• Tidak ada hasil yang ditemukan

(COLEOPTERA: CURCULIONIDAE) PADA EKOSISTEM:

ADAKAH DAMPAK NONTARGET?

The Introduction of Neochetina eichhorniae (Coleoptera: Curculionidae) into Ecosystem: Are There Nontarget Impacts?

Abstrak

Introduksi serangga herbivor eksotik sebagai agens penegendalian biologi pada gulma dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak non-target, baik terhadap komunitas serangga maupun tumbuhan. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi potensi dampak non-target introduksi Neochetina eichhorniae. Penelitian dilakukan di beberapa ekosistem perairan di Jawa Barat dan DKI Jakarta, berlangsung antara Januari 2004 sampai Maret 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa N. eichhorniae memiliki preferensi dan tingkat kekhususan inang yang tinggi terhadap eceng gondok dan pergeseran tanaman inang kumbang tersebut sejauh ini belum terbukti. Hasil pengamatan insitu yang dilakukan pada tumbuhan akuatik dan terestrial di sekitar ekosistem perairan juga menunjukkan bahwa sejauh ini tidak terjadi ekspansi kisaran inang oleh agens hayati tersebut di lapangan. Selain itu, ada indikasi bahwa keberadaan agens hayati N. eichhorniae sama sekali tidak memiliki implikasi terhadap komunitas serangga yang hidup pada habitat eceng gondok.

Kata kunci: Neochetina eichhorniae, potensi dampak non-target, ekspansi kisaran inang, komunitas serangga.

Abstract

When introduce an exotic insect species as a biological agent thought cause nontarget impacts, directly or indirectly, on local insects and plats species. The objective of this research is to evaluate the potential impacts of introducing

Neochetina eichhorniae on local insect and aquatic plant commonities. The results of the research indicated that the weevil showed a high preference and host-specific on waterhyacinth, and so far, the host shifting was not occur. Insitu

observation showed that this biological agent was not found in any others aquatic and non aquatic plants living around water areas. This data indicated that host range expansion by the weevil was not consist. Besides that, there is indication that the existance of N. eichhorniae have no any implication on insect communities living in waterhyacinth habitat.

Key words: Neochetinaeichhorniae, potential of nontarget impacts, host range expansion, insect communities.

Pendahuluan

Introduksi serangga herbivor sebagai agens pengendalian biologi suatu spesies gulma ke suatu ekosistem yang baru perlu mendapat perhatian yang serius dari sudut pandang keanekaragaman hayati. Hal ini didasarkan pada beberapa hasil penelitian dewasa ini yang menunjukkan bahwa agens pengendalian biologi yang inangnya spesifik dapat menimbulkan efek non-target yang besar melalui interaksi tidak langsung dan subsidi jaring-jaring makanan. Beberapa penelitian di luar negeri dalam beberapa tahun belakangan ini menunjukkan bahwa penggunaan serangga herbivor eksotik sebagai pengendali gulma dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap spesies bukan sasaran, baik secara langsung maupun tidak langsung (Cory & Myers 2000; Schaffner 2001). Efek tidak langsung dapat terjadi melalui penggantian ekologi ketika agens pengendali biologi secara fisik dan fungsional menggantikan spesies lokal (Pearson & Callaway, 2003). Menurut Lynch et al.

(2002), meskipun agens pengendali biologi memiliki tingkat penerimaan atau prefensi yang sangat rendah terhadap spesies non-target, namun kemungkinan memiliki dampak yang besar terhadap populasi non-target.

Sebagaimana halnya introduksi serangga herbivor lainnya, introduksi N. eichhorniae ke Indonesia sebagai agens pengendalian biologi eceng gondok juga perlu mendapat perhatian. Selain aspek efektivitasnya dalam mengendalikan populasi eceng gondok, upaya introduksi kumbang tersebut seyogianya juga mempertimbangkan implikasinya terhadap keanekaragaman hayati lokal. Apa yang akan terjadi apabila serangga herbivora tersebut menyerang tumbuhan lokal dan mempengaruhi eksistensi keanekaragaman serangga lokal akibat terjadinya kompetisi interspesifik? Pertanyaan ini sangat penting karena dari hasil penelitian diketahui bahwa N. eichhorniae dapat hidup dalam periode tertentu pada beberapa tanaman inang alternatif seperti ganyong (Canna edulis), jahe (Zingiber officinale), galangale (Kaempa galangale) dan temu lawak (Curcuma domestica) (Widayanti et al. 1998).

