• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

IV. 2.5)Interpretasi

Dari penelitian yang telah peneliti lakukan, keempat informan memiliki perubahan konstruksi identitas diri yang baru setelah bersekolah di PKBM

Emphaty. Identitas yang terbentuk itu menyebabkan beberapa dampak positif dan

negatif:

1. Dampak Positif

a. Seperti informan pertama, dulunya ia memandang rendah sekolah untuk anak jalanan, sekarang ia lebih dapat menghargai teman-temannya yang merupakan anak jalanan dan juga sekolah-sekolah yang menerima anak jalanan.

b. Informan kedua yang merasakan perubahan positif bahwa ia menjadi anak yang lebih baik. Dulunya ia adalah murid yang suka berkelahi dan melawan guru, sekarang di PKBM Emphaty ia merasa dibukakan dengan nasihat, motivasi, serta bimbingan guru-gurunya bahwa tidak ada gunanya berbuat hal yang tidak baik.

c. Informan ketiga juga merasa dirinya lebih bebas, dia tidak merasa terkekang lagi. Dia juga semakin lebih rajin untuk belajar dibandingkan dulu, dan juga lebih rajin untuk membantu orang tuanya di rumah. Dia lebih gampang bergaul dan juga memiliki teman dekat di PKBM Emphaty yakni Rina dan Yeshi. Dia juga mencoba menjadi teman yang baik bagi temannya.

d. Informan keempat juga merasa setelah ia bergabung di PKBM Emphaty, ia semakin lebih rajin dalam belajar dan membantu orang tuanya dirumah. Dia mendengar nasihat gurunya yang mengatakan bahwa dia harus menjadi anak yang bersih dan rajin. Dia juga memiliki teman dekat yakni Lilik, Novita, dan Yeshi. Dia juga dekat dengan beberapa guru seperti, Bu Leni dan Bu Tiur.

2. Dampak Negatif

a. Keempat informan menjadi kurang disiplin ke sekolah, karena waktu sekolah yang tidak tepat waktu. Padahal sewaktu bersekolah di sekolah formal, mereka harus datang tepat waktu dan tidak boleh terlambat masuk ke sekolah.

b. Cara mereka dalam berbicara juga menjadi berubah. Dikarenakan latar belakang mereka yang berbeda-beda, ada dari anak punk, anak jalanan, anak-anak pemakai obat-obatan terlarang, membuat murid-murid yang lain mengikuti cara bicara mereka yang sedikit kasar dan pasaran. Karena bahasa yang mereka gunakan disekolah non formal ini bukan bahasa baku seperti pada sekolah formal.

c. Seperti informan pertama, ia jadi suka berbohong, karena sering berkumpul bersama teman-temannya. Karena suka berkumpul dengan temannya, ia jadi berbohong kepada orang tuanya, dan menyatakan bahwa ia pergi ke tempat les, padahal sebenarnya ia pergi dengan temannya. d. Mereka menklasifikasikan diri dengan membuat kelompok-kelompok

tersendiri. Seperti pernyataan informan pertama dan ketiga bahwa sebagian murid disini memiliki kelompok-kelompok tersendiri. Termasuk

mereka berdua, mereka juga memiliki kelompok-kelompok tersendiri. Kelompok ini tergabung dari beberapa teman yang dekat saja, yang sering berkumpul bersama.

Hal-hal yang ada diatas merupakan beberapa dampak negatif yang terlihat pada para informan untuk saat ini. Namun dalam beberapa waktu kedepan atau dalam jangka waktu yang panjang mereka bisa saja mengalami krisis identitas, kalau mereka selalu berinteraksi dengan murid-murid yang seperti itu. Walaupun mereka bersekolah di sekolah non formal, mereka juga adalah murid-murid yang layak untuk diberi kesempatan dalam memajukan bangsa ini. Bagaimanapun juga mereka adalah tunas-tunas muda bangsa, dan generasi penerus bangsa yang patut untuk dikembangkan.

