• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Unjuk Kerja Sistem Monitoring Parameter Lingkungan Mikro Menggunakan Field Server pada Budidaya Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) Secara Hidroponik di Daerah Tropis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Unjuk Kerja Sistem Monitoring Parameter Lingkungan Mikro Menggunakan Field Server pada Budidaya Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) Secara Hidroponik di Daerah Tropis"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia memiliki potensi yang besar sekali dalam pengembangan pertanian. Sumber daya alam yang berlimpah serta kondisi iklim Indonesia yang menunjang menjadikan negara ini memiliki peluang yang besar bagi kemajuan agroindustri. Dalam memproduksi berbagai produk pertanian, Indonesia masih harus dapat bersaing dengan negara-negara lain yang juga menitikberatkan perekonomiannya di bidang agroindustri. Oleh karena itu, komoditi pertanian Indonesia haruslah memiliki kualitas yang baik serta produktivitas yang tinggi sehingga mampu mengungguli produk-produk pertanian negara pesaing. Untuk mewujudkan hal itu, maka diperlukan penerapan precision agriculture dalam proses produksi berbagai komoditi tersebut.

Precision agriculture merupakan suatu usaha pertanian dengan pendekatan dan teknologi yang memungkinkan perlakuan yang teliti (precise treatment) terhadap rantai agribisnis. Adapun penerapannya dalam bioproses yaitu dengan cara mengkondisikan lingkungan sistem produksi agar tercipta atmosfer yang menunjang sehingga produk pertanian yang dihasilkan memiliki kualitas dan produktivitas yang tinggi serta hasil yang lebih seragam. Salah satu metode pencapaiannya yaitu dengan cara bercocok tanam secara hidroponik dan menggunakan greenhouse sebagai tempat budidaya tanaman produksi, terutama untuk komoditi yang bernilai tinggi disertai penerapan aplikasi teknologi yang dapat menekan biaya produksi.

(2)

maka lingkungan tanaman dapat dikondisikan agar sesuai dengan kebutuhan dimana tanaman dapat tumbuh dengan baik. Dalam mengkondisikan lingkungan tersebut maka diperlukan pemantauan terhadap parameter-parameter lingkungan yang berinteraksi langsung pada tanaman.

Permasalahan yang dihadapi dalam pemantauan lingkungan tersebut adalah perlunya monitoring yang dilakukan secara berkelanjutan selama masa budidaya tanaman. Hal ini tentu sulit dilakukan oleh petugas ataupun orang yang berkepentingan dengan greenhouse untuk terus menerus memantau keadaan lingkungan di dalam greenhouse selama 24 jam. Dengan demikian, diperlukan sistem monitoring parameter lingkungan mikro yang menunjang sehingga mempermudah dalam pemantauan tersebut serta memungkinkan untuk diterapkannya sistem kontrol lingkungan yang dapat memberikan kondisi lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman.

Perkembangan yang sangat cepat dalam bidang teknologi mikro elektronik memberi kemudahan bagi berbagai aktivitas dalam kehidupan manusia. Hal ini tentu juga memberi kemudahan terhadap bidang pertanian dalam mengintegrasikan teknologi elektronik pada proses-proses pertanian.

Salah satu teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam pemantauan parameter lingkungan mikro tanaman yaitu field server (FS). Field server merupakan alat untuk memonitor parameter lingkungan secara otomatis yang terdiri dari komponen utama antara lain Web-Server, ADC (Analog to Digital Converter), DAC (Digital to Analog Converter), wireless LAN module dan multi-sensor yang terdiri dari sensor suhu udara, Relative Humidity (RH), radiasi surya dan CCD camera. Field server biasa digunakan dalam observasi lahan, monitoring parameter lingkungan, tanaman ataupun hewan.

Dengan penggunaan Field server ini, parameter lingkungan mikro tanaman di dalam greenhouse akan dapat termonitor secara on-line dan dapat diakses kapanpun dan dimanapun melalui jaringan internet sehingga kondisi tanaman akan selalu terpantau.

(3)

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Merancang sistem monitoring parameter lingkungan mikro pada budidaya tanaman tomat secara hidroponik di dalam greenhouse dengan menggunakan Field Server (FS).

(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. HIDROPONIK

Menurut Lingga (1985), hidroponik atau istilah asingnya hydroponics, berasal dari bahasa latin. Kata hydro yang artinya air dan ponics berarti pengerjaan. Sehingga definisi hidroponik adalah pengerjaan atau pengelolaan air yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman dan juga sebagai tempat akar tanaman mengambil unsur hara yang diperlukan, dimana budidaya tanaman dilakukan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Umumnya media tanam yang digunakan bersifat porous, seperti pasir, arang sekam, batu apung, kerikil, rockwool dan lain-lain.

Prinsip dasar budidaya tanaman secara hidroponik adalah suatu upaya merekayasa alam dengan menciptakan dan mengatur suatu kondisi lingkungan yang ideal bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman sehingga ketergantungan tanaman terhadap alam dapat dikendalikan. Rekayasa faktor lingkungan yang paling menonjol pada hidroponik adalah dalam hal penyediaan nutrisi yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang tepat dan mudah diserap oleh akar tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan normal (Astuti, 2003).

Lingga (1985) menyatakan bahwa bercocok tanam secara hidroponik memberikan banyak keuntungan, diantaranya produktivitas tanaman lebih tinggi, kebersihan tanaman lebih terjamin sehingga terbebas dari hama dan penyakit, tanaman dapat tumbuh lebih cepat, penggunaan air dan nutrisi lebih efektif dan efisien, produksi hasil yang kontinyu, pengerjaan tanaman lebih mudah, kualitas tanaman lebih sempurna, tanaman dapat ditanam diluar musimnya, dapat tumbuh di tempat yang semestinya tidak cocok bagi tanaman, tidak ada resiko terkena banjir, erosi dan kekeringan serta penggunaan ruang lebih efisien sehingga keterbatasan ruang teratasi.

(5)

Berdasarkan penggunaan larutan nutrisinya, hidroponik digolongkan menjadi dua, yaitu hidroponik sistem terbuka dan hidroponik sistem tertutup. Pada hidroponik sistem terbuka, larutan nutrisi dialirkan ke daerah perakaran tanaman dan kelebihannya dibiarkan hilang. Sedangkan hidroponik sistem tertutup, kelebihan larutan nutrisi yang diberikan, ditampung dan disirkulasikan kembali ke daerah perakaran tanaman (Chadirin, 2007) dalam (Murniati, 2008).

Saat ini dikenal 8 macam teknik hidroponik modern, yaitu Nutrient Film Technique (NFT), Static Aerated Technique (SAT), Ebb and Flow Technique (EFT), Deep Flow Technique (DFT), Aerated Flow Technique (AFT), Drip Irrigation Technique (DIT), Root Mist Technique (RMT) dan Frog Feed Technique (FFT).

Hidroponik dengan Drip Irrigation Technique dikategorikan sebagai hidroponik sistem terbuka. Pada sistem Drip Irrigation Technique atau irigasi tetes biasanya digunakan media tanam sebagai tempat tumbuh dan penyangga akar tanaman, kemudian larutan nutrisi diberikan dengan meneteskannya pada daerah perakaran tanaman. Media tanam harus memenuhi persyaratan, antara lain dapat menyerap dan menghantarkan air dengan mudah, tidak mempengaruhi pH air, tidak berubah warna, tidak mudah lapuk atau busuk.

B. IRIGASI TETES

Irigasi adalah suatu usaha manusia untuk menambah kekurangan air dari pasokan hujan untuk pertumbuhan tanaman yang optimum. Peranan irigasi dalam meningkatkan dan menstabilkan produksi pertanian tidak hanya bersandar pada produktifitas saja tetapi juga pada kemampuannya untuk meningkatkan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang berhubungan dengan input produksi. Irigasi mengurangi resiko kegagalan panen karena ketidak-pastian hujan dan kekeringan, membuat unsur hara yang tersedia menjadi lebih efektif, menciptakan kondisi kelembaban tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman, serta hasil dan kualitas tanaman yang lebih baik.

(6)

irigasi bawah-permukaan tanah (sub-surface irrigation), irigasi curah (sprinkler), dan irigasi tetes (drip atau trickle irrigation). Pemilihan metoda irigasi tersebut tergantung pada air yang tersedia, iklim, tanah, topografi, kebiasaan, dan jenis dan nilai ekonomi tanaman.

Irigasi tetes pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1869 dengan menggunakan pipa tanah liat. Di Amerika, metoda irigasi ini berkembang mulai tahun 1913 dengan menggunakan pipa berperforasi. Pada tahun 1940-an irigasi tetes banyak digunakan di rumah-rumah kaca di Inggris. Penerapan irigasi tetes di lapangan kemudian berkembang di Israel pada tahun 1960-an.

Pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat memberikan air dengan debit yang rendah dan frekuensi yang tinggi (hampir terus-menerus) disekitar perakaran tanaman. Tekanan air yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1.0 bar dan dikeluarkan dengan tekanan mendekati nol untuk mendapatkan tetesan yang terus menerus dan debit yang rendah. Sehingga irigasi tetes diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan rendah. Pada irigasi tetes, tingkat kelembaban tanah pada tingkat yang optimum dapat dipertahankan. Sistem irigasi tetes sering didesain untuk dioperasikan secara harian (minimal 12 jam per hari).

Gambar 1. Profil Tanah Terbasahkan

(7)

Namun ada beberapa kelemahan dalam irigasi tetes, yaitu penyumbatan pada penetes yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia, dan biologi yang dapat mengurangi efisiensi kinerja sistem. Selain itu dapat terjadi penumpukan garam pada daerah yang tidak terbasahi dan pemberian air yang tidak mencukupi kebutuhan tanaman akibat kurang dikontrol dengan baik dapat menghambat pertumbuhan tanaman.