Dalam mengintroduksi serangga herbivor sangat dibutuhkan upaya monitoring dan evaluasi setelah agens biologi tersebut dilepaskan di lapangan.

Menurut Simberloff dan Stiling (1996), masalah ini perlu mendapat perhatian karena fakta menunjukkan bahwa kebanyakan introduksi serangga herbivor untuk pengendalian gulma tidak diikuti dengan upaya monitoring yang serius terhadap distribusinya, serta eksistensi musuh alami dan serangga lain yang ada di lapangan. Tanpa adanya upaya monitoring, degradasi keanekaragaman hayati dalam suatu ekosistem tidak dapat dipantau, terutama tempat-tempat atau habitat yang jauh dari titik pelepasan.

Lemahnya upaya monitoring dan evaluasi setelah pelepasan agens biologi di lapangan juga terjadi pada N. eichhorniae. Hingga saat ini, program monitoring dan evaluasi untuk mempelajari sejauhmana dampak introduksi kumbang ini terhadap komunitas serangga dan tumbuhan akuatik lokal masih sangat kurang. Dalam 20 tahun terakhir, kebanyakan penelitian di Indonesia terfokus pada pengembangan metode pembiakan massal dalam upaya pemanfaatan N. eichhorniae untuk mengendalikan eceng gondok. Penelitian tentang kisaran ekspansi agens biologi tersebut di lapangan masih sangat terbatas. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Kasno dan Mangundihardjo (1978) hanya terbatas pada 28 spesies tanaman pertanian. Belum ada penelitian yang dilakukan untuk melihat kemungkinan serangan terhadap tanaman akuatik lainnya, khususnya yang berkerabat dekat atau memiliki kemiripan secara ekologi dengan eceng gondok. Jadi, penelitian terdahulu hanya berorientasi pada aspek pertanian, bukan pada masalah keanekaragaman hayati.

Untuk mengantisipasi dampak negatif lebih jauh yang mungkin muncul akibat introduksi N. eichhorniae, sebagaimana uraian di atas, maka sangat diperlukan adanya suatu penelitian monitoring dan evaluasi, baik pada skala laboratorium maupun lapangan. Secara spesifik, penelitian bertujuan untuk mempelajari: 1) potensi dampak nontarget oleh N. eichhorniae terhadap tumbuhan akuatik, 2) kisaran ekspansi agens hayati tersebut di lapangan, dan 3) sejauhmana implikasi keberadaan agens hayati tersebut terhadap komunitas serangga.

Bahan dan Metode

Tempat dan waktu penelitian

Uji preferensi tanaman inang N. eichhorniae dilakukan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, IPB dan Laboratorium Lapangan SEAMEO BITROP Bogor. Sementara itu, studi keberadaan agens hayati tersebut pada tumbuhan akuatik dan terestrial dilakukan di lima lokasi perairan berupa danau, rawa dan sungai. Untuk melihat implikasi keberadaan agens hayati tersebut terhadap komunitas serangga dilakukan pengambilan sampel serangga pada habitat eceng gondok di lokasi yang sama. Lokasi pengambilan sampel meliputi Danau Cibinong dan Danau Lido, saluran irigasi di sekitar Desa Panca Karya, Karawang, sungai Citarum Hulu, Purwakarta, dan Suaka Margasatwa Muara Angke, Jakarta Utara (Deskripsi masing-masing lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 3.1, BAB III). Penelitian dilaksanakan Januari 2004 hingga Maret 2006.

Pelaksanaan penelitian

ƒ Uji preferensi tanaman inang N. eichhorniae a. Uji tanpa pilihan

Uji tanpa pilihan dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan hidup imago

N. eichhorniae pada suatu spesies tumbuhan. Pengujian ini dilakukan dengan pemeliharaan kumbang pada spesies tumbuhan uji (Tabel 6.1), yang ditanam dalam wadah yang terisolasi. Wadah yang digunakan berupa ember plastik (diameter 20 cm, tinggi 15 cm) yang disungkup dengan sangkar plastik diberi atap kain kasa (diameter 20 cm, tinggi 45 cm). Di dalam masing-masing sangkar plastik diletakkan satu jenis tumbuhan, yang secara ekologis mirip dengan eceng gondok. Eceng gondok, yang merupakan tanaman inang kumbang tersebut, digunakan sebagai pembanding.