Dalam hal ini guru sebaiknya harus lebih cermat lagi dalam memahami murid-murid agar mereka tidak membuat pengklasifikasian kelas. Disinilah peran guru dimainkan untuk dapat menjadikan murid-murid PKBM Emphaty menjadi murid-murid yang memiliki identitas diri yang kuat. Karena hal ini akan mempengaruhi kepribadian mereka. Sehingga untuk menciptakan kepribadian yang baik, maka mulai dari saat ini bimbingan konseling harus lebih intens untuk dilakukan. Sehingga bisa menghindari konflik yang ada diantara murid-murid yang ada di PKBM Emphaty. Dan juga menghindari terjadi kelompok-kelompok

(genk-genk) di dalam kelas.

Disamping orang tua dan keluarga, guru di sekolah juga menjadi contoh bagi murid. Selain itu juga menjadi sumber informasi dan pengetahuan mereka. Peran guru sangat dibutuhkan, di mana sebagai seorang pendidik guru diharapkan dapat member pengetahuan serta informasi yang positif bagi murid-muridnya.

Sehingga para murid tidak menjadi salah dalam bergaul. Keluarga dan guru mereka dapat melakukan interaksi yang lebih intens lagi, sehingga dapat membentuk identitas diri mereka dengan lebih baik. Sehingga mereka dapat menjadi pribadi yang baik dan positif pula.

IV.2.6 DISKUSI

Setelah melakukan wawancara dan juga pengamatan terhadap keempat informan selanjutnya peneliti membuat pembahasan. Peneliti hanya mengambil 4 informan dengan metode penarikan sampel purposeful random sampling. Dalam penelitian ini peneliti mendapatkan beberapa jawaban yang serupa dan beberapa jawaban yang tidak, dari beberapa pertanyaan yang peneliti ajukan kepada mereka terkait dengan konstruksi diri mereka. Dari 4 informan tersebut maka peneliti membuat pembahasan yang dikaitkan dengan tujuan dari penelitian ini sendiri, yakni untuk menggambarkan konstruksi identitas diri murid, untuk menggambarkan perubahan identitas diri murid setelah bersekolah di PKBM

Emphaty, dan untuk menggambarkan proses interaksi antara murid dengan guru

khususnya dalam proses belajar mengajar pada murid di PKBM Emphaty, sebagai berikut:

1. Konstruksi Identitas diri Murid

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam uraian teoritis bahwa identitas diri adalah konsep yang dinyatakan oleh setiap orang untuk menyatakan tentang siapakah mereka, orang macam apa mereka, dan bagaimana mereka berhubungan dengan orang lain. Demikian pula yang dialami oleh informan, yakni murid PKBM Emphaty yang menempuh pendidikan di Lembaga non formal tersebut. Sebagai individu yang berasal

dari latar belakang keluarga, tempat tinggal, dan budaya yang berbeda serta pernah bersekolah di sekolah formal dengan membawa segala bentuk kebiasaan yang sudah tertanam dan melekat dalam diri individu tersebut, maka ketika memasuki PKBM Emphaty merupakan suatu pengalaman baru bagi mereka.

Dikaitkan dengan tiga konsep kritis yang menyusun sebuah teori interaksionisme simbolik yang dikemukakan oleh George Herbert Mead (Ritzer & Goodman, 2004: 280-288), maka dalam penelitian ini dibuat pembahasan sebagai berikut:

a. Pikiran (Mind)

Dari hasil wawancara dan pengamatan, ke empat informan melalui konsep pikiran ini dimana pikiran adalah percakapan seseorang dengan dirinya sendiri. Dalam perspektif interaksionisme simbolik, individu adalah seseorang yang bersifat aktif, reflektif, dan kreatif. Struktur ini tercipta dan berubah karena interaksi mereka, yakni ketika individu- individu berpikir dan bertindak secara stabil terhadap seperangkat objek yang sama. Jadi pada dasarnya interaksi dianggap sebagai variable yang penting dalam menentukan masyarakat, bukan struktur masyarakat. Melalui percakapan dengan orang lain, kita lebih dapat memahami diri kita sendiri dan juga pengertian yang lebih baik akan pesan-pesan yang kita terima dari orang lain dan juga pesan-pesan yang kita kirim kepada orang lain.