Sistem irigasi tetes di lapangan umumnya terdiri dari jalur utama, pipa pembagi, pipa lateral, alat aplikasi dan sistem pengontrol seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.

1. Unit utama (head unit)

Unit utama terdiri dari pompa, tangki injeksi, filter (saringan) utama dan komponen pengendali (pengukur tekanan, pengukur debit dan katup). 2. Pipa utama (main line)

Pipa utama umumnya terbuat dari pipa polyvinylchlorida (PVC), galvanized steel atau besi cor dan berdiameter antara 7.5–25 cm. Pipa utama dapat dipasang di atas atau di bawah permukaan tanah.

3. Pipa pembagi (sub-main, manifold)

Pipa pembagi dilengkapi dengan filter kedua yang lebih halus (80-100 μm), katup selenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup pembuang. Pipa sub-utama terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE (high density polyethylene) dan berdiameter antara 50 – 75 mm.

4. Pipa Lateral

Pipa lateral merupakan pipa tempat dipasangnya alat aplikasi, umumnya dari pipa polyethylene (PE), berdiameter 8 – 20 mm dan dilengkapi dengan katup pembuang.

5. Alat aplikasi (applicator, emission device)

(8)

Gambar 2. Komponen Irigasi Tetes

C. GREENHOUSE

Nelson (1978) mendefinisikan greenhouse sebagai suatu bangunan untuk budidaya tanaman yang memiliki struktur atap dan dinding yang bersifat tembus cahaya. Sehingga cahaya dapat masuk dan tanaman terhindar dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan antara lain curah hujan yang deras, tiupan angin yang kencang, keadaan suhu yang terlalu rendah/tinggi, sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Dengan menggunkan greenhouse, suhu, kelembaban, cahaya, dan keperluan lain dari tanaman dapat diatur, sehingga tanaman dapat tetap menghasilkan di luar musimnya.

Greenhouse pada mulanya berkembang di negara-negara subtropis dan daerah-daerah yang beriklim dingin. Awal mula greenhouse ini karena dibutuhkannya suatu alternatif untuk bercocok tanam yang tidak terganggu oleh iklim, terutama pada saat musim dingin yang tidak memungkinkan dalam melakukan kegiatan bercocok tanam.

(9)

parameter iklim disekitarnya dan menciptakan iklim mikro di dalamnya yang berbeda dengan parameter iklim di sekitar greenhouse. Hal ini disebut sebagai peristiwa greenhouse effect atau efek rumah kaca. Menurut Bot (1983) dalam Suhardiyanto (2009), greenhouse effect disebabkan oleh dua hal yaitu :

1. Pergerakan udara di dalam greenhouse yang relatif sangat sedikit atau cenderung stagnan. Karena struktur greenhouse yang tertutup dan laju pertukaran udara di dalam greenhouse dengan lingkungan luar sangat kecil. Hal ini menyebabkan suhu udara di dalam greenhouse cenderung lebih tinggi daripada di luar.

2. Radiasi matahari gelombang pendek yang masuk ke dalam greenhouse melalui atap diubah menjadi radiasi gelombang panjang. Radiasi gelombang panjang ini tidak dapat keluar dari greenhouse dan terperangkap di dalamnya. Hal ini menimbulkan greenhouse effect yang menyebabkan meningkatnya suhu udara di dalam greenhouse.

Menurut Boutet dan Terry (1987) dalam Suhardiyanto (2009), radiasi gelombang pendek yang masuk ke dalam greenhouse diubah menjadi gelombang panjang karena melewati bahan penutup, yaitu atap dan dinding serta dipantulkan oleh lantai maupun bagian konstruksi greenhouse. radiasi gelombang panjang yang terperangkap di dalam greenhouse menyebabkan naiknya suhu udara di dalam greenhouse.

(10)

Pada awalnya kegunaan greenhouse hanya sebagai tempat bercocok tanam pada musim dingin. Namun penggunaan greenhouse berkembang pula pada daerah-daerah tropis. Greenhouse pada daerah-daerah tropis lebih berfungsi sebagai tempat budidaya tanaman dan melindungi tanaman dari pengaruh keadaan lingkungan yang kurang baik, seperti tiupan angin kencang, radiasi matahari yang terlalu panas bagi tanaman, terpaan hujan, serta melindungi tanaman dari serangga dan penyakit.

Disamping itu, penggunaan greenhouse pada daerah tropis juga bertujuan untuk mempermudah dalam pengendalian parameter-parameter lingkungan yang mempengaruhi tanaman, sehingga kondisi lingkungan mikro tanaman dapat diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman. Dengan demikian, penggunaan greenhouse pada daerah tropis akan mampu meningkatkan mutu dan produktifitas tanaman.

D. LINGKUNGAN MIKRO TANAMAN

Lingkungan mikro tanaman dalam greenhouse meliputi suhu udara, kelembaban, cahaya matahari, aliran udara (angin), serta media tanam sebagai tempat tanaman memperoleh air dan nutrisi untuk tumbuh. Kondisi lingkungan mikro tanaman sangat berpengaruh dan menjadi faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman selama masa budidaya.

Pada budidaya yang dilakukan dalam greenhouse, kondisi dari parameter-parameter tersebut dapat di kendalikan guna memperoleh kondisi yang optimum serta menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman sehingga tanaman yang dibudidaya dapat memberikan hasil yang baik.

1. Radiasi Matahari

Cahaya matahari memegang peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman. Proses fotosintesis yang merupakan proses utama yang terjadi pada tanaman tidak akan dapat berlangsung tanpa adanya energi yang diperoleh dari cahaya, dalam hal ini yaitu cahaya matahari.

(11)

yang diperoleh tanaman akan digunakan sebagai sumber energi bagi reaksi fotosintesis yang merubah CO2 dan air (H2O) menjadi O2 dan karbohidrat

(C6H12O6). Hasil fotosintesis ini kemudian digunakan tanaman untuk

proses pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman.

Bagian spektrum PAR (Photosynthetically Active Radiation) yang paling potensial dalam fotosintesis adalah spektrum biru (0.41 nm – 0.51 nm). Penurunan intensitas cahaya, khususnya spektrum biru menyebabkan penurunan kadar ATP dan NADPH2, sehingga laju fotosintesis akan

berkurang. Peningkatan intensitas cahaya dapat meningkatkan kecepatan fotosintesis. Salah satu komponen yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah titik kompensasi cahaya. Pada saat tanaman ditempatkan pada lingkungan yang mempunyai intensitas cahaya sebanding atau lebih rendah daripada titik kompensasi cahaya, pertumbuhan akan terhenti dan tanaman akan mati dalam periode waktu yang pendek (Briggs and Calvin, 1987) dalam (Rinaldi, 2006).

2. Suhu Udara

Menurut Handoko (1995), panas merupakan suatu bentuk energi yang dikandung oleh suatu benda. Sedangkan suhu mencerminkan energi kinetik rata-rata dari gerakan molekul-molekul.

Suhu merupakan ukuran panas dan dingin dari suatu benda. Suhu udara sangat berpengaruh bagi proses-proses yang terjadi pada tanaman seperti proses fotosintesis, transpirasi dan respirasi. Suhu udara yang optimum sangat diperlukan bagi tanaman agar dapat tumbuh dengan baik. Tanaman memerlukan suhu udara optimum yang berbeda-beda (Tiwari dan Goyal, 1998) dalam (Rinaldi, 2006).

(12)

Setiap tanaman memiliki kebutuhan suhu optimum yang berbeda-beda. Tabel 1 dibawah memperlihatkan kisaran suhu yang sesuai bagi beberapa macam tanaman.

Tabel 1. Kisaran Suhu yang Sesuai Bagi Tanaman

Jenis Kisaran Suhu

Biji benih

Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif), maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) per satuan volum. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan/tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap air tersebut (pada keadaan jenuh) ditentukan oleh suhu udara. Sedangkan defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap jenuh dengan tekanan uap aktual (Handoko, 1995).

Jumlah uap air dalam udara diukur pada skala kelembaban relatif (Relative Humidity) dengan satuan % (persen). Nilai kelembaban relatif sebesar 0 % menunjukkan bahwa udara benar-benar kering, sedangkan apabila kelembaban relatif mencapai 100 % berarti udara memilki uap air jenuh.

(13)

rendah. Apabila kelembaban udara terlalu rendah daun-daun akan layu dan terlihat tanda-tanda mengering pada ujung daun tanaman, tunas-tunas berguguran dan bunga cepat layu. Sedangkan kelembaban udara yang terlalu tinggi akan menyebabkan pembusukan pada bagian-bagian tertentu yang akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman. Dengan demikian, kondisi kelembaban yang optimal sangat dibutuhkan tanaman agar dapat tumbuh dengan baik.

4. Kecepatan Angin

Menurut Handoko (1995), dalam bentuk yang sederhana, angin dapat dibatasi sebagai gerakan horizontal udara relatif terhadap permukaan bumi. Batasan ini berasumsi bahwa seluruh gerakan udara secara vertikal kecepatannya dapat diabaikan karena relatif rendah (kurang dari 1 m/s) akibat diredam oleh gaya grafitasi bumi. Sedangkan arah angin dibatasi sebagai arah asal angin tersebut berhembus atau lawan arah dari gerakan udara. Jika ditinjau secara mikro, angin penting artinya dalam proses pertukaran udara khususnya oksigen dan karbondioksida dari dan ke lingkungan.

