• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR LAMPIRAN

B. IRIGASI TETES

Irigasi adalah suatu usaha manusia untuk menambah kekurangan air dari pasokan hujan untuk pertumbuhan tanaman yang optimum. Peranan irigasi dalam meningkatkan dan menstabilkan produksi pertanian tidak hanya bersandar pada produktifitas saja tetapi juga pada kemampuannya untuk meningkatkan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang berhubungan dengan input produksi. Irigasi mengurangi resiko kegagalan panen karena ketidak- pastian hujan dan kekeringan, membuat unsur hara yang tersedia menjadi lebih efektif, menciptakan kondisi kelembaban tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman, serta hasil dan kualitas tanaman yang lebih baik.

Menurut Schwab et.al. (1981), metoda penggunaan air irigasi untuk tanaman dapat digolongkan ke dalam irigasi permukaan (surface irrigation),

irigasi bawah-permukaan tanah (sub-surface irrigation), irigasi curah (sprinkler), dan irigasi tetes (drip atau trickle irrigation). Pemilihan metoda irigasi tersebut tergantung pada air yang tersedia, iklim, tanah, topografi, kebiasaan, dan jenis dan nilai ekonomi tanaman.

Irigasi tetes pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1869 dengan menggunakan pipa tanah liat. Di Amerika, metoda irigasi ini berkembang mulai tahun 1913 dengan menggunakan pipa berperforasi. Pada tahun 1940-an irigasi tetes banyak digunakan di rumah-rumah kaca di Inggris. Penerapan irigasi tetes di lapangan kemudian berkembang di Israel pada tahun 1960-an.

Pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat memberikan air dengan debit yang rendah dan frekuensi yang tinggi (hampir terus-menerus) disekitar perakaran tanaman. Tekanan air yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1.0 bar dan dikeluarkan dengan tekanan mendekati nol untuk mendapatkan tetesan yang terus menerus dan debit yang rendah. Sehingga irigasi tetes diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan rendah. Pada irigasi tetes, tingkat kelembaban tanah pada tingkat yang optimum dapat dipertahankan. Sistem irigasi tetes sering didesain untuk dioperasikan secara harian (minimal 12 jam per hari).

Gambar 1. Profil Tanah Terbasahkan

Irigasi tetes memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode irigasi lainnya, diantaranya meningkatkan nilai guna air, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil, meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian air dan nutrisi, menekan pertumbuhan gulma, serta menghemat tenaga kerja.

Namun ada beberapa kelemahan dalam irigasi tetes, yaitu penyumbatan pada penetes yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia, dan biologi yang dapat mengurangi efisiensi kinerja sistem. Selain itu dapat terjadi penumpukan garam pada daerah yang tidak terbasahi dan pemberian air yang tidak mencukupi kebutuhan tanaman akibat kurang dikontrol dengan baik dapat menghambat pertumbuhan tanaman.

Sistem irigasi tetes di lapangan umumnya terdiri dari jalur utama, pipa pembagi, pipa lateral, alat aplikasi dan sistem pengontrol seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.

1. Unit utama (head unit)

Unit utama terdiri dari pompa, tangki injeksi, filter (saringan) utama dan komponen pengendali (pengukur tekanan, pengukur debit dan katup). 2. Pipa utama (main line)

Pipa utama umumnya terbuat dari pipa polyvinylchlorida (PVC), galvanized steel atau besi cor dan berdiameter antara 7.5–25 cm. Pipa utama dapat dipasang di atas atau di bawah permukaan tanah.

3. Pipa pembagi (sub-main, manifold)

Pipa pembagi dilengkapi dengan filter kedua yang lebih halus (80- 100 μm), katup selenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup pembuang. Pipa sub-utama terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE (high density polyethylene) dan berdiameter antara 50 – 75 mm.

4. Pipa Lateral

Pipa lateral merupakan pipa tempat dipasangnya alat aplikasi, umumnya dari pipa polyethylene (PE), berdiameter 8 – 20 mm dan dilengkapi dengan katup pembuang.

