• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intervensi Terhadap Konflik Internal Yang Mengancam Perdamaian

BAB I PENDAHULUAN

C. Intervensi Terhadap Konflik Internal Yang Mengancam Perdamaian

Dunia

Keberhasilan Dewan Keamanan yang terbatas itu tidak menandakan adanya kesalahan dalam pemikiran dasar piagam yang menyatakan bahwa kekuasaan harus menyaratkan persetujuan kekuatan-kekuatan besar.Sangatlah sukar untuk membayangkan bagaimana Dewan Keamanan dapat menjadi lebih efektif jika Dewan Keamanan tersebut dapat mengambil keputusan-keputusan dengan pemilihan suara mayoritas atau sederhana tanpa mensyaratkan persetujuan anggota tetap.Kenyataan dalam hubungan-hubungan internasional dalam periode setelah perang dunia II lah yang bertanggung jawab atas keberhasilan- keberhasilan yang terbatas ini bukan struktur dan prosedur pemilihan suara dalam Dewan Keamanan.

Intervensi humanitarian berasal dari bahasa Inggris “humanitarian intervention” yang berarti langsung intervensi kemanusiaan atau intervensi

humanitarian. Intervensi humanitarian berarti tindakan ikut campur atau

menengahi masalah dalam negeri sebuah negara, yang dilakukan oleh 1 atau beberapa negara, yang tergabung ataupun tidak, dalam sebuah komunitas internasional atas nama kemanusiaan. Dalam definisi ini, dapat dilihat bahwa tujuan utama intervensi humanitarian adalah penghentian pelanggaran hak asasi manusia dalam segala bentuk.49

1. Just cause: intervensi militer boleh dilakukan bila negara sasaran

perang itu benar-benar dalam kondisi bencana kemanusiaan; bila ada realitas ‘kehilangan jiwa dalam skala besar’ atau ‘pembersihan etnis dalam skala besar’.

bahwa pada dasarnya, Hukum Internasional memiliki itikad baik untuk melindungi umat manusia dari pelanggaran HAM berat yang dilakukan pemerintah suatu negara. Hukum Internasional dianggap sah bila memenuhi empat kriteria berikut ini:

2. Just intention: intervensi militer harus dilakukan dengan tujuan

yang benar, yaitu untuk menghentikan penderitaan manusia.

3. Just authority: keputusan intervensi militer harus diambil oleh

otoritas yang paling berhak (yaitu PBB)

4. Last resort: intervensi militer hanya boleh dilakukan ‘jika dan

hanya jika’ semua upaya damai lain sudah dilakukan dan tidak menemui hasil.50

Intervensi kemanusiaan telah lama menjadi praktek dalam masyarakat internasional. Hal ini telah dilakukan oleh negara-negara secara individual atau kolektif, misalnya intervensi kemanusiaan yang dilakukan oleh Rusia di Turkiatas nama kaum nasionalis Bulgaria Tahun 1877, intervensi Amerika Serikat di Kuba Tahun 1898, Prancis melakukan intervensi di Syria Tahun 1860, dan Negara- negara besar Eropa ditambah Jepang melakukan intervensi di China Tahun 1900.51

Praktek ini terus berlanjut hingga dewasa ini.Hal ini dapat dilihat dariintervensi-intervensi kemanusiaan yang dilakukan di Somalia Tahun 1992, diRwanda tahun 1994, di Haiti Tahun 1994, di Boznia-Herzegovina Tahun 1992-

1995, di Kosovo Tahun 1998-1999, di Siere Leone Tahun 1999,52

Dewan Keamanan PBB bahkan mulai menilai pelanggaran hak asasi manusia secara besar-besaran dan konflik sipil sebagai ancaman terhadap dan di Libya Tahun 2011.Pelaksanaan intervensi kemanusiaan di berbagai tempat tersebut selalu diikuti dengan pro dan kontra.Bagi yang pro atas tindakan intervensi kemanusiaan, tindakan tersebut dipandang sebagai jalan keluar yang tepat untuk membebaskanorang-orang yang mengalami tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat dari penindasan yang dialami di dalam wilayah suatu negara.Sedangkan bagi mereka yang kontra dengan tindakan intervensi kemanusiaan berpendapat bahwa pelaksanaan tindakan tersebut melemahkan kedaulatan negara, berpotensi merusak aturan yang ada di dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

keamanan internasional, yang mana menjadi salah satu syarat utama diizinkannya penggunaan kekuatan militer untuk melakukan intervensi.Di era ini juga, kebanyakan intervensi humanitarian dilakukan beberapa negara, yang diotorisasi oleh Dewan Keamanan PBB.Ini memperlihatkan bukti transparan bahwa PBB telah mulai menerima adanya intervensi humanitarian.Hal ini dapat dilihat juga pada jumlah intervensi kemanusiaan yang diotorisasi Dewan Keamanan PBB melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB.Sejak 1989, PBB telah mengotorisasi

intervensi humanitarian dalam bentuk penjatuhan embargo sebanyak 14 kali dan

intervensi militer sebanyak 11 kali hingga 2001.53

Kategori yang ke-2 adalah intervensi yang bersifat memaksa. Intervensi inilah yang dikenal sebagai intervensi militer. Intervensi dengan menggunakan kekuatan militer ini dijadikan pilihan terakhir untuk mengatasi konflik dalam suatu negara apabila upaya damai dan persuasif menemui jalan buntu. Contoh penerapan intervensi ini adalah intervensi NATO ke Kosovo dan Libya. Intervensi dengan menggunakan aset-aset militer NATO utamanya kekuatan udara dilakukan setelah berbagai upaya damai yang dilakukan sebelumnya gagal. Dalam kasus di Libya, beberapa upaya dan intervensi non-militer telah dilakukan oleh beberapa negara seperti Amerika Serikat, Swiss, dan beberapa negara lainnya berupa pembekuan aset Moammar Khadafy yang ada di negara mereka. PBB pun juga telah berusaha melalui himbauan, seruan, dan penjatuhan embargo melalui beberapa Resolusi Dewan Keamanan PBB atas Libya agar Khadafy mau menghentikan penggunaan kekuatan militer terhadap rakyatnya sendiri. Tetapi

karena tidak berhasil, PBB melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1973 mengotorisasi pelaksanaan operasi militer ke Libya oleh pasukan koalisi di bawah pimpinan NATO.

