• Tidak ada hasil yang ditemukan

Investasi disebut juga dengan penanaman modal atau pembentukan modal. Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan- perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang- barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 2006).

Menurut Mankiw (2003) investasi juga dapat diartikan pembelian barang- barang yang digunakan untuk masa depan. Investasi terdiri dari (Dornbush dan Fischer, 1997; Mankiw, 2003; dan Sukirno, 2006): (1) investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan, (2) investasi

residensi yaitu pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah, dan (3) investasi persediaan yaitu peningkatan persediaan barang perusahaan (jika

investasi gagal, persediaan negatif). Delong (2002) membedakan investasi menjadi empat jenis, yaitu (1) investasi residensi, (2) investasi non residensi, (3) investasi untuk membeli peralatan dan (4) investasi persediaan. Sedangkan

menurut Mangkoesoebroto dan Algifari (1998) investasi terdiri dari dua jenis, yaitu investasi riil dan investasi finansial. Investasi riil adalah investasi terhadap barang-barang yang tahan lama (barang-barang modal) yang akan digunakan

untuk proses produksi. Tiga komponen investasi riil yaitu investasi tetap

perusahaan (business fixed investment), investasi untuk perumahan, dan investasi

perubahan bersih persediaan perusahaan (net change in business inventory).

Selanjutnya yang dimaksud dengan investasi finansial merupakan investasi terhadap surat berharga misalnya pembelian saham, obligasi dan lain sebagainya.

Pertimbangan-pertimbangan utama yang perlu dilakukan dalam memilih suatu jenis investasi adalah tingkat bunga yang berlaku, tingkat pengembalian (rate of return) dari proyek investasi dan prospek (harapan berkembang) dari proyek investasi pada waktu yang akan datang (Mangoesoebroto dan Algifari, 1998). Hal senada juga diungkapkan oleh Mankiw (2003) bahwa investasi bergantung pada tingkat bunga. Tingkat bunga yang dimaksud disini adalah tingkat bunga riil. Tingkat bunga riil mengukur biaya pinjaman yang sebenarnya sehingga menentukan jumlah investasi. Jadi ketika tingkat bunga riil naik, semakin sedikit proyek investasi yang menguntungkan. Sedangkan tingkat bunga nominal adalah tingkat bunga yang dilaporkan. Tingkat bunga inilah yang dibayar investor untuk meminjam uang

Tingkat bunga riil, r Fungsi Investasi, I(r) Kuantitas investasi, I

Gambar 7. Hubungan Antara Tingkat Bunga Riil dengan Kuantitas Investasi

Hubungan antara tingkat bunga riil dengan investasi yang berbanding terbalik antara satu dengan yang lain (bersifat negatif) dapat ditunjukkan secara grafis pada Gambar 7.

Menurut Delong (2002) selain suku bunga, faktor lain yang menentukan suatu perusahaan untuk melakukan investasi adalah jumlah uang yang tersedia di perusahaan dan total keuntungan. Sukirno (2006) melengkapi apa yang telah dinyatakan oleh Mangosoebroto dan Delong, bahwa selain suku bunga dan

keuntungan perusahaan, keputusan untuk berinvestasi ditentukan juga oleh (1) ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan, (2) kemajuan teknologi,

dan (3) tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya.

3.3. Inflasi

Inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga umum secara terus-menerus dan persisten dari suatu perekonomian (Susanti, Ikhsan dan Widayanti, 2000; dan Putong, 2003). Hal senada juga diungkapkan oleh Na'im (2001) yang menyatakan bahwa inflasi merupakan kecenderungan harga-harga barang dan jasa termasuk faktor-faktor produksi, diukur dengan satuan mata uang yang semakin naik secara umum dan terus-menerus.

Menurut Sukirno (2006) berdasarkan sumber atau penyebabnya, maka inflasi dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

1. Inflasi desakan biaya, yaitu kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh

kenaikan dalam biaya produksi sebagai akibat kenaikan harga bahan mentah atau kenaikan upah.

2. Inflasi impor, yaitu kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan

harga-harga barang impor yang digunakan sebagai bahan mentah produksi dalam negeri.

3. Inflasi tarikan permintaan, yaitu kenaikan harga-harga yang disebabkan

oleh pertambahan permintaan yang besar yang tidak dapat dipenuhi oleh kemampuan memproduksi yang tersedia.

Apabila berdasarkan sifatnya atau tingkat kelajuan harga-harga yang berlaku, inflasi dapat dibedakan menjadi inflasi merayap, inflasi sederhana (moderate) dan hiperinflasi. Inflasi merayap adalah proses kenaikan harga-harga yang lambat jalannya. Inflasi sederhana apabila tingkat inflasi mencapai 5 hingga 10 persen. Hal ini biasanya terjadi di negara-negara berkembang. Sedangkan yang dimaksud dengan hiperinflasi adalah proses kenaikan harga-harga yang sangat cepat, yang menyebabkan tingkat harga menjadi dua atau beberapa kali lipat dalam masa yang singkat.

