• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

F. Item Respon Theory (IRT)

Teori tes modern didasari oleh sifat-sifat atau kemampuan yang laten, berupa kinerja (performance) atau respons subjek terhadap butir soal tertentu. Dimana teori ini menggunakan model sifat laten (latent traits model). Sehingga teori ini dikenal sebagai teori respons butir soal atau Item Response Theory (IRT) (Suryabrata, 2005). Menurut Hambleton, (1991),

(dalam Suryabrata, 2005), teori respon butir dilandasi oleh kinerja yang menjadi subjeknya. Kinerja subjek pada suatu butir soal dapat diprediksi atau dijelaskan dari segi faktor berupa sifat dan kemampuan.Kinerja subjek lainnya berupa fungsi meningkat secara monotonik atau fungsi karakteristik butir soal yang terlihat pada Item Characteristic Curveatau (ICC). Dimana semakin baik performance subjek akan semakin banyak respon (jawaban pada item tes) yang benar.

1. Asumsi Teori Respon Butir

Suatu asumsi yang digunakan dalam model IRT ialah hanya satu kemampuan yang diukur oleh butir-butir soal yaitu perangkat tes. Menurut Hambleton, (1991), (dalam Suryabrata, 2005), teori respon butir mempunyai beberapa asumsi, antara lain, yaitu unidimensionalitas, local independece dan fungsi karakteristik butir soal yang menyatakan hubungan sebenarnya (true relationship) antara variabel yang tak dapat diobservasi (kemampuan) dengan variabel yang dapat diobservasi, yaitu respons butir soal. Asumsi unidimensionalitas menggambarkan bahwa hanya satu kemampuan yang diukur oleh sekumpulan butir-butir soal dalam tes. Dimana adanya faktor-faktor dominan yang mempengaruhi hasil suatu tes. Faktor-faktor tersebut yang disebut kemampuan yang diukur oleh suatu tes.

Sedangkan local independence atau ketidaktegantungan local menyatakan bahwa sikap kemampuan yang mempengaruhi suatu tes ialah konstan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa asumsi ini tidak

ada korelasi antara respon peserta tes pada butir soal yang berbeda. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kemampuan yang dinyatakan dalam model ini adalah satu-satunya faktor yang mempengaruhi respon peserta tes pada butir-butir soal.

2. Model Teori Respon Butir

Model teori respon butir dapat dikategorikan berdasarkan jumlah respon yang diskor, yaitu dikomotomi dan politomi. Pada model dikotomi, respon aitem diskor ke dalam dua kelompok yang menunjukkan sukses (1) atau gagal (2). Item pilihan berganda juga termasuk ke dalam model dikotomi karena walaupun memiliki banyak pilihan jawaban, namun jawaban tetap di skor sebagai benar atau salah (Embretson, 2000)dalam Suryabrata, (2005). Pada model politomi, sebuah aitem memiliki lebih dari dua pilihan respon jawaban. Masing-masing respon tersebut memiliki nilai skor yang berbeda-beda pula. Contohnya seperti item model Likert yang mana setiap pilihan jawaban di skor dari rentang 1 sampai 5 (Embretson, 2000) dalam Suryabrata, (2005).

Teori respon butir memiliki 4 model fungsi distribusi logistik, yaitu model logistik 1 parameter, model logistik 2 parameter, model logistik 3 parameter dan 4 model logistik parameter (Naga, 1992) dalam Sudaryono, (2013). Perbedaan empat model ini terletak pada jumlah parameter yang digunakan.

Model paling sederhana dalam teori respon butir adalah model logistik 1 parameter yang dikenal sebagai model Rasch. Model Rasch hanya menggunakan parameter b atau kesulitan item untuk membedakan antar item. Variabel independen dalam

model ini adalah trait score (Өs) dan tingkat kesulitan item (βi).

Sedangkan variabel dependennya adalah respon dikotomi (sukses atau gagal, benar atau salah) dari orang tertentu tentang suatu item. Terdapat dua versi variabel dependen, yaitu log odds dan probability (Embretson, 2000) dalam Suryabrata, (2005).

Pada log odds dalam Rasch model, odds menunjukkan rasio jumlah benar dengan jumlah berhasil (Embretson, 2000) dalam Suryabrata, (2005). Rasio ini terlihat dari perbedaan antara trait score (Өs) dengan tingkat kesulitan aitem (βi).

Sehingga rasio kemungkinan berhasil untuk subjek s pada item i, yaitu Pis, terhadap kemungkinan gagal, yaitu 1- Pis, ditunjukkan seperti berikut ini:

In [Pis / (1 - Pis)] = Өs - βi (1)

Ketika tingkat kesulitan item meningkat, maka log odds akan menurun. Ketika tingkat kesulitan item sama dengan trait level, log odds akan bernilai 0. Jika trait level lebih besar daripada tingkat kesulitan item, maka orang tersebut akan lebih mungkin untuk berhasil. Sebaliknya, jika tingkat kesulitan item lebih besar daripada trait level, maka orang tersebut lebih

berkemungkinan untuk gagal (Embretson, 2000) dalam Suryabrata, (2005).

Terdapat beberapa ciri dari Rasch model seperti di bawah ini (Embretson, 2000) dalam Suryabrata, (2005).

(1) Estimasi trait level dapat dilakukan pada item manapun yang telah diketahui tingkat kesulitan itemnya.

(2) Kedua properti item dan trait level berkaitan dengan perilaku karena pada subjek dan item terdapat parameter-parameter yang terpisah.