5. Alat aplikasi (applicator, emission device)

Alat aplikasi terdiri dari penetes (emitter), pipa kecil (small tube, bubbler) dan penyemprot kecil (micro sprinkler) yang dipasang pada pipa lateral. Alat aplikasi terbuat dari berbagai bahan seperti PVC, PE, keramik, kuningan dan sebagainya.

Gambar 2. Komponen Irigasi Tetes

C. GREENHOUSE

Nelson (1978) mendefinisikan greenhouse sebagai suatu bangunan untuk budidaya tanaman yang memiliki struktur atap dan dinding yang bersifat tembus cahaya. Sehingga cahaya dapat masuk dan tanaman terhindar dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan antara lain curah hujan yang deras, tiupan angin yang kencang, keadaan suhu yang terlalu rendah/tinggi, sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Dengan menggunkan greenhouse, suhu, kelembaban, cahaya, dan keperluan lain dari tanaman dapat diatur, sehingga tanaman dapat tetap menghasilkan di luar musimnya.

Greenhouse pada mulanya berkembang di negara-negara subtropis dan daerah-daerah yang beriklim dingin. Awal mula greenhouse ini karena dibutuhkannya suatu alternatif untuk bercocok tanam yang tidak terganggu oleh iklim, terutama pada saat musim dingin yang tidak memungkinkan dalam melakukan kegiatan bercocok tanam.

Prinsip dasar pembuatan greenhouse adalah pemerangkapan energi yang berasal dari radiasi surya. Struktur greenhouse berinteraksi dengan

parameter iklim disekitarnya dan menciptakan iklim mikro di dalamnya yang berbeda dengan parameter iklim di sekitar greenhouse. Hal ini disebut sebagai peristiwa greenhouse effect atau efek rumah kaca. Menurut Bot (1983) dalam Suhardiyanto (2009), greenhouse effect disebabkan oleh dua hal yaitu :

1. Pergerakan udara di dalam greenhouse yang relatif sangat sedikit atau cenderung stagnan. Karena struktur greenhouse yang tertutup dan laju pertukaran udara di dalam greenhouse dengan lingkungan luar sangat kecil. Hal ini menyebabkan suhu udara di dalam greenhouse cenderung lebih tinggi daripada di luar.

2. Radiasi matahari gelombang pendek yang masuk ke dalam greenhouse melalui atap diubah menjadi radiasi gelombang panjang. Radiasi gelombang panjang ini tidak dapat keluar dari greenhouse dan terperangkap di dalamnya. Hal ini menimbulkan greenhouse effect yang menyebabkan meningkatnya suhu udara di dalam greenhouse.

Menurut Boutet dan Terry (1987) dalam Suhardiyanto (2009), radiasi gelombang pendek yang masuk ke dalam greenhouse diubah menjadi gelombang panjang karena melewati bahan penutup, yaitu atap dan dinding serta dipantulkan oleh lantai maupun bagian konstruksi greenhouse. radiasi gelombang panjang yang terperangkap di dalam greenhouse menyebabkan naiknya suhu udara di dalam greenhouse.

Pada awalnya kegunaan greenhouse hanya sebagai tempat bercocok tanam pada musim dingin. Namun penggunaan greenhouse berkembang pula pada daerah-daerah tropis. Greenhouse pada daerah-daerah tropis lebih berfungsi sebagai tempat budidaya tanaman dan melindungi tanaman dari pengaruh keadaan lingkungan yang kurang baik, seperti tiupan angin kencang, radiasi matahari yang terlalu panas bagi tanaman, terpaan hujan, serta melindungi tanaman dari serangga dan penyakit.

Disamping itu, penggunaan greenhouse pada daerah tropis juga bertujuan untuk mempermudah dalam pengendalian parameter-parameter lingkungan yang mempengaruhi tanaman, sehingga kondisi lingkungan mikro tanaman dapat diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman. Dengan demikian, penggunaan greenhouse pada daerah tropis akan mampu meningkatkan mutu dan produktifitas tanaman.

Dokumen terkait