• Tidak ada hasil yang ditemukan

The International Information System for Agricultural Science and Technology (AGRIS)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 The International Information System for Agricultural Science and Technology (AGRIS)

AGRIS merupakan jaringan kerjasama informasi yang diprakarsai oleh FAO (Food and Agricultural Orgnization) untuk bersama sama mengumpulkan, menyimpan serta menyebarkan informasi mengenai literatur pertanian dunia sehingga dapat diakses dari manapun juga. Untuk itu setiap negara anggota berpartisipasi dalam mengolah informasi yang berasal dari negaranya, selanjutnya informasi tersebut digabung dengan informasi yang berasal dari negara anggota lainnya untuk dimanfaatkan melalui pangkalan data AGRIS.

Sejak tahun 1975 PUSTAKA yang saat itu masih bernama Bibliotheca Bogoriensis oleh Departemen Pertanian (Deptan) ditunjuk sebagai Pusat Nasional AGRIS di Indonesia. Sebagai pusat nasional AGRIS untuk Indonesia, PUSTAKA

bertanggung jawab untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, mengindeks, mengkatalog, dan memasukkan data literatur bidang pertanian Indonesia dan diterbitkan di Indonesia yang dikelompokkan menjadi bahan pustaka indonesiana, selanjutnya dikirim ke pusat AGRIS di Roma. Sebagai gambaran tentang data yang dimasukkan dalam pangkalan data AGRIS dapat dilihat pada Lampiran 2.

Disamping itu PUSTAKA juga sebagai pusat deposit bagi terbitan seluruh Departemen Pertanian sesuai instruksi Menteri Pertanian No.43/Kpts/Um/21/1969 yang kemudian diperbaharui oleh SK Menteri Pertanian No.873/Kpts/HM.430/11/1984. Terbitan yang dimaksud adalah laporan hasil penelitian kerja sama, lokakarya/simposium, majalah ilmiah, buletin. Jadi pangkalan data AGRIS juga mencakup hasil-hasil penelitian para peneliti Badan Litbang Pertanian (Sundari 2002).

Literatur pertanian yang sudah terkumpul selanjutnya diproses melalui seleksi dan pengindeksan, yaitu pemilihan literatur khusus bidang pertanian kemudian memprosesnya dengan cara menguraikan data bibliografi, menerjemahkan judul dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, menentukan kategori subjek dan kata kunci (menggunakan AGROVOC) serta informasi lain yang diperlukan untuk memudahkan dalam proses temu kembali informasi.

2.3 Kolaborasi Penelitian

2.3.1 Pengertian

Kolaborasi merupakan terjemahan dari kata collaboration yang artinya kerjasama. Istilah kolaborasi mempunyai pengertian yang mencakup semua kegiatan yang ingin dicapai dan mempunyai tujuan serta manfaat sama. Kerjasama terjadi apabila lebih dari satu orang atau lembaga bekerjasama dalam suatu kegiatan penelitian dengan memberikan sumbangan dalam bentuk ilmu pengetahuan dan tindakan yang sifatnya intelektual maupun material. Konsep kolaborasi tumbuh dari anggapan bahwa adakalanya sebuah karya tidak dapat dikerjakan seorang diri sehingga dibutuhkan bantuan penulis atau peneliti lainnya. Kajian kolaborasi banyak ditujukan pada konsep ko-penulis. Dalam konsep ko-penulis, kegiatan dikerjakan secara bersama-sama dan nama semua penulis atau peneliti dicantumkan dalam karyanya (Sulistyo-Basuki 1994).

Sistem kolaborasi digambarkan oleh Egghe (1991) melalui sebuah pasangan himpunan makalah yang ditulis secara bersama atau sekelompok penulis (Gambar 1)

Gambar 1 Sistem kolaborasi peneliti

Dalam Gambar 1, kotak mewakili makalah ilmiah lengkap yang merupakan hasil penelitian dan huruf mewakili nama-nama penelitinya. Keanggotaan kolaborasi dari para peneliti dapat ditentukan dari banyaknya huruf yang berada pada masing-masing kotak. Gambar 1 menunjukkan kolaborasi yang terdiri atas: tiga makalah ditulis oleh dua peneliti (peneliti A dan D; peneliti A dan C; dan peneliti E dan F), dan dua makalah berikutnya masing-masing ditulis oleh tiga peneliti (peneliti A, B, dan C; dan peneliti C, D, dan F).

