• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH BANK DALAM

E. Jaminan Terhadap Perlindungan Nasabah Berdasarkan

1. Melalui Penegakan Hukum Perdata

Dalam melakukan penegakan hukum perdata, maka setiap orang berhak untuk mengajukan gugatan, adapun gugatan itu antara lain:

a) Pembatalan atas penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain (Pasal 23 ayat (3) UU ITE)

182

b) Ganti kerugian atas penggunaan informasi data pribadi oleh orang lain (Pasal 26 ayat (2) UU ITE)

c) Ganti kerugian atas penyelenggaraan sistem elektronik/ penggunaan teknologi informasi yang menimbulkan kerugian (Pasal 38 ayat (1) UU ITE)

Oleh Penyelenggara Negara, untuk mengajukan gugatan pembatalan penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain (vide Pasal 23 ayat (3) UU ITE)

Oleh masyarakat untuk mengajukan gugatan yaitu antara lain:

a. Pembatalan atas penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain (Pasal 23 ayat (3) UU ITE)

b. Ganti kerugian atas penyelenggaraan sistem elektronik/ penggunaan teknologi informasi yang menimbulkan kerugian (Pasal 38 ayat (1) UU ITE)

Oleh Badan Usaha untuk mengajukan gugatan Pembatalan atas penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain diatur dalam Pasal 23 ayat (3) UU ITE.

2. Penegakan Hukum Pidana

Dalam melakukan penegakan hukum pidana dilakukan oleh penyidik yang terdiri dari Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Penyidikan dilakukan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana tercantum dalam Pasal 43 UU ITE, yang berbunyi sebagai berikut:

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan UU ITE;

b. memanggil setiap orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan ketentuan UU ITE;

c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan UU ITE;

d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana berdasarkan UU ITE;

e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan UU ITE;

f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan UU ITE;

g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan teknologi informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan;

h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan UU ITE; dan/atau

i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan UU ITE sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku

Adapun yang menjadi kewenangan khusus PPNS ITE antara lain:

1) Berhak untuk melakukan penangkapan & penahanan (vide Pasal 43 ayat (6) UU ITE)

2) Menyampaikan Surat Perintah dimulai penyidikan (SPDP) dan hasil penyidikan kepada penuntut umum dan berkoordinasi dengan POLRI (vide Pasal 43 ayat (7) UU ITE)

Yang menjadi syarat khusus penyidikan adalah dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privacy, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data/ keutuhan data sesuai ketentuan perundang-undangan (Pasal 43 ayat (2) UU ITE)

Yang menjadi perlindungan khusus terhadap sistem elektronik yaitu: Penggeledahan dan/ atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas ijin ketua PN setempat. (Pasal 43 ayat (3) UU ITE). Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum (Pasal 43 ayat (4) UU ITE). Sedangkan yang menjadi perlindungan HAM terdapat dalam Pasal 43 ayat (6) UU ITE, yang berbunyi: “Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.

Informasi elektronik dan data elektronik termasuk hasil cetakannya ditetapkan merupakan alat bukti yang sah sebagai perluasan dari alat bukti yang sah sesuai KUHAP (vide Pasal 5 (1) & (2) jo Pasal 1 butir 1 & 4 UU ITE), adapun yang menjadi persyaratan yaitu, Informasi elektronik dan dokumen elektronik tersebut sesuai dengan ketentuan UU ITE (vide Pasal 5 ayat (3) UU ITE).

Penegakan hukum pidana dalam UU ITE diatur dalam ketentuan beberapa pasal yang ada dalam UU tersebut yang mengatur mengenai sanksi-sanksi pidana yang ditentukan, antara lain:

Pasal 45 UU ITE yang menyebutkan:

(1)Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27183 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

183

Adapun bunyi Pasal 27 UU ITE adalah sebagai berikut:

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan

dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan

dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan

dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan

dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

(2)Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28184 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(3)Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29185 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Pasal 46 UU ITE yang menyebutkan:

(1)Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30ayat (1) 186 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

(2)Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)187 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun

184

Pasal 28 UU ITE yang menyebutkan:

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan

yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk

menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

185

Pasal 29 UU ITE yang menyebutkan: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

186

Pasal 30 ayat (1) UU ITE yang menyebutkan bahwa Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.

187

Pasal 30 ayat (2) UU ITE yang menyebutkan bahwa Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

dan/atau denda paling banyak Rp 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).

(3)Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3)188 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 47 UU ITE yang menyebutkan:

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2)189 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 48 UU ITE yang menyebutkan:

(1)Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)190 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)

188

Pasal 30 ayat (3) UU ITE yang menyebutkan bahwa Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

189

Pasal 31 angka (1) dan (2) UU ITE yang menyebutkan:

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau

penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas

transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.

