• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isu Isu dan Prioritas Pembangunan Nasional dan Provinsi

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang (Halaman 49-54)

Surply Tenaga Listrik Kota Batam Tahun 2012

2.3 Isu Isu dan Prioritas Pembangunan Nasional dan Provinsi

Isu-isu strategis dan prioritas nasional memiliki pengaruh yang cukup fundamental dalam menentukan arah pembangunan di daerah selain isu isu strategis yang bersifat lokal. Hal ini disebabkan arahan dan indikasi target capaian nasional merupakan juga target yang akan dicapai oleh seluruh pemerintah daerah. Selain itu, arah kebijakan dan prioritas nasional juga

akan menentukan besar dan jumlah program pemerintah pusat yang akan dilaksanakan baik secara langsung maupun melalui pemerintah daerah.

Dalam Rancangan Tata Ruang (RTR) Pulau Sumatera, pusat-pusat pertumbuhan yang diklasifikasikan kedalam Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dimana Kota Batam diarahkan untuk mengembangkan kegiatan industry pengolahan untuk mendorong perkembangan komoditas-komoditas unggulan seperti perikanan dan pariwisata. Sementara peranan PKN Batam sebagai pusat industry pengolahan untuk tujuan ekspor tetap dipertahankan.

2.3.1 Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) 2015

Hitung mundur tenggat waktu pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) tahun 2015 kian mendekat, namun dari 8 (delapan) sasaran / target yang ingin dicapai masih terdapat beberapa hal yang masih belum tercapai namun masih memungkinkan untuk dicapai serta beberapa sasaran masih ada yang dalam kriteria mengkhawatirkan atau sulit untuk dipenuhi. Esensi utama dari tujuan pembangunan millennium sebagaimana yang dicanangkan dalam deklarasi MDGs di United Nation Summit pada bulan September tahun 2000 di New York pada dasarnya berfokus pada penanganan aspek kemanusiaan dalam rangka memerangi kemiskinan dan peningkatan kualitas SDM serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Delapan target yang dikenal sebagai MDGs (millennium development goals) dapat dijabarkan sebagai penghapusan kemiskinan dan kelaparan, pendidikan, kesetaraan jender, penurunan angka kematian bayi, kesehatan ibu, penanggulangan HIV/AIDS, malaria dan penyakit-penyakit lain, lingkungan berkelanjutan, serta kerja sama pembangunan global.

Indonesia saat ini menghadapi 4 (empat) masalah pokok kependudukan yang terkait erat dengan tujuan MDGs yaitu: tingkat kelahiran yang tinggi, distribusi penduduk yang tidak merata, pengangguran dan kemiskinan, serta urbanisasi desa-kota. Meskipun pernah mengalami era keberhasilan dalam program kependudukan lewat Keluarga Berencana (KB) dan slogan ‘dua anak cukup’ guna mencapai ‘zero growth population’ namun saat ini tingkat demografi Indonesia sangat memprihatinkan. Badan Pusat Statistik memberikan data prediksi tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 254,5 juta-255,8 juta jiwa.

Struktur kependudukan didominasi oleh usia muda yang berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan terhadap fasilitas pendukung pertumbuhan dari sisi kebutuhan pangan hingga sarana kesehatan dan pendidikan. Angka ketergantungan penduduk menjadi tinggi yang menjadi beban oleh kelompok usia produktif sebagai pencari nafkah. Ini akan mengakibatkan keluarga dengan penghasilan yang pas-pasan akan sangat mudah jatuh ke dalam kelompok keluarga miskin begitu ada faktor pengganggu keuangan seperti pendidikan dan kesehatan. Sebaliknya, kemiskinan akan membuat penduduk usia muda tidak sehat dan tidak mendapat pendidikan tinggi sehingga akhirnya tidak dapat bersaing mendapatkan pekerjaan.

Untuk itulah pentingnya tujuan MDGs ini dituangkan dalam penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahunan, dan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sehingga demikian juga diharapkan kepada seluruh pemerintah daerah baik provinsi maupun kota/kabupaten untuk juga menuangkan tujuan MDGs ke dalam indikator dokumen dokumen perencanaan pembangunan daerah sehingga tujuan tersebut dapat tercapai.

Hingga tahun 2011 tujuan MDGs yang telah berhasil dicapai Indonesia adalah tujuan MDG I, yaitu Indonesia berhasil membuat proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 1,00 per kapita per hari. Tujuan MDG III yaitu rasio APM perempuan terhadap laki-laki SMA/MA/Paket C dan rasio angka melek huruf perempuan terhadap laki-laki umur 15-24 tahun juga telah berhasil dilampaui berdasarkan data dari Bappenas tahun 2012.