Dalam tulisannya mengenai kolaborasi penelitian, Katz dan Martin (1997) menyatakan bahwa ada asumsi yang secara luas diterima bahwa kolaborasi dalam penelitian merupakan satu hal yang baik untuk dilakukan oleh karena itu harus didukung dan dikembangkan. Asumsi ini juga mempengaruhi lingkungan pembuat kebijakan ilmu pengetahuan berbagai negara. Banyak upaya telah dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan hubungan ilmu dan teknologi yang dapat dicapai dengan mengembangkan kolaborasi lintas sektor khususnya antara universitas dan industri. Lebih jauh lagi banyak instansi pemerintah yang telah berusaha keras untuk meningkatkan keikutsertaan peneliti mereka dalam kegiatan kolaborasi internasional yang diyakini dapat memberikan banyak keuntungan dan penghematan biaya.

Ukuran umum yang digunakan dasar untuk mengukur aktifitas kolaborasi adalah terbitan dengan banyak pengarang yang biasa disebut sebagai ko- pengarang (Laudel 2001). Menurut Gordon dalam Surtikanti (2004) asumsi yang digunakan untuk melakukan analisis ko-pengarang adalah :

1 Jumlah makalah yang dihasilkan oleh sekelompok ilmuwan sebanding dengan aktifitas penelitian mereka. Semua karya kolaborasi muncul dalam satu artikel atau lebih.

2 Frekuensi relatif dari ko-kepengarangan dalam kelompok tersebut sebanding dengan tingkat kolaborasi ilmiah dalam kelompok yang bersangkutan.

3 Frekuensi relatif dari produksi makalah ilmiah dengan tingkat kepengarangan ganda yang berbeda-beda (misalnya 1 pengarang, 2 pengarang dsb.) sebanding dengan frekuensi penerbitan makalah dalam majalah penelitian oleh kelompok berdasarkan besar kecilnya kelompok tersebut.

4 Disebabkan komunitas ilmiah mempunyai aturan yang ketat mengenai kepengarangan, maka diasumsikan bahwa secara umum setiap ko-pengarang memberikan kontribusi yang penting pada proyek penelitian yang didokumentasikan pada laporan akhirnya.

Penggunaan analisis ko-pengarang dalam mengukur aktifitas kolaborasi mempunyai kelebihan (Subramanyam 1983):

1 Bentuk data tidak bervariasi.

2 Mudah diperoleh dan dihitung.

3 Dapat dikuantifikasikan.

4 Non-reaktif artinya proses penilaian kolaborasi tidak mempengaruhi proses kolaborasi yang diteliti.

Katz dan Martin (1997) memberikan batasan sejauh mana peneliti dapat dikatakan atau disebut berkolaborasi (kolaborator):

1 Orang yang bekerja sama dalam suatu penelitian dan ikut memberikan kontribusi yang penting yang sifatnya berkali-kali.

3 Orang yang bertanggung jawab pada satu atau lebih elemen utama penelitian, pelaksanaan eksperimen, analisis dan interpretasi data, penulisan hasil penelitian dalam bentuk laporan.

4 Orang yang bertanggung jawab pada tahap-tahap penting penelitian (pencetus ide, hipotesis asli, atau interpretasi teori).

5 Pemilik proyek proposal asli atau penyandang dana, meskipun kontribusi utamanya hanya pada manajemen penelitian (misalnya ketua tim) bukan pada penelitiannya.

Sedangkan yang tidak termasuk kolaborator adalah:

1 Orang yang memberi kontribusi relatif sedikit dalam proses penelitian. 2 Teknisi atau asisten peneliti.

Menurut Beaver (2001) ada 18 tujuan dalam berkolaborasi yaitu: 1 Akses untuk keahlian.

2 Akses untuk peralatan, sumberdaya atau bahan yang tidak dimiliki. 3 Akses keuangan.

4 Untuk mendapatkan prestise/penghargaan pada peningkatan keahlian. 5 Efisiensi dalam arti dengan dikerjakan oleh berbagai peneliti dari latar

belakang ilmu yang berbeda (multidisiplin) akan lebih efisien. 6 Mendapatkan kemajuan dengan cepat.

7 Masalah yang besar, lebih penting, lebih sulit, lebih global dapat diatasi. 8 Menambah atau meningkatkan produktifitas.

9 Menciptakan jaringan informasi antar peneliti. 10 Sebagai alat belajar kemampuan atau teknik baru.

11 Untuk memuaskan keingintahuan yang berhubungan dengan keahlian. 12 Berbagi pikiran perasaan dengan orang lain.

13 Untuk mengurangi kesalahan dan pendapat yang salah atau kekeliruan. 14 Untuk memperoleh penelitian yang lebih terfokus, sehingga tidak terjadi

penelitian dengan subjek yang sama diteliti didua tempat. 15 Mengurangi kesendirian/isolasi.

16 Untuk mendidik (siswa, diri sendiri ).

17 Meningkatkan pengetahuan dan terus belajar. 18 Untuk kesenangan dan hiburan.

2.3.2 Keuntungan dan Kerugian Berkolaborasi

Dalam sebuah penelitian dibutuhkan keahlian, pengetahuan dan aspek teknis yang sangat kompleks. Untuk itu dibutuhkan kolaborasi antar peneliti dalam pelaksanaan penelitian dengan harapan keahlian yang dibutuhkan dapat memenuhi kebutuhan penelitian yang dilakukan. Banyak keahlian yang mungkin bisa dipelajari oleh seorang peneliti tetapi membutuhkan waktu dan biaya.

Menurut Katz dan Martin (1997) keuntungan berkolaborasi adalah:

1 Adanya kesempatan untuk berbagi pengetahuan, keahlian dan teknik tertentu dalam sebuah ilmu. Dengan kolaborasi akan terjadi pembagian kerja dan memastikan penggunaan yang efektif setiap kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing peneliti.

2 Adanya transfer pengetahuan dan keahlian. Upaya untuk memperbaharui pengetahuan yang dimiliki seseorang sangat memakan waktu dan ada beberapa masalah dalam melakukan hal tersebut. Diantaranya adalah bahwa tidak seluruh ilmu dan perkembangan terbarunya didokumentasikan, ada banyak pengetahuan yang sifatnya tacit dan tetap dalam kondisi seperti itu sampai ilmuwan yang menguasainya mempunyai waktu untuk menuliskan dan mempublikasikannya.

3 Kolaborasi mendorong adanya pertukaran ide dari berbagai ilmu yang akan menambah wawasan dan perspektif baru dari seseorang. Kolaborasi bisa menjadi pendorong tumbuhnya kreatifitas dan peluang ini akan lebih tinggi jika berkolaborasi dengan orang-orang yang berasal dari berbagai bidang ilmu yang berbeda.

4 Kolaborasi membuka kesempatan persahabatan intelektual. Peneliti tidak saja akan membangun hubungan dengan para peneliti yang terlibat dalam penelitian yang sedang dilakukannya, tetapi juga akan membuka peluang bagi peneliti tersebut untuk masuk dalam jaringan yang lebih luas dalam komunikasi penelitian.

5 Kolaborasi mempengaruhi produktivitas: beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara produktivitas dan kolaborasi.

Disamping keuntungan berkolaborasi Katz dan Martin (1997) juga memaparkan kerugian berkolaborasi yaitu:

1 Meningkatkan biaya tambahan untuk keperluan transportasi baik yang digunakan untuk peneliti maupun peralatan penelitian yang perlu untuk dipindahkan.

2 Bertambahnya waktu yang dibutuhkan untuk membuat proposal bersama, beberapa perjanjian kerja dan kemungkinan penelitian harus dilakukan di beberapa tempat yang berbeda. Juga harus disediakan waktu khusus untuk saling berbagi informasi, diskusi-diskusi untuk menyamakan pendapat dalam menyusun laporan akhir penelitian.

3 Bertambahnya kegiatan administratif yang dibutuhkan akibat banyaknya keterlibatan berbagai pihak. Diperlukan manajemen yang lebih baik dan rapi untuk mengatasi masalah-masalah birokrasi yang muncul.

2.3.3 Jenis Kolaborasi

Menurut Subramanyam dalam Prihantono (2002) ada enam jenis kolaborasi yaitu :

1 Kolaborasi dosen dan mahasiswa, kolaborasi semacam ini sering dijumpai di perguruan tinggi. Pada kolaborasi semacam ini seorang dosen dapat memberikan arahan, gagasan petunjuk ataupun biaya penelitian dan mahasiswa yang melakukannya.

2 Kolaborasi sesama rekan, kolaborasi jenis ini biasa dilakukan di lembaga penelitian. Dalam hal ini penelitian dilakukan oleh sekelompok peneliti, masing-masing anggota memberikan sumbangan sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki dalam berbagai aspek penelitian.

3 Kolaborasi peneliti dan konsultan, kolaborasi jenis ini banyak dilakukan pada proyek penelitian berskala besar. Tim peneliti pada proyek ini menggunakan jasa dari lembaga atau perusahaan lain sebagai konsultan khusus dalam rangka pengumpulan, pengolahan dan analisis data.

4 Kolaborasi antar lembaga, kolaborasi ini dilakukan oleh peneliti dan teknisi dari berbagai lembaga penelitian yang bekerja sama dalam proyek bersama, dengan menggunakan peralatan khusus yang dimiliki lembaga lain.

5 Kolaborasi internasional, kolaborasi jenis ini melibatkan beberapa negara atau antar peneliti/ilmuwan dari beberapa negara yang berkaitan dalam suatu penelitian.

6 Kolaborasi penyelia (supervisor dan asisten). Kolaborasi jenis ini biasa dilakukan antara peneliti senior dengan peneliti yunior. Kasus yang paling umum pada kolaborasi ini biasanya dilakukan oleh peneliti di laboratorium. Pada peneliti di laboratorium biasanya seorang peneliti dibantu oleh laboran teknisi.

Dokumen terkait