Angin terjadi karena adanya gaya-gaya yang timbul akibat dari perbedaan tekanan udara. Perbedaan tekanan udara ini disebabkan oleh perbedaan suhu. Udara dengan suhu tinggi akan mengembang dan bergerak ke atas sehingga tekanannya menjadi lebih rendah dari sekitarnya. Perbedaan tekanan ini menimbulkan gradien tekanan yang memicu terjadinya angin. Semakin tinggi perbedaan tekanan, maka pergerakan udara pun semakin cepat.

(14)

menghambat pertumbuhan dan pada kecepatan angin diatas 4.5 m/s akan terjadi kerusakan proses fisik tanaman.

5. Air dan Media Tanam

Media tanam merupakan tempat akar tumbuh menyangga tubuh tanaman dan sebagai tempat untuk memperoleh air dan nutrisi. Media tanam harus memenuhi persyaratan, antara lain dapat menyerap dan menghantarkan air dengan mudah, tidak mempengaruhi pH air, tidak berubah warna dan tidak mudah lapuk atau busuk. Media tanam ini terbagi menjadi dua, yaitu media tanam anorganik dan media tanam organik.

Media tanam anorganik adalah media tanam yang sebagian besar komponennya berasal dari benda mati, tidak menyediakan nutrisi bagi tanaman, mempunyai pori-pori makro dan mikro yang seimbang sehingga aerasi cukup baik dan tidak mengalami pelapukan dalam jangka pendek. Media tanam anorganik diantaranya adalah pasir, kerikil alam, kerikil sintetik, batu kali, batu apung, pecahan bata/genting, perlit, zeolit, spons dan rockwool.

Media tanam organik adalah media tanam yang sebagian besar komponennya terdiri dari organisme hidup, seperti bagian-bagian tanaman (daun, batang, kulit kayu). Media tanam organik umumnya memiliki pori-pori makro dan mikro yang seimbang, sehingga sirkulasi udaranya cukup baik dan daya serap airnya cukup tinggi. Bahan organik ini akan mengalami pelapukan, sehingga terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme yang akan menghasilkan CO2, H2O, dan mineral (Astuti,

2003).

Media tanam organik yang sering digunakan adalah arang sekam. Arang sekam adalah arang sekam bakar yang berwarna hitam yang dihasilkan dari pembakaran sekam yang tidak sempurna.

(15)

bahan-bahan yang mudah terurai juga tidak dianjurkan penggunaannya karena bahan tersebut akan mudah rusak strukturnya dan ukuran pertikelnya akan mengecil dan kemudian memadat. Kondisi ini menyebabkan aerasi yang sulit bagi akar tanaman.

E. EVAPOTRANSPIRASI

Menurut Hansen et.al. (1992), evapotranspirasi merupakan gabungan dari dua istilah, yaitu evaporasi dan transpirasi. Evaporasi merupakan peristiwa penguapan air dari tanah, permukaan air, atau dari permukaan daun-daun tanaman. Sedangkan transpirasi adalah air yang memasuki daerah perakaran tanaman dan digunakan tanaman untuk membentuk jaringan-jaringan tubuh tanaman, kemudian menguap dan dilepaskan oleh daun-daun tanaman ke atmosfer.

Evapotranspirasi tanaman merupakan kebutuhan air tanaman yang dibatasi sebagai kedalaman air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yang optimal dalam keadaan bebas penyakit, tumbuh tanpa stagnasi dari kadar air tanah dan kesuburan serta lingkungan sekitarnya. Besarnya evapotranspirasi tanaman dipengaruhi oleh faktor iklim, jenis tanaman dan fase pertumbuhan tanaman. Kondisi areal pertanaman seperti jenis dan sifat tanah, keadaan topografi dan luas areal penanaman, juga mempengaruhi besar kebutuhan air tanaman (Doorenbos dan Pruitt, 1977) dalam (Astuti, 2003).

Evapotranspirasi dipengaruhi oleh temperatur, pelaksanaan pemberian air, panjangnya musim tanam, presipitasi dan faktor lainnya. Volume air yang ditranspirasikan oleh tanam-tanaman tergantung kepada dimana air dibuang, dan juga temperatur dan kelembaban udara, gerakan angin, intensitas dan lamanya sinar matahari, tahapan perkembangan tanaman, jenis dan keadaan alami daun-daunan (Hansen et.al., 1992).

(16)

menguapkan air dari suatu permukaan baik berasal dari proses evaporasi maupun transpirasi.

Adapun hubungan dari evapotranspirasi aktual dan evapotranspirasi potensial dapat dirumuskan sebagai berikut.

ETa = Kc * ETp ... (1)

Dimana ETa : evapotranspirasi aktual (mm/hari), Kc : koefisien tanaman, dan ETp : evapotranspirasi potensial (mm/hari).

Koefisien tanaman ditentukan berdasarkan evapotranspirasi potensial (ETp) yang terjadi pada setiap jenis tanaman. Besarnya Kc bervariasi tergantung pada tingkat pertumbuhan tanaman, panjang masing-masing tingkat pertumbuhan dan kondisi iklim.

Dalam menentukan nilai evapotranspirasi potensial (ETp), terdapat banyak metode yang dapat digunakan, salah satunya yaitu dengan menggunakan model Hargreaves. Model Hargreaves merupakan model yang paling sederhana untuk diaplikasikan dalam penentuan nilai evapotranspirasi standar. Model ini hanya memerlukan dua buah parameter lingkungan yaitu temperatur udara dan radiasi matahari. Adapun model Hargreaves tersebut sebagai berikut.

ETp = 0.0135 ( Tmean + 17.78 ) Rs ... (2)

Dimana ETp : evapotranspirasi potensial (mm/hari), Tmean : suhu

udara rata-rata (ºC) dan Rs : radiasi surya (Langleys/hari).

Untuk mempermudah dalam perhitungan, Rs perlu dikonversi dalam satuan radiasi surya yaitu MJ/m2/hari. Sehingga persamaan tersebut menjadi sebagai berikut.

Dimana ETp : evapotranspirasi potensial (mm/hari), Tmean : suhu

udara rata-rata (ºC) dan Rs : radiasi surya (MJ/m2/hari).

F. SISTEM MONITORING

(17)

pengamatan dan pengawasan dalam suatu kegiatan dalam hubungan dengan hasil dan pengaruhnya (Rinaldi, 2006). Beberapa tujuan dari monitoring yaitu untuk meyakinkan bahwa masukan dan keluaran telah berjalan sesuai dengan perencanaan, membuat dokumen tentang kegiatan masukan, aktivitas dan hasil, serta menjaga deviasi dari tujuan awal dan hasil yang diharapkan.

Monitoring dapat diartikan sebagai kegiatan mengamati dan mengawasi yang dilakukan secara terus menerus untuk memastikan bahwa pengadaan atau penggunaan input, hasil yang ditargetkan dan tindakan-tindakan lainnya yang diperlukan dilaksanakan sesuai dengan rencana. Monitoring juga merupakan kegiatan yang teratur dan berkesinambungan dan dilakukan pada waktu suatu kegiatan sedang berlangsung sehingga sebenarnya monitoring adalah evaluasi di saat kegiatan sedang berlangsung.

Sistem monitoring adalah sebuah sistem yang melakukan kegiatan monitoring atau pemantauan. Secara umum, sistem ini juga dapat digunakan untuk mengendalikan objek lain. Sistem monitoring merupakan bagian dari sistem pengendalian objek dari jarak jauh yang dinamakan sistem teleoperasi. Teknologi teleoperasi, atau sering disebut teleotomasi, merupakan teknologi yang berhubungan dengan interaksi antar manusia dengan sistem secara otomatis jarak jauh. Sistem yang dikendaliakan pada teknologi tersebut dapat bermacam-macam, antara lain robot, kamera, kendaraan, sensor-sensor, atau perangkat lain (Rinaldi, 2006).

G. INTERNET

Internet adalah sekumpulan jaringan komputer yang menggunakan protokol TCP (Transmission Control Protocol) atau IP (Internet Protocol) yang saling terhubung, sehingga pengguna pada suatu jaringan dapat mengunakan layanan jaringan yang disediakan oleh TCP/IP untuk mencapai jaringan lain (Malkin et. al., 1981) dalam (Rinaldi, 2006).

(18)

kota yang berbeda. Proyek APARNET ini merancang bentuk jaringan, kehandalan, dan volume informasi yang dapat dipindahkan.

ARPANET dibentuk di empat universitas besar di Amerika, yaitu Stanford Research Institute, University of California di Santa Barbara, University of California di Los Angeles, dan University of Utah. ARPANET terakhir diperkenalkan secara umum pada akhir tahun 1972.

Dengan berakhirnya perang dingin antara Amerika dan sekutunya dengan Uni Soviet, seluruh jaringan yang tercakup di ARPANET diubah menjadi TCP/IP dan selanjutnya menjadi cikal bakal dari internet.

H. FIELD SERVER

Field sever (FS) merupakan alat untuk memonitor parameter lingkungan secara otomatis yang terdiri dari komponen utama antara lain Web-Server, ADC (Analog to Digital Converter), DAC (Digital to Analog Converter), wireless LAN module dan multi-sensor yang terdiri dari sensor suhu udara, Relative Humidity (RH), radiasi surya dan CCD camera. Field server biasa digunakan dalam observasi lahan, monitoring parameter lingkungan, tanaman ataupun hewan.

Bagian bagian utama dan fungsi masing-masing komponen dari Field Sever yaitu sebagai berikut :

1. Web-Server

Web-Server merupakan CPU (Central Processing Unit) bagi Field Server. CPU berfungsi untuk menerima data-data yang terbaca oleh sensor dan mengolahnya. Bentuk data yang dapat diolah oleh CPU ini harus berupa data digital. Data digital tersebut selanjutnya dapat di transfer melalui Wireless LAN module. Web-Server memiliki IP address sebagai akses pengalamatan. IP address inilah yang digunakan untuk mengakses data digital yang tersimpan dalam Web-Server. Sedangkan Wireless LAN module berperan sebagai jalur akses bagi data tersebut

2. ADC (Analog to Digital Converter)

(19)

sensor masih merupakan data analog. Data analog yang dihasilkan oleh sensor tersebut terlebih dahulu diubah menjadi data digital agar data tersebut dapat diolah oleh CPU. Untuk mengkonversi data analog tersebut maka digunakanlah ADC.

