• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut (Balai Karantina Pertanian, 2012) terdapat beberapa metode isolasi dan pengujian jamur atau cendawan, yaitu sebagai berikut :

a. Metode Pemeriksaan Benih Kering

Pilih benih yang memiliki perbedaan warna, bentuk, ukuran, atau gejala lain akibat serangan cendawan. Benih disiapkan pada cawan petri untuk diamati dibawah mikroskop stereo. Amati morfologi dan struktur cendawan yang ditemukan. Untuk pengamatan lebih lanjut, isolasi cendawan yang ditemukan ke dalam preparat slide untuk diamati lebih detail dengan mikroskop kompon. Identifikasi cendawan temuan dengan literatur/referensi ilmiah cendawan.

b. Metode Pencucian Benih (Washing Test)

Benih sebanyak 50 butir diambil secara acak dari sampel benih yang tersedia.

Benih tersebut dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing 25 butir. Masukkan setiap kelompok benih ke dalam tabung Erlenmeyer dan kemudian beri akuades sebanyak 10 ml. Untuk mempermudah peluruhan cendawan tambahkan 1-2 tetes tween 20%. Kedua tabung Erlenmeyer tersebut dipasang pada alat pengocok (mechanical shaker) dan dikocok selama 10 menit, apabila tidak ada alat pengocok maka tabung dapat dikocok dengan kuat menggunakan tangan. Air kocokan dari tabung erlenmeyer masing-masing dimasukkan ke dalam tabung centrifuge dengan volume yang sama. Kemudian putar dengan centrifuge pada kecepatan 2000-2500 rpm selama 10-15 menit. Setelah dicentrifugasi, air kocokan dibuang sehingga yang tertinggal hanya endapan saja. Untuk Cendawan yang tak berwarna/tak berpigmen masukkan 2 ml laktofenol blue. Sedangkan untuk cendawan yang berwarna/berpigmen gunakan larutan shear solution atau laktogliserol. Kemudian aduk dengan baik atau divortex. Dengan menggunakan pipet, ambillah suspensi tersebut lalu teteskan pada gelas obyek dan tutup dengan gelas penutup. Kemudian amati dibawah mikroskop kompon propagul-propagul cendawan yang tampak.

c. Metode Kertas Saring (Blotter Test)

Lima helai kertas saring steril dilembabkan dengan mencelupkan ke dalam akuades steril, kemudian letakkan kertas saring tersebut ke dalam cawan petri steril (diameter 12,5 cm). Benih dicampur merata dan disebarkan diatas kertas saring yang telah dilembabkan tersebut sebanyak 10-25 butir untuk setiap cawannya.

Pengulangan dilakukan sebanyak 10 kali. Letakkan cawan petri dalam ruang inkubasi di bawah lampu NUV (Near Ultra Violet) 40 W atau lampu TL 40 W ADL (Artificial Day Light) dengan pengaturan penyinaran selama 12 jam terang dan 12 jam gelap secara bergantian. Setelah 7 hari inkubasi, cendawan-cendawan yang tumbuh pada benih diamati di bawah mikroskop stereo binokuler. Berilah tanda dengan pensil berwarna disamping benih mengenai cendawan yang ditemukan tersebut. Pengamatan lebih lanjut terhadap spora, piknidium, peritesium, dan bagian-bagian cendawan lainnya dilakukan di bawah mikroskop kompon. Foto atau buatlah gambar cendawan yang ditemukan selama pengamatan baik yang terlihat di bawah

mikroskop stereo maupun yang terlihat di bawah mikroskop kompon. Pengamatan juga dilakukan terhadap persentase perkecambahan benih.

d. Metode Inkubasi Agar (Agar Test)

Benih dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan larutan kloroks (NaOCl) 1

% selama 1-3 menit. Kemudian bilas dengan akuades steril selama 1 menit.

Kemudian benih ditiriskan pada kertas saring steril. Buatlah media agar (biasanya media PDA) dalam cawan petri, tunggu hingga media agar kering. Pengulangan dilakukan sebanyak 10 kali. Benih ditanam pada media agar sebanyak 10 butir per cawan petri, kemudian diinkubasi selama 7 hari dengan penyinaran lampu NUV 12 jam terang dan 12 jam gelap secara bergantian. Pengamatan dapat dilakukan pada hari ke-4 hingga ke-7, dibawah mikroskop stereo untuk melihat struktur makroskopis cendawan. Untuk melihat struktur mikroskopis cendawan, ambil bagian cendawan (hifa/miselium) yang tumbuh disekitar benih dengan menggunakan jarum/tusuk gigi kemudian letakkan pada gelas obyek dan ditutup dengan gelas penutup. Amati di bawah mikroskop kompon. Foto/gambar struktur makroskopis dari mikroskop stereo dan struktur mikroskopis dari mikroskop kompon.

e. Metode Growing on Test

Benih dicampur secara merata, kemudian dilakukan sterilisasi permukaan dengan mencelupkannya ke dalam larutan kloroks (Natrium Hipoklorit/NaOCl) 1%

selama 5 menit. Buatlah media agar (biasanya media PDA) dalam cawan petri, tunggu hingga media agar kering. Pengulangan dilakukan sebanyak 10 kali.

Selanjutnya 5-10 butir benih disemai pada media PDA pada masing-masing cawan petri. Penyebaran benih sebaiknya dilakukan di dalam laminar air flow untuk mencegah kontaminasi. Cawan petri bisa juga diganti dengan tabung reaksi.

Masukkan cawan petri ke dalam plastik tembus cahaya, kemudian tutup plastik.

Letakkan cawan petri/tabung reaksi di ruang inkubasi di bawah lampu NUV 40W atau lamptu TL 40W ADL dengan pengaturan penyinaran 12 jam terang dan 12 jam gelap secara bergantian. Setelah kurang lebih 7 hari inkubasi, dilakukan pengamatan secara makroskopis pada dasar cawan petri. Perhatikan pertumbuhan dan warna koloni cendawan yang tumbuh pada agar.

Untuk mengidentifikasi cendawan tersebut maka dari setiap koloni dibuat preparat dan diamati secara mikroskopis. Pengambilan preparat inipun sebaiknya dilakukan di dalam laminar air flow untuk mencegah kontaminasi dari udara. Jika belum terbentuk spora maka pengamatan dilanjutkan pada keesokan harinya dan seterusnya.

2.6 Antijamur

Antijamur merupakan zat berkhasiat yang digunakan untuk penanganan penyakit jamur/fungi. Umumnya suatu senyawa dikatakan sebagai zat antijamur apabila senyawa tersebut mampu menghambat pertumbuhan jamur/fungi (Siswandono, 1995). Komponen antimikroba adalah suatu komponen yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang (bakteristatik dan fungistatik) atau membunuh bakteri atau kapang (bakterisidal atau fungisidal) khususnya mikroorganisme yang merugikan manusia. Mikroorganisme adalah setiap organisme yang dapat dilihat dengan mikroskop yaitu, protozoa, bakteri, jamur dan virus.

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktifitas bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid (Febriani, 2013

2.6.1 Mekanisme Penghambatan Mikroorganisme

Keefektifan menghambat merupakan salah satu kriteria pemilihan suatu senyawa antimikroba. Semakin kuat penghambatannya semakin efektif digunakan.

Kerusakan yang ditimbulkan komponen antimikroba dapat bersifat mikrosidal (kerusakan tetap) atau mikrostatik (kerusakan sementara yang dapat kembali). Suatu komponen akan bersifat mikrosidal dan mikrostatik tergantung pada konsentrasi kultur yang digunakan. Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, menginaktivasi enzim, destruksi atau kerusakan fungsi material genetik (Febriani, 2013).

2.6.1.1 Mengganggu Pembentukan Dinding Sel

Sebagian besar fungi membentuk dinding selnya terutama dari kitin, suatu

pautan di antara gula-gula seperti yang terdapat pada selulosa dan peptidoglikan.

Mekanisme yang terjadi pada perubahan pembentukan di dinding sel disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel (Febriani, 2013).

2.6.1.2 Bereaksi dengan Membran Sel

Komponen bioaktif dapat menggangu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma, yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler, seperti senyawa phenol yang dapat mengakibatkan kebocoran lisis sel dan menyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat serta menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel (Febriani, 2013).

2.6.1.3 Menginaktivasi Enzim

Mekanisme yang terjadi menyebabkan kerja enzim akan terganggu dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan kelangsungan aktivitasnya. Akibatnya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika kondisi ini berlangsung lama maka akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhenti (inaktif).

Efek senyawa antimikroba dapat menghambat kerja enzim jika mempunyai spesifitas yang sama antara ikatan komplek yang menyusun struktur enzim dengan komponen senyawa antimikroba (Febriani, 2013).

2.6.1.4 Menginaktivasi Fungsi Material Genetik

Komponen bioaktif dapat menggangu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak material genetik sehingga terganggunya proses pembelaha sel untuk pembiakan (Febriani, 2013).

2.6.2 Uji Antimikroba

Febriani, (2013) Banyak metode yang dapat diterapkan untuk menentukan aktivitas antimikroba dimana masing-masing metode memiliki kelebihan dan

kekurangan. Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien. Terdapat macam-macam metode uji antimikroba seperti berikut :

2.6.2.1 Metode Penyebaran/Difusi (Diffusion Methods)

Prinsip metode difusi merupakan uji potensi antimikroba yang didasarkan pada pengamatan luas daerah hambatan pertumbuhan bakteri karena berdifusinya antibakteri dari titik awal pemberian kedaerah difusi. Metode difusi agar-cakram kertas merupakan teknik yang paling sering digunakan untuk menentukan kepekaan bahan antimikroba sampai senyawa kemoterapi. Dalam metode ini, ada beberapa cara yaitu cara Kirby Bauer, cara Sumuran, cara Pour Plate.

Dokumen terkait