• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kharuminarti, S.Pd

Sore hari, mereka mengikuti TPA di Masjid bersama teman-temannya. Tono dan Tini rajin salat dan mengaji, Ayah mereka selalu menasihatinya jangan lalaikan salat dan rajinlah mengaji agar kelak kalian menjadi anak yang pintar dan saleh-salihah. Nasihat Ayah selalu diingat-ingat, walaupun sedang asyik ber-main ketika terdengar adzan Tono segera pulang dan mengerja-kan salat begitupun Tini. Tono dan Tini memang anak yang baik, sopan dan hormat kepada orang tuanya, kalau Ayah atau Ibunya sedang menasihati, mereka mendengarkan dengan baik, mereka tidak pernah membantah nasihat orang tuanya.

Suatu saat ketika sedang makan bersama keluarga, Ayah menasihati kami. Kalau sedang makan jangan sambil bergurau apa lagi makannya bersuara atau berkecap, karena itu tidak sopan, mengambil makan seperlunya jangan terlalu banyak, makanlah dari pinggir jangan dari tengah dan makan sedikit demi sedikit sampai habis dan jangan rakus, yang lebih penting jangan lupa berdoa lebih dahulu agar makanan yang kalian makan menjadi-kan manfaat untuk kalian. Tono dan Tini mengangguk-angguk tanda paham dengan apa yang dikatakan Ayah mereka.

Pada suatu hari, ketika mereka sedang berkumpul di ruang tengah, tiba-tiba Pak Kardi berkata, “Tono, Tini. Saat liburan sekolah tiba nanti, Ayah berjanji akan mengajak kalian semua berkunjung ke rumah pamanmu di kota.”

Tono dan Tini sangat gembira mendengarnya, mereka mem-bayangkan bagaimana rasanya hidup di kota, bagaimana ramai-nya kendaraan yang lalu-lalang di kota, lampu yang gemerlap, gedung-gedung bertingkat, pasti sangat menyenangkan.

Tak sabar mereka menunggu masa-masa liburan tiba, hari demi hari akhirnya libur kenaikan kelas tiba. Ayah memenuhi janjinya akan mengajak mereka ke rumah paman di kota .

Pada saat itu hari Minggu pagi, mereka berkemas-kemas mempersiapkan bekal yang akan dibawa ke kota. Ibu menyiap-kan oleh-oleh yang dipetik dari kebun, ada pisang, rambutan

dan sayuran. Sedangkan Tono dan Tini segera mandi dan ber-siap-siap sendiri.

“Tono, Tini. Jika kalian nanti sampai di kota kalian harus menjaga sopan santun, tata krama dan harus bisa membawa diri kalau bicara dengan siapapun. Kalian harus sopan saat diajak makan. Makanlah yang sopan jangan tergesa-gesa jangan sambil berbicara yang tidak penting dan ingat jangan berkecap atau bersuara, karena itu tidak sopan,” nasihat ayah sebelum berang-kat.

Dalam perjalanan, Tono dan Tini sangat senang, mereka selalu tertawa bercanda dan sesekali menunjukan jarinya jika melihat sesuatu yang mengherankan menurut mereka.

Sesampai di rumah Paman, mereka disambut dengan sangat senang, mereka dijamu dan saling menanyakan kabar mereka masing-masing. Setelah mereka cukup beristirahat paman meng-ajak mereka berkeliling kota dengan mengendarai delman atau kereta kuda. Tono dan Tini bersorak kegirangan, karena mereka memang belum pernah naik delman, Paman sangat kagum ter-hadap keponakanya itu, mereka sangat lugu, pintar dan sopan. Paman mengajak mereka mampir di sebuah toko. Tono dan Tini mengikutinya, kemudian mereka di suruh memilih tas dan sepatu yang mereka suka.

Sesampai di rumah Paman lagi, Paman berkata, “Tas dan sepatu itu hadiah untuk kalian karena kalian anak yang baik dan sopan, jangan lupa belajar yang rajin kalian harus hormat ke-pada orang tua kalian, dan guru di sekolahmu.”

Tono dan Tini mengangguk sambil berkata, “Terima kasih, Paman.”

Ketika liburan kenaikan kelas, Pamanku dan putrinya yang bernama Fiki, datang dari luar kota. Azka sangat senang mereka berkunjung ke rumah. Sudah lama Azka dan Fiki tidak bertemu. Mereka saling berpelukan, kemudian bercerita mengungkapkan rasa kangennya. Tak lama kemudian Azka mengajak Fiki , ber-main kerumah Lili sahabatnya. Dijalan mereka bertemu dengan Ibu Puji.

“Assalamu’alaikum...Ibu Puji,” salam Azka.

“Wa’alaikum salam, kalian mau kemana?” tanya Ibu Puji. “Mau main kerumah Lili Bu,” jawab Azka.

“Hati-hati dijalan, ya...Azka,” kata Ibu Puji.

Azka dan Fiki pun melanjutkan perjalanan, menuju rumah Lili. Di tengah perjalanan Fiki bertanya kepada Azka.

“Siapa Ibu Puji itu?” kata Fiki.

“Ibu Puji adalah pembantu rumah tangga di rumah sebelah,” jawab Azka.

“Azka kenapa kamu menyapa, Bu Puji? Dia kan hanya se-orang pembantu,” kata

Fiki.

“Tidak boleh begit Fik, kepada orang lain kita harus saling menghormati, apalagi

Ibu Puji lebih tua daripada kita,” ujar Azka.

Anak yang Santun

Luswanti, S.Pd.I

Akhirnya tidak terasa mereka sampai di rumah Lili. “Assalamu’alaikum,” salam Azka.

“ Wa’alaikum salam, e...Azka, mari silahkan masuk!” jawab Lili.

Azka dan Fiki bergegas masuk, Fiki berlari masuk sampai dapur, semua pada heran melihat Lili. Dengan rasa malu dan suara pelan, Azka menegur Fiki.

“Fik, kalau masuk rumahnya orang lain, kita harus mengucap salam dulu, dan tidak boleh lari sampai mana-mana.”

“Yah...langsung masuk aja, tidak apa-apa,” kata Fiki. “E...tidak boleh begitu dong, Fik,” kata Azka. “Iya; deh.”

“Lili, kenalkan ini saudaraku, namanya Fiki.” “Assalamu’alaikum...Fiki.”

“Wa’alaikum salam, Lili.”

Mereka bertiga bermain bersama-sama. Lili mengeluarkan bermacam-macam boneka. Begitu asyiknya mereka bermain boneka dan lain-lain. Hampir satu jam mereka bermain, Fiki terasa haus.

“Lili, mana minumnya? Aku harus, nih,” kata Fiki. “Ya, sebentar Lili ambilkan,” jawab Lili.

Dengan malu-malu dan tidak enak hati, Azka pun menasehati Fiki. Dia mendekati Fiki sambil memegang tangannya. Kemudian berkata, “Kalau minta itu yang sopan, dong! Kita kan di sini tamu.” Dengan tersipu malu, Fiki pun menjawab, “Iya iya, deh. Nanti aku minta maaf sama Lