• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN AGUNAN

C. Isi Perjanjian Kredit

Terlepas dari pro dan kontra Perjanjian Kredit dalam bentuk kontrak baku ini dikemukakan beberapa klausula yang senantiasa tercantum dalam perjanjian kredit ini yaitu: 63

1. Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali (predisbursement clause) a. Biaya pengikatan jaminan secara tunai;

b. Penyerahan barang jaminan dan dokumennya serta pelaksanaan pengikatan barang jaminan tersebut;

c. Pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan dan asuransi barang jaminan dan asuransi kredit dengan tujuan untuk memperkecil resiko yang terjadi di luar kesalahan debitur maupun kreditur.

2. Klausula mengenai maksimum kredit (amount clause).

Klausula ini mempunyai arti penting dalam beberapa hal, yaitu :

a. merupakan objek dari perjanjian kredit sehingga perubahan kesepakatan mengenai materi ini menimbulkan konsekuensi diperlukannya pembuatan perjanjian kredit baru;

b. merupakan batas kewajiban pihak kreditur yang berupa penyediaan dana selama tenggang waktu perjanjian kredit, yang berarti pula batas hak debitour untuk melakukan penarikan pinjaman;

c. merupakan penetapan berapa besarnya nilai agunan yang harus diserahkan, dasar perhitungan penetapan besarnya provisi atau commitment fee;

63Ibid

d. Merupakan batas dikenakanya denda kelebihan tarik (overdraft); 3. Klausula mengenai jangka waktu kredit.

Klausula ini penting dalam beberapa hal yaitu karena menentukan berapa lama watu yang di sepakati dalam pengembalian kredit tersebut.

4. Klausula mengenai bunga pinjaman (interst clause).

Klausula ini diatur secara tegas dalam perjanjian kredit dengan maksud untuk: a. memberikan kepastian mengenai hak pemberi kredit untuk memungut bungan

pinjaman dengan jumlah yang sudah disepakati bersama, karena bunga merupakan penghasilan pemberi kredit secara langsung maupun tidak langsung akan diperhitungkan dengan biaya dana untuk penyediaan fasilitas kredit tersebut;

b. Pengesahan pemungutan bunga di atas 6% per tahun asalkan diperjanjikan secara tertulis.

5. Klausula mengenai barang agunan kredit

Klausula ini bertujuan agar pihak debitur tidak melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara sepihak, tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak lain.

6. Klausula asuransi (insurance clause)

Klausula ini bertujuan untuk pengalihan resiko yang mungkin terjadi, baik atas barang agunan maupun atas kreditnya sendiri. Adapun materinya perlu memuat

mengenai maskapai asuransi yang ditunjuk, premi asuransinya, keharusan polis asuransi untuk disimpan di pemberi kredit, dan sebagainya.

7. Klausula mengenai tindakan yang dilarang oleh pemberi kredit (negative clause) Klausula ini terdiri atas berbagai macam hal yang mempunyai akibat yuridis dan ekonomi bagi pengamanan kepentingan pemberi kredit sebagai tujuan utama. 8. Tigger clause atau opensbaar clause

Klausula ini mengatur hak pemberi kredit untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum berakhir. 9. Klausula mengenai denda (penalty clausul)

Klausula ini dimaksudkan untuk mempertegas hak-hak pemberi kredit untuk melakukan pungutan pemberi kredit mengenai besarnya maupun kondisinya.

10. Debet autho rization clause

Pendebetan rekening pinjaman debitur haruslah dengan izin debitur. 11. Representtation and warranties/ material adverse change clause

Klausula ini dimaksudkan bahwa pihak debitur menjanjikan dan menjamin semua data dan informasi yang diberikan kepada pemberi kredit adalah benar dan tidak diputarbalikkan.

12. Klausula ketaatan pada ketentuan pemberi kredit

Klausula ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan bila terdapat hal-hal yang tidak diperjanjikan secara khusus tetapi dipandang perlu, maka sudah dianggap telah diperjanjikan secara umum.

13. Miscellaneous/ boiler plate provision

Pasal-Pasal tambahan

14. Dispute settlement (alternative dispute resolution)

Klausula mengenai metode penyelesaian perselisihan antara kreditour dan debitur bila terjadi.

15. Pasal- Pasal penutup

Pasal penutup merupakan eksemplar perjanjian kredit yang maksudnya mengadakan pengaturan mengenai jumlah alat bukti dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kredit serta tanggal penandatanganan perjanjian kredit.

Dalam prakteknya walaupun perjanjian kredit dibuat dan ditentukan pemberi kredit secara sepihak (dalam bentuk kontrak baku) yang klausula-klausulanya dipandang memberatkan debitur, namun dalam kenyataannya perjanjian kredit menurut Sutan Remy Sjahdeini ternyata belum dapat memberikan perlindungan yang maksimal terhadap pemberi kredit.

1. Asas-Asas Perjanjian

Isi dari suatu perjanjian pada suatu perjanjian pada umum mempunyai asas- asas umum yaitu : 64.

a asas kebebasan berkontrak; b asas konsesualitas;

64

Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Cetakan Kedua, (Jakartan : PT. RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 18

c asas Personalia;

Asas kebebasan berkontrak adalah merupakan perwujudan dari Pasal 1338 KUH Perdata, dimana dalam ayat (1) disebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya. Selanjutnya dalam ayat (2) menegaskan bahwa perjanjian yang telah disepakati tersebut tidak dapat ditarik kembali secara sepihak oleh salah satu pihak tanpa persetujuan dari pihak lainnya atau apabila menurut undang-undang dinyatakan alasan yang cukup untuk itu.65

Asas konsensualitas adalah asas kesepakatan yang disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Jadi perjanjian yang dibuat haruslah dengan kesepakatan dan bukan dengan paksaan, penipuan.

Sedangkan asas-asas yang terdapat di dalam Hukum Perjanjian antara lain adalah: 66

a Asas kebebasan mengadakan perjanjian (partij otonomi)

Asas kebebasan untuk mengadakan perjanjian (partij otonomi) ini hendaknya dikaitkan dengan Pasal 1319 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa semua persetujuan, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab-bab dalam KUH Perdata ini. Artinya para pihak diberi kebebasan

65

Republik Indonesia Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

66

Mariam Darus Badrulzaman, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 66

untuk menentukan sendiri bentuk dan isi pengikatannya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam KUH Perdata.

b Asas konsensualisme (persesuaian kehendak)

Asas konsensualisme adalah asas yang disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian: kesepakatan, kecakapan pihak-pihak, hal tertentu dan sebab yang halal (tidak dilarang oleh undang- undang ). Demikian juga dalam Pasal 1338 KUH Perdata tentang kekuatan mengikatnya perjanjian terhadap para pihak dalam perjanjian.

c Asas kepercayaan

Asas kepercayaan adalah aspek kepercayaan bahwa para pihak akan memenuhi prestasi masing-masing dengan itikad yang baik.

d Asas kekuatan mengikat

Asas kekuatan mengikat dari suatu perjanjian dapat dilihat dalam Pasal 1338 KUH Perdata dimana semua persetujuan yang dibuat secara sah merupakan undang-undang bagi pihak yang membuatnya. Persetujuan dipandang mempunyai kekuatan hukum setara dengan undang-undang baggi para pihak. e Asas persamaan hukum

Asas persamaan hukum mengandung arti bahwa semua orang sama dan sederajat kedudukannya di dalam hukum, tidak ada pembedaan suku, agama dan ras dalam pemenuhan kewajiban maupun hak-haknya di dalam hukum.

f Asas keseimbangan

Asas keseimbangan maksudnya adanya keseimbangan antara kewajiban dan hak-hak dari masing-masing pihak.

g Asas kepastian hukum

Asas kepastian hukum adalah kepastian bahwa perjanjian mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang bagi pembuatnya.

h Asas moral, Asas kepatutan dan Asas kebiasaan.

Asas moral, asas kepatutan dan asas kebiasaan menyangkut isi perjanjian yang tidak boleh bertentangan dengan aspek kepatutan dari perjanjian, aspek keadilan, kebiasaan atau undang-undang. (Pasal 1339 KUH Perdata).

2. Jenis- jenis Kredit

Kredit dapat digolongkan menjadi beberapa jenis: 67 1. Sifat penggunaan kredit

2. Keperluan kredit 3. Jangka waktu kredit 4. Cara pemakaian kredit 5. Jaminan kredit.

67

Mgs. Edy Putra Tje.Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, (Yogyakarta: Liberty, 1989)., hal. 3

Penggolongan masing-masing jenis kredit tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:68

1. Kredit menurut sifat penggunaannya

Menurut tujuan penggunaannya, kredit dipergunakan untuk : a. Kredit konsumtif

Yaitu kredit yang ditujukan untuk keperluan konsumsi (kebutuhan hidup) debiturnya.

b. Kredit produktif

Yaitu kredit yang ditujukan untuk kegiatan usaha debitur, baik untuk meningkatkan produksi maupun peningkatan likuiditas dan kondisi keuangan debitur. Kredit inilah yang paling sering diadakan oleh pemberi kredit, karena selain mempunyai tingkat resiko pengembalian yang lebih kecil dibanding dengan kredit konsumtif, juga kredit produktif dapat meningkatkan taraf hidup dan perkembangan perekonomian nasional. 2. Kredit menurut keperluannya.

Menurut keperluannya, kredit dapat dibedakan atas: a. Kredit investasi

Yaitu kredit yang diberikan kepada debitur untuk melakukan investasi, misalnya penambahan modal dan pengembangan usaha, pembaharuan, penambahan barang-barang modal dan sebagainya maupun untuk ekspansi perusahaan.

68Ibid,

b. Kredit eksploitasi

Yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan menutup biaya-biaya eksploitasi perusahaan secara luas, baik untuk pembelian bahan baku, bahan penolong maupun biaya produksi lainnya.

c. Kredit perdagangan

Kredit perdagangan ini dipergunakan untuk keperluan perdagangan pada umumnya.

3. Kredit menurut jangka waktunya

a. Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang berjangka waaktu di bawah satu tahun

b. Kredit jangka menengah, yaitu kredit berjangka waktu satu tahun sampai dengan tiga tahun.

c. Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu di atas tiga tahun.

4. Kredit menurut cara pemakaiannya.

a. Kredit dengan uang muka (persekot), yaitu kredit yang diberikan sekaligus kepada debitur. Pemberian kredit tidak dilakukan secara bertahap.

b. Kredit rekening koran, yaitu kredit yang diberikan menurut besarnya kebutuhan debitur pada waktu-waktu tertentu, akan tetapi maksimum

kredit yang boleh dipergunakan oleh debitur adalah tertentu jumlahnya (tidak boleh melewati batas kredit).

5. Kredit menurut jaminannya

a. Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan tidak adanya jaminan dari debitur. Maksudnya, debitur dalam hal ini tidak memberikan jaminan (misalnya jaminan kebendaan, jaminan piutang, jaminan perorangan dan lain-lain). Akan tetapi pemberian kredit tanpa jaminan tidak berarti tidak ada jaminan sama sekali, melainkan jaminan yang berbentuk bonafidies dan prospek ussaha nasabah tetap diperhatikan dan ditekankan dengan sungguh-sungguh dalam pertimbangan kreditnya. Jaminan perkreditan dalam perkembangannya belakangan ini tidaklah merupakan faktor mutlak lagi dalam pemberian kredit. Hal ini dipertegas oleh R. Tjiptoadinugroho yang menyatakan: “Last but not least” suatu pikiran yang menyatakan bahwa pinjaman harus diukur dari besarnya jaminan adalah tidak dapat dibenarkan dilihat dari segi falsafah perkreditan. Seharusnya urutan pertanyaan yang tepat adalah berapa kebutuhan dan berapa kesanggupan peminta kredit untuk memberikan jaminan, dan tidak sebaliknya”.69 Jaminan sebenarnya ditujukan bagi perlindungan kepentingan kreditur semata- mata dalam pengembalian

69

R. Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditan, Penghayatan, Analisis dan

pinjamannya dan untuk membatasi pemberian pinjaman yang terlalu besar.

b. Kredit dengan jaminan, yaitu kredit yang diberikan dimana debitur memberikan jaminan atas pelunasan kreditnya.

3. Jaminan Kredit

Dalam undang-undang Perbankan Nomor. 14 Tahun 1967, dipergunakan istilah “jaminan”, namun kemudian istilah “jaminan” telah diubah menjadi “Agunan”. Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998: “Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”. Dalam tulisan ini agunan diserahkan bukan kepada bank namun pemberi pinjaman program kemitraan

Fungsi agunan selain sebagai pengamanan apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya, juga dapat dipergunakan hasil penjualan untuk pelunasan hutangnya. Selain itu agunan juga berfungsi: 70

a. Kreditur tidak akan kehilangan kekayaan, artinya uang/ dana yang dipinjamkan dapat diperoleh kembali.

b. Memperkecil resiko, artinya kerugian kreditur berkurang karena sebagian pinjaman dapat dibayar dari hasil penjualan barang-barang jaminan.”

70Ibid

Dalam Pasal 1131 KUH Perdata tersebut, diberi jaminan secara umum, dimana segala barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.

Hak-hak jaminan (agunan) dalam pemberian kredit dapat dibedakan menjadi jaminan kebendaan (hipotek, credietverband, gadai, fiducia) dan jaminan perorangan (borgtocht, perutangan tanggung menanggung, perjanjian garansi dan lain-lain). Sebagaimana dengan hak-hak prefenci, tujuan dari jaminan kebendaan dapat juga dikatakan bertujuan memberikan hak verhaal, yaitu hak untuk meminta pemenuhan piutangnya kepada si kreditur, terhadap hasil penjualan benda-benda tertentu dari debitur untuk pemenuhan piutangnya.71

Ciri khas dari jaminan kebendaan adalah bahwa dapat dipaksakan pemenuhannya terhadap siapapun juga, hak-hak tersebut juga senantiasa mengikuti bendanya (droit de suite: zaaksgevolg) yaitu hak-hak dan kewenangan atas benda tersebut senantiasa melekat dan mengikuti benda yang dibebaninya. Hak-hak dan kewenangan atas benda yang dibebaninya tersebut juga meliputi kewenangan untuk menjual benda yang dijaminkan tersebut apabila ternyata debitur wanprestasi.

71

Sri Soedewi Masjchon Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-pokok Hukum

Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Cetakan Kedua, Yogyakarta : Penerbit Liberty Offset, 2001),

Dokumen terkait