3. DAC (Digital to Analog Converter)

DAC adalah komponen elektronik yang berfungsi untuk mengkonversi data digital menjadi data analog. DAC biasanya digunakan untuk mengaktifkan aktuator dalam melakukan aksi pada suatu sisterm kontrol. 4. Wireless LAN module

Wireless LAN module merupakan alat untuk menghubungkan field server dengan jaringan nirkabel LAN (Local Area Network). Jaringan ini yang selanjutnya digunakan dalam pertukaran data.

5. Multi-sensor

Sensor adalah alat untuk mendeteksi parameter lingkungan. Parameter lingkungan yang terukur akan mempengaruhi tegangan keluaran sensor dengan pola tertentu. Tengangan keluaran sensor ini merupakan data analog yang selanjutnya dikonversi oleh ADC menjadi data digital.

6. CCD Camera

CCD Camera digunakan untuk memantau objek yang diamati oleh field server secara visual. Kamera ini akan menangkap secara aktual apa yang sedang diamati dan menampilkannya dalam bentuk image maupun video.

Field server yang telah siap dipasang di dalam greenhouse, dengan arah kameranya ditujukan kepada tanaman. Data yang diperoleh dari sensor yang ada kemudian melalui wireless LAN dan router dikirim dari jaringan lokal ke internet. Kemudian data diakses melalui web page maupun data viewer. Selain itu data yang tersimpan dari web server dapat di download melalui HTTP post maupun FTP.

(20)

I. BUDIDAYA TOMAT

Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) merupakan tanaman sayur-mayur yang terkenal di dunia dan mengandung nilai gizi dan vitamin-vitamin yaitu vitamin A dan C yang dapat membantu penyakit kekurangan vitamin di negara yang sedang berkembang. Tomat dapat memberikan pendapatan yang tinggi bagi petani untuk setiap hektarnya, terutama jika hasil panennya terjual secara efisien (Villareal, 1980).

Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) berasal dari dataran Amerika Latin yaitu daerah sekitar Peru dan Equador kemudian menyebar ke seluruh bagian daerah tropis Amerika. Penyebaran tanaman tomat ke benua Asia dimulai dari Philipina melewati jalur Amerika Selatan. Klasifikasi tanaman tomat adalah sebagai berikut (Trisnawati dan Setiawan, 2002):

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas (Class) : Dicotyledoneae Bangsa (Ordo) : Tubiflorae Suku (Famili) : Solanaceae

Marga (Genus) : Lycopersicon atau Lycopersicum Jenis (Spesies) : Lycopersicum esculentum Mill.

Gambar 4. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)

(21)

cukup kuat walaupun tidak sekeras tanaman setahun. Warna batang hijau dan berbentuk persegi empat sampai bulat. Pada permukaan batangnya ditumbuhi banyak rambut halus (Trisnawati dan Setiawan, 2002).

Tanaman tomat memiliki daya penyesuaian yang cukup luas terhadap lingkungan tumbuhnya. Budidaya tomat dapat dilakukan dari ketinggian 0-1250 m dpl (diatas permukaan laut), dan tumbuh optimal di dataran tinggi (>750 m dpl), sesuai dengan jenis atau varietas yang diusahakan dengan suhu siang hari sekitar 24 °C dan malam hari antara 15 °C – 20 °C. Pada temperatur tinggi (diatas 32°C) warna buah tomat cenderung kuning, sedangkan pada temperatur yang tidak tetap (tidak stabil) warna buah tidak merata. Temperatur ideal dan berpengaruh baik terhadap warna buah antara 24 °C – 28 °C. Kelembaban relatif ideal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 80%. Curah hujan antara 750-125 mm/tahun, dengan irigasi yang baik. Hal yang penting pada pembudidayaan tomat ini adalah media tanam yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik. Sirkulasi udara dan tata air dalam tanah yang baik serta memiliki pH antara 5 sampai 6.

(22)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di single span greenhouse laboratorium Teknik Tanah dan Air, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei – Agustus 2009.

B. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan yang digunakan adalah sarana tanam hidroponik substrat, antara lain bibit tomat (Lycopersicon esculentum Mill.), arang sekam sebagai media tanam, polybag hitam ukuran 20 x 20 cm, benang kasur sebagai tali ajir yang menyangga tanaman, kawat untuk mengaitkan benang kasur, stok larutan nutrisi A&B mix.

2. Alat

Peralatan yang digunakan adalah Field Server, Davis Weather Station, sistem jaringan listrik, sistem jaringan komputer, seperangkat komputer, modem internet Linksys, jaringan internet Telkom Speedy, kabel LAN (Local Area Network) sepanjang 20 m, seperangkat rangkaian kontrol pompa irigasi, sensor kelembaban media tanam dengan merk ThetaProbe ML2x, kerangka besi pengaman Field Server, kotak panel listrik, kain merah berukuran 200 x 120 cm, mistar berskala 100 cm, seperangkat sarana tanam hidroponik substrat dengan sistem irigasi tetes yang terdiri dari tangki larutan nutrisi berkapasitas 30 L, pompa air listrik berdaya 125 watt, pipa utama, katup, pipa sekunder, selang penetes, emitter, cakram penyaring, EC-meter, meja tanaman berukuran 170 x 60 cm dan greenhouse berukuran 2 x 2 m.

(23)

C. TAHAPAN PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti diagram alir prosedur kerja yang terlihat pada Gambar 5. Desain sistem monitoring dan penempatan FS (Field Server) dipersiapkan, bersamaan dengan mempersiapkan sistem hidroponik dan persiapan tanam. Persiapan tanam meliputi persemaian benih tomat pada tray-tray persemaian, perancangan sistem irigasi tetes dan sistem penyaluran nutrisi serta persiapan greenhouse. Instalasi irigasi tetes yang diterapkan terdiri dari tangki nutrisi sebagai tempat pencampuran larutan nutrisi pekat (stok A&B) dengan air. Pompa listrik untuk mendorong larutan nutrisi dari tangki ke media tanam berdaya 125 watt, dilengkapi dengan cakram penyaring, saluran distribusi, serta tujuh buah polybag berisi media tanam sebagai tempat penanaman. Persiapan sistem monitoring meliputi persiapan field server, desain penempatan field server, persiapan jaringan, setting IP address serta penghubungan dengan jaringan internet.

Selanjutnya pindah tanam dan instalasi sistem monitoring dilakukan setelah persiapan field server selesai dan tanaman siap pindah tanam. Kemudian dilanjutkan dengan pengkaliberasian sensor dengan bantuan weather station. Pengkaliberasian sensor dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Office Excell untuk memperoleh persamaan hubungan antara parameter yang diukur (suhu, RH, radiasi surya) dengan tegangan keluaran dari sensor pada field server.

(24)

Gambar 5. Diagram Alir Prosedur Kerja

Persiapan Budidaya Tanaman Tomat

Siap?

Pindah Tanam dan Instalasi Sistem Monitoring

Kalibrasi Sensor

Pengujian Teknis dan Pengambilan Data

Cukup?

Pengolahan Data

Cukup?

Selesai

Ya Tidak

Ya

Ya Tidak

Tidak

Persiapan Sistem Monitoring

dengan Field Server

Siap? Tidak

Ya

Ya Siap? Tidak

(25)

1. PERSIAPAN BUDIDAYA TANAMAN TOMAT

Persiapan budidaya tanaman tomat meliputi persiapan greenhouse, persiapan media tanam, persemaian benih dan instalasi sistem irigasi tetes. Greenhouse digunakan dalam pembudidayaan tanaman untuk melindungi tanaman dari sinar matahari secara langsung, terpaan angin kencang, air hujan yang dapat menyebabkan kerusakan tanaman serta melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit yang berasal dari luar greenhouse.

a. Persiapan Greenhouse

Greenhouse yang digunakan yaitu single span greenhouse dengan luas 4 m2 dengan ukuran 2 x 2 m. Konstruksi greenhouse menggunakan besi sebagai tiang utama, atap terbuat dari polyetilen dengan ketebalan 0.2 mm, serta dinding ditutupi kasa (screen). Sebagai tempat menyimpan tanaman digunakan meja tanaman berukuran 170 x 60 cm dengan tinggi 60 cm. Meja tanam terbuat dari besi sebagai rangka dan triplek sebagai alas tempat tanaman. Triplek ditutupi dengan plastik hitam untuk melindungi dari kerusakan yang disebabkan oleh air dan jamur.

Gambar 6. Greenhouse Tempat Budidaya Tanaman

(26)

b. Persiapan Media Tanam dan Persemaian

Persiapan tanaman dimulai dengan persemaian benih pada tray-tray persemaian. Sebelum disemai, benih terlebih dahulu direndam dengan air hangat selama 30 menit untuk memisahkan benih yang baik dan benih yang kurang baik, benih yang kurang baik akan mengambang di permukaan air. Perendaman juga berfungsi untuk merangsang pertumbuhan kecambah. Tray tempat persemaian disiapkan dan diisi dengan arang sekam sebagai media semai. Arang sekam terlebih dahulu dijenuhkan dengan cara dibasahi atau direndam dengan air. Setelah tray persemaian siap maka benih ditabur pada tray yang telah diisi arang sekam kemudian tray ditutup dengan kertas koran dan didiamkan di tempat sejuk dan tidak terkena sinar matahari langsung antara satu sampai dua hari hingga benih berkecambah. Setelah benih berkecambah kertas koran dibuka dan tray disiram dengan air dua kali sehari hingga berumur dua sampai tiga minggu atau tanaman telah siap pindah tanam.