190

Pasal 32 ayat (1) UU ITE menyebutkan bahwa: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan

tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2)Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2)191 dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(3)Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3)192 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 49 UU ITE yang menyebutkan:

Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33193, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

191

Pasal 32 ayat (2) UU ITE yang menyebutkan bahwa: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.

192

Pasal 32 ayat (3) UU ITE yang menyebutkan bahwa: Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

193

Pasal 33 UU ITE yang menyebutkan bahwa: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Pasal 50 UU ITE yang menyebutkan:

Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)194 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 51 UU ITE yang menyebutkan:

(1)Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35195 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

(2)Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36196 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

194

Pasal 34 ayat (1) UU ITE yang menyebutkan bahwa:

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:

a. Perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus

dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;

b. Sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar

Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.

195

Pasal 35 UU ITE yang menyebutkan bahwa: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

196

Pasal 36 UU ITE yang menyebutkan bahwa: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.

Masalah yang akan banyak memusingkan pengguna Internet adalah Bab VII mengenai Perbuatan yang dilarang yang terdapat dalam Pasal 27-37 UU ITE, semua pasal ini menggunakan kalimat setiap orang. Padahal perbuatan yang dilarang, seperti spam, penipuan, cracking, virus, penipuan, spam, flooding sebagian besar akan dilakukan oleh mesin oleh program bukan langsung oleh manusia. Contoh skenario-komputer seseorang terinfeksi oleh virus yang kemudian mengirimkan surat/ e-mail menggunakan e-mail orang yang terinfeksi dan menyebarkan virus/ trojan/ berita bohong atau tidak baik ke ratusan pengguna lain. Apakah orang ini bersalah?

Lebih buruk lagi, sumber spam, flood, penipuan lebih sering/ terutama berasal dari Afrika, kadang-kadang dari Eropa, Rusia & Amerika. Apakah UU ITE dapat menangkap pelaku hal demikian?

Secara sepintas, tampaknya Virus/ Trojan maupun pembuat virus/ trojan cukup aman berkiprah di Indonesia karena Pasal 27-37 UU ITE hanya akan menangkap orang yang menyebar virus. Tapi tampaknya bukan pembuat virus dan tentunya bukan virusnya. Tindakan membuat virus tentunya beda dengan menggunakan atau menyebarkan virus. Sama halnya, membuat pisau tentunya tidak sama dengan menggunakan pisau untuk membunuh.

Secara sepintas UU ITE semoga dapat memperkecil gerak rekan-rekan

hacker yang melakukan pengrusakan dan carder yang mencuri melalui Internet.

Semoga masih memberikan keleluasaan para hacker untuk melakukan penelitian dan berkiprah di bidang IT nasional. Bangsa ini akan membutuhkan banyak

hacker, karena para hacker ini yang akan menjadi salah satu tulang punggung

pertahanan Indonesia di dunia cyber.

Walaupun ada banyak sekali keterbatasan, bangsa Indonesia perlu bersyukur akan adanya UU ITE. Semoga para oknum aparat & para oknum birokrat tidak memanfaatkan UU ITE ini untuk memancing di air keruh.

Keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Demikian salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-VI/2008 atas judicial review Pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa nama baik dan kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum. Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional.

Bila dicermati isi Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE tampak sederhana bila dibandingkan dengan pasal-pasal penghinaan dalam KUHP yang lebih rinci. Oleh karena itu, penafsiran Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus merujuk pada pasal-pasal penghinaan dalam KUHP. Misalnya, dalam UU ITE tidak terdapat pengertian tentang pencemaran nama baik. Dengan merujuk Pasal 310 ayat (1) KUHP, pencemaran nama baik diartikan sebagai perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum.

Pasal 310 ayat (1) KUHP, menyebutkan:

“Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Rumusan Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE yang tampak sederhana berbanding terbalik dengan sanksi pidana dan denda yang lebih berat dibandingkan dengan sanksi pidana dan denda dalam pasal-pasal penghinaan KUHP.

Misalnya, seseorang yang terbukti dengan sengaja menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan pencemaran nama baik seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE akan dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) UU ITE, sanksi pidana penjara maksimum 6 tahun dan/ atau denda maksimum 1 milyar rupiah.

Masih ada pasal lain dalam UU ITE yang terkait dengan pencemaran nama baik dan memiliki sanksi pidana dan denda yang lebih berat lagi, perhatikan Pasal 36 UU ITE.

Misalnya, seseorang yang menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain akan dikenakan sanksi pidana penjara maksimum 12

tahun dan/ atau denda maksimum 12 milyar rupiah (dinyatakan dalam Pasal 51 ayat 2)

UU ITE dipersepsikan sebagai cyber law di Indonesia, yang diharapkan bisa mengatur segala urusan dunia Internet (cyber), termasuk di dalamnya memberi punishment terhadap pelaku cyber crime. Kalau memang benar cyber

law, perlu didiskusikan apakah kupasan cyber crime sudah semua terlingkupi?

Di berbagai literatur, cyber crime dideteksi dari dua sudut pandang:

1. Kejahatan yang Menggunakan Teknologi Informasi Sebagai Fasilitas: Pembajakan, Pornografi, Pemalsuan/ Pencurian Kartu Kredit, Penipuan Lewat Email (Fraud), Email Spam, Perjudian Online, Pencurian Account

Internet, Terorisme, Isu Sara, Situs Yang Menyesatkan, dsb;

2. Kejahatan yang Menjadikan Sistem Teknologi Informasi Sebagai Sasaran: Pencurian Data Pribadi, Pembuatan/ Penyebaran Virus Komputer, Pembobolan/ Pembajakan Situs, Cyber war, Denial of Service (DOS), Kejahatan Berhubungan Dengan Nama Domain, dsb.

Cyberlaw adalah kebutuhan bersama. Cyber law akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis Internet, para akademisi dan masyarakat secara umum, sehingga harus didukung. Nah masalahnya adalah apakah UU ITE ini sudah mewakili alias layak untuk disebut sebagai sebuah cyber law?.

Secara umum, bisa kita simpulkan bahwa UU ITE boleh disebut sebuah

cyber law karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia

beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang sedikit terlewat. Muatan UU ITE kalau dirangkumkan adalah sebagai berikut:

a. Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN

Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas);

b. Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP

c. UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia;

d. Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual;

e. Perbuatan yang dilarang (cyber crime) dijelaskan pada Bab VII (Pasal 27-37 UU ITE):

f. Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan);

g. Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan);

h. Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti);

i. Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking); j. Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi);

k. Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia); l. Pasal 33 (Virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja DOS);

Pasal Krusial, yaitu:

Pasal yang boleh disebut krusial dan sering dikritik adalah Pasal 27-29 UU ITE, khusus Pasal 27 Pasal 3 tentang muatan pencemaran nama baik. Terlihat jelas bahwa Pasal tentang penghinaan, pencemaran, berita kebencian, permusuhan, ancaman dan menakut-nakuti ini cukup mendominasi didaftar perbuatan yang dilarang menurut UU ITE. Bahkan sampai melewatkan masalah spamming, yang sebenarnya termasuk masalah vital dan sangat mengganggu di transaksi elektronik. Pasal 27 ayat 3 UU ITE ini yang juga dipermasalahkan juga oleh Dewan Pers bahkan mengajukan judicial review ke mahkamah konstitusi. Perlu dicatat bahwa sebagian pasal karet (pencemaran, penyebaran kebencian, penghinaan, dsb) di KUHP sudah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi.

Para blogger patut khawatir karena selama ini dunia blogging mengedepankan asas keterbukaan informasi dan kebebasan diskusi. Kita semua tentu tidak berharap bahwa seorang blogger harus didenda 1 miliar rupiah karena mem-publish posting berupa komplain terhadap suatu perusahaan yang memberikan layanan buruk, atau posting yang meluruskan pernyataan seorang “pakar” yang salah konsep atau kurang valid dalam pengambilan data.

Yang terlewat dan perlu persiapan dari UU ITE, yaitu:

Beberapa yang masih terlewat, kurang lugas dan perlu didetailkan dengan peraturan dalam tingkat lebih rendah dari UU ITE (Peraturan Menteri, dsb) adalah masalah:

a. Spamming, baik untuk email spamming maupun masalah penjualan data

pribadi oleh perbankan, internet banking, asuransi, dsb;

b. Virus dan worm komputer (masih implisit di Pasal 33), terutama untuk pengembangan dan penyebarannya.

Kemudian juga tentang kesiapan aparat dalam implementasi UU ITE. Amerika, China dan Singapore melengkapi implementasi cyberlaw dengan kesiapan aparat. Child Pornography di Amerika bahkan diberantas dengan memberi jebakan ke para pedofili dan pengembang situs porno anak-anak.

UU ITE adalah cyberlaw-nya Indonesia, kedudukannya sangat penting untuk mendukung lancarnya kegiatan para pebisnis Internet, melindungi akademisi, masyarakat dan mengangkat citra Indonesia di level internasional. Cakupan UU ITE luas, mungkin perlu peraturan di bawah UU ITE yang mengatur hal-hal lebih mendetail (peraturan menteri, dsb). UU ITE masih perlu perbaikan, ditingkatkan kelugasannya sehingga tidak ada pasal karet yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak produktif.