Imago kumbang diinfestasikan ke dalam sangkar masing-masing sebanyak 3 pasang. Pengujian dilakukan mengikuti pola rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 kali ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap kemampuan bertahan

hidup imago N. eichhorniae, aktivitas makan dan peletakkan telur. Sebagai pembanding, imago kumbang tersebut juga dipelihara pada wadah yang terisolasi tanpa diberikan makanan.

Tabel 6.1 Spesies tumbuhan yang digunakan pada uji tanpa pilihan

No. Famili Spesies Nama daerah

1. Pontederiaceae Eichornia crassipes (Mart.) Solm Eceng gondok 2. Lemnaceae Spirodela sp. Schleiden Mata lele 3. Marsileaceae Marsilea crenata Presl Semanggi 4. Onagraceae Ludwigia adscendens (L.) Hara Tapak doro 5. Onagraceae Ludwigia octovalvis (Jacq.) Raven Lakum air 6. Portulacaceae Portulaca oleracea L. Krokot 7. Salviniaceae Salvinia molesta D.S. Mitchell Kiambang 8. Amaranthaceae Alternanthera sessilis (L.) DC Kremah b. Uji dengan pilihan

Uji preferensi menggunakan metode dengan pilihan dimaksudkan untuk membandingkan tingkat kesukaan serangga uji terhadap suatu jenis tumbuhan tertentu. Spesies tumbuhan yang digunakan dalam pengujian ini adalah tumbuhan yang menunjukkan gejala kerusakan atau bekas gigitan N. eichhorniae pada perlakuan no-choice test sebelumnya, yaitu Marsilea crenata, Ludwigia adscendens, L. octovalvis, Eichornia crassipes, Portulaca oleracea,

dan Salvinia molesta (Lampiran 6).

Setiap jenis tumbuhan yang masih berukuran kecil (± 20 cm) ditanam dalam pot plastik (diameter 15 cm, tinggi 10,5 cm). Selanjutnya pot-pot tersebut ditempatkan dengan posisi melingkar di dalam sangkar kasa (80 cm x 80 cm x 60 cm). Posisi melingkar dimaksudkan sebagai suatu posisi yang memberi jarak yang sama untuk dikunjungi serangga uji yang dilepaskan di daerah pusat lingkaran (Tjitrosoedirdjo et al. 1995).

Sembilan ekor betina N. eichhorniaedilepaskan di daerah pusat lingkaran pada masing-masing kurungan, selanjutnya dibiarkan secara bebas mencari jenis tumbuhan uji yang disukai. Pelepasan dilakukan pada pukul 04.00 WIB. Pada hari pertama lakukan pengamatan setiap jam (selama 12 jam) dan dicatat jumlah

serangga pada masing-masing tumbuhan uji. Pengamatan ini dimaksudkan untuk melihat perkembangan persentase preferensi kumbang tersebut.

Selanjutnya perlakuan dibiarkan selama 48 jam, kemudian semua serangga dikeluarkan dari kurungan dan diamati jumlah serangga pada masing-masing tumbuhan uji dan jumlah telur yang diletakkan. Pengujian dilakukan mengikuti pola rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 ulangan/kelompok.

ƒ Studi keberadaan N. eichhorniae pada tumbuhan akuatik dan terestrial Untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya ekspansi kisaran inang oleh agens hayati N. eichhorniae dilakukan pengamatan insitu pada tumbuhan akuatik dan terestrial di sekitar hamparan eceng gondok. Menurut Schaffner (2001), istilah ekspansi kisaran inang umumnya digunakan ketika terjadi penambahan satu jenis inang baru sebagai makanan di lapangan. Dengan demikian, metode yang cukup akurat dan mudah dilakukan untuk mengevaluasi ekspansi tanaman inang oleh suatu spesies serangga herbivor, dalam hal ini N. eichhorniae, di lapangan adalah dengan melakukan pengamatan insitu

keberadaan kumbang tersebut pada spesies-spesies tumbuhan di sekitar inang utamanya, baik berupa gejala aktivitas makan maupun individu imagonya.

Pengamatan keberadaan kumbang tersebut pada tumbuhan akuatik dan terestrial dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan analisis vegetasi. Metode yang digunakan adalah metode kuadrat. Untuk setiap lokasi, pengamatan dilakukan pada vegetasi akuatik dan terestrial, masing-masing 5 petak sampel berunkuran 1 m2, dengan jarak antar petak ± 10 m. Untuk tumbuhan terestrial, petak sampel diletakkan pada transek yang jaraknya 1 m dari pinggiran ecosistem perairan. Setiap individu tumbuhan diamati secara teliti apakah ditemukan N. eichhorniae atau tidak. Masing-masing jenis tumbuhan diambil sampelnya untuk diidentifikasi di laboratorium.

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Identifikasi tersebut mengacu pada kunci identifikasi yang ada, di antaranya yang disusun oleh Kostermans et al. (1987) dan Laumonier et al. (1987).

ƒ Pengambilan sampel serangga umum

Pengambilan sampel serangga dilakukan dengan menggunakan jaring ayun serangga dan perangkap nampan kuning. Pengambilan sampel serangga dilakukan pada habitat eceng gondok pada lokasi tanpa N. eichhorniae (TNE) dan lokasi dengan N. eichhorniae (DNE). Metode pengambilan sampel serangga sebagaimana diuraikan pada BAB III. Sortasi dan identifikasi serangga sampel yang dikoleksi dari lapangan dilakukan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Identifikasi serangga mengacu pada kunci identifikasi yang tersedia. Serangga-serangga yang sudah disortir dan diidentifikasi pada tingkat famili dan morfospesies (hanya diberi kode) dikoleksi dalam botol koleksi atau tabung mikro yang berisi larutan alkohol 70%, masing-masing satu individu. Selanjutnya, setiap morfospesies serangga diidentifikasi fungsi ekologinya.

Analisis data

Signifikansi perbedaan ketahanan hidup imago Neochetina spp. pada masing-masing spesies tumbuhan yang diuji (uji tanpa pilihan) dianalisis menggunakan ANOVA satu arah dan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada selang kepercayaan 95%. Analisis dilakukan dengan program Statistica for Windows 6.0.

Untuk melihat implikasi keberadaan N. eichhorniae terhadap komunitas serangga pada eceng gondok dilakukan analisis korelasi antara kelimpahan individu agens hayati tersebut dengan kelimpahan individu masing-masing ordo serangga yang ditemukan pada habitat eceng gondok. Analisis korelasi Pearson

dilakukan menggunakan program SPSS 13 for Windows (Trihendradi 2005). Sementara itu, untuk melihat perbedaan komposisi spesies serangga yang ditemukan pada habitat eceng gondok, antara lokasi TNE dan lokasi DNE, dianalisis menggunakan Indeks Kemiripan Sorensen. Analisis ini dilakukan menggunakan program Biodiv 97 yang diintegrasikan dengan

Hasil

Potensi dampak non-target oleh Neochetina eichhorniae

Hasil uji preferensi dengan metode tanpa pilihan menunjukkan bahwa imago N. eichhorniae pada umumnya dapat bertahan hidup pada setiap jenis tanaman yang dicobakan. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa kumbang tersebut dapat bertahan hidup antara 10 sampai 37 hari pada beberapa spesies tumbuhan yang yang bukan merupakan inangnya. Bahkan lama hidup kumbang tersebut pada L. adscendens dan M. Crenata tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kumbang yang dipelihara pada eceng gondok (E. crassipes) (Gambar 6.1). Imago N. eichhorniae juga menunjukkan aktivitas makan pada semua spesies tumbuhan uji. Hal ini ditunjukkan oleh bekas ketaman yang cenderung terus meningkat dalam 12 hari pengamatan (Gambar 6.2).

Selain pada inang utamanya, E. crassipes, gejala kerusakan oleh imago N. eichorniae juga terjadi pada sebagian besar tumbuhan uji, kecuali Alternanthera sessilis. Gejala kerusakan yang cukup nyata terlihat pada Spirodela sp.,

M. crenata, L. adscendens, dan L. octovalvis (Lampiran 7). Hal ini menunjukkan bahwa imago kumbang tersebut mau memakan beberapa spesies tumbuhan, yang tujuan utamanya untuk bertahan hidup. Dari hasil pengamatan pada perlakuan tanpa makanan terlihat bahwa imago N. eichhorniae hanya mampu hidup selama 2 hari dalam kondisi tidak ada makanan.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 Eichornia crassipes Alternanhtera sessilis Ludwigia adscendens Ludwigia octovalvis Marsilea crenata Portulacca oleraceae Salvinia molesta Spirodela sp. Tanpa makanan S p esi es t u m b u h an u ji

Lama hidup imago N. eichhorniae (hari)

a a ab b c c c c d

Gambar 6.1 Lama hidup imago Neochetina eichhorniae pada beberapa spesies tumbuhan uji

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pengamatan (hari ke-)

A k um ul a s i j um la h k e ta m a n/ pot

E. crassipes L. adscendens L. octovalvis S. molesta Spirodela sp. M. crenata P. oleraceae

Gambar 6.2 Perkembangan aktivitas makan imago Neochetina eichhorniae

pada beberapa spesies tumbuhan uji

Imago N. eichhorniae pada tumbuhan Spirodela mampu bertahan hidup sampai 26 hari, tetapi tidak ditemukan adanya telur pada tanaman tersebut. Selain itu, imago kumbang memakan semua bagian tumbuhan tersebut dan dapat mengakibatkan kerusakan hingga 100% dalam 12 hari sehingga harus dilakukan penambahan jumlah Spirodela sebagai makanan kumbang.

Pada tumbuhan M. crenata, imago N. eichhorniae mampu bertahan hidup hingga 31 hari. Bagian tumbuhan yang dimakan adalah tangkai dan helaian daun. Kerusakan yang terjadi cukup parah karena kumbang memakan tangkai daun bagian bawah (dekat permukaan tanah) yang menyebabkan tangkai daun patah. Kerusakan pada tangkai daun ini mengakibatkan tanaman menjadi layu dan kemudian mati. Kematian tumbuhan ini akibat aktivitas makan imago N.

eichhorniae dapat mencapai 100%.

Imago N. eichhorniae dapat bertahan hidup selama 37 hari pada tanaman

L. Adscendens, sama dengan kemampuan kumbang tersebut untuk hidup pada inang utamanya, eceng gondok. Di sini imago kumbang memakan batang dan daun dengan serangan yang cukup parah sehingga semua individu tumbuhan uji mati. Pada M. crenata dan L. adscendens juga tidak ditemukan adanya telur yang diletakkan oleh imago N. eichhorniae. Sementara itu, pada L. octovalvis

dan S. Molesta, selain melakukan aktivitas makan imago N. eichhorniae juga meletakkan beberapa butir telur. Namun demikian, tidak ditemukan adanya telur

yang menetas menjadi larva atau luka bekas gerekan larva pada kedua spesies tumbuhan tersebut.

Hasil uji preferensi dengan metode pilihan menunjukkan bahwa imago N. eichhorniae yang telah menemukan eceng gondok tidak lagi berpindah ke tumbuhan uji lainnya (Gambar 6.3). Hasil pengamatan pada 3 jam setelah perlakuan menunjukkan bahwa sebagian besar (97%) imago N. eichorniae telah berada pada tanaman eceng gondok, sedangkan sebagian lainnya masih berada di luar pot atau pada lantai kurungan.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 1 2 3 4 5 6 7 48

Pengamatan pada jam ke

-P r op or si N e och e ti n a e ic h o rn iae p e r sp e si e s t u m b u h a n ( % ) Kurungan S. molesta P. oleracea E. crassipes L. octovalvis L. adscendens M. crenata

Gambar 6.3 Perkembangan preferensi Neochetina eichhorniae pada beberapa spesies tumbuhan uji

Imago N. eichorniae yang sudah berada pada tanaman eceng gondok langsung melakukan aktivitas makan yang ditunjukkan dengan adanya luka atau bekas ketaman pada tanaman tersebut. Sementara itu, kumbang yang berada di luar pot atau pada lantai kurungan aktif bergerak. Pada pengamatan 4 jam setelah pelepasan, semua imago N. eichorniae telah berada pada tanaman eceng gondok dan melakukan aktivitas makan di daun atau masuk kebagian petiol. Pada pengamatan berikutnya hingga 7 jam setelah pelepasan, seluruh individu kumbang tersebut tetap berada pada tanaman eceng gondok, demikian pula ketika setiap individu kumbang dikeluarkan pada 48 jam setelah pelepasan. Pada keenam spesies tumbuhan uji selain eceng gondok, tidak ditemukan adanya

gejala aktivitas makan kumbang tersebut. Dengan kata lain, pada kondisi N.

eichhorniae diberikan kebebasan untuk memilih, imago kumbang ini hanya mau hidup dan makan tanaman eceng gondok.

Pengamatan terhadap aktivitas peletakan telur juga menunjukkan bahwa

N. eichhorniae hanya memilih eceng gondok untuk tempat meletakkan telurnya, sedangkan pada spesies tumbuhan uji lainnya sama sekali tidak ditemukan telur kumbang tersebut (Tabel 6.2). Semua telur yang diletakkkan pada eceng gondok menetas 13-16 hari setelah perlakuan.

Tabel 6.2 Jumlah telur Neochetina eichorniae yang diletakkan pada setiap spesies tumbuhan uji

Jumlah telur/individu tumbuhan No. Spesies tumbuhan uji

1 2 3 4 1. Eichornia crassipes 10 16 9 11 2. Spirodelasp. 0 0 0 0 3. Marsilea crenata 0 0 0 0 4. Ludwigia adscendens 0 0 0 0 5. Ludwigia octovalvis 0 0 0 0 6. Portulaca oleracea 0 0 0 0 7. Salvinia molesta 0 0 0 0

Keberadaan Neochetina eichhorniae pada tumbuhan akuatik dan terestrial di sekitar ekosistem perairan

Studi keberadaan N. eichhorniae pada tumbuhan akuatik dan terestrial di sekitar ekosistem perairan dimaksudkan untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya ekspansi tanaman inang di lapangan. Pengamatan hanya dilakukan pada vegetasi akuatik dan terestrial, dimana ditemukan kumbang tersebut, yaitu di Danau Cibinong, Danau Lido, Suaka Margasatwa Muara Angke, dan sungai Citarum Hulu, Purwakarta.

Dari hasil pengamatan insitu yang dilakukan pada 23 spesies tumbuhan akuatik yang tergolong ke dalam 11 famili, yang ditemukan di sekitar hamparan eceng gondok, tidak ditemukan individu N. eichhorniae maupun gejala aktivitas makan kumbang tersebut (Tabel lampiran 6.1). Demikian pula hasil pengamatan

pada 85 spesies tumbuhan terestrial yang tergolong ke dalam 38 famili, yang tumbuh di sekitar ekosistem perairan dimana ditemukan eceng gondok dan N. eichhorniae, juga tidak ditemukan individu dan gejala aktivitas makan kumbang tersebut (Tabel lampiran 6.2).

Hubungan antara Neochetina eichhorniae dengan komunitas serangga pada habitat eceng gondok

Untuk mengevaluasi implikasi keberadaan N. eichhorniae terhadap komunitas serangga dilakukan analisis korelasi antara kepadatan populasi kumbang tersebut dan kelimpahan individu setiap ordo serangga yang ditemukan pada habitat eceng gondok. Selain itu, implikasi keberadaan agens hayati tersebut terhadap komunitas serangga juga dievaluasi dengan melakukan perbandingan antara komunitas serangga pada eceng gondok yang ditemukan pada lokasi TNE dan lokasi DNE. Berdasarkan hasil pengamatan distribusi N. eichhorniae diketahui bahwa kumbang ini tidak dijumpai di lokasi Karawang. Oleh karena itu, komunitas serangga di lokasi ini dijadikan sebagai pembanding dengan komunitas serangga di lokasi lainnya.

Dari hasil analisis korelasi Pearson terlihat bahwa kelimpahan individu

N. eichhorniae tidak memiliki hubungan yang nyata dengan kelimpahan individu sebagian besar ordo serangga yang dijumpai pada habitat eceng gondok. Hubungan positif yang nyata hanya dijumpai antara kelimpahan individu agens hayati tersebut dengan kelimpahan individu ordo Dermaptera, Diptera, Orthoptera dan Thysanoptera (Tabel 6.3).

Berdasarkan hasil perbandingan antara komunitas serangga antara lokasi TNE dan lokasi DNE terlihat bahwa keberadaan N. eichhorniae pada habitat eceng gondok tidak secara nyata mempengaruhi jumlah ordo dan spesies serangga yang ditemukan pada habitat tersebut. Berdasarkan kekayaan spesies serangga, baik lokasi TNE maupun lokasi DNE didominasi oleh ordo Diptera (46%-77%), Hymenoptera (43%-52%) dan Coleoptera (12%-15%) (Tabel 6.4).

Tabel 6.3 Korelasi Pearson antara kepadatan populasi N. eichhorniae dan kelimpahan individu setiap ordo serangga yang ditemukan pada habitat eceng gondok

Ordo r p n Blattodea 0,175 0,402 25 Coleoptera 0,306 0,137 25 Collembola 0,234 0,261 25 Dermaptera 0,482* 0,015 25 Diptera 0,562** 0,003 25 Hemiptera -0,151 0,471 25 Hymenoptera 0,037 0,862 25 Lepidoptera 0,233 0,262 25 Mantodea -0,287 0,164 25 Mecoptera 0,292 0,156 25 Odonata 0,095 0,651 25 Orthoptera 0,424* 0,035 25 Psocoptera -0,016 0,940 25 Thysanoptera 0,401* 0,047 25 Trichoptera 0,260 0,209 25

Tabel 6.4 Komposisi komunitas serangga di habitat eceng gondok berdasarkan kekayaan spesies pada lokasi ditemukan N. eichhorniae (DNE) dan tidak ditemukan N. eichhorniae (TNE)

Lokasi

TNE DNE

Ordo

Karawang Cibinong Lido M. Angke Purwakarta

Blattodea 0 0 1 1 0 Coleoptera 15 12 12 15 12 Collembola 7 3 5 5 5 Dermaptera 0 0 0 1 0 Diptera 49 66 68 77 46 Hemiptera 4 3 6 2 4 Homoptera 5 8 7 12 9 Hymenoptera 45 50 46 52 43 Lepidoptera 3 0 1 2 2 Mantodea 1 0 1 0 0 Mecoptera 0 0 0 1 0 Odonata 4 5 4 2 5 Orthoptera 8 4 3 7 7 Psocoptera 0 0 0 2 0 Thysanoptera 2 4 5 5 3 Trichoptera 2 1 2 2 0 Jumlah ordo 12 10 13 15 10 Jumlah spesies 157 166 174 201 146

Hasil analisis kemiripan Sorensen menunjukkan bahwa komposisi spesies serangga umum pada habitat eceng gondok antara lokasi TNE dan lokasi DNE cukup berbeda. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya tingkat kemiripan komposisi spesies serangga pada habitat eceng gondok antar kedua lokasi tersebut, yang kurang dari 50% (indeks kemiripan 0,37-0,48). Namun demikian, tingkat kemiripan komposisi spesies serangga pada habiat eceng gondok antar lokasi yang sama-sama ditemukan agens hayati tersebut juga rendah (indeks kemiripan 0,38-0,45) (Tabel 6.5).

Tabel 6.5 Matriks kemiripan (Indeks Sorensen) komunitas serangga secara umum pada habitat eceng gondok antara lokasi dengan N. eichhorniae (DNE) dan lokasi tanpa N. eichhorniae (TNE)

Lokasi Karawang (DNE) Cibinong (TNE) Lido (TNE) M. Angke (TNE) Purwakarta (TNE) Karawang (DNE) 1,00 0,47 0,37 0,48 0,43 Cibinong (TNE) 1,00 0,42 0,44 0,45 Lido (TNE) 1,00 0,43 0,38 M. Angke (TNE) 1,00 0,38 Purwakarta (TNE) 1,00

Apabila kita lihat komunitas serangga herbivor, yang memiliki fungsi ekologi sama dengan N. eichhorniae, ada indikasi bahwa keberadaan agens hayati ini tidak berpengaruh terhadap kelompok serangga herbivor tersebut. Komposisi spesies serangga herbivor pada habitat eceng gondok dengan dan tanpa keberadaan N. eichhorniae justru memiliki tingkat kemiripan yang tinggi, yakni di atas 50% (indeks kemiripan 0,57-0,68). Tingkat kemiripan yang cukup tinggi juga terlihat pada komposisi spesies serangga herbivor yang ditemukan pada habiat eceng gondok antar lokasi yang sama-sama ditemukan agens hayati

Dokumen terkait