Dalam kasus di Libya, dikeluarkannya Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1970 dan No. 1973 mengenai penjatuhan sanksi dan pengesahan intervensi militer sebagai upaya penghentian kekerasan yang terjadi di Libya dilakukan berdasarkan voting dalam Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara yang terdiri atas 5 negara anggota tetap (Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia, dan Cina) dan 10 negara anggota tidak tetap (Bosnia Herzegovina, Kolombia, Libanon, Nigeria, Portugal, India, Jerman, Brazil, Gabon, dan Afrika Selatan). 10 dari negara-negara tersebut menyetujui dilakukannya intervensi dan 5 lainnya yaitu Cina, India, Rusia, Jerman, dan Brazil menyatakan abstain.

Dewan Keamanan PBB segera mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1973 segera setelah pemungutan suara tersebut mengeluarkan hasil. Resolusi ini sebagai bentuk otorisasi dilakukaknnya intervensi militer oleh negara-negara anggota PBB di Libya sebagai upaya terakhir menghentikan pelanggaran hak asasi manusia di negara tersebut, dengan bekerjasama penuh dengan Dewan Keamanan PBB sebagai akibat sikap cuek pemerintah Libya atas sanksi embargo melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1970 terhadap mereka.54

Dilema masyarakat internasional saat ini adalah penghormatan atas "kesucian" kedaulatan suatu negara di satu pihak, di pihak lain moralitas

internasional menghendaki PBB melakukan intervensi atas pelanggaran HKI dan HAM besar-besaran dalam konflik suatu negara.

Semua negara anggota PBB terikat pada Piagam PBB.Pada pasal 1 ayat 7 dikatakan, PBB tidak mempunyai hak untuk intervensi terhadap masalah dalam negeri suatu negara.Namun, Dewan Keamanan (DK), yang bertanggung jawab untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional (pasal 24), boleh melakukan intervensi guna memaksakan perdamaian, termasuk melalui kekuatan militer. Mandat ini dikandung dalam Bab VII Piagam tentang "tindakan terhadap ancaman perdamaian, pelanggaran perdamaian dan agresi" (action with respect to

threats to peace, breaches of peace, and acts of aggression). Pada era Perang

Dingin, hak itu digunakan di Perang Korea dan Perang Teluk awal 1990-an (saat Presiden George Bush dari AS mendeklarasikan the New International Order).

Kini Bab VII juga digunakan untuk konflik internal lewat operasi perdamaian.Seringkali penggelaran operasi perdamaian atas dasar Bab VII dilakukan dalam situasi yang bukan merupakan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional.Kasus Timtim umpamanya, bagaimanapun kehancuran dan kekejian yang terjadi, bukanlah ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional. Di lain pihak, untuk kasus-kasus yang jelas merupakan ancaman, misalnya konflik di Bosnia, Kosovo, dan terakhir di Kongo yang amat berbahaya karena keterlibatan pasukan banyak negara Afrika, Dewan Keamanan PBB justru enggan memaksakan perdamaian.

Bisa dimaklumi jika sejak Kosovo dan Timtim negara-negara Afrika protes di berbagai forum PBB karena operasi perdamaian di Afrika justru sangat

lemah untuk memaksakan perdamaian terhadap berbagai konflik parah di Benua Hitam itu.

Tindakan-tindakan Dewan Keamanan itu lebih mencerminkan kepentingan beberapa anggota tetap, terutama AS, Inggris, dan Perancis.Hal ini terjadi karena komposisi DK yang anakronistik, yakni berubah hanya satu kali sejak PBB berdiri tahun 1945, dan dianggap tidak mewakili seluruh masyarakat internasional maupun kepentingannya. Waktu PBB berdiri, anggotanya adalah 51 negara, sebelas di antaranya duduk di Dewan Keamanan (lima anggota tetap dan enam anggota tidak tetap). Kini anggota PBB berjumlah 188 negara, tetapi Dewan Keamanan "hanya" 15.

Inggris dan Perancis semakin kehilangan legitimasinya menjadi anggota tetap (dengan berbagai prerogatifnya, seperti Hak Veto), sementara telah tumbuh negara-negara penting yang tidak duduk sebagai anggota tetap, misalnya Jepang dan Jerman.Upaya pembaharuan dan perluasan keanggotaan Dewan Keamanan PBB telah berjalan sejak Januari 1994, namun sampai sekarang belum mendapatkan titik temu.Selain itu, perubahan komposisi itu harus dilakukan melalui perubahan Piagam PBB, yang harus disetujui dan diratifikasi kelima anggota tetap.

BAB IV

RESTRUKTURISASI DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DITINJAU DARI PIAGAM PERSERIKATAN BANGSA-

BANGSA DAN HUKUM INTERNASIOAL