BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Pembahasan
1. Interpretasi dan Diskusi Hasil
a. Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Cuci Tangan oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe tahun 2014
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti mengenai tindakan cuci
tangan oleh bidan praktik mandiri di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe tahun 2014
diperoleh bahwa sebagian besar bidan yakni sebanyak 21 orang (65,6%) kompeten
dalam hal cuci tangan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mastaida Tambun (2010)
tentang pelaksanaan pencegahan infeksi pada proses pertolongan persalinan di
wilayah kerja puskesmas Medan Tuntungan dimana sebagian besar bidan kompeten
dalam melakukan tindakan cuci tangan yakni sebanyak 18 orang (52,9%).
Menurut Boyce dan Pittet (2002) dalam Depkes (2008) kegagalan melakukan
kebersihan tangan yang baik dan benar dianggap sebagai penyebab utama infeksi
dan penyebaran mikroorganisme di fasilitas pelayanan kesehatan dan telah diakui
sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah. Menurut Boyce (1999)
dan Larson (1995) mencuci tangan dengan baik dapat mencegah penularan
Tindakan cuci tangan sangat penting dilakukan apalagi saat hendak melakukan
pertolongan persalinan. Karena saat bidan menolong persalinan akan sering terpapar
dengan hal-hal yang terkontaminasi seperti darah dan cairan tubuh. Hal-hal tersebut
sangat rentan menginfeksi ibu, bayi maupun bidan yang melakukan pertolongan
persalinan.
Mencuci tangan yang baik adalah dilakukan setiap sebelum dan sesudah
melakukan tindakan atau kontak fisik dengan pasien dan saat menyentuh benda-
benda yang terkontaminasi. Mencuci tangan yang baik dilakukan dengan cara
melepaskan perhiasan sebelum mencuci tangan, membasahi tangan dengan
menggunakan air mengalir dan menggosok tangan dengan sabun termasuk sela-sela
jari selama 10-15 detik, , membilas dengan air bersih dan mengeringkan tangan
dengan handuk pribadi yang bersih. Sebagian besar bidan praktik Mandiri di wilayah
Kerja Puskesmas Kabanjahe telah melakukan hal tersebut. Maka, hal itu akan
mencegah terjadinya infeksi pada ibu dan bayi serta dapat menurunkan angka
kejadian infeksi pada ibu dan bayi.
b. Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Pemakaian Sarung Tangan oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe tahun 2014
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti mengenai tindakan
pemakaian sarung tangan oleh bidan praktik mandiri di wilayah kerja Puskesmas
Kabanhaje tahun 2014 diperoleh bahwa sebagian besar bidan yakni 18 orang
(56,3%) kompeten dalam hal pemakaian sarung tangan.
Menurut Depkes (2008) pemakaian sarung tangan dapat melindungi tangan dari
bahan yang dapat menularkan penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme
Menurut Garner dan Favero (1986) dalam Depkes (2008) penggunaan sarung
tangan dan kebersihan tangan merupakan komponen kunci dalam meminimalkan
penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu lingkungan bebas infeksi.
Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling penting untuk
mencegah penyebaran infeksi pada ibu dan bayi. Pemakaian sarung tangan saat
proses persalinan akan mengurangi terjadinya infeksi pada ibu dan bayi. Serta
mengganti sarung tangan apabila menangani pasien yang berbeda akan menghindari
kontaminasi silang. Dalam hal ini mayoritas bidan praktik mandiri di wilayah kerja
Puskesmas Kabanjahe kompeten dalam hal pemakaian sarung tangan dimana bidan
telah melakukan pencegahan infeksi sesuai dengan Asuhan Persalian Normal dan
bekerja berdasarkan pilar ketiga safe motherhood yakni persalinan yang bersih dan
aman.
c. Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Pelindung Diri oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe tahun 2014
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti mengenai tindakan
pemakaian pelindung diri oleh bidan praktik mandiri di wilayah kerja Puskesmas
Kabanhaje tahun 2014 diperoleh bahwa mayoritas bidan yakni 30 orang (93,8%)
tidak kompeten dalam hal pemakaian pelindung diri.
Menurut JNPK-KR (2008) perlengkapan pelindung diri mencegah petugas
terpapar mikroorganisme penyebab infeksi dengan cara menghalangi atau membatasi
petugas dari percikan cairan tubuh, darah atau cedera selama melaksanakan
pertolongan persalinan.
Pemakaian pelindung diri juga merupakan salah satu bagian penting dalam
ibu dan bayi bidan juga harus mencegah infeksi pada dirinya. Pemakaian pelindung
diri juga termasuk dalam pelaksanaan langkah-langkah dalam Asuhan Persalinan
Normal dimana bidan dalam melakukan pertolongan persalinan harus menggunakan
pelindung diri yang terdiri dari sarung tangan, masker, pelindung mata, tutup kepala,
celemek atau apron dan alas kaki tertutup.
Namun dari hasil observasi yang diperoleh peneliti, bidan di wilayah kerja
Puskesmas Kabanjahe tidak kompeten dalam pemakaian pelindung diri yakni paling
banyak mengabaikan pemakaian masker dan tutup kepala dan beberapa bidan
mengabaikan pemakaian pelindung mata, celemek, dan alas kaki tertutup. Seperti
kita ketahui masker, pelindung mata, celemek dan alas kaki tertutup dapat mencegah
cipratan darah atau cairan tubuh masuk ke dalam hidung, mulut, mata, tubuh bagian
depan, dan kaki bidan saat proses pertolongan persalinan dan penutup kepala dapat
mencegah guguran kulit kepala dan rambut jatuh dan masuk ke dalam tubuh pasien.
Dengan pemakaian pelindung diri selain mencegah infeksi pada ibu dan bayi juga
dapat mencegah infeksi pada bidan yang melakukan pertolongan persalinan.
d. Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Pengelolaan Cairan Antiseptik oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe tahun 2014
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti mengenai tindakan
pengelolaan cairan antiseptik oleh bidan praktik mandiri di wilayah kerja Puskesmas
Kabanjahe tahun 2014 diperoleh bahwa mayoritas bidan yakni 30 orang (93,8%)
tidak kompeten dalam hal pengelolaan cairan antiseptik.
Menurut JNPK-KR (2008) cairan antiseptic juga dapat terkontaminasi, ada
beberapa mikroorganisme yang yang mampu mengkontaminasi larutan antiseptic
Mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan infeksi berantai jika larutan yang
terkontaminasi digunakan untuk mencuci tangan atau dioleskan pada kulit pasien.
Bidan harus memperhatikan pengelolaan cairan antiseptic untuk pertolongan
persalinan, karena pengelolaan cairan antiseptic yang tidak benar dapat
menyebabkan cairan terkontaminasi dan menyebabkan infeksi berantai pada pasien.
Dalam hal ini bidan praktik mandiri di wilayah puskesmas Kabanjahe sebagian besar
tidak mengosongkan dan mencuci wadah dengan sabun dan air serta membiarkannya
kering seminggu sekali dan juga bidan tidak menempelkan label bertuliskan tanggal
saat melakukan pengisian ulang. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkembangnya
mikroorganisme patogen yang dapat menginfeksi pasien jika tidak diganti dan dicuci
seminggu sekali serta dapat mengurangi efektivitas cairan antiseptic tersebut.
Dengan memberikan label untuk pengisian ulang pada cairan antiseptic akan
mengingatkan bidan untuk mengganti cairan antiseptik dan dapat menghindari
perkembangan mikroorganisme dalam cairan antiseptik.
e. Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Pemrosesan Alat Bekas Pakai oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe tahun 2014
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti mengenai tindakan
pemrosesan alat bekas pakai oleh bidan praktik mandiri di wilayah kerja Puskesmas
Kabanjahe tahun 2014 diperoleh bahwa mayoritas bidan yakni 22 orang (68,8%)
tidak kompeten dalam hal pemrosesan alat bekas pakai.
Menurut Rutala (1993) dalam Tietjen (2004) pemrosesan alat bekas pakai yang
direkomendasikan untuk pencegahan infeksi yakni meliputi dekontaminasi,
Menurut Nystrom (1981) dalam Tietjen (2004) sangat dianjurkan agar alat-alat
bekas pakai didekontaminasi terlebih dahulu untuk meninimalkan resiko infeksi
kepada petugas yang tidak sengaja terluka saat membersihkan serta mengurangi
kontaminasi kuman pada tangan petugas. Setelah dekontaminasi dianjurkan untuk
melakukan pembersihan, penggunaan sabun penting untuk pembersihan yang efektif
karena air sendiri tidak dapat menghilangkan protein, minyak dan lemak.
Tahap pemrosesan alat bekas pakai yang meliputi dekontaminasi, pencucian dan
pembilasan serta sterilisasi atau dekontaminasi tingkat tinggi harus dilakukan dengan
benar oleh bidan dalam memproses alat-alat persalinan atau partus set. Bidan juga
harus memperhatikan langkah-langkah dalam pemrosesan alat bekas pakai agar alat-
alat tersebut benar-benar aman dan steril, serta pada saat pemrosesan alat tersebut
tidak menimbulkan kerusakan pada alat. Apabila pada pemrosesan alat bekas pakai
dan penyimpanan tidak benar maka alat-alat tersebut akan dengan mudah
terkontaminasi dan menimbulkan infeksi jika digunakan pada pertolongan persalinan
yang dapat membahayakan ibu dan bayi.
Dalam hal ini bidan praktik mandiri di wilayah kerja puskesmas Kabanjahe
sebagian besar tidak melakukan item observasi mengenai pembersihan yakni
menyikat alat sedikitnya 3 kali kemudian dibilas dengan air bersih. Dapat diketahui
bahwa membersihkan alat dengan sikat dapat membersihkan alat hingga ke sela-sela
alat dan penyikatan dilakukan berulang sehingga menghindari sisa darah tertinggal
pada instrument yang terkontaminasi. Dengan demikian dapat mencegah
f. Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Pengelolaan Sampah Medik Pakai oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe tahun 2014
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti mengenai tindakan
pengelolaan sampah medik oleh bidan praktik mandiri di wilayah kerja Puskesmas
Kabanjahe tahun 2014 diperoleh bahwa mayoritas bidan yakni 28 orang (87,5%)
tidak kompeten dalam hal pengelolaan sampah medik.
Menurut JNPK-KR (2008) sebagian besar limbah persalinan dan kelahiran bayi
adalah sampah terkontaminasi, jika tidak ditangani dengan benar sampah
terkontaminasi berpotensi untuk menginfeksi siapapun yang melakukan kontak atau
menangani sampah tersebut termasuk anggota masyarakat.
Pengelolaan sampah medik yang benar dapat melindungi petugas dari perlukaan,
melindungi penyebaran infeksi terhadap petugas kesehatan dan mencegah penularan
infeksi pada masyarakat. Hal itu penting dilakukan oleh bidan mengingat pada
proses persalinan sebagian besar sampah yang dihasilkan adalah sampah yang
terkontaminasi.
Dalam hal ini bidan praktik mandiri di wilayah kerja puskesmas Kabanjahe
sebagian besar tidak melakukan item observasi mengenai penggunaan wadah yang
berbeda dengan kantong plastik berwarna sesuai jenis sampah. Dapat diketahui
bahwa membedakan sampah sesuai jenisnya akan memudahkan bidan untuk
mengelola sampah sehingga menghindari bidan untuk memisahkan sampah dengan
tangan yang dapat meningkatkan resiko infeksi. Namun, Peneliti menemui masih
kurangnya kesadaran dari masing-masing responden dalam pengelolaan sampah