Isolasi bakteri agarolitik dilakukan untuk memisahkan kelompok bakteri ini dari mikoorganisme lain yang umum dijumpai dalam habitatnya, kemudian ditumbuhkan menjadi biakan murni. Selanjutnya biakan murni bakteri agarolitik diseleksi berdasarkan sejumlah kriteria, diantaranya adalah kerentanan terhadap antibiotik, patogenisitas terhadap inang, ketahanan terhadap asam lambung, kemampuannya dalam menghidrolisis agar-agar, laju pertumbuhan, dan kemampuannya untuk ber-koagregasi dan menempel pada lempeng baja stainless.
Isolasi Bakteri Agarolitik
Suatu probiotik yang baik seharusnya diisolasi dari hewan inang, habitat atau pakannya sehingga dapat beradaptasi dengan lingkungan maupun saluran pencernaan inang. Isolat bakteri agarolitik yang diperoleh dari penelitian ini berasal dari berbagai sumber, meliputi air laut, abalon hasil tangkapan nelayan dari pantai Kuta dan alga merah yang diambil dari pantai Kuta, pantai Gerupuk dan Tanjung An, Kabupaten Lombok Tengah.
Hasil isolasi diperoleh 14 isolat bakteri agarolitik. Sebanyak 11 isolat berasosiasi dengan alga merah yaitu 6 isolat dari Pantai Kuta, 3 isolat dari Tanjung An dan 2 isolat dari Pantai Gerupuk. Tiga isolat lainnya diisolasi dari saluran pencernaan abalon asal Pantai Kuta (Tabel 4). Penelahaan ciri-ciri kultural, morfologi koloni dan sel menunjukkan bahwa ke-14 isolat bakteri agarolitik tersebut memiliki karakter morfologi koloni dan sel yang beragam. Sebanyak 9 isolat berbentuk batang (64%), 2 isolat berbentuk batang pendek dan 3 isolat berbentuk kokus. Warna koloni berkisar putih, krem, kuning, kecoklatan, dan pink. Tepian koloni ada yang tak beraturan, licin, bundar dengan tepian timbul dan bercabang. (Lampiran 6).
Tabel 4. Data lokasi, bahan sumber isolat, jumlah sampel, jumlah isolat dan kode isolat bakteri agarolitik
No. Lokasi Bahan sumber
isolat Jumlah sampel Jumlah isolat Kode isolat 1. Pantai Kuta, Lombok Tengah
3 jenis alga merah 9 buah 6 Alg2.1, Alg2.2, Alg3.1, Alg5.1, Alg5.2, Alg5.3 3 sampel komposit
saluran pencernaan abalon
20 ekor 3 Abn1.1, Abn1.2 Abn1.3
2. Tanjung An, Lombok Tengah
2 jenis alga merah 6 buah 3 Alg4.1, Alg4.2, Alg6
3. Pantai Gerupuk, Lombok Tengah
1 jenis alga merah 3 buah 2 Alg1.1, Alg1.3
Total 14
Hasil verifikasi aktivitas agarolitik dari ke-empatbelas isolat bakteri setelah dideteksi dengan indikator Lugol’s iodin menunjukkan bahwa semua isolat mampu membentuk zona terang kekuningan di sekitar latar gelap coklat (Gambar 5A, 5B). Zona terang yang terbentuk pada gel agar-agar setelah dituangkan iodin disebabkan oleh rusaknya struktur utas ganda akibat terputusnya ikatan hidrogen oleh aksi enzim agarase tanpa menyebabkan kerusakan pada polimer agar-agar (Agbo dan Moss 1979). Beberapa isolat mampu membentuk lubang atau mendangkalkan agar-agar pada 3-7 hari inkubasi (Gambar 5C) dan isolat Alg3.1 dapat mencairkan agar-agar separuh atau seluruhnya setelah 7-15 hari inkubasi (Gambar 5D). Agbo dan Moss (1979) menyebutkan bahwa terdapat 3 jenis aksi enzim agarase dalam mendegradasi agar-agar pada media cawan, yaitu melunakkan agar-agar (agar softening), membentuk lubang hingga kawah (pitting dan crater) dan pencairan agar-agar (agar liquefying). Bakteri yang mampu mendangkalkan ataupun mencairkan agar-agar adalah bakteri yang dapat menghasilkan enzim -agarase yang memotong ikatan α-1,3 dari agar-agar dan bakteri yang memproduksi enzim β-agarase yang memotong ikatan β-1,4 dari agar-agar.
Gambar 5. Koloni bakteri agarolitik menyebar tipis pada permukaan medium A dengan 1.8% agar-agar (A), zona bening yang terbentuk dari supernatan yang diproduksi pada kultur cair MB umur 24 jam (B), pembentukan kawah atau pendangkalan agar-agar setelah 3-5 hari inkubasi (C), dan pencairan agar-agar separuh atau seluruhnya setelah 15 hari inkubasi (D).
Koloni isolat bakteri agarolitik pada media agar-agar Sea Water Medium (SWM) ada yang bersifat mengumpul dan ada koloni yang menyebar tipis di permukaan agar-agar. Mengumpul atau menyebarnya koloni bakteri di permukaan agar-agar berhubungan dengan motilitas isolat. Isolat yang motil cenderung menyebar dipermukaan agar-agar karena terbentuknya cairan pada permukaan agar-agar sebagai hasil dari likuifikasi agar-agar. Kemampuan tiap isolat agarolitik membentuk zona bening pada media padat berbeda-beda (Tabel 5).
5B 5A
5D 5D
Tabel 5. Aktivitas agarolitik berdasarkan ukuran diameter zona bening (mm) yang terbentuk pada media agar-agar setelah dituangkan Lugol’s iodine
No Isolat Diameter koloni + zona
bening (mm)
Diameter zona bening supernatan (mm) 1 Abn1.1 31.0 34.0 2 Abn1.2 20.3 23.5 3 Abn1.3 18.3 21.5 4 Alg1.1 14.0 17.0 5 Alg1.3 19.3 24.0 6 Alg2.1 23.3 19.0 7 Alg2.2 33.3 36.5 8 Alg3.1 54.3 42.5 9 Alg4.1 19.3 24.0 10 Alg4.2 60.7 49.5 11 Alg5.1 24.7 22.0 12 Alg5.2 31.3 36.0 13 Alg5.3 21.7 20.5 14 Alg6.3 23.3 22.0
Ke-empatbelas isolat menampilkan aktivitas agarolitik yang berbeda-beda berdasarkan ukuran diameter zona bening yang dibentuk, paling kecil dicapai oleh isolat Alg1.1. dan paling besar dihasilkan Alg4.2. Tabel 5 juga memperlihatkan bahwa aktivitas agarolitik, baik itu menggunakan supernatan maupun kultur sel secara konsisten menunjukkan ukuran diameter zona bening yang hampir sama. Sebanyak 5 isolat menunjukkan derajat agarolitik yang tinggi dengan ukuran diameter zona bening lebih dari 30 mm yaitu Abn1.1, Alg3.1, Alg4.2, Alg2.2 dan Alg5.2. Perbedaan ukuran diameter zona bening ini kemungkinan disebabkan oleh kemampuan isolat dalam memproduksi enzim agarase, kelengkapan jenis enzim agarase yang dihasilkan dan juga oleh ukuran molekul enzim agarase yang berbeda-beda. Vera et al. (1998) membagi bakteri agarolitik kedalam 3 kelompok berdasarkan ukuran berat molekul enzim dan hubungannya dengan aktivitas degradasi gel agar-agar. Kelompok I dengan berat molekul 30-35 kDa, terdiri atas Pseudoalteromonas atlantica ATCC 19291, P.antartica N-1, Streptomyces coelicolor dan Pseudomonas sp. galur PT-5; kelompok II dengan berat molekul 50-59 kDa, terdiri atasAlteromonassp. galur C-1, Pseudomonas sp. galur W-7 dan P.atlantica t6c; dan kelompok III dengan berat molekul lebih dari 100 kDa yang terdiri atas spesies-spesies Vibrio. Kelompok I dan II dikenal memiliki kemampuan yang tinggi dalam melunakkan
dan mendangkalkan agar-agar karena memiliki berat molekul agarase rendah yang dapat berdifusi melalu pori-pori gel agar-agar. Kelompok III umumnya memiliki kemampuan degradasi gel agar-agar yang relatif rendah karena memiliki berat molekul yang relatif besar.
Seleksi Isolat Bakteri Agarolitik Sebagai Probiotik
Galur bakteri kandidat probiotik yang diharapkan bekerja pada saluran pencernaan inang diseleksi berdasarkan sejumlah kriteria untuk memaksimalkan perannya dalam membantu fungsi fisiologis sistem pencernaan inang dan memenuhi prinsip food additiveyang bersifat aman dan ramah lingkungan.
Resistensi Terhadap Antibiotik
Saat ini kriteria introduksi untuk galur probiotik atau competitive exclusion baru adalah kerentanannya terhadap satu atau lebih antibiotik yang umum digunakan pada manusia dan hewan akuatik. Pada penelitian ini dilakukan uji resistensi dan sensitifitas berdasarkan prosedur uji dan standar resistensi antibiotik menurut Johnson dan Case (2007).
Uji resistensi isolat dilakukan terhadap beberapa antibiotik yang memiliki mekanisme aksi yang berbeda. Antibiotik yang digunakan adalah rifampisin, tetrasiklin, ampisilin dan vankomisin. Rifampisin merupakan inhibitor RNA polimerase melalui pengikatan kuat pada subunit-β dan memblok masuknya nukleotida pertama yang dibutuhkan untuk aktivasi polimerase sehingga menghambat laju transkripsi, tetrasiklin terikat pada subunit 30S dari ribosom bakteri sehingga menghambat sintesis protein dengan menghalangi penambahan asam amino baru pada rantai peptida yang baru terbentuk, ampisilin merupakan
antibiotik turunan β-laktam yang mekanisme kerjanya merusak sintesis peptidoglikan, dan vankomisin merupakan antibiotik golongan glikopeptida yang menghambat sintesis dinding sel. Data uji resistensi terhadap antibiotik rifampisin, tetrasiklin, ampisilin dan vankomisin disajikan pada Tabel 2.
Tabel 6. Data resistensi isolat terhadap 4 jenis antibiotik berdasarkan diameter zona hambat (mm) yang terbentuk
No Kode isolat
Jenis antibiotik* Isolat Tetrasiklin Rifampisin Ampisilin Vankomisin Terpilih
Ø Status Ø Status Ø Status Ø Status
1 Abn1.1 34.5 S 20.3 S 18.0 S 13.8 S 2 Abn1.2 26.5 S 24.8 S 20.0 S 23.8 S 3 Abn1.3 31.0 S 17.8 I - - - - - 4 Alg1.1 13.0 R - - - - 5 Alg1.3 16.3 I - - - - 6 Alg2.1 16.5 I - - - - 7 Alg2.2 29.5 S 22.5 S 18.3 S 16.3 S 8 Alg3.1 27.0 S 26.3 S 34.0 S 14.0 S 9 Alg4.1 27.5 S 18.8 I - - - - - 10 Alg4.2 30.8 S 21.8 S 19.5 S 22.5 S 11 Alg5.1 32.5 S 25.5 S 20.5 S 15.3 S 12 Alg5.2 34.0 S 21.3 S 24.5 S 19.8 S 13 Alg5.3 31.0 S 16.5 R - - - - - 14 Alg6.3 15.5 I - - - -
Keterangan: * standar resistensi tetrasiklin (30 µg): <14 mm resisten, 15-18 mm intermediet, >19 peka; rifampisin (5 µg): <16 mm resisten, 17-19 mm intermediet, >20 peka; ampisilin (10 µg): <13 mm resisten, 14-16 mm intermediet, >17 peka; vankomisin (30 µg), <9 mm resisten, 10-11 mm intermediet, >12 peka
** (-) tidak diuji, S = peka, I = intermediet dan R = resisten
Data hasil penelitian (Tabel 6 dan Lampiran 7) menunjukkan bahwa 7 isolat (50%) bersifat intermediet atau resisten terhadap antibiotik. Resistensi terhadap tetrasiklin ditunjukkan oleh 3 isolat yaitu Alg1.3, Alg2.1, dan Alg6.3 yang bersifat intermediet dan 1 isolat bersifat resisten, yaitu Alg1.1. Dua isolat yaitu Abn1.3 dan Alg4.1 bersifat intermediet dan 1 isolat yaitu Alg5.3 resisten terhadap antibiotik rifampisin, sehingga secara langsung dieliminasi sebagai kandidat probiotik. Eliminasi terhadap ke-7 isolat tersebut disebabkan kemampuan bakteri mengembangkan resistensi terhadap agen antimikrobial hingga hal ini dapat menjadi ancaman bagi kesehatan manusia.
Brashear et al. (2003) melaporkan bahwa dari 55 isolat kandidat probiotik yang diuji kerentanannya terhadap 6 jenis antibiotik (eritromisin, ampisilin, tetrasiklin, trimethoprim-sulfamethoxazole, grepafloxacin, dan levofloxacin) hanya diperoleh 19 isolat yang bersifat rentan.
Resistensi pada bakteri disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adanya gen resistensi pada kromosom atau plasmid dan dapat juga karena terjadinya perubahan materi genetik baik disebabkan metilasi, insersi maupun rekombinasi, modifikasi senyawa yang menjadi target antibiotik, dan bakteri mengembangkan jalur metabolisme lain yang memintas reaksi yang yang dihambat oleh antibiotik.
Kemunculan bakteri resisten dapat menjadi salah satu petunjuk penting dari tersebarluasnya resistensi antibiotik dari patogen oportunistik. Bakteri resisten tersebut dapat meningkatkan potensi ancaman melalui transfer gen resistensi kepada patogen manusia lewat saluran gastrointestinal atau lingkungan. Isolat-isolat yang peka antibiotik diseleksi lebih lanjut.
Pertumbuhan Isolat
Kurva pertumbuhan yang menghubungkan antara jumlah sel dengan periode inkubasi disajikan pada Gambar 6 (Lampiran 7). Selama 24 jam pengamatan pada marine borth, semua isolat memperlihatkan pola pertumbuhan yang diawali oleh tahapan atau fase lag, lalu diikuti dengan fase eksponensial, fase statis dan fase kematian pada beberapa isolat.
Gambar 6. Kurva pertumbuhan isolat bakteri agarolitik berdasarkan jumlah koloni (log10 cfu/mL) selama periode inkubasi 24 jam pada 29 oC
6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 0 4 8 12 16 20 24 Ju m la h s el ( lo g 1 0 c fu /m l) Waktu (jam) Abn1.2 Abn1.1 Alg2.2 Alg3.1 Alg4.2 Alg5.1 Alg5.2
Semua isolat memperlihatkan laju pertumbuhan yang beragam. Empat isolat yaitu Abn1.2, Alg3.1, Alg4.2 dan Alg5.1 memperlihatkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding Abn1.1, Alg2.2 dan Alg5.1. Perbedaan laju pertumbuhan isolat ini diduga disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan enzim dan kelengkapan enzim dalam menyediakan substrat untuk pertumbuhan.
Fase pertumbuhan awal atau fase lag atau fase adaptasi beberapa isolat agarolitik terjadi antara 0 dan 2 jam (yaitu isolat Abn1.2, Alg3.1, Alg4.2 dan Alg5.1), sedangkan isolat lainnya (Abn1.1, Alg2.2 dan Alg5.2) terjadi antara jam 0 dan 6 jam. Lama atau cepatnya fase adaptasi ini memberi konsekuensi pada pencapaian fase logaritmik atau fase eksponensial dan laju pertumbuhan bakteri.
Fase logaritmik dimulai pada jam dan dengan kisaran waktu yang berbeda- beda antar isolat. Pada isolat Abn1.1 fase logaritmik terjadi antara jam 6 hingga jam ke-20, isolat Abn1.2, Alg4.2 dan Alg5.1 terjadi jam 2 hingga jam 12, Alg2.2 pada jam 6 hingga 16, dan jam 2 hingga jam 16 pada isolat Alg3.1. Panjang periode fase logaritmik berkisar antara 10 – 14 jam. Lama waktu fase logaritmik untuk isolat Abn1.1, Alg3.1 dan Alg5.2 yaitu sekitar 14 jam, sedangkan isolat Alg2.2, Abn1.2, Alg4.2 dan Alg5.1 yaitu 10 jam. Madigan et al. (2009) menyatakan bahwa sebagian besar mikroorganisme uniseluler tumbuh eksponensial namun dengan laju yang bervariasi karena dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti suhu, komposisi kimia dan ciri genetika mikroorganisme sendiri. Perbedaan waktu yang dibutuhkan untuk memulai fase logaritmik dan panjang periode fase logaritmik menggambarkan keberagaman isolat serta laju metabolismenya dalam memanfaatkan nutrisi yang tersedia.
Laju pertumbuhan mikroorganisme yang berbeda dapat dievaluasi berdasarkan waktu generasi (g) dan laju pertumbuhan spesifik (k) (Madigan et al. 2009). Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk melipatgandakan populasi, sedangkan laju pertumbuhan spesifik merujuk pada jumlah generasi yang terbentuk per satuan waktu sepanjang pertumbuhan eksponensial. Hasil perhitungan waktu generasi dan laju pertumbuhan spesifik pada Tabel 7.
Tabel 7. Waktu generasi dan laju pertumbuhan spesifik isolat bakteri agarolitik yang ditumbuhkan pada medium Marine Broth pada 29 oC selama 24 jam
Isolat Waktu generasi (jam) Laju pertumbuhan spesifik (jam-1)
Abn1.1 3.72 0.081 Abn1.2 1.88 0.160 Alg2.2 2.37 0.127 Alg3.1 2.44 0.123 Alg4.2 1.70 0.177 Alg5.1 1.94 0.155 Alg5.2 3.18 0.095
Data hasil penelitian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa ke-7 isolat menunjukkan laju pertumbuhan yang beragam berdasarkan nilai waktu generasi dan laju pertumbuhan spesifik. Laju pertumbuhan tertinggi dicapai oleh isolat Alg4.2 dan yang terendah adalah isolat Abn1.1. Waktu generasi bervariasi bergantung pada mikrooorganisme, media pertumbuhan dan kondisi inkubasi. Sebagian besar bakteri menunjukkan waktu generasi antara 1-3 jam pada kondisi pertumbuhan optimum (Madigan et al. 2009)
Isolat kandidat probiotik yang baik adalah isolat yang memiliki laju pertumbuhan yang tinggi yang memungkinkan isolat berkompetisi dengan bakteri lain untuk menempel pada situs permukaan saluran pencernaan inang. Kurva pertumbuhan bakteri selain mengindikasikan laju pertumbuhan bakteri, juga dapat digunakan sebagai dasar untuk penentuan konsentrasi inokulum.
Kekuatan Pencairan Agar-Agar dan Kombinasi Terbaik
Aplikasi probiotik ditujukan untuk kepentingan berbeda-beda dan dengan fungsi yang berbeda pula, sehingga menuntut adanya proses pengujian yang selektif sesuai dengan fungsi probiotik yang diinginkan. Pada penelitian ini, dilakukan seleksi bakteri probiotik yang dapat menghasilkan enzim pencernaan eksogen, dalam hal ini adalah enzim agarase. Oleh karena itu, terhadap ke-8 isolat dilakukan uji kemampuannya dalam mencairkan agar-agar pada media agar-agar SWM dalam tabung reaksi. Kekuatan pencairan diukur berdasarkan kedalaman pencairan dalam millimeter (Tabel 8).
Tabel 8. Kekuatan likuifikasi agar-agar 7 isolat bakteri agarolitik pada media agar-agar SWM selama 7 hari dan diinkubasi pada 29oC
No Kode isolat Laju pencairan/pendangkalan (mm/7hr)
1 Abn1.1 <1.0 Pendangkalan 2 Abn1.2 1.4 Pendangkalan 3 Alg2.2 <1.0 Pendangkalan 4 Alg3.1 10.0 Pencairan 5 Alg4.2 7.5 Pencairan 6 Alg5.1 3.5 Pencairan 7 Alg5.2 1.3 Pendangkalan
Dua isolat memiliki kemampuan tinggi dalam mencairkan agar-agar, yaitu Alg3.1 dan Alg4.2 masing-masing sebesar 10 dan 7.5 mm selama 7 hari inkubasi. Sebaliknya semua isolat yang berasal saluran pencernaan abalon mampu mendangkalkan agar-agar atau membentuk lubang kecil disekitar koloni. Kemampuan mendangkalkan atau mencairkan agar-agar berbeda-beda pada tiap galur bakteri agarolitik, bergantung pada jenis enzim agarase yang dihasilkan oleh isolat tersebut dan derajat ekspresi gen penyandi enzim agarase yang dapat diukur berdasarkan jumlah protein enzim yang diproduksi. Semakin lengkap perangkat enzim agarase yang dimiliki semakin sempurna hidrolisis agar-agar dan semakin tinggi konsentrasi monomer yang dihasilkan. Demikian pula, isolat yang dapat memproduksi enzim agarase dengan konsentrasi yang tinggi akan menghasilkan derajat hidrolisis agar-agar yang tinggi pula. Kasus pada Alteromonassp. galur C-1 menunjukkan bahwa galur ini dapat mencairkan agar- agar meskipun ukuran molekul enzimnya besar (59 kDa) karena galur C-1 mampu menghasilkan enzim agarase dalam konsentrasi yang tinggi (Vera et al. 1998)
Adanya perbedaan produk hasil hidrolisis enzim agarase ini memberi isyarat pentingnya dilakukan uji kombinasi antar isolat, selain karena di alam bakteri umumnya hidup dalam bentuk campuran juga untuk mendapatkan kombinasi aktivitas agarase terbaik. Uji ini dilakukan dengan menggunakan supernatan bebas sel yang mengandung ekstrak kasar enzim agarase dan diaplikasi pada media agar-agar 1.2% dengan metode sumuran (Gambar 7, Lampiran 8).
Gambar 7. Aktivitas agarolitik kultur campuran berdasarkan diameter zona bening yang dihasilkan ekstrak enzim kasar pada media agar-agar yang diinkubasi pada 29oC selama 4 jam. 1 Abn1.2, 2 Abn1.1, 3 Alg2.2, 4 Alg3.1, 5 Alg4.2, 6 Alg5.1 dan 7 Alg5.2. Data disajikan sebagai rata- rata dari 3 ulangan (±S.E)
Ukuran zona bening terbesar untuk kultur tunggal dimiliki oleh isolat Alg4.2 dan Alg3.1 dengan diameter 26.83 dan 25.5 mm, sedangkan yang terkecil ditunjukkan oleh isolat Alg2.2. Aktivitas agarolitik kombinasi antara isolat Abn1.2 dengan Alg3.1 dan Abn1.2 dengan Alg4.2 memberikan hasil terbaik dengan ukuran zona bening berturut-turut 32.50 dan 32.83 mm. Hasil analisis dengan uji t menunjukkan bahwa kombinasi isolat Abn1.2 dengan Alg3.1 dan Abn1.2 dengan Alg4.2 berbeda nyata (P<0.05) dengan kombinasi yang lainnya. Kultur campuran antara isolat Abn1.2 dengan Alg3.1 maupun antara Abn1.2 dengan Alg4.2 merupakan kombinasi yang menarik karena merupakan gabungan antara isolat yang bersifat mendangkalkan agar-agar dengan yang mencairkan agar-agar.
Berdasarkan laju pertumbuhan, kekuatan pencairan agar-agar dan aktivitas agarolitik dari kultur campuran diperoleh tiga isolat yang paling potensial sebagai probiotik penghasil enzim eksogen agarase untuk abalon, yaitu isolat Abn1.2, Alg3.1 dan Alg4.2, maka seleksi selanjutnya dilakukan terhadap ke-tiga isolat tersebut. 0 5 10 15 20 25 30 35 40 1 1 + 2 1 + 3 1 + 4 1 + 5 1 + 6 1 + 7 2 2 + 3 2 + 4 2 + 5 2 + 6 2 + 7 3 3 + 4 3 + 5 3 + 6 3 + 7 4 4 + 5 4 + 6 4 + 7 5 5 + 6 5 + 7 6 6 + 7 7 A k ti v it as a g ar o li ti k ( zo n a b en in g , m m )
Patogenisitas Isolat Kandidat Probiotik
Sebelum dinyatakan sebagai kandidat probiotik, ke-tiga isolat diuji patogenisitasnya terhadap spat atau fase juvenil awal abalon dan terhadap Gracilaria sp. Perlakuan dalam uji patogenisitas terhadap abalon dilakukan dengan berbagai tingkat konsentrasi sel isolat bakteri agarolitik.
Tabel 9. Rataan mortalitas spat abalon (ukuran 0.5-0.7 cm) yang diberi isolat bakteri agarolitik pada konsentrasi berbeda selama 6 hari pengamatan Konsentrasi inokulum
(cfu/ml)
Mortalitas (%)
Abn1.2 Alg3.1 Alg4.2
0 0 1.65 0
105 0 0 0
106 0 1.65 0
107 0 0 1.65
Hasil penelitian pada Tabel 9 menunjukkan bahwa semua isolat bakteri agarolitik kandidat probiotik yang diuji tidak bersifat patogen terhadap spat. Hal ini dapat terlihat rataan mortalitas spat abalon yang rendah (berkisar 0-1.65%). Kematian yang terjadi pada spat baik pada kontrol maupun perlakuan lebih disebabkan oleh kekuranghatian pada saat pemindahan spat dari feeder plate (substrat tempat spat abalon menempel) pada bak pemeliharaan larva ke wadah uji. Cai et al. (2006) menggunakan konsentrasi 103-106 cfu/ml untuk menguji patogenisitas V. haemolyticusterhadap juvenil abalon. Suatu galur bakteri disebut patogen atau virulen bila memiliki LD50 pada 104-105 cfu/ml, dan suatu galur bakteri dipertimbangkan tidak virulen bila memiliki LD50 pada >108 cfu/ml.
Selanjutnya ke-tiga isolat diuji patogenisitasnya terhadap Gracilaria sp. (Tabel 10).
Tabel 10. Patogenisitas isolat terhadap Gracilariasp. selama 6 hari pengamatan
No Kode isolat
Pemutihan ujung talus (white tip)
Keterangan Kontrol Ekstrak enzim kasar Suspensi sel (107cfu/ml)
Air steril 100 µl 500 µl 0.5% (v/v) 1% (v/v)
1 Abn1.2 - - - Negatif
2 Alg3.1 - - - Negatif
Hasil pada Tabel 10 menunjukkan bahwa ke-tiga isolat tidak bersifat patogen terhadap Gracilaria sp. baik dalam bentuk ekstrak enzim kasar maupun suspensi selnya. Data ini menunjukkan bahwa ke-tiga isolat aman digunakan sebagai kandidat probiotik abalon. Selama ini eksplorasi bakteri kandidat probiotik akuakultur lebih ditujukan pada bakteri asam laktat yang telah dikenal luas aman bagi manusia, seperti Lactobacillus sp., Carnobacterium sp., dan Bifidobacterium sp. (Gatesoupe 2008; Suzer et al. 2008). Namun demikian, golongan bakteri ini bukan merupakan mikrobiota normal pada moluska laut sehingga jarang ditemukan pada saluran pencernaannya, akibatnya seleksi probiotik lebih diarahkan pada bakteri yang dominan pada saluran pencernaan moluska seperti Vibrio, Pseudomonas, Aeromonas dan Bacillus (Zhou et al. 2012; Prado et al. 2010; Tanaka et al. 2004). Berdasarkan hasil uji patogensitas isolat terhadap abalon maupun pakan alaminya, ke-tiga isolat dapat dinyatakan aman digunakan sebagai probiotik.
Viabilitas Sel pada Air Laut
Kemampuan bakteri untuk tetap survive atau viable pada lingkungan tempat isolat bakteri akan diintroduksi merupakan salah satu persyaratan probiotik. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkan bakteri pada air laut steril dan hanya diberi substrat berupa agar-agar. Pengamatan dan penghitungan populasi bakteri dihitung tiap 12 jam selama 48 jam.
Tabel 11. Viabilitas sel pada air laut steril yang diberi substrat agar-agar
Jam ke- Konsentrasi sel (cfu/ml)
Alg3.1 Abn1.2 Alg4.2
12 4.8 x 107 2.4 x 107 5.2 x 107
24 4.2 x 107 2.0 x 107 3.9 x 107
48 1.9 x 107 9.8 x 106 1.2 x 107
Populasi bakteri (Tabel 4) cenderung menurun setiap jam pengamatan. Setelah 24 jam inkubasi jumlah sel mulai berkurang dan pada 48 jam pengamatan jumlah sel bakteri pada air laut tersisa kurang dari setengah populasi sel pada 12 jam pengamatan. Hal ini dapat terjadi karena sel bakteri telah memasuki fase
kematian. Data laju pertumbuhan pada Gambar 6 menunjukkan bahwa ketiga isolat mulai memasuki fase kematian pada jam ke-20 setelah inkubasi. Selain itu, diketahui bahwa air laut sangat miskin nutrisi esensial dan pemberian sumber karbon berupa agar-agar tanpa disertai dengan faktor tumbuh seperti asam amino, lemak, dan vitamin tidak dapat menunjang pertumbuhan bakteri dengan baik, sehingga sel bakteri dapat dengan segera memasuki fase kematian.
Data ini memberi petunjuk penting mengenai jangka waktu pemberian probiotik. Oleh karena populasi bakteri kandidat probiotik tersisa separuhnya setelah 48 jam maka pemberian probiotik sebaiknya dilakukan setiap 48 jam sekali sampai membentuk populasi yang stabil dalam saluran pencernaan abalon. Hasil penelitian ini sejalan dengan Macey dan Coyne (2006) yang menyarankan pemberian probiotik Pediococcus sp. Ab1 dilakukan setiap 48 jam selama 2 minggu untuk memaksimalkan manfaatnya bagi inang. Sementara Iehata et al. (2009) melaporkan bahwa pemberian probiotik Lactobacillus sp. galur a3 menunjukkan populasi yang stabil pada saluran pencernaan abalon setelah pemberian selama 3 minggu.
Ketahanan Terhadap pH Asam dan Basa
Oleh karena tembolok dan lambung abalon bersifat asam maka isolat bakteri kandidat probiotik yang diharapkan berkontribusi dalam penyediaan enzim pencernaan abalon harus memiliki kemampuan untuk dapat bertahan hidup pada kondisi asam. Ketahanan isolat terhadap asam lambung direfleksikan dengan kemampuannya bertahan dalam media cair asam, yang dinyatakan sebagai selisih log jumlah bakteri pada media kontrol dengan media perlakuan selama periode inkubasi. Semakin kecil selisih antara kontrol dengan perlakuan maka semakin tahan isolat terhadap asam lambung. Hasil pengujian ketahanan terhadap kondisi
asam lambung (media MB pH 2.5 dan pH 4.5), usus (pH 6.5) dan kolom air (pH 7.5) disajikan pada Tabel 12 dan Gambar 8.
Tabel 12. Selisih log (cfu/mL) antara jumlah isolat dalam media pH 2.5, pH 4.5, pH 6.5 dan pH 7.5 dengan kontrol (pH 7.0) pada periode 8 dan 24 jam inkubasi
Waktu pengamatan
pada 8 jam pada 24 jam
Isolat log K0* log Pt** log K0– logPt log K0* log Pt** log K0 - log Pt