Setelah tanaman siap untuk pindah tanam, media tanam disiapkan. Media tanam berupa arang sekam dalam polybag ukuran 20 x 20 cm. Kemudian tanaman yang baik dipilih dan dipindah tanam ke dalam polybag tersebut.

c. Instalasi Sistem Irigasi Tetes

(27)

Gambar 7. Instalasi Sistem Irigasi Tetes

Sebagai pengatur pemberian air dan nutrisi digunakan sistem kontrol on-off yang mengatur nyala-mati pompa. Sistem kontrol terdiri dari tiga bagian, yaitu sensor, rangkaian kontrol dan aktuator. Sensor yang digunakan adalah sensor kelembaban media tanam dengan merk ThetaProbe ML2x. Keluaran dari sensor berupa tegangan analog yang bervariasi sesuai dengan jumlah air yang terkandung dalam media tanam. Keluaran ini selanjutnya dihubungkan pada rangkaian kontrol. Rangkaian kontrol terdiri dari rangkaian catu daya, rangkaian penguat dan rangkaian komparator.

Gambar 8. Sensor dan Rangkaian Kontrol

Sensor Kelembaban Media Tanam

(28)

Rangkaian catu daya berfungsi sebagai sumber daya listrik bagi keseluruhan sistem kontrol. Rangkaian ini memberikan tegangan keluaran 5 dan 12 volt DC yang berasal dari tegangan AC 220 volt. Adapun skema rangkaian catu daya sebagai berikut.

Gambar 9. Skema Rangkaian Catu Daya

(29)

Gambar 10. Skema Rangkaian Kontrol (Penguat, Komparator dan Relay)

Pengujian sistem irigasi dilakukan dengan mengisi bak nutrisi dengan air kemudian menyalakan pompa. Debit keluaran dari emiter diatur dengan mengatur bukaan katup pada pipa utama. Pengujian sistem kontrol dilakukan dengan menancapkan sensor pada media tanam dengan kapasitas lapang kemudian memutar potensiometer hingga pompa mati. Kedudukan potensiometer tersebut menjadi set point bagi nyala-matinya pompa. Jika pada saat jumlah air pada media tanam berkurang pompa menyala dan pada kapasitas lapang pompa mati maka sistem kontrol dapat dinyatakan bekerja dengan baik.

(30)

2. PERSIAPAN SISTEM MONITORING

Pesiapan sistem monitoring terdiri dari persiapan Field Server (FS) dan uji koneksi FS dengan jaringan internet. Persiapan FS dilakukan dengan pengecekan kondisi FS dan kelengkapannya serta pengujian koneksi FS. Sedangkan untuk melakukan pemantauan dengan FS, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian dengan menghubungkan FS pada jaringan internet.

a. Persiapan Field server

Kelengkapan dari sistem monitoring di lapangan yaitu FS itu sendiri, adaptor sebagai sumber catu daya bagi FS, serta jaringan komputer kabel (LAN) ataupun nirkabel (wireless). Pengujian FS dilakukan dengan mengecek kondisi FS dan sistem penghubungnya dengan jaringan komputer.

Untuk sistem jaringan komputer, pada FS terdapat dua sistem jaringan yang dapat digunakan, yaitu dengan menggunakan kabel LAN (Local Area Network) dan menggunakan Wi-fi melalui access point yang terdapat pada FS tersebut. Dengan menggunakan kabel LAN, kabel data dengan head jenis RJ-45 jack dipasang pada LAN port yang terdapat pada FS dan dihubungkan pada modem internet speedy. Jika menggunakan jaringan nirkabel, koneksi antara FS dan modem dilakukan dengan menggunakan Wi-fi.

(31)

b. Koneksi Field Server Dengan Jaringan Internet

Pada FS terdapat Web-Server yang merupakan CPU (Central Processing Unit) bagi Field Server. Web server ini berfungsi untuk menerima data-data yang terbaca oleh sensor dan mengolahnya dalam bentuk data digital. Data digital tersebut selanjutnya dapat di transfer melalui Wireless LAN module ataupun melalui kabel LAN. Wireless LAN module dan kabel LAN merupakan alat untuk menghubungkan field server dengan jaringan komputer LAN (Local Area Network). Jaringan ini yang selanjutnya digunakan dalam proses pertukaran data. Web-Server memiliki IP address sebagai akses pengalamatan. IP address inilah yang digunakan untuk mengakses data digital yang tersimpan dalam Web-Server. Sedangkan Wireless LAN module ataupun kabel LAN berperan sebagai jalur akses bagi data tersebut.

Terdapat dua jenis IP address yang digunakan dalam pengaksesan FS, yaitu IP lokal dan IP publik. IP lokal merupakan IP dasar bagi FS, yaitu IP address Web-Server yang terdapat di dalam FS. Sedangkan IP publik yaitu IP address pengaksesan FS setelah FS terhubung pada jaringan internet.

(32)

Sumber : Arif dkk (2009)

Gambar 11. Skema Jaringan Field Server

Pengesetan modem dilakukan dengan cara mengakses IP modem menggunakan internet explorer dan memasukkan username dan password. Jaringan internet Telkom Speedy akan memberikan satu IP Publik kepada pengguna, dalam hal ini yaitu 125.166.42.26. IP inilah yang merupakan IP modem yang mengkoneksikan seluruh jaringan yang terhubung pada modem dengan jaringan internet. Setelah terkoneksi dengan internet, modem diset untuk bisa mem-forward port IP pada FS. Pengesetan dilakukan pada menu port forwarding pada modem.

FS memiliki 2 buah IP, yaitu IP untuk CPU atau web-server dimana terhubung dengan data suhu, RH dan radiasi, serta IP kamera untuk mengakses kamera dalam melakukan pemantauan tanaman. IP CPU dari FS yang digunakan adalah 192.168.62.100:85 sedangkan IP kamera adalah 192.168.62.102:86. Setelah modem diset pada menu port forwarding tersebut, maka FS dapat diakses secara global dengan IP 125.166.42.26:85 untuk IP CPU dan 125.166.42.26:86 untuk IP kamera.

Server Modem

Switch

Kom 2

Kom 1 Client

(33)

Angka 85 dan 86 di akhir IP tersebut menunjukkan port dimana CPU dan kamera terhubung. Tampilan dari menu port forwarding tersebut terlihat pada gambar berikut.

Gambar 12. Tampilan Menu Port Forwarding

Pengujian terkoneksinya FS dengan jaringan internet dilakukan dengan cara mengakses FS dari komputer client dengan menggunakan IP publik FS yang telah diset. Jika FS dapat terakses maka FS telah terhubung dengan jaringan internet.

(34)

3. PINDAH TANAM DAN INSTALASI SISTEM MONITORING

Setelah tanaman yang disemai pada tray-tray penyemaian mencapai umur 2 minggu dan field server siap dipasang, maka tahap selanjutnya yaitu pindah tanam dan instalasi sistem monitoring.

a. Pindah Tanam

Pindah tanam dilakukan setelah tanaman siap atau sudah terlihat daun sejati yang muncul pada bibit-bibit tanaman yang telah disemai. Tanaman yang telah siap kemudian ditanam pada polybag yang telah diisi arang sekam sebagai media tanam, kemudian ditempatkan pada meja tanaman dan sistem penyaluran nutrisi (emitter) di pasangkan pada setiap polybag. Sebagai penyangga tanaman maka digunakanlah tali ajir yang dipasang pada bagian atas greenhouse.

Gambar 13. Penyusunan Tanaman di atas Meja Tanaman

b. Instalasi Sistem Monitoring

(35)

(korsleting) serta menghindari bahaya sengatan listrik yang diakibatkan oleh perkabelan yang kurang baik.

Untuk menghindari gangguan koneksi jika menggunakan jaringan wireless, maka koneksi antara modem dan FS dilakukan dengan menggunakan jaringan kabel LAN. Kabel LAN dipasang pada FS yang terdapat di dalam greenhouse dan dihubungkan pada modem internet yang ditempatkan di tempat lain, dalam hal ini yaitu di dalam kantor di sebelah greenhouse.

FS ditempatkan pada posisi yang tepat di dalam greenhouse agar kamera memungkinkan untuk menangkap gambar tanaman dengan sempurna. Agar kedudukan FS mantap maka FS dipasang pada penyangga yang terbuat dari pipa PVC berdiameter 1.5 inchi dengan ketinggian 125 cm. Sebagai pengaman maka dipasang kerangka besi untuk melindungi FS. Kedudukan FS perlu disesuaikan agar rangka besi tidak menghalangi sensor radiasi surya yang terdapat diatas FS.

Gambar 14. Kerangka Besi Pengaman

(36)

baik. Agar objek tanaman yang tertangkap kamera dapat terlihat jelas maka ditempatkan kain merah di belakang meja tanam sebagai latar.

Sebagai sumber daya bagi FS, jaringan listrik dipasang ke dalam greenhouse dengan menggunakan kabel listrik dan untuk pengaman serta menghindari bahaya akibat arus listrik maka stop kontak beserta adaptor FS ditempatkan pada kotak panel yang dipasang pada kerangka besi bagian sisi seperti pada gambar berikut.

