• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN BINGKAI KOMPAS DAN REPUBLIKA

BAB V: Bab penutup dari berbagai sub bab yang terdapat dalam penyusunan skripsi ini merangkum seluruh kesimpulan dan

Berita 4: Teks Republika Edisi 25 Juli 2015 TNI Jamin Pendirian Masjid Tolikara

B. PERBEDAAN BINGKAI KOMPAS DAN REPUBLIKA

Perbedaan framing Kompas dan Republika terkait pemberitaan konflik tolikara secara keseluruhan akan dipaparkan dalam tabel berikut:

Tabel 7: Perbedaan Bingkai Pemberitaan Konflik Tolikara pada Harian Kompas dan Republika.

Edisi Surat kabar dan Judul Fram 20 Juli 2015 KOMPAS “Langkah Hukum Tegas Perlu Diambil”

(1) Kompas menyatakan bahwa konflik Tolikara merupakan kesalahan akibat komunikasi yang tidak berjalan baik antara kedua belah pihak (umat Islam dan Kristen) dan pemerintah. (2)Kompas menggolongkan tindakan perusakan ini sebagai pelanggaran atas perusakan fasilitas umum dan keamanan. (3) Kompas menekankan bahwa kesalahan tidak sepenuhnya dilimpahkan kepada pelaku penyerangan dan perusakan. Justru Kompas melemahakan kinerja pemerintah dianggap tidak melakukan upaya preventif dalam pencegahan konflik.

REPUBLIKA “Seret Pelaku ke

Pengadilan”

(1) Republika menekankan bahwa konflik Tolikara merupakan aksi penolakan kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas yang berujung pada aksi vandalisme dengan melakukan perusakan dan pembakaran rumah ibadah yang diakui keberadaannya oleh negara. (2) Republika menilai konflik tolikara lebih humanistik, yaitu meletakan peristiwa tersebut sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia. (3) Framing Republika memberikan nada negatif kepada anggota Gereja Injili di Indonesia.

21 Juli 2015 KOMPAS “Pemerintah Jamin Biaya Rekonstruksi”

(1) Berita Kompas menekankan pada aspek rekonstruksi secara keseluruhan baik kios, rumah penduduk maupun mushala yang hancur pasca konflik Tolikara. (2) Dalam teks berita Kompas juga mengunakan pilihan kata mushala bukan kata masjid. (3) Selain itu, Kompas juga menekankan pada kondisi kehidupan masyarakat pendatang dan penduduk lokal di Tolikara yang telah berangsur normal.

REPUBLIKA “Masjid Tolikara Butuh Bantuan”

(1) Republika menekankan pada aspek pentingnya membangun kembali masjid yang telah terbakar dalam kericuhan massa Gereja Injili di Indonesia (GIDI). (2) Pilihan kata yang digunakan ialah masjid bukan mushala (3)Umat Muslim digambarkan sebagai korban dari konflik tolikara. 24 Juli 2015 KOMPAS “Presiden: Jaga Persaudaraan, Polri Tetapkan Dua Tersangka Perusakan, Kekerasan, dan Penghasutan di Tolikara”

Kompas lebih menekankan pada aspek pentingnya toleransi dan menjaga persaudaraan bangsa, serta kerukunan antar umat beragama. Sedangkan informasi terkait tersangka tolikara hanya diberikan ruang satu paragraf pada penutup. REPUBLIKA “Dua Tersangka Tolikara Diringkus”

Republika memaparkan secara detail identitas dua tersangka Tolikara yang telah ditetapkan Polri serta alasan mengapa dua orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan Republika memaparkan kronologis penangkapan serta menampilkan kembali kronologis konflik Tolikara. Sedangkan, aspek perdamaian dan kerukunan diberikan ruang tiga paragraf di akhir teks berita.