Pada saat ini peran pikiran (mind) mereka dimainkan. Dalam hal ini informan terlebih dahulu melakukan interaksi dengan dirinya sendiri. Sebelum mereka berinteraksi dengan orang lain, mereka melalui proses berpikir melalui sebuah simbol yang signifikan khususnya bahasa. Ini merupakan sebuah proses mental bagi informan. Bagaimana informan dapat merespon dirinya sendiri dan juga merespon komunitasnya secara keseluruhan. Dengan kata lain informan dapat memikirkan tentang bagaimana kemungkinan murid lain bereaksi terhadap dirinya dan menyiapkan reaksi terhadap reaksi murid yang lain itu. Melalui konsep pikiran inilah para informan dapat membentuk makna dari simbol tersebut melalui komunikasi yang dilakukan informan dengan murid-murid lain. Tujuannya tidak lain adalah untuk menciptakan makna yang sama diantara mereka dalam memandang PKBM Emphaty. Tanpa adanya makna yang sama diantara mereka, maka proses komunikasi yang mereka lakukan akan menjadi sangat sulit.

Kebanyakan informan memilih PKBM Emphaty selain karena masalah pribadi mereka yang mengharuskan mereka keluar dari sekolah formal, salah satu alasan utama mereka adalah karena biaya yang lebih murah, dan juga sistem belajar yang tidak terlalu formal. Tanpa melewati proses seleksi akhirnya mereka dapat masuk ke PKBM Emphaty dan tercatat sebagai murid di PKBM Emphaty Medan. Pada saat berinteraksi dengan particular others dan masyarakat di lingkungan eksternalnya, setiap informan menggunakan pikiran (mind). Misalnya ketika mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa ibu

juga melalui proses pemikiran (thought), ketika mereka ingin mengetahui tentang PKBM Emphaty dan akhirnya menerima PKBM Emphaty sebagai tempat para informan untuk melanjutkan pendidikan

Walaupun ini bukan merupakan suatu kebanggaan, tetapi tidak menjadikan mereka malu terhadap diri mereka, sebaliknya mereka mersa bangga dapat bersekolah di PKBM Emphaty. Mereka tetap memiliki semangat menempuh pendidikan, walaupun itu di lembaga pendidikan non formal, dan walaupun pelajaran yang mereka dapatkan tidak sebaik dan selengkap sewaktu mereka bersekolah di sekolah formal. Gambaran dan informasi yang diperoleh bahwa PKBM Emphaty adalah tempat yang enak untuk bersekolah juga mengiringi mereka, setidaknya menjadi harapan akan sesuatu yang juga baik. Penjabaran ini sesuai dengan definisinya bahwa pikiran ini berisi tentang bagaimana informan dapat membentuk makna yang sama melalui sebuah simbol saat informan diperhadapkan pada sebuah interaksi sosial dalam memasuki komunitas baru.

Setelah keempat informan bergabung dan bersekolah di PKBM

Emphaty, mereka saling berkomunikasi dan berinteraksi untuk

mengembangkan pemikiran (mind) mereka sehingga dapat menggunakan simbol yang memiliki makna sosial yang sama. Simbol yang biasa mereka gunakan berupa simbol verbal dan nonverbal yang menjadi penghubung interaksi antara individu dan menjadi identitas bagi mereka.

Simbol verbal seperti: keaktifan saat belajar di kelas seperti dengan mengajukan pertanyaan, menggunakan bahasa Indonesia, menggunakan bahasa yang tidak terlalu formal pada saat proses belajar mengajar. Sedangkan simbol non verbal seperti: gesture, bahasa tubuh, mimik wajah, kontak mata, pakaian seragam sekolah (putih abu-abu untuk paket C, dan putih biru untuk paket B), atribut sekolah, seperti dasi, topi, dan papan nama, sementara untuk lambing sekolah mereka tidak memilikinya.

b. Diri (Self)

Konsep ini adalah konsep kedua dalam teori interaksionisme simbolik. Diri adalah kemampuan individu untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah subjek maupun objek. Keempat informan memeiliki diri (self) yang mereka peroleh melalui komunikasi yang mereka lakukan dengan orang tua, guru dan murid lain, serta teman-teman sepermainan mereka. Kedirian mereka muncul dan berkembang melalui aktivitas yang mereka lakukan baik di lingkungan rumah maupun di sekolah. Diri para informan secara dialektis berhubungan dengan pikiran mereka. Mereka merasakan berbagai perbedaan dalam berinteraksi dan kontak langsung dengan lingkungan barunya.

Rata-rata informan merasakan perbedaan akan hal yang sama, seperti ketika berkomunikasi pertama sekali dengan guru dan murid yang lain, perbedaan nilai-nilai dan pola pembelajaran. Walaupun guru mereka terbatas, buku-buku mereka juga tidak selengkap dengan sewaktu mereka sekolah di sekolah formal, dan gedung sekolah yang kecil yang hanya ada

2 kelas, tetapi mereka tetap merasa senang dan tetap menganggap PKBM

Emohaty sebagai rumah kedua mereka.

Mereka dapat menerima keadaan diri mereka yang seperti itu, mereka dapat menerima bahwa mereka adalah murid-murid yang bersekolah di sekolah non formal. Dengan mengandalkan pikirannya mereka melihat diri mereka itu tidak begitu berbeda dengan murid-murid pada sekolah formal lainnya. Mereka tetap mendapat pelajaran yang sama seperti di sekolah formal dan jadwal sekolah yang sama.

Mereka akan dapat menilai diri mereka juga melalui bagaimana orang lain memandang ataupun menilai mereka. Ini merupakan fase yang dinamakan “I” yang berisi tentang tanggapan spontan individu terhadap orang lain. Di dalam “I” itulah nilai terpenting kita ditempatkan, dan merupakan perwujudan diri (Ritzer & Goodman, 2004:286). “I” muncul pada saat seseorang melakukan tindakan. Misalnya pada saat proses belajar mengajar, ketika para informan mengacungkan tangan karena mereka kurang memahami pelajaran yang telah dijelaskan oleh guru. Pada saat mengacungkan tanggan, itulah yang disebut tanggapan spontan terhadap orang lain. “I” dalam hal ini dapat memungkinkan terjadinya perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan kepribadian. Disaat mereka mengacungkan tangan secara tidak sadar mereka menjadi aktif. Dengan kata lain, dari tanggapan spontan (I) ini mereka akan dipacu untuk menjadi kritis dan lebih aktif tanpa mereka sadari.

Dan fase yang kedua adalah “me” yang merupakan reaksi kita (I) dalam mengorganisir sekumpulan sikap orang lain yang kita ambil menjadi sikap kita sendiri (Ritzer & Goodman, 2004:286). Selain itu, “me”merupakan penerimaan atas orang lain yang digeneralisir

(generalized others). “Me” muncul pada saat individu dipengaruhi oleh

(generalized others) atas tindakan yang mereka lakukan. Pada diri

informan misalnya, bagaimana mereka dapat menerima diri mereka sebagai murid PKBM Emphaty, dan bagaimana mereka menanggapi penilaian orang lain di sekitar mereka tentang mereka sebagai murid PKBM Emphaty dan juga tentang sekolah mereka yang dianggap seperti bukan sekolah.

Setelah itu mereka akan mengorganisir sikap-sikap yang ditunjukkan oleh orang lain tersebut yang akan mereka jadikan sebagai kritik diri dan juga pengendalian diri. Contohnya, meskipun para informan bersekolah di sekolah non formal mereka tetap merasa bahwa mereka sama seperti murid-murid lainnya yang juga belajar berbagai pelajaran dan memakai seragam sekolah yang sama.