(37)

4. KALIBRASI SENSOR

Data keluaran dari FS merupakan data digital. Data ini berasal dari ADC di dalam FS yang menunjukkan tegangan keluaran dari sensor. Oleh karena itu diperlukan kalibrasi untuk memperoleh nilai sebenarnya dari parameter-parameter yang diukur dalam satuan yang sesuai. Kalibrasi dilakukan dengan bantuan Davis Weather Station untuk mengkalibrasi data suhu udara, RH dan radiasi matahari. Weather Station ini merupakan alat ukur standar yang mengukur parameter-parameter lingkungan dalam satuan yang sebenarnya, yaitu suhu dalam ºC, RH dalam % dan radiasi surya dalam W/m2.

Dalam proses kalibrasi, FS dan Davis Weather Station dipasang berdampingan dan pengukuran dilakukan pada waktu yang tepat bersamaan. Pengambilan data kedua alat dilakukan setiap 10 menit sekali.

Gambar 16. Penempatan Field Server dan Davis Weather Station

Setelah data dari kedua alat diperoleh, maka dilakukan kalibrasi terhadap masing-masing parameter yang diukur menggunakan metode regresi linear dengan bantuan program Microsoft Excell sehingga diperoleh persamaan kalibrasi dari tap-tiap sensor. Selanjutnya persamaan tersebut digunakan dalam mengkonversi data yang diperoleh FS selama pemantauan.

Davis weather station Field

(38)

5. PENGUJIAN TEKNIS DAN PENGAMBILAN DATA

Setelah semua unsur dalam sistem monitoring dipersiapkan, maka dilakukan pemantauan terhadap parameter-parameter lingkungan mikro tanaman menggunakan field server (FS). Adapun beberapa parameter yang dapat dipantau menggunakan FS yaitu suhu udara, kelembaban relatif (RH) dan radiasi matahari yang diterima. Pemantauan parameter-parameter tersebut dilakukan dengan mengakses FS dengan alamat web http://125.166.42.26:85/. Data yang ditampilkan merupakan data nilai dari setiap parameter yang terukur pada saat FS diakses, sehingga untuk memperoleh data dalam bentuk grafik diperlukan pengambilan data secara kontinyu dan dilakukan pengolahan data dengan bantuan program Microsoft Excell.

Disamping itu, CCD Camera yang terdapat pada FS dapat digunakan untuk memonitor tanaman secara visual. Dengan kamera ini image ataupun video dari tanaman selama masa budidaya dapat diperoleh. Kamera ini juga dapat memantau secara langsung pertumbuhan tanaman dari hari ke hari. Pemantauan visual tanaman tersebut dilakukan dengan mengakses CCD Camera pada FS dengan alamat web http://125.166.42.26:86/.

Dalam proses pengambilan data selama masa budidaya, digunakan beberapa program, yaitu System Scheduler Professional v3.82, Windows Scheduled Task atau program penjadwalan lainnya, serta program Perl yang tersedia untuk mengakses data-data FS secara otomatis.

Pengambilan data dapat dilakukan secara manual dengan menjalankan batch file pada program Perl. Program ini berfungsi untuk mengambil data-data pada FS dan menyimpannya ke dalam file “.csv” yang dapat dibuka menggunakan Microsoft Excell.

(39)

data yang dilakukan yaitu setiap 10 menit sekali sepanjang hari selama masa budidaya tanaman.

6. PENGOLAHAN DATA

Untuk memperoleh informasi mengenai parameter-parameter lingkungan mikro tanaman, keterkaitannya antara satu sama lain, serta perubahannya dari waktu ke waktu, maka dari data-data lingkungan mikro yang telah diperoleh dapat diolah menjadi beberapa grafik, antara lain grafik perubahan parameter mikro setiap jamnya, grafik perubahan parameter mikro rata-rata harian dan grafik pertumbuhan tanaman.

Selain itu, dengan memperoleh data-data parameter lingkungan mikro tersebut, maka besarnya evapotranspirasi potensial dapat dihitung menggunakan metode model Hargreaves. Dimana nilai evapotranspirasi potensial ini menunjukkan kemampuan lingkungan tanaman untuk menguapkan air yang berasal dari proses evaporasi maupun proses transpirasi tanaman.

Adapun perhitungan besarnya evapotranspirasi potensial ini menggunakan rumus pada persamaan 3 (halaman 16). Parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan yaitu suhu udara rata-rata dan radiasi total dalam satu hari. Besarnya radiasi total dalam satu hari dihitung menggunakan metode trapesium. Luasan area dibawah kurva radiasi menunjukkan total radiasi yang diterima dalam satu hari. Untuk menghitung luasan area tersebut, maka area pada kurva dibagi-bagi secara vertikal sehingga terbentuk beberapa luasan trapesium. Selanjutnya luas area dari tiap trapesium dihitung dan dijumlahkan secara keseluruhan sehingga diperoleh nilai total radiasi dalam satuan MJ/m2/hari. Untuk mempermudah, perhitungan luas area tersebut dibantu dengan program Microsoft Excell.

(40)

model Hargreaves, sehingga besarnya nilai evapotranspirasi potensial harian dapat diperoleh.

Selain dapat memantau parameter lingkungan mikro, FS juga memiliki CCD Camera yang dapat digunakan untuk memantau pertumbuhan tanaman. Melalui pemantauan ini maka data-data pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, banyak daun, dan tampilan visual tanaman dapat diperoleh dari hari ke hari.

Tingkat pertumbuhan tanaman dapat terlihat dari grafik pertumbuhan tanaman. Grafik ini dapat diperoleh dari beberapa data tinggi tanaman dengan menggunakan metode model pertumbuhan Verhulst. Adapum model pertumbuhan Verhults terlihat pada persamaan berikut.

N = Ni / {1 + [(Ni / No) – 1] e -γt} ... (4)

Dimana N : prediksi tinggi tanaman, Ni : tinggi maksimum tanaman, No : tinggi tanaman di awal pemantauan. γ : koefisien Verhulst, t : jumlah hari dari awal pemantauan.

Parameter Ni, No dan γ pertama-tama ditetapkan berdasarkan perkiraan. Kemudian dengan metode Root Mean Square Error (RMSE) pada Microsoft Excell, dihitung nilai error terkecil antara data tinggi tanaman berdasarkan pengukuran dengan nilai N yang diperoleh dari perhitungan. Nilai N, Ni, No dan γ pada saat nilai error terkecil inilah yang merupakan nilai hasil prediksi.

(41)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KALIBRASI SENSOR

Dengan mengakses Field server (FS) menggunakan internet explorer dari komputer, maka nilai-nilai dari parameter lingkungan mikro yang diukur dapat terlihat. Data ditampilkan dengan cara mengakses FS dengan alamat http://125.166.42.26:85/. Tampilan dari alamat tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 17. Tampilan Web Field Server

(42)

Kalibrasi sensor-sensor pada FS yang terdiri dari sensor suhu udara, RH (Relative Humidity) dan radiasi surya dilakukan pada tanggal 1 Juli 2009. Pengambilan data pada kedua alat yaitu FS dan Davis Weather Station dilakukan pada waktu yang tepat bersamaan setiap 10 menit sekali. Dalam satu kali pengambilan data diperoleh ketiga nilai parameter yang diukur (suhu udara, RH dan radiasi surya). Pengambilan data ini dilakukan selama 24 jam dimulai dari pukul 00.10 sampai dengan pukul 23.50, sehingga dalam tenggang waktu tersebut diperoleh set data sebanyak 143 data.

y = 0.5381x - 13.006

Gambar 18. Grafik Kalibrasi Suhu

Grafik pada Gambar 18 diatas merupakan grafik hasil pengkalibrasian sensor suhu pada FS. Sumbu absis menunjukkan nilai yang tertera pada FS (FS Value). Nilai ini merupakan nilai keluaran dari ADC (Analog to Digital Converter) yang mengkonversi data analog dari sensor pada FS, dalam hal ini yaitu FS Value RA0 yang menunjukkan nilai dari sensor suhu pada FS. Sedangkan sumbu ordinat menunjukkan data yang tersimpan dari alat ukur standar dalam hal ini Davis Weather Station yang menunjukkan nilai sesungguhnya dari parameter suhu dalam satuan ºC.

(43)

persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung nilai suhu sebenarnya dimana y adalah suhu dalam satuan ºC dan x adalah nilai FS value RA0 yang diperoleh. Adapun nilai koefisien determinasi dari persamaan ini sebesar 0.9668. Hal ini menunjukkan hasil kalibrasi dapat digunakan dengan tingkat akurasi yang tinggi.

Dengan metode yang sama, nilai sebenarnya dari RH dan radiasi surya dapat diperoleh persamaan relasinya.

y = 0.5185x + 16.352

Gambar 19. Grafik Kalibrasi RH

(44)

determinasi ini masih cukup tinggi sehingga persamaan yang diperoleh masih

Gambar 20. Grafik Kalibrasi Radiasi Surya

(45)

B. MONITORING PARAMETER LINGKUNGAN MIKRO

Monitoring parameter lingkungan mikro tanaman dalam greenhouse dilakukan dengan mengakses FS secara kontinyu dan dilakukan pengambilan data setiap 10 menit sekali selama masa budidaya. Untuk mempermudah pengambilan data maka digunakan software Perl dan program penjadwalan seperti Windows Scheduled Task atau System Scheduler Professional v3.82. Dengan menggunakan program penjadwalan ini, pengambilan data dilakukan dengan menjadwalkan pengeksekusian file MS Dos Batch file pada sofware Perl setiap 10 menit sekali. Batch file inilah yang berfungsi untuk mengakses FS dan menyimpan nilai-nilai FS value dalam bentuk file Microsoft Excell sehingga data tersebut tersimpan setiap 10 menit.

Data FS yang diperoleh masih merupakan data tegangan dalam satuan milivolt (mV), sehingga perlu dilakukan konversi data untuk memperoleh data dalam satuan yang sebenarnya. Konversi data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excell dengan memasukkan data FS tersebut pada persamaan kalibrasi, sehingga data yang ditampilkan menunjukkan nilai dari masing-masing parameter dalam satuan yang sebenarnya.

Pengambilan data yang dilakukan selama 24 jam pada tanggal 1 Juli 2009 menggunakan dua instrumen pengukuran, yaitu FS dan weather station terlihat pada grafik berikut.

1 Juli (Field Server)

(46)

1 Juli (Weather Station)

Gambar 22. Grafik Hasil Pemantauan Weather Station (1 Juli 2009)

Kedua grafik diatas menunjukkan hasil pemantauan pada FS dan weather station selama 24 jam pada tanggal 1 Juli 2009. Pada kedua grafik tersebut terlihat pola pergerakan yang sama dari tiap parameter yang terukur dari setiap jamnya. Sebagai contoh, pada Grafik RH terlihat nilai RH yang tinggi dari awal pengukuran hingga sekitar pukul 07.30, kemudian nilai RH menurun hingga titik terendahnya sekitar pukul 15.00, setelah itu kembali naik hingga akhir pengukuran. Begitupun pada parameter suhu, pergerakan nilai suhu yang terukur oleh kedua alat dari waktu ke waktu relatif sama. Hal ini menunjukkan bahwa data yang ditampilkan FS telah menunjukkan data yang benar layaknya pengukuran dengan menggunakan alat ukur standar, dalam hal ini yaitu weather station.

(47)

dapat terjadi karena kondisi atap greenhouse yang kotor sehingga sinar matahari yang dapat melewati atap greenhouse tidak merata. Selain itu dapat pula disebabkan oleh pergerakan relatif bayang-bayang rangka atap greenhouse yang melewati permukaan sensor radiasi matahari pada FS dan weather station sehingga jumlah intensitas radiasi yang diterima oleh kedua sensor terpengaruh oleh bayang-bayang tersebut. Meskipun demikian, titik maksimum radiasi matahari yang terbaca pada kedua alat terjadi pada waktu yang sama yaitu pada sekitar pukul 12.00.

Berikut merupakan hasil monitoring FS selama tiga hari (36 jam) pemantauan.

Gambar 23. Parameter Lingkungan Hasil Pemantauan Field Server

(48)

terlihat bahwa suhu maksimum setiap harinya terjadi setelah intensitas radiasi matahari melewati nilai maksimumnya atau ketika nilai intensitas radiasi mulai menurun. Hal ini terjadi karena dibutuhkannya waktu untuk menaikkan suhu suatu volum udara akibat dari energi yang diterimanya dari radiasi surya. Kenaikan suhu udara tersebut secara bersamaan akan menurunkan nilai kelembaban relatif sehingga titik maksimum suhu udara dan titik minimum RH akan terjadi pada waktu yang relatif bersamaan.

Dari grafik diatas terlihat pada hari ketiga pemantauan (tanggal 4 Juli 2009), terjadi perubahan naik turun secara signifikan pada grafik radiasi surya sekitar pukul 12.00 hingga pukul 16.00. Penurunan intensitas radiasi terjadi secara drastis pada sekitar pukul 15.00 dan disertai dengan turunnya suhu udara pada saat itu. Hal ini membuktikan bahwa parameter-parameter tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Ketika radiasi yang diterima mengalami penurunan, maka akan terjadi penurunan suhu udara dan pada saat yang sama RH akan meningkat. Adapun yang menyebabkan penurunan intensitas radiasi ini yaitu kondisi cuaca atau lingkungan makro dari tanaman, seperti kondisi langit yang mendung atau turunnya hujan.

(49)

0.60

Gambar 24. Grafik Radiasi Rata-rata Harian

Gambar diatas merupakan hasil pemantauan FS terhadap parameter radiasi surya. Grafik tersebut memperlihatkan radiasi surya rata-rata harian selama masa pembudidayaan tanaman. Selama masa tersebut terjadi fluktuasi perubahan intensitas radiasi surya yang diterima oleh tanaman. Perubahan tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan lingkungan makro yang terjadi. Kondisi cuaca dan kecerahan langit menjadi faktor penting yang mempengaruhi besarnya intensitas radiasi matahari yang diterima oleh greenhouse. Radiasi yang diterima inilah yang berpengaruh kuat terhadap pertumbuhan tanaman karena proses fotosintesis yang terjadi pada tanaman sangat bergantung pada intensitas radiasi surya yang diterima oleh tanaman tersebut. Selain itu, radiasi surya juga menjadi faktor terpenting dalam proses evapotranspirasi yang terjadi pada tanaman sehingga radiasi surya ini merupakan sumber energi utama bagi keseluruhan proses yang terjadi pada tanaman.

(50)

memiliki curah hujan yang cukup tinggi mengakibatkan intensitas radiasi yang diterima tidak konstan karena tingkat kecerahan langit diatas Kota Bogor dari hari ke hari sangat bervariasi. Hal inilah yang menyebabkan grafik radiasi surya rata-rata yang diperoleh berfluktuasi naik turun dari hari ke hari. Tingkat radiasi surya tertinggi terjadi pada akhir masa budidaya, saat tanaman berumur 93 HST dengan radiasi rata-rata harian sebesar 0.60 MJ/m2/jam. Sedangkan radiasi terendah terjadi pada saat tanaman berumur 56 HST dengan radiasi rata-rata harian sebesar 0.29 MJ/m2/jam.

Berikut adalah grafik hasil pemantauan FS terhadap parameter suhu udara.

Gambar 25. Grafik Suhu Udara Harian

(51)

Sedangkan suhu rata-rata harian terendah terjadi pada saat tanaman berumur 45 HST dengan suhu 24.8 ºC. Fluktuasi perubahan dari parameter suhu ini merupakan pengaruh dari adanya perubahan intensitas radiasi yang diterima dari hari ke hari. Pada grafik diatas terlihat tingkat suhu rata-rata harian dari hari ke hari semakin meningkat seperti halnya yang terjadi pada grafik radiasi rata-rata harian. Hal ini membuktikan keterkaitan antara radiasi surya yang berpengaruh terhadap suhu udara dimana memiliki hubungan yang berbanding lurus. Keterkaitan ini diperkuat pula dengan perubahan nilai RH rata-rata harian yang semakin hari cenderung semakin menurun, sebagaimana terlihat pada grafik di bawah ini.

70.9

Gambar 26. Grafik RH Rata-rata Harian

(52)

semakin hari semakin meningkat sebagaimana hubungan antara suhu dan RH yang saling berbanding terbalik. Hal ini memperkuat bahwa hubungan ketiga parameter tersebut saling terkait satu sama lain.

Berikut merupakan tabel hasil analisis statistik dari data tiap parameter yang telah terukur.

Tabel 2. Analisis Statistik Data Rata-rata Harian Setiap Parameter

Nilai Suhu

Maksimum 28.6 94.2 0.60

Minimum 24.8 70.9 0.29

Rata-rata 26.8 80.0 0.47

Standar Deviasi 0.791997 4.696632 0.04223388

Variasi 0.627259 22.05835 0.001783701

Menurut Wiryanta (2003) dalam Murniati (2008), suhu lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan tanaman dan berpengaruh baik terhadap warna buah antara 24 °C – 28 °C. Kelembaban relatif ideal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 80%.

Dari Tabel 2 diatas terlihat fluktuasi perubahan suhu rata-rata harian berkisar antara 24.8 – 28.6 °C dan suhu rata-rata selama pemantauan sebesar 26.8 °C. Kisaran suhu ini masih termasuk dalam kisaran suhu yang ideal bagi pertumbuhan tanaman tomat. Meskipun demikian, masih terdapat nilai suhu yang melampaui batas suhu ideal, seperti yang terjadi pada saat tanaman berumur 75 HST dengan suhu rata-rata 28.6 ºC.

(53)

kontrol lingkungan yang akan memberikan pengaturan terhadap parameter-parametar lingkungan seperti suhu udara dan RH, sehingga kondisi lingkungan tanaman selama masa budidaya sesuai dengan kebutuhan tanaman.

Untuk parameter radiasi surya, menurut Hidayat (1997), penyerapan unsur hara oleh tanaman tomat berlangsung secara optimal pada pencahayaan 12 – 14 jam per hari dengan intensitas minimum 0.25 MJ/m2/jam.

Pada Tabel 2 diatas terlihat besarnya intensitas radiasi rata-rata harian berkisar antara 0.29 – 0.60 MJ/m2/jam, dengan nilai rata-rata selama masa pemantauan sebesar 0.47 MJ/m2/jam. Nilai ini berada diatas nilai minimum kebutuhan intensitas radiasi yaitu sebesar 0.25 MJ/m2/jam. Bahkan intensitas radiasi rata-rata harian terkecil selama pemantauan pun berada diatas nilai tersebut. Adapun lama penerimaan radiasi surya di daerah tropis memiliki lama waktu yang relatif sama setiap harinya, yaitu kurang lebih 12 jam. Dengan demikian, kebutuhan akan intensitas radiasi surya dan lamanya penyinaran selama masa pemantauan ini telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tanaman.

C. EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL

Evapotranspirasi potensial (ETp) merupakan kemampuan atmosfer untuk menguapkan air melalui proses evaporasi maupun transpirasi. Dengan memperoleh nilai dari beberapa parameter lingkungan mikro, maka besarnya tingkat evapotranspirasi potensial dapat dihitung. Dalam menentukan nilai evapotranspirasi potensial, terdapat banyak metode yang dapat digunakan, salah satunya yaitu dengan menggunakan model Hargreaves. Model Hargreaves merupakan model yang paling sederhana untuk diaplikasikan dalam penentuan nilai evapotranspirasi potensial. Model ini hanya memerlukan dua buah parameter lingkungan yaitu suhu udara dan radiasi matahari.