25 Juli 2015 KOMPAS “TNI Diminta Percepat Renovasi di Tolikara”

(1) Kompas menekankan pada aspek target penyelesaian renovasi kios dan mushala yang rusak di Tolikara (2) menegasakan kembali bahwa penyebab insiden Tolikara karena komunikasi yang tak jalan antara kedua belah pihak dan pemerintah (3) Kompas dalam beritanya menegaskan bahwa masayarakat Papua yang mayoritas beragama Kristen sangat memegang aturan adat yang mengharamkan

membakar temapat ibadah. Ini menampilakan kesan bahwa tidak mungkin umat kristiani Papua sengaja membakar rumah ibadah umat Islam. REPUBLIKA “TNI Jamin Pendirian Masjid Tolikara”

(1) Republika menekankan pada aspek jamian yang diberikan TNI untuk membangun kembali masjid yang terbakar. Jaminan TNI ini ditekankan Republika karena terdapat pihak-pihak yang kontra terhadap pembangunan kembali masjid tersebut. (2) Republika menyebutkan bahwa pihak-pihak yang tidak setuju terhadap pendirian masjid berasal dari pihak GIDI, Bupati Tolikara, dan terdapat Perda tentang larangan membangun rumah ibadah baru di Tolikara. Dengan demikian Republika menggambarkan bahwa pemerintah daerah Tolikara dan pihak GIDI tidak menghargai hak kebebasan beribadah dengan tidak memberikan izin pembangunan fasilitas ibadah bagi umat Islam.

C. INTERPRETASI

Secara garis besar Hasil analisis teks dengan menggunakan model framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki menunjukan tampak ada perbedaan sudut pandang yang digunakan oleh Kompas dan Republika dalam membingkai peristiwa konflik Tolikara.

Dari keseluruhan analisi teks berita, Kompas dan Republika mengembangkan bingkai dan konstruksi yang berbeda soal konflik Tolikara. Dalam bingkai Republika, penegakkan hukum terhadap aktor penyebar surat larangan solat Ied dan pelaku perusakan hingga kemeja pesidangan menjadi solusi terbaik untuk mengatasi konflik Tolikara, agar tidak terulang konflik yang sama di lain tempat. Rangkaian peristiwa insiden Tolikara dikonstruksi oleh Republika sebagai tindakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Inisden Tolikara ini merupakan aksi penolakan kelompok mayoritas (Kristen) terhadap kelompok minoritas (Islam) yang berujung pada aksi perusakan dan pembakaran rumah ibadah umat Islam yang diakui keberadaanya oleh negara. Umat islam diposisikan sebagai korban dalam peristiwa ini, sehingga dipandang perlu dibantu dan diperhatikan. Aktor yang berasal dari anggota Gereja Injili di Indonesia (GIDI) disebut sebagai aktor yang menyebarkan surat larangan solat Ied, dan penyebab dari kekacauan di Tolikara. Sementara Kompas mempunyai konstruksi yang berbeda atas peristiwa yang terjadi di Tolikara. Dalam konsepsi dan konstruksi Kompas, solusi terbaik dalam menyelesaikan persoalan konflik tolikara ialah dengan jalan damai mempertemukan dua tokoh dari kedua belah pihak (Kristen dan Islam) di Tolikara. Terkait langkah hukum tegas atas insiden tersebut, Kompas menekankan bahwa tidak hanya massa yang melakukan penyerangan yang ditindak tegas, namun pihak keamananyang melakukan penembakan terhadap massa juga harus diproses hukum. Selain itu, dalam pemberitaannya Kompas mempertannyakan posisi pemerintah atau kinerja pemerintah karena dianggap tidak melakukan upaya preventif dalam pencegahan konflik. Sehingga Kompas menilai bahwa kesalahan tidak sepenuhnya dilimpahkan kepada pelaku penyerangan, namun disini pemerintah juga dinilai harus bertanggung jawab atas peristiwa konflik tersebut.

Terkait perbedaan framing tersebut, kedua media memiliki alasan yang berbeda. Kompas lebih mengarahkan pada aspek perdamaian, tidak

mendetilkan pada aspek kronologis kejadian dan pengungkapan tersangka perusakan di Tolikara yang berasal dari anggota GIDI (Gereja Injili di Indonesia). Framing Kompas yang lebih menonjolkan aspek perdamaian justru mengaburkan fakta-fakta terkait kronologis kejadian konflik dan juga mengaburkan fakta terkait pelaku penyerangan yang berasal dari anggota GIDI.

Kompas memiliki asumsi tersendiri dalam mengemas pemberitaan konflik tolikara. Kompas beranggapan jika fakta-fakta sebenarnya dibeberkan secara mendalam justru berpotensi menyulut masalah semakin besar. Dengan dalih mempertimbangkan sikologi massa, Kompas tidak menginginkan pembaca akan semakin terbakar emosi. Kompas tidak menginginkanhasil pemberitaannya justru memprovokasi massa.

Meski berbanding terbalik dengan Kompas, framing Republika justru lebih mengarah pada pengungkapan tersangka tolikara, penonjolan dari aspek kronologis. Republika menggambarkan bahwa umat Muslim diserang sekelompok massa dari anggota GIDI saat pelaksanaan shalat Ied berlangsung. Bahkan secara jelas Republika menempatkan posisi umat Muslim sebagai korban dan pihak GIDI sebagai tersangka atau pembuat kekacauan atas konflik tolikara.

Republika beranggapan bahwa penjabaran kronologis kejadian konflik tolikara pada setiap edisi bertujuan untuk kepentingan khalayak. Khalayak berhak mengetahui kebenaran tentang kejadian tersebut. Selain itu, informasi terkait pelaku penyerangan di Tolikara dinilai penting oleh

Republika karena pihaknya berpendapat bahwa terdapat satu fenomena yang selalu terjadi dalam konflik sosial di Indonsesia yang pada akhirnya konflik tersebut justru semakin berkembang dan besar. Hal tersebut dikarenakan tidak pernah terungkap pelaku atau tersangka dari setiap kericuhan dan tidak adanya hukum yang tegas terhadap para pelaku. Padahal jika pelaku ditindak secara tegas, tentunya mengurangi dampak adanya main hakim dari pihak yang merasa tidak mendapatkan keadilan. Republika justru bertujuan agar masyarakat mendapatkan informasi terkait pelaku, tentunya informasi ini dilengkapi dengan informasi bahwa pelaku sudah ditindak hukum oleh pihak berwenang. Sehingga tidak ada lagi aksi main hakim sendiri, karena kasus ini telah ditangani pihak berwajib.

Dengan dalih menyamapaikan fakta dan Realitas sebenarnya kepada khalayak, Republika secara gamblang memberikan penekanan pada aspek kronologi kejadian dan informasi tersangka pelaku penyerangan yang berasal dari anggota GIDI. Dengan demikian, Republika menggiring pembaca untuk memahami bahwa dalam hal ini dalang dibalik kerusuhan di Tolikara ialah anggota GIDI, tentunya ini memiliki efek penyudutan dan penilaian negatif terhadap pihak GIDI.

Begitupun dalam hal pemilihan diksi atau kata. Kompas melebeli peristiwa ini sebagai “insiden tolikara”, sedangkan Republika melabeli peristiwa ini sebagai “kericuhan massa Gereja Injili di Indonesia”. Penggunaan kata insiden Tolikara ini menggunakan nominalisasi. Nominalisasi merupakan strategi yang dipakai untuk menghilangkan

kelompok atau aktor sosial tertentu.108 Kata “insiden Tolikara” ini merupakan kata benda yang menunjukan sebuah peristiwa. Sebuah nomina (kata benda) tidak membutuhkan subjek, karena dapat hadir mandiri dalam kalimat. Kata “insiden Tolikara” ini lebih dipilih Kompas karena dapat mewakili informasi peristiwa di Tolikara tanpa menampakan aktor atau subjek pelaku penyerangan tersebut. Sedangakan label yang diberikan Republika secara jelas menunjukan bahwa peristiwa ini merupakan sebuah kericuhan dengan aktor penyebab kericuhan ini ialah massa Gereja Injili di Indonesia.

Pembingkaian kedua media ini juga nampak dari pernyataan narasumber yang ditampilkan. Baik Kompas maupun Republika keduanya terindikasi adanya ketidak berimbangan dalam pemberian ruang kepada masing-masing pihak secara proporsional. Dalam hal ini, dari setiap edisi Kompas yang mengangkat pemberitaan konflik tolikara, hanya sebagian kecil ruang yang diberikan kompas untuk menampilkan pernyataan dari narasumber yang mamberikan pembelaan terhadap umat Islam, sebaliknya Kompas lebih banyak memberikan ruang untuk narasumber yang berasal dari pihak GIDI untuk melakukan pembelaan. Sebaliknya, ruang yang diberikan Republika sebagian besar diberikan untuk pernyataan-pernyataan dari narasumber yang membela umat Islam di Tolikara.

Dengan demikian kedua media membingkai pemberitaan konflik di Tolikara dengan tidak mempertimbangkan kaidah-kaidah jurnalisme yang

108

diatur dalam kode etik jurnalistik pasal 3 yang menyebutkan bahwa “wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampur adukan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.” Penafsiran dari kata memberitakan secara berimbang ialah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.109

Media mengkonstruksi berita dengan cara tertentu sehingga masyarakat melihat sebuah realitas dari pandangan yang berbeda-beda sesuai dengan cara pandang media. Kompas dan Republika tanpa bisa dihindari juga melakukan keberpihakan meski dengan alasan kebijakan dari media atau kondisi dan situasi saat itu. Kompas dan Republika memandang Konflik Tolikara dengan cara yang berbeda, mengkonstruksinya dengan cara mereka masing-masing, sehingga menghasilkan pemaknaan yang berbeda. Berita di media massa tidak sepenuhnya menggambarkan realitas yang sesungguhnya, karena berita ada melalui proses panjang yang didalamnya terdapat pertarungan kepentingan dan ideologi. Posisi dilematis media inilah yang seharusnya menjadi alasan pembaca untuk kritis terhadap isi pemeberitaan di media massa.

109

Wina armada sukardi, Kajian Tuntas 350 Tanya Jawab, UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik, (Jakarta: Dewan Pers, 2013), cet ke- II, h. 389

158 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Setelah menganalisa teks berita Kompas dan Republika, kemudian didukungdata hasil wawancara dari pihak Kompas dan Republika. Maka dapat disimpulakan hasil analisis framing berita konflik tolikara pada surat kabar Kompas dan Republika dengan menggunakan model analisis Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki sebagai berikut:

Dalam bingkai Republika, penegakkan hukum terhadap aktor penyebar surat larangan salat Ied dan pelaku perusakan hingga kemeja persidangan menjadi solusi terbaik untuk mengatasi konflik tolikara, agar tidak terulang konflik yang sama di lain tempat. Rangkaian peristiwa insiden Tolikara dikonstruksi oleh Republika sebagai tindakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Inisden Tolikara ini merupakan aksi penolakan kelompok mayoritas (Kristen) terhadap kelompok minoritas (Islam) yang berujung pada aksi perusakan dan pembakaran rumah ibadah umat Islam yang diakui keberadaanya oleh negara. Umat Islam diposisikan sebagai korban dalam peristiwa ini, sehingga dipandang perlu dibantu dan diperhatikan. Aktor yang berasal dari anggota Gereja Injili di Indonesia (GIDI) disebut sebagai aktor yang menyebarkan surat larangan salat Id, dan penyebab dari kekacauan di Tolikara. Republika jelas memberikan penilaian negatif terhadap pelaku penyerangan dan penyebar surat larangan salat Id. Sementara Kompas mempunyai framing

yang berbeda atas peristiwa yang terjadi di Tolikara. Dalam konsepsi dan konstruksi Kompas, solusi terbaik dalam menyelesaikan persoalan konflik tolikara ialah dengan jalan damai mempertemukan dua tokoh dari kedua belah pihak (Kristen dan Islam) di Tolikara. Mencari-cari akar permasalahan danaktor yang bersalah hanya akan membuatdampak yang takbaik, justru membuat suasana semakin terprovokasi dan dampak konflik yang berkepanjangan. Sehingga Kompas dalam teks beritanya tidak mendetailkan informasi terkait aktor atau pelaku penyerangan. Kompas lebih mengarahkan peristiwa konflik Tolikara pada aspek solusi, yakni dengan jalan damai.

B. Saran

1. Kompas dan Republika sebagai surat kabar nasional seharusnya dapat memberikan pemberitaan yang berimbang. Pemberian atau menampilkan porsi yang berimbang terhadap narasumber dari kedua belah pihak. Menyajikan pemberitaan yang sesuai dengan kaidah jurnalistik.

2. Kompas dan Republika sebagai harian nasional dengan kelompok media besar sebagai pengelolanya, sebaiknya menyajikan informasi dengan mengutamakan kepentingan masyarakat diatas kepentingan pihak-pihak lain.

3. Bagi masyarakat harus mampu menjadi pembaca yang kritis dalam melihat pemberitaan di media massa. Karena realitas yang ditampilkan dalam berita belum tentu realitas yang rill di lapangan.

ix Buku

Alwi, Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. 2000. Balai Pustaka: Jakarta

Assegaff, Dja‟far H. Jurnalistik Masa Kini, Pengantar ke Praktek Kewartawanan. 1985. Ghali Indonesia: Jakarta

Barus,Sedia Willing. Jurnalistik:Petunjuk Teknis Menulis Berita. 2010. Erlangga: Jakarta

Birowo, M. Antonius. Metode Penulisan Komunikasi Teori dan Aplikasi. 2004. Gitanyali: Yogyakarta

Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa. 2008. Kencana: Jakarta

. Sosiologi Komunikasi. 2006. Kencana: Jakarta

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2003. Balai Pustaka: Jakarta

Efendi, Onong Uchjana. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komuikasi.

Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Cet ke-VII. 2012. LKiS:Yogyakarta

_______.Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Cet ke- IX. 2011. LKiS: Yogyakarta

Fauzi, Arifatul Choiri. Kabar-Kabar Kekerasan dari Bali.2007. LKiS:Yogyakarta Hammad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik. 2004. Granit: Jakarta

Hamad, Ibnu, Agus Sudibyo, M. Qodari. Kabar-kabar Kebencian Prasangka di Media Massa. 2001. ISAI: Jakarta

Irawan, Teguh.Media Surabaya Mengaburkan Makna. 2000. Pantau: Jakarta Ishwara, Luwi. Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. 2005. Penerbit Buku Kompas:

Jakarta

Kovach, Bill dan Tom Rosenstill. Elemen-elemem Jurnalisme: Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan yang Diharapkan Publik. Cet ke-II. 2004. ISAI dan Kedutaan Amerika Serikat: Jakarta

x Multikultural. 2009. LKiS: Yogyakarta

Nugroho, Bimo, Eriyanto, Frans Sudiarsis.Politik Media Mengemas Berita. 1999. ISAI: Jakarta

Olii, Helena. Berita dan Informasi.Cet ke-1. 2007. PT. Indeks

Putra, R. Masri Sareb. Teknik Menulis Berita dan Featur. 2006. PT. Indeks

Salim, Peter dan Yenny Salim. Kamus Besar Indonesia Kontemporer. Cet. Ke-III. 2002. Moderen English Press: Jakarta

Santoso, F. A. Sejarah, Organisasi, dan Visi-Misi Kompas. 2010. Kompas Gramedia: Jakarta

Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. 2009. Cet ke-V. PT Remaja Rosdakarya :Bandung

Sudibyo, Agus. Politik Media dan Pertarungan. 2006. LKiS: Yogyakarta

Suhaimi dan Rulli Nasrullah. Bahasa Jurnalistik. 2009. Lembaga Penelitian UIN: Jakarta

Suhandang, Kustadi. Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk & Kode Etik. 2004. Nuansa: Bandung

Sukardi, Wina Armada. Kajian Tuntas 350 Tanya Jawab UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Cet ke-II . 2013. Dewan Pers: Jakarta

Sumardiria, AS. Haris. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature. Cet ke-III. 2008. Rosdakarya: Bandung

Suryawati, Indah. Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik. 2011. Ghalia Indonesia: Bogor

Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. 2005. Kalam Indonesia: Ciputat

Thaha, Idris. Posisi ICMI Di Tengah Arsu Perubahan Dalam Abrar Muhammad, ed., ICMI Harapan Umat. 1991. Yayasan Pendidikan Islam: Jakarta

xi

___, dkk. Panduan Pengelolaan Konflik Etnoreligius: Dengan Pendekatan Riset Aksi Pertisipatori. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Keagamaan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan dan Kemantrian Agama RI dan INCIS

Vivian, Jhon. Teori Komunikasi Massa.Edisi ke- VIII. 2008. Kencana: Jakarta Yunis, Syarifudin. Jurnalistik Terapan. 2010. Ghalia Indonesia

Company Profile, Surat Kabar dan Brosur

Company Profile, Pusat Data Harian Umum Republika

Tim Penyusun Kompas,. 35 Tahun Kompas. 2000. Brosur Kompas: Jakarta Kolom Redaksi, Republika, Edisi 21 Juli 2015

Artikel dari Internet

http://www.fimadani.com/sejarah-harian-Kompas-sebagai-pers-partai-katolik/

yang dikutip dari Jakob Oetama, “Mengantar Kepergian P.K. Ojong”, KOMPAS, 22 juni 1980

http://www.fimadani.com/sejarah-harian-Kompas-sebagai-pers-partai-katolik/

yang dikutip dari Daniel Dhakidae, “THE STATE, THE RISE OF CAPITAL‟.

http://profile.print.kompas.com/profil/,

http://www.mahakamedia.com/about_us

http://eastspring.co.id/dms/files/spring-of-life---april-2013_20130423184912.pdf

Konsumsi Media Massa Di Kalangan Masyarakat. Eastspring (Member Of Prudential).

Dokumen terkait