara sipil itu sendiri, misalnya kejahatan yang ditujukan terhadap pesawat udara sipil yang sedang dalam penerbangan maupun terhadap pesawat udara sipil yang masih berada di bandar udara, untuk mengatasi kejahatan demikian maka diperlukan peraturan perundangan baik secara internasional maupun menurut hukum nasional Indonesia.62

Sarana hukum yang ada di dalam perundang-undangan Indonesia, yang mengatur tentang kejahatan terhadap penerbangan sipil, seperti kejahatan dalam penerbangan, kejahatan terhadap pesawat udara yang sedang berada dalam dinas, kejahatan terhadap sarana/prasarana penerbangan dan bandar udara, serta memberi informasi yang salah dapat diuraikan di bawah ini sebagai berikut:

62

(47)

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1976 Tentang Pengesahan Konvensi Tokyo 1963, Konvensi The Hague 1970, dan Konvensi Montreal 1971.

Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bertalian Dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-Undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan, Dan Kejahatan Terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1976 yang ditetapkan pada lembaran Negara Nomor 16 Tahun 1976 dilakukan untuk meratifikasi konvensi-konvensi internasional yang mengatur ketentuan-ketentuan tentang kejahatan terhadap penerbangan sipil internasional, seperti Konvensi Tokyo 1963, Konvensi Den Haag 1970 serta Konvensi Montreal 1971. Dengan demikian, Indonesia telah terikat dengan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam ketiga konvensi tersebut, maka berkewajiban menerapkannya jika terjadi kejahatan terhadap penerbangan sipil. Sebelum tahun 1976, Hukum Pidana Indonesia tidak berlaku terhadap tindak pidana yang dilakukan terhadap pesawat udara Indonesia yang sedang terbang di luar wilayah Indonesia. Kemudian, Indonesia memperluasnya sehingga berlaku Hukum Pidana Indonesia terhadap pesawat udara yang berada di luar wilayah Indonesia.63 Hal ini termasuk pula terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh siapa pun di dalam pesawat udara Indonesia, walaupun pesawat udara tersebut berada di luar wilayah Indonesia.

63

(48)

2. Pertimbangan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 Tentang Perubahan Dan Penambahan Beberapa Pasal Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bertalian dengan Perluasan Berlansungnya Ketentuan Perundang-Undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan Terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan.

(49)

Pasal 95 c, juga ditambah dalam Buku II Bab XXIX A tentang Kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/prasarana penerbangan.64

Tujuan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 yakni untuk mencegah terjadinya penguasaan pesawat udara secara melawan hukum serta semua perbuatan-perbuatan yang mengganggu, keamanan penerbangan dan sarana/prasarana penerbangan yang sangat merugikan kehidupan penerbangan nasional, perekonomian negara serta pembangunan nasional pada umumnya. Untuk itu perlu dibentuk sebuah undang-undang yang mengatur tentang keselamatan dan keamanan baik penumpang, awak pesawat udara, harta benda yang ada di dalamnya, maupun perlindungan terhadap sarana/prasarana penerbangan. Kejahatan terhadap pesawat udara yang sedang dalam penerbangan, menurut Pasal 479 huruf (i) dan Pasal 479 huruf (j) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 perubahan dan penambahan beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bertalian dengan perluasan berlakunya ketentuan perundang-undangan Pidana. Kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/prasarana penerbangan sebagai berikut:

Pasal 479 huruf (i) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 menyatakan bahwa: “Barang siapa dalam pesawat udara dengan perbuatan yang melawan hukum, merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pesawat udara dalam penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun”.

64

Referensi

Dokumen terkait

Denaya dan Rianti, dua orang yang bisa dikatakan selalu menggunakan logika, seperti mayoritas mahasiswa kedokteran yang biasa berpikir secara logis, terpaksa harus menerima

Peserta didik mengamati tayangan video dari link youtube https://www.youtube.com/watch?v= RHOC44LU8Nw tentang percobaan pembuktian hukum kekekalan massa (hk. Lavoisier)

tidak dapat ditukarkan dng uang kertas lain atau emas; -- giral alat penyebaran atau alat tukar dl bentuk surat-surat ber- harga spt cek; -- gratifikasi uang yg di- berikan

place to work Terwujudnya percepatan integrasi IT Terwujudnya cost- containment dalam pendidikan, layanan dan riset Terwujudnya Strategic Public Private Partnership

hari, bisa membuat anak berkembang ke arah pribadi yang antisosial. Dampak yang ditimbulkan dari hal itu sebenarnya adalah dapat membuat anak lebih bersikap

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan sektor ekonomi yang memiliki peran yang sangat vital dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini terbukti

Rata-rata prestasi kognitif siswa dengan kemampuan memori tinggi dan rendah berturut-turut adalah 83,00 dan 79,17, akan tetapi tidak terdapat pengaruh kemampuan