(54)

suhu rata-rata harian, sedangkan nilai radiasi yang digunakan yaitu radiasi total harian. Radiasi total harian merupakan jumlah total radiasi yang diterima selama satu hari. Dengan demikian, dalam menentukan tingkat evapotranspirasi potensial, maka dilakukan perhitungan terhadap jumlah radiasi total harian terlebih dahulu. Salanjutnya, tingkat evapotranspirasi potensial selama satu hari dapat ditentukan. Adapun hasil dari perhitungan radiasi total selama satu hari terlihat sebagai berikut.

0

Gambar 27. Grafik Radiasi Total pada Tanggal 1 Juli 2009

Grafik diatas merupakan grafik radiasi total selama satu hari pada tanggal 1 Juli 2009. Nilai total radiasi selama satu hari diperoleh dengan menghitung luasan daerah dibawah kurva tersebut (daerah berwarna kuning). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode trapesium dimana luasan kurva dibagi-bagi menjadi beberapa bagian secara vertikal sehingga terbentuk beberapa luasan trapesium. Selanjutnya luas area dari tiap trapesium dihitung dan dijumlahkan secara keseluruhan sehingga diperoleh nilai total radiasi dalam satuan MJ/m2/hari. Adapun nilai radiasi total yang diperoleh pada hari tersebut sebesar 4677180.96 J/m2/hari atau kurang lebih setara dengan 4.68 MJ/m2/hari.

(55)

Dengan menggunakan metode yang sama, maka nilai total radiasi harian selama pemantauan dapat diperoleh. Adapun hasil dari perhitungan tersebut terlihat pada grafik berikut.

6.95

Gambar 28. Grafik Radiasi Total Harian

(56)

1.78

Gambar 29. Grafik Evapotranspirasi Potensial Harian

Grafik diatas merupakan hasil perhitungan nilai evapotranspirasi harian dengan menggunakan model Hargreaves, dimana perhitungan mengacu pada dua peremeter penentu yaitu suhu udara dan radiasi surya. Dari grafik tersebut terlihat perubahan tingkat evapotranspirasi dari hari ke hari. Perubahan tersebut seiring dengan perubahan radiasi total yang diterima setiap harinya. Hal ini terlihat dari kemiripan tren grafik evapotranspirasi tersebut dengan grafik radiasi total harian pada Gambar 28.

(57)

D. MONITORING PERTUMBUHAN TANAMAN

Selain memantau parameter lingkungan mikro tanaman, FS juga dapat digunakan untuk memantau pertumbuhan tanaman secara visual. Pemantauan ini dilakukan dengan mengakses IP adress CCD Camera yang terdapat pada FS, dalam hal ini yaitu http://125.166.42.26:86/. Adapun tampilan yang terlihat setelah mengakses alamat tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar 30. Tampilan Web CCD Camera pada Field Server

(58)

26-06-2009 (27 HST) 29-06-2009 (30 HST)

30-06-2009 (31 HST) 01-07-2009 (32 HST)

03-07-2009 (34 HST) 04-07-2009 (35 HST)

(59)

Gambar diatas merupakan gambar yang diambil pada saat tanaman berumur 27 HST sampai berumur 38 HST. Dari gambar tersebut terlihat pertumbuhan tanaman dari hari ke hari. Pertumbuhan tanaman terlihat secara jelas dari bertambahnya jumlah daun dan pertambahan tinggi tanaman. Pada saat inilah tanaman mengalami fase vegetatif dimana pertumbuhan terjadi pada akar, batang dan daun.

Dari gambar diatas terlihat bahwa pemantauan kamera terhadap tanaman tomat sangat terbatas. Hal ini dikarenakan tanaman tomat yang terus tumbuh semakin tinggi sedangkan jangkauan kamera terhadap tinggi tanaman yang terpantau hanya sebatas ukuran image tanaman yang tertangkap kamera. Selain itu, pengambilan data tinggi tanaman melalui image tanaman sulit untuk dilakukan karena skala pada mistar yang dipasang di bagian sisi tanaman tidak terlihat melalui image tersebut. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dari resolusi kamera sehingga kamera tidak dapat menangkap objek secara detail. Oleh karena itu, pengambilan data tinggi tanaman dilakukan secara manual dengan mengukur tinggi masing-masing tanaman dan gambaran mengenai pertumbuhan tanaman hingga akhir masa pemantauan diperoleh dengan cara prediksi.

(60)

0

Data Tinggi Tanaman Prediksi Verhulst

Ti

Gambar 32. Prediksi Pertumbuhan Verhulst

Grafik diatas merupakan grafik pertumbuhan tanaman yang didapat dari hasil prediksi menggunakan model pertumbuhan Verhulst. Dengan prediksi Verhulst ini gambaran pertumbuhan tinggi tanaman dapat diperoleh walaupun data hasil pengamatan tidak diperoleh secara lengkap selama masa pertumbuhan tanaman.

Pada dasarnya model Verhulst ini biasa digunakan dalam prediksi pertumbuahn populasi, seperti pertumbuhan populasi penduduk. Namun, dari grafik diatas terlihat bahwa model prediksi ini cukup akurat dalam memprediksi pertumbuhan tanaman pada saat fase vegetatif. Hal ini terbukti dari berhimpitnya garis prediksi Verhulst dengan titik-titik data pengukuran.

(61)

Dengan menggunakan metode Root Mean Square Error (RMSE) pada Microsoft Excell, dihitung nilai error terkecil antara data tinggi tanaman berdasarkan pengukuran dengan tinggi tanaman berdasarkan prediksi Verhulst (N) yang diperoleh dari perhitungan. Adapun nilai error terkecil yang didapat yaitu sebesar 4.1, dan hasil prediksi menunjukkan nilai Ni sebesar 156.19 cm, No sebesar 10.46 cm, dan nilai γ adalah 0.13. Sedangkan hasil prediksi pertumbuhan tanaman selama masa pemantauan dapat dilihat pada Lampiran 5. Dalam memprediksi tinggi tanaman, nilai error sebesar 4.1 ini tidak terlalu besar sehingga model prediksi Verhulst ini layak dipergunakan dalam memprediksi pertumbuhan tanaman.

(62)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Field Server (FS) dapat berfungsi dengan baik dalam melakukan pemantauan lingkungan mikro tanaman dan pemantauan visual tanaman secara online dengan jaringan internet.

2. Pemantauan terhadap tiga parameter lingkungan mikro tanaman (suhu udara, RH dan radiasi surya) dapat dilakukan dengan baik, dengan mengakses alamat web http://125.166.42.26:85/. Pemantauan pertumbuhan tanaman secara visual serta pengambilan image tanaman dapat dilakukan dengan mengakses alamet web http://125.166.42.26:86/. 3. Kemampuan FS dalam memantau parameter-parameter lingkungan mikro

tanaman memiliki tingkat keakuratan yang tinggi, terbukti pada tingginya nilai koefisien determinasi setiap persamaan kalibrasi dari masing-masing sensor. Persamaan kalibrasi untuk sensor suhu udara yaitu y = 0.5381x – 13.006 dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0.9668. Persamaan kalibrasi untuk sensor RH yaitu y = 0.5185x + 16.352 dengan koefisien determinasi sebesar 0.8673. Serta persamaan kalibrasi untuk sensor radiasi surya yaitu y = 3.8648x dengan koefisien determinasi sebesar 0.9105. 4. Hasil Validasi FS terhadap parameter-parameter lingkungan mikro

tanaman sesuai seperti pengukuran dengan menggunakan alat ukur standar, sehingga FS layak dipergunakan dalam kegiatan monitoring tanaman.

(63)

B. SARAN

1. Kehandalan Field Server (FS) dalam melakukan monitoring serta tingkat akurasi yang tinggi sangat memungkinkan untuk mengimplementasikan sistem kontrol lingkungan mikro tanaman berbasis FS.

2. Penyesuaian penempatan FS serta setting CCD Camera pada FS perlu lebih diperhatikan agar kamera dapat menagkap objek tanaman dengan sempurna, sehingga pertumbuhan dan pertambahan tinggi tanaman dapat termonitor dengan baik.

(64)

SKRIPSI

ANALISA UNJUK KERJA SISTEM MONITORING PARAMETER

LINGKUNGAN MIKRO MENGGUNAKAN FIELD SERVER PADA

BUDIDAYA TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) SECARA

HIDROPONIK DI DAERAH TROPIS

Oleh :

AHMAD RIFQI

F14050266

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Gambar

Gambar 11. Skema Jaringan Field Server
Gambar 12. Tampilan Menu Port Forwarding
Gambar 13. Penyusunan Tanaman di atas Meja Tanaman
Gambar 14. Kerangka Besi Pengaman
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4.6 Perbandingan Laju Infiltrasi pada Tanah Normal dengan Tabah yang Sudah Terdapat Lubang Resapan Biopori

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penggunaan enzim selulase dan bungkil inti sawit serta interaksinya memberi pengaruh yang tidak nyata (P>0.05)

finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek pemasaran, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen dan SDM serta aspek lingkungan, maka rencana usaha

penelitian lebih besar dibanding model pembanding. Setelah dilakukan perhitungan didapatkan selisih ∆T.hkonv harian rata-rata sebesar 55%. Hal ini menunjukkan bahwa energi

Pada hasil penelitian yang telah dipaparkan oleh menulis untuk mengetahui mengenai kompensasi yang diterima oleh anggota DPRD Provinsi Lampung, mengetahui mengenai

[r]

Masalah gizi ini disebabkan oleh kurangnya asupan makanan yang bergizi untuk ibu hamil, menurut data dari Unicef Indonesia kurangnya asupan gizi ini disebabkan oleh