• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR LAMPIRAN

D. LINGKUNGAN MIKRO TANAMAN

Lingkungan mikro tanaman dalam greenhouse meliputi suhu udara, kelembaban, cahaya matahari, aliran udara (angin), serta media tanam sebagai tempat tanaman memperoleh air dan nutrisi untuk tumbuh. Kondisi lingkungan mikro tanaman sangat berpengaruh dan menjadi faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman selama masa budidaya.

Pada budidaya yang dilakukan dalam greenhouse, kondisi dari parameter-parameter tersebut dapat di kendalikan guna memperoleh kondisi yang optimum serta menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman sehingga tanaman yang dibudidaya dapat memberikan hasil yang baik.

1. Radiasi Matahari

Cahaya matahari memegang peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman. Proses fotosintesis yang merupakan proses utama yang terjadi pada tanaman tidak akan dapat berlangsung tanpa adanya energi yang diperoleh dari cahaya, dalam hal ini yaitu cahaya matahari.

Dalam proses fotosintesis cahaya dimanfaatkan oleh klorofil yang terdapat pada daun dan sebagian lain tubuh tanaman. Cahaya matahari

yang diperoleh tanaman akan digunakan sebagai sumber energi bagi reaksi fotosintesis yang merubah CO2 dan air (H2O) menjadi O2 dan karbohidrat

(C6H12O6). Hasil fotosintesis ini kemudian digunakan tanaman untuk

proses pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman.

Bagian spektrum PAR (Photosynthetically Active Radiation) yang paling potensial dalam fotosintesis adalah spektrum biru (0.41 nm – 0.51 nm). Penurunan intensitas cahaya, khususnya spektrum biru menyebabkan penurunan kadar ATP dan NADPH2, sehingga laju fotosintesis akan

berkurang. Peningkatan intensitas cahaya dapat meningkatkan kecepatan fotosintesis. Salah satu komponen yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah titik kompensasi cahaya. Pada saat tanaman ditempatkan pada lingkungan yang mempunyai intensitas cahaya sebanding atau lebih rendah daripada titik kompensasi cahaya, pertumbuhan akan terhenti dan tanaman akan mati dalam periode waktu yang pendek (Briggs and Calvin, 1987) dalam (Rinaldi, 2006).

2. Suhu Udara

Menurut Handoko (1995), panas merupakan suatu bentuk energi yang dikandung oleh suatu benda. Sedangkan suhu mencerminkan energi kinetik rata-rata dari gerakan molekul-molekul.

Suhu merupakan ukuran panas dan dingin dari suatu benda. Suhu udara sangat berpengaruh bagi proses-proses yang terjadi pada tanaman seperti proses fotosintesis, transpirasi dan respirasi. Suhu udara yang optimum sangat diperlukan bagi tanaman agar dapat tumbuh dengan baik. Tanaman memerlukan suhu udara optimum yang berbeda-beda (Tiwari dan Goyal, 1998) dalam (Rinaldi, 2006).

Menurut Hanan et al. (1978), garis lintang merupakan faktor utama yang mempengaruhi suhu greenhouse. Faktor lain adalah ketinggian matahari, kondisi topografi yang mempengaruhi pergerakan angin dan panjang hari. Suhu lingkungan berpengaruh terhadap proses fisik dan kimiawi tanaman dan selanjutnya mengendalikan proses biologi dalam tanaman.

Setiap tanaman memiliki kebutuhan suhu optimum yang berbeda- beda. Tabel 1 dibawah memperlihatkan kisaran suhu yang sesuai bagi beberapa macam tanaman.

Tabel 1. Kisaran Suhu yang Sesuai Bagi Tanaman

Jenis Kisaran Suhu

Biji benih Setek tanaman Tanaman sukulen Jenis paku-pakuan Kaktus liar

Berbagai jenis palm

18 – 32 18 – 24 15 – 21 15 – 21 15 – 21 15 – 21 Sumber : Rinaldi (2006) 3. Kelembaban Udara

Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif), maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) per satuan volum. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan/tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap air tersebut (pada keadaan jenuh) ditentukan oleh suhu udara. Sedangkan defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap jenuh dengan tekanan uap aktual (Handoko, 1995).

Jumlah uap air dalam udara diukur pada skala kelembaban relatif (Relative Humidity) dengan satuan % (persen). Nilai kelembaban relatif sebesar 0 % menunjukkan bahwa udara benar-benar kering, sedangkan apabila kelembaban relatif mencapai 100 % berarti udara memilki uap air jenuh.

Pada umumnya tanaman akan mengalami gejala-gejala tertentu apabila kelembaban udara yang tersedia terlalu tinggi ataupun terlalu

rendah. Apabila kelembaban udara terlalu rendah daun-daun akan layu dan terlihat tanda-tanda mengering pada ujung daun tanaman, tunas-tunas berguguran dan bunga cepat layu. Sedangkan kelembaban udara yang terlalu tinggi akan menyebabkan pembusukan pada bagian-bagian tertentu yang akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman. Dengan demikian, kondisi kelembaban yang optimal sangat dibutuhkan tanaman agar dapat tumbuh dengan baik.

4. Kecepatan Angin

Menurut Handoko (1995), dalam bentuk yang sederhana, angin dapat dibatasi sebagai gerakan horizontal udara relatif terhadap permukaan bumi. Batasan ini berasumsi bahwa seluruh gerakan udara secara vertikal kecepatannya dapat diabaikan karena relatif rendah (kurang dari 1 m/s) akibat diredam oleh gaya grafitasi bumi. Sedangkan arah angin dibatasi sebagai arah asal angin tersebut berhembus atau lawan arah dari gerakan udara. Jika ditinjau secara mikro, angin penting artinya dalam proses pertukaran udara khususnya oksigen dan karbondioksida dari dan ke lingkungan.

Angin terjadi karena adanya gaya-gaya yang timbul akibat dari perbedaan tekanan udara. Perbedaan tekanan udara ini disebabkan oleh perbedaan suhu. Udara dengan suhu tinggi akan mengembang dan bergerak ke atas sehingga tekanannya menjadi lebih rendah dari sekitarnya. Perbedaan tekanan ini menimbulkan gradien tekanan yang memicu terjadinya angin. Semakin tinggi perbedaan tekanan, maka pergerakan udara pun semakin cepat.

Angin merupakan pengantar yang sangat efektif dalam proses pemindahan energi dan massa secara konveksi. Laju pemindahan gas-gas di udara khususnya di sekitar tajuk tanaman sangat ditentukan oleh kecapatan angin. Menurut Esmay dan Dixon (1986), kecepatan angin sebesar 0.1 – 0.25 m/s yang mengenai permukaan daun akan memudahkan daun menangkap CO2. Pada kecepatan angin 0.5 m/s, CO2 yang ditangkap akan berkurang. Pada kecepatan angin sebesar 1.0 m/s akan

menghambat pertumbuhan dan pada kecepatan angin diatas 4.5 m/s akan terjadi kerusakan proses fisik tanaman.

5. Air dan Media Tanam

Media tanam merupakan tempat akar tumbuh menyangga tubuh tanaman dan sebagai tempat untuk memperoleh air dan nutrisi. Media tanam harus memenuhi persyaratan, antara lain dapat menyerap dan menghantarkan air dengan mudah, tidak mempengaruhi pH air, tidak berubah warna dan tidak mudah lapuk atau busuk. Media tanam ini terbagi menjadi dua, yaitu media tanam anorganik dan media tanam organik.

Media tanam anorganik adalah media tanam yang sebagian besar komponennya berasal dari benda mati, tidak menyediakan nutrisi bagi tanaman, mempunyai pori-pori makro dan mikro yang seimbang sehingga aerasi cukup baik dan tidak mengalami pelapukan dalam jangka pendek. Media tanam anorganik diantaranya adalah pasir, kerikil alam, kerikil sintetik, batu kali, batu apung, pecahan bata/genting, perlit, zeolit, spons dan rockwool.

Media tanam organik adalah media tanam yang sebagian besar komponennya terdiri dari organisme hidup, seperti bagian-bagian tanaman (daun, batang, kulit kayu). Media tanam organik umumnya memiliki pori- pori makro dan mikro yang seimbang, sehingga sirkulasi udaranya cukup baik dan daya serap airnya cukup tinggi. Bahan organik ini akan mengalami pelapukan, sehingga terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme yang akan menghasilkan CO2, H2O, dan mineral (Astuti,

2003).

Media tanam organik yang sering digunakan adalah arang sekam. Arang sekam adalah arang sekam bakar yang berwarna hitam yang dihasilkan dari pembakaran sekam yang tidak sempurna.

Media tanam yang baik adalah media yang dapat membuat zat hara tetap tersedia, kelembaban terjamin dan drainase baik. Menurut Villareal (1980), perkembangan akar dan penyerapan hara dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu media. Apabila suhu media kurang dari 15°C atau lebih dari 30°C dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Selain itu

bahan-bahan yang mudah terurai juga tidak dianjurkan penggunaannya karena bahan tersebut akan mudah rusak strukturnya dan ukuran pertikelnya akan mengecil dan kemudian memadat. Kondisi ini menyebabkan aerasi yang sulit bagi akar tanaman.

E. EVAPOTRANSPIRASI

Menurut Hansen et.al. (1992), evapotranspirasi merupakan gabungan dari dua istilah, yaitu evaporasi dan transpirasi. Evaporasi merupakan peristiwa penguapan air dari tanah, permukaan air, atau dari permukaan daun- daun tanaman. Sedangkan transpirasi adalah air yang memasuki daerah perakaran tanaman dan digunakan tanaman untuk membentuk jaringan- jaringan tubuh tanaman, kemudian menguap dan dilepaskan oleh daun-daun tanaman ke atmosfer.

Evapotranspirasi tanaman merupakan kebutuhan air tanaman yang dibatasi sebagai kedalaman air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yang optimal dalam keadaan bebas penyakit, tumbuh tanpa stagnasi dari kadar air tanah dan kesuburan serta lingkungan sekitarnya. Besarnya evapotranspirasi tanaman dipengaruhi oleh faktor iklim, jenis tanaman dan fase pertumbuhan tanaman. Kondisi areal pertanaman seperti jenis dan sifat tanah, keadaan topografi dan luas areal penanaman, juga mempengaruhi besar kebutuhan air tanaman (Doorenbos dan Pruitt, 1977) dalam (Astuti, 2003).

Evapotranspirasi dipengaruhi oleh temperatur, pelaksanaan pemberian air, panjangnya musim tanam, presipitasi dan faktor lainnya. Volume air yang ditranspirasikan oleh tanam-tanaman tergantung kepada dimana air dibuang, dan juga temperatur dan kelembaban udara, gerakan angin, intensitas dan lamanya sinar matahari, tahapan perkembangan tanaman, jenis dan keadaan alami daun-daunan (Hansen et.al., 1992).

Dalam penentuan nilai evapotranspirasi, terdapat dua istilah yaitu evapotranspirasi potensial (ETp) dan evapotranspirasi aktual (ETa). Evapotranspirasi aktual adalah jumlah total air yang menguap secara aktual dari suatu permukaan baik berasal dari proses evaporasi ataupun transpirasi. Sedangkan evapotranspirasi potensial merupakan kemampuan atmosfer untuk

menguapkan air dari suatu permukaan baik berasal dari proses evaporasi maupun transpirasi.

Adapun hubungan dari evapotranspirasi aktual dan evapotranspirasi potensial dapat dirumuskan sebagai berikut.

ETa = Kc * ETp ... (1)

Dimana ETa : evapotranspirasi aktual (mm/hari), Kc : koefisien tanaman, dan ETp : evapotranspirasi potensial (mm/hari).

Koefisien tanaman ditentukan berdasarkan evapotranspirasi potensial (ETp) yang terjadi pada setiap jenis tanaman. Besarnya Kc bervariasi tergantung pada tingkat pertumbuhan tanaman, panjang masing-masing tingkat pertumbuhan dan kondisi iklim.

Dalam menentukan nilai evapotranspirasi potensial (ETp), terdapat banyak metode yang dapat digunakan, salah satunya yaitu dengan menggunakan model Hargreaves. Model Hargreaves merupakan model yang paling sederhana untuk diaplikasikan dalam penentuan nilai evapotranspirasi standar. Model ini hanya memerlukan dua buah parameter lingkungan yaitu temperatur udara dan radiasi matahari. Adapun model Hargreaves tersebut sebagai berikut.

ETp = 0.0135 ( Tmean + 17.78 ) Rs ... (2)

Dimana ETp : evapotranspirasi potensial (mm/hari), Tmean : suhu

udara rata-rata (ºC) dan Rs : radiasi surya (Langleys/hari).

Untuk mempermudah dalam perhitungan, Rs perlu dikonversi dalam satuan radiasi surya yaitu MJ/m2/hari. Sehingga persamaan tersebut menjadi sebagai berikut. ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − + = mean s mean p T 55 . 0 5 . 595 8 . 238 R ) 78 . 17 T ( 0135 . 0 ET ... (3)

Dimana ETp : evapotranspirasi potensial (mm/hari), Tmean : suhu

udara rata-rata (ºC) dan Rs : radiasi surya (MJ/m2/hari).

Dokumen terkait