2.3.2 Isu Kesetaraan Gender

Pada tahun 2007, tingkat pencapaian kesetaraan dan keadilan gender (IKKG) di Indonesia dalam lima aspek pembangunan yang diukur adalah sebesar 79,3%. Nilai ini memberikan indikasi adanya 20,7% kerugian/kegagalan pencapaian pembangunan manusia akibat dari adanya ketidaksetaraan gender terkait dengan kualitas hidup dan perlindungan terhadap kekerasan di Indonesia (Publikasi Bappenas, 2012). Sementara itu data IKKG Indonesia tahun 2010, sebesar 79,6% memperlihatkan tidak adanya peningkatan yang signifikan dalam kesetaraan dan keadilan gender.

Seperti yang telah diketahui bersama bahwa Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah merupakan salah satu prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014, selain itu juga tiga isu/kebijakan nasional terkait penegarusutamaan gender yaitu peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan, perlindungan perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan dan peningkatan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan.

IKKG ini meliputi 5 (lima) aspek, yaitu aspek kesehatan reproduksi, aspek pencapaian pendidikan, aspek partisipasi ekonomi, aspek keterwakilan di jabatan publik dan kelima aspek perlindungan dari tindak kekerasan. Lalu lima aspek tersebut dijabarkan lebih lanjut menjadi 12 (dua belas) indicator IKKG meliputi indicator proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih dan angka kelahiran remaja (AKR) usia 15-19 tahun untuk aspek pertama. Lalu aspek kedua, ada indicator proporsi penduduk usia 25 tahun dengan pendidikan minimal tamat SLTP dan rata rata lama bersekolah penduduk usia 25 tahun ke atas. Sedangkan aspek ketiga, indikatornya tingkat partisipasi angkatan kerja, proporsi status kerja sebagai pekerja dibayar dan tingkat upah atau gaji bersih.

Aspek keempat meliputi, presentase keterwakilan di dalam lembaga legislative, persentase keterwakilan di dalam lembaga eksekutif, serta keterwakilan di dalam lembaga yudikatif. Indikator rasio antara jumlah kasus kekerasan yang dialami perempuan atau laku-laki di luar rumah atau di tempat kerja dan rasio jumlah kekerasan yang dialami perempuan atau laki-laki di dalam rumah tangga atau domestic merupakan turunan aspek yang terakhi atau kelima.

Namun yang lebih penting dari itu adalah bagaimana mengupayakan kesadaran bahwa kesetaraan jender adalah kunci untuk mencapai kesejahteraan (kesehatan, pendidikan, dan eknomi), keadilan, dan kemajuan dalam demokrasi.

2.3.3 Program Pengentasan Kemiskinan

”Setiap kemiskinan memiliki penyebab masing-masing sehingga penyelesaiannya harus satu persatu, tidak ada resep umum” (Jeffrey D

Sachs-The End of Poverty).

Kemiskinan merupakan permasalahan multidimensi sehingga dalam penyelesaiaannya memerlukan penanganan lintas bidang dengan dukungan dari berbagai pihak mulai dari kementerian/lembaga di pusat maupun dinas teknis di tingkat daerah, sampai pada perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, swasta dan masyarakatnya sendiri. Penurunan kemiskinan yang ditandai dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat miskin dapat dicapai jika terjadi peningkatan dan perluasan terhadap akses pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan keberdayaan masyarakat untuk dapat berperan aktif dalam proses pembangunan serta peningkatan ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan usaha mereka.

Tahun 2010, tingkat kemiskinan nasional telah dapat diturunkan menjadi 13,33 persen dari 14,15 persen pada tahun 2009. Lalu semakin rendah pada tahun 2011 dengan 12,49 persen dan sampai dengan September 2012 angka kemiskinan sebesar 11,66 persen (sumber: Review

RPJMN 2010-2015) mendekati target yang dicanangkan dalam RPJMN 2010-2015 yaitu 10,

kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, serta didukung dengan strategi dan kebijakan ekonomi makro yang kondusif, sehingga dapat menciptakan kestabilan ekonomi yang dibutuhkan dalam menurunkan angka kemiskinan.

Sedangkan angka kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2010 menurut data BPS adalah sebesar 8,05 persen, jauh lebih baik dari angka kemiskinan nasional. Namun hal ini tetap mendapat perhatian khusus bagi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau beserta pemerintah kabupaten/kota dan menjadi salah satu prioritas daerah yang ingin dicapai dan dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) serta Rencana Kerja Pemerintah Daerah setiap tahunnya.

Pengentasan Kemiskinan menjadi program unggulan Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau yang dijabarkan dalam Visi dan Misi di dalam RPJMD Provinsi Kepri Tahun 2010-2015. Dengan bekerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota se Provinsi Kepulauan Riau melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) dengan dipimpin oleh Wakil Gubernur dengan pola sharing dana 2 : 1. Program Pengentasan Kemiskinan ini mencakup beberapa kriteria pembiayaan yang terangkum dalam 3 (tiga) program/kegiatan kemiskinan yaitu: Program Pemenuhan Hak-Hak Dasar Penduduk Miskin, Program Rumah Layak Huni, dan Program Pembinaan Unit Usaha Penduduk Miskin/Desa Tertinggal.

BAB III

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang (Halaman 49-54)

Dokumen terkait