Dari penilaian-penilaian orang lain itu juga mereka akan melakukan cermin diri, dimana mereka akan melihat diri mereka sendiri dengan pikiran orang lain. Seperti keempat informan, banyak teman-teman mereka yang menyatakan mereka orang yang supel dan ceria, ataupun cerewet, begitu pula lah mereka memandang diri mereka. Pengaruh generalized

other sangat berdampak dalam pembentukan sikap dan perilaku individu,

c. Masyarakat (Society)

Masyarakat (Society) adalah suatu proses sosial yang mendahului pikiran dan diri. Masyarakat penting peranannya untuk membentuk pikiran dan diri. Masyarakat mempengaruhi individu, sehingga mereka mampu untuk melalui kritik diri, dan untuk mengendalikan diri mereka sendiri. Sama halnya juga dengan para informan, mereka membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan tanggapan orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Dari pernyataan-pernyataan yang telah dikatakan oleh para informan diatas terlihat bagaimana perilaku mereka baik disekolah maupun di rumah yang mencerminkan bentuk identitas diri mereka. Di sekolah yang dulu mereka adalah seorang murid yang bersifat pasif. Interaksi yang kurang antara para informan terhadap guru-guru maupun teman-temannya membuat mereka menjadi pribadi yang kurang baik (informan 2). Mereka menganggap diri mereka tidak di hargai guru, dan juga dikucilkan teman-teman mereka (informan 3).

Sikap mereka juga yang cenderung tidak mau berbaur dengan lingkungan mereka membuat mereka menjadi peribadi yang tertutup dengan lingkungan mereka. Interaksi sosial mereka terhadap masyarakat sekitar masih sangat rendah. masyarakat di sekitar mereka juga tidak mengetahui identitas mereka, dimana sebenarnya mereka bersekolah, dan bagaimana sebenarnya mereka, akibat ketertutupan mereka terhadap sekitar.

2. Perubahan identitas diri murid setelah bersekolah di PKBM Emphaty

Identitas diri bukan hanya terdiri dari potensi dan status yang dibawa oleh setiap individu sejak lahir, misalnya jenis kelamin dan keturunan. Tetapi juga termasuk sesuatu yang ‘terbentuk’ dari interaksi individu dengan lingkungan sosialnya. Identitas diri tidak hanya sebatas cara yang digunakan individu dalam menampilkan dirinya sebagai individu yang berbeda atau khas dibandingkan orang lain. Tetapi identitas diri juga identifikasi bagi individu untuk mencoba memilih, mengevaluasi apa yang baik, apa yang penting, apa yang pantas dan tepat untuk dilakukan atau sebaliknya.

Keempat informan yang tergolong remaja ini memerlukan pondasi konstruksi identitas diri yang kuat. Dalam hal ini mereka belum sepenuhnya memiliki identitas diri yang mantap. Agar setiap murid dapat menemukan jati dirinya mereka harus dibantu dengan orang-orang yang ada disekitarnya, termasuk orang tua dan juga guru-guru mereka. Sehingga mereka dapat menemukan konsep diri yang akan menentukan mereka pada hal-hal yang positif, sikap dan juga perilaku yang positif.

Di rumah para informan sangat kurang berinteraksi dengan orang tua mereka. Orang tua yang merupakan keluarga dan orang terdekat mereka, yang diharapkan dapat lebih memahami mereka dari orang lain ternyata tidak seperti yang diinginkan. Interaksi yang juga kurang antara mereka dengan orang tuanya dan juga dengan saudara-saudaranya, membuat mereka menjadi pribadi yang tertutup, dan hanya banyak berdiam diri saja di rumah. Ini juga menyebabkan diri mereka kurang

berkembang. Padahal interaksi dengan orang tua sangat berperan penting bagi pribadi para informan, baik bagi perkembangan mereka secara biologis dan psikologis. Melalui percakapan dengan orang tua, mereka tentunya akan lebih dapat memahami diri mereka sendiri.

Identitas diri yang kuat itu juga dapat mereka peroleh dari penilaian teman-teman mereka terhadap mereka. Baik itu teman-teman di lingkungan rumah mereka maupun di sekolah. Seperti yang telah mereka nyatakan bahwa mereka lebih banyak memiliki teman-teman di PKBM

Emphaty dari pada di lingkungan rumah. Teman-teman di PKBM Emphaty

sedikit banyak tentunya telah memberi pengaruh bagi mereka. Baik itu pengaruh yang positif maupun negatif.

Keakraban dan kekompakan yang mereka jalin tentunya berawal dari interaksi yang cukup sering mereka lakukan dengan generalized

other. Generalized other adalah sikap dari seluruh komunitas secara

keseluruhan (Ritzer & Goodman, 2004:283). Kemampuan untuk mengambil peran umum orang lain adalah penting bagi diri. Dari interaksi yang sering ini tentunya mereka akan saling menilai terhadap satu sama lain. Penilaian murid lain terhadap mereka akan sangat menentukan cara pandang mereka sendiri terhadap mereka. Penilaian-penilaian murid-murid lain itu akan berpengaruh pada pengembangan identitas diri mereka.

Setelah bersekolah di PKBM Emphaty, mereka tentunya memiliki beberapa perubahan identitas. Seperti misalnya perubahan identitas mereka sebagai murid di PKBM Emphaty yang merupakan sekolah non formal. Selain itu mereka juga mengalami perubahan-perubahan sikap dan

perilaku, seperti misalnya yang dahulunya mereka adalah murid yang nakal menjadi sedikit lebih baik, yang tadinya pendiam menjadi lebih terbuka. Semuanya itu adalah identitas yang positif, sementara identitas yang negatif juga terbentuk dalam diri mereka. Seperti menjadi kurang disiplin dengan waktu kedatangan ke PKBM Emphaty, membuat kelompok-kelompok di dalam kelas, dll.

3. Proses interaksi antara murid dengan guru khususnya dalam proses belajar mengajar.

Dari penelitian ini, peneliti mendapatkan hasil bahwa informan dan gurunya melakukan proses interaksi yang baik. Interaksi yang baik ini dapat dilihat dari kekompakan mereka satu sama lain. Seperti pengakuan para informan bahwa mereka memiliki guru yang ramah, baik, dan mau bercengkramah dengan mereka tidak hanya secara kelompok di kelas, tetapi juga secara personal. Mereka merasakan perbedaan dengan guru-guru yang ada di PKBM Emphaty. Seperti dalam pernyataan mereka bahwa setiap guru mengajarkan pelajaran secara mendetail kepada informan. Mereka mengajarkan pelajaran tersebut sampai informan benar-benar mengerti dan memahaminya.

Proses interaksi antara guru dan murid khususnya dalam proses belajar mengajar sangat membantu untuk menghasilkan perubahan-perubahan positif dalam diri murid. Sehingga mereka mampu tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang memiliki identitas diri yang baik. Interaksi antara guru PKBM

Emphaty dan murid terbilang masih kurang. Guru juga dalam hal ini harus lebih

lagi memberikan suatu perhatian yang lebih khusus, agar murid mampu menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya untuk menuju pendewasaan diri.

Mengingat mereka adalah anak-anak yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang kurang mampu, ada yang merupakan anak jalanan, dan ada yang putus sekolah. Sehingga peran guru merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan diri murid

BAB V PENUTUP

V. 1 KESIMPULAN

Berinteraksi dan berkomunikasi adalah sebuah hal yang penting dalam kehidupan kita baik secara pribadi maupun secara sosial kita. Dengan berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, kita dapat lebih mengenal dan memahami bagaimana karakteristik diri kita yang sebenarnya. Kesemuanya ini terjadi dalam interaksi yang kita lakukan melalui percakapan yang kita lakukan dengan orang lain, dalam penyampaian pesan maupun pertukaran makna dan simbol yang kita kirim kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Hal yang sama juga berlaku pada murid-murid di PKBM Emphaty, dimana setiap murid telah dipersatukan dalam suatu wadah yang mengharuskan mereka untuk saling berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain.

Dalam hal ini mereka berusaha sebisa mungkin untuk memiliki kesamaan makna terhadap PKBM Emphaty dan juga terhadap sesama mereka sebagai murid di PKBM Emphaty. Dengan latar belakang yang berbeda-beda dan juga masalah yang berbeda-beda mereka dapat saling menghargai dan dapat belajar bersama. Selain itu mereka juga harus dapat berusaha untuk melihat bagaimana masyarakat

Dokumen terkait