(3) Trait level dan properti item merupakan variabel independen yang dapat diestimasi secara terpisah.

(4) Probabilitas respon akan meningkat dengan menjumlahkan nilai konstan ada trait level atau dengan membagi kesulitan item dengan nilai konstan tersebut.

b) Model Logistik 2 Parameter

Model logistik 2 parameter mempunyai dua elemen dalam bentuk, yaitu parameter kesulitan item dan parameter daya beda. c) Model Logistik 3 Parameter

Model logistik 3 parameter memiliki dengan elemennya, yaitu parameter kesulitan item, daya pembeda, dan peluang tebakan yang ditunjukkan pada item pilihan ganda.

Model logistik 4 parameter untuk menganalisis dengan melihat parameter kesulitan item, parameter daya beda, parameter peluang tebakan dan penyebab lain.

Pada penelitian ini, model yang dipilih adalah model logistik 1 parameter untuk melihat parameter kesulitan aitem pada sub tes RA dengan alasan lebih praktis dan lebih mudah untuk dilakukan oleh peneliti. Metode estimasi yang akan digunakan adalah metode kemungkinan maksimum marginal. Metode ini disarankan karena membantu mengurangi pengaruh panjang tes maupun sampel dengan asumsi bahwa distribusi kemampuan adalah normal.

3. Parameter Teori Respon Butir

Pada teori respon butir terdapat tiga unsur parameter yaitu paramater item, parameter peserta dan parameter respon (Naga, 1992). Ketiga unsur ini berhubungan sehingga menghasilkan fungsi atau Kurva Karakteristik Item. Hal ini tampak dari respon peserta terhadap item yang berhubungan dengan atau dapat ditentukan oleh ciri item atau ciri peserta yang bersangkutan. Dalam hubungan ini,

ciri peserta dinyatakan melalui parameter peserta (Ө), ciri item dinyatakan melalui tiga parameter item a, b, dan c, serta ciri respon

dinyatakan dalam bentuk probabilitas jawaban benar (P(Ө)).

Parameter peserta (Ө) hanya bisa diukur melalui respon subjek

nilai baku untuk parameter peserta membentang dari minus tak terhingga sampai positif tidak terhingga. Namun secara praktis, nilai baku yang dianggap berguna hanya terletak antara -4 sampai +4.

Parameter item a adalah parameter item yang berkaitan dengan daya beda yaitu kemampuan item untuk mempertegas perbedaan subjek yang mampu menjawab dengan benar dan yang tidak. Nilai parameter item a bergerak dari 0 sampai dengan +2. Kemudian, parameter item b adalah parameter item yang berkaitan dengan kesulitan item yaitu sulit atau mudahnya item tersebut untuk dijawab oleh subjek. Nilai parameter item b bergerak dari -2 sampai +2. Sedangkan parameter item c adalah parameter yang berkaitan dengan peluang tebakan semu subjek yakni peluang yang dapat menyebabkan subjek secara kebetulan menjawab item tersebut dengan benar. Nilai responsi atau jawaban benar dari subjek terhadap item tersebut terletak di antara 0 dan 1.

4. Dikotomus

Pada pengukuran pendidikan, kesehatan, psikolog dan lainnya, penskoran sering dilakukan secara dikotomi. Misalnya pada pendidikan, evaluasi hasil belajar, peserta didik menjawab benar diberi skor 1 dan menjawab salah diberi skor 0. Jumlah skor tersebut akan dijadikan sebagai skor total. Dalam pendekatan teori respon butir terdapat dua alternatif yang dilakukan.

Alternatif tersebut yaitu prinsip relativitas dan prinsip probabilitas. Prinsip relativitas, unit dasar pengukuran berfokus pada performance peserta didik relatif terhadap butir. Menurut Keeves dan Alagumalai, dalam Retnawati, (2014, p. 13), jika kemampuan peserta didik melampau tingkat kesukaran butir, maka respon peserta didik diharapkan benar, jika kemampuan peserta didik kurang dari tingkat kesukaran butir maka respon peserta didik diharapkan salah.

5. Politomus

Menurut Van Der Linder dan Hambelton, dalam Retnawati, (2014), model politomi antara lain Nominal Respon Model (NRM), Rating Scale Model (RSM), Partial Credit Model (PCM), Graded Respons Model (GRM) dan Generalized Partial Credit Model (GPCM). Model respon butir politomi dikategorikan model respon butir nominal dan ordinal. Butir dengan hasil jawaban tidak berurutan dan memiliki tingkat kemampuan yang diukur, maka penskorannya menggunakan model respon butir nominal. Sedangkan, model respon butir ordinal digunakan pada jawaban dengan kategori tertentu secara tersusun. Penskoran yang sering digunakan yaitu GRM, PCM dan GPCM. Skala Likert merupakan contoh dari penskoran ordinal model GRM.

Dalam Ratnawati, (2014), pada skala Likert, peserta dapat menjawab Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Penskoran dibedakan antara

pernyataan positif dan pernyataan negatif. Skor pernyataan positif, Sangat Setuju diberi skor 5, Setuju skor 4, Netral skor 3, Tidak Setuju skor 2 dan Sangat Tidak Setuju skor 1. Sedangkan, skor pada pernyataan negatif, Sangat Setuju skor 1, Setuju skor 2, Netral skor 3, tidak Setuju skor 4 dan Sangat Tidak Setuju skor 5.

Dokumen terkait