Berdasarkan asalnya inflasi dibagi menjadi dua yaitu (1) inflasi yang

berasal dari dalam negeri (domestic inflation) yang timbul karena terjadinya

defisit dalam pembiayaan dan belanja negara yang terlihat pada anggaran belanja negara. Untuk mengatasinya biasanya pemerintah mencetak uang baru. Selain itu kenaikan harga tersebut juga bisa dikarenakan musim paceklik (gagal panen) serta bencana alam yang berkepanjangan dan (2) inflasi yang berasal dari luar negeri. Karena negara-negara yang menjadi mitra dagang suatu negara mengalami inflasi yang tinggi maka harga barang- barang dan ongkos produksi di negara tersebut juga tinggi atau relatif mahal. Sehingga bagi negara pengimpor terpaksa menjual barang tersebut di dalam negeri dengan harga yang mahal (Putong, 2003).

Inflasi umumnya memberikan dampak yang kurang menguntungkan dalam perekonomian. Akan tetapi, sebagaimana dalam salah satu prinsip ekonomi bahwa

untuk jangka pendek terdapat trade off antara inflasi dan pengangguran. Hal ini

menunjukkan bahwa inflasi dapat menurunkan tingkat pengangguran atau inflasi dapat dijadikan salah satu cara untuk menyeimbangkan perekonomian negara. Jadi sebenarnya inflasi mempunyai dampak positif dan negatif. Akibat negatif yang dapat ditimbulkan oleh inflasi adalah (1) menurunkan pendapatan riil orang- orang yang berpendapatan tetap, (2) mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang dan (3) memperburuk pembagian kekayaan khususnya kekayaan yang bersifat keuangan (Sukirno, 2006). Sedangkan dampak positif dari inflasi (Putong,

2003) adalah (1) bagi pengusaha barang-barang mewah (high end) yang mana

barangnya lebih laku pada saat harganya semakin tinggi (masalah prestise), (2)

masyarakat akan semakin selektif dalam mengonsumsi, produksi akan diusahakan seefisien mungkin dan konsumtifisme dapat ditekan, (3) inflasi yang berkepanjangan dapat menumbuhkan industri kecil dalam negeri menjadi semakin dipercaya dan tangguh dan (4) tingkat pengangguran cenderung akan menurun karena masyarakat akan tergerak untuk melakukan kegiatan produksi dengan cara membuka usaha.

Menurut Putong (2003) angka inflasi dapat dihitung berdasarkan angka indeks yang dikumpulkan dari beberapa macam barang kebutuhan pokok atau utama bagi masyarakat yang diperjualbelikan di pasar dengan masing-masing tingkat harga. Angka indeks yang memperhitungkan semua barang yang dibeli oleh konsumen pada masing-masing harganya disebut sebagai indeks harga

konsumen dapat dihitung berapa besarnya laju kenaikan harga-harga secara umum dalam periode tertentu. Biasanya setiap bulan, 3 bulan dan 1 tahun. Selain menggunakan IHK, tingkat inflasi juga dapat dihitung dengan menggunakan GNP

atau PDB deflator, yaitu membandingkan GNP atau PDB yang diukur

berdasarkan harga berlaku (GNP atau PDB nominal) terhadap GNP atau PDB harga konstan (GNP atau PDB riil).

3.4. Pengangguran

Pengangguran adalah keadaan tanpa pekerjaan yang dihadapi oleh segolongan tenaga kerja, yang telah berusaha mencari pekerjaan, tetapi tidak memperolehnya. Individu yang menghadapi masalah tersebut dinamakan penganggur (Putong, 2003 dan Sukirno, 2006).

Berdasarkan penyebabnya pengangguran dapat dibedakan menjadi (1) pengangguran struktural yaitu pengangguran yang diakibatkan perubahan struktur ekonomi, (2) pengangguran siklikal yaitu pengangguran yang disebabkan perkembangan ekonomi yang sangat lambat atau kemerosotan kegiatan ekonomi, (3) pengangguran normal/friksional yaitu pengangguran yang terwujud apabila ekonomi telah mencapai kesempatan kerja penuh dan (4) pengangguran teknologi yaitu pengangguran yang disebabkan perkembangan teknologi (Sukirno, 2006).

Sedangkan apabila berdasarkan cirinya maka pengangguran dapat dibedakan menjadi (1) pengangguran terbuka. Pengangguran ini tercipta sebagai akibat pertambahan lowongan pekerjaan yang lebih rendah dari pertambahan tenaga kerja. Sebagai akibatnya dalam perekonomian semakin banyak jumlah tenaga kerja yang tidak dapat memperoleh pekerjaan, (2) pengangguran tersembunyi adalah keadaan pengangguran yang tidak secara nyata dapat dilihat

dan berlaku pada kegiatan yang jumlah pekerjaan melebihi dari yang di perlukan, (3) pengangguran musiman yaitu pengangguran yang tidak terjadi sepanjang waktu tetapi hanya terjadi ketika kegiatan ekonomi yang dijalankan sedang dalam keadaan tidak sibuk atau sedang tidak melakukan kegiatan. Pengangguran ini terutama terdapat di sektor pertanian dan perikanan dan (4) setengah

pengangguran atau under employment: Tenaga kerja yang melakukan kerja-kerja

atau jam kerja yang jauh lebih rendah dari masa kerja yang lazim dilakukan dlam sehari atau seminggu (Sukirno, 2006).

Untuk mengetahui seberapa besar jumlah pengangguran di suatu negara atau wilayah dapat menggunakan ukuran tingkat pengangguran. Menurut Sukirno (2006) tingkat pengangguran adalah rasio di antara jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja pada suatu waktu tertentu dan dinyatakan dalam persen. Sedangkan menurut Dornbusch dan Fisher (1997), tingkat pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang tidak memperoleh pekerjaan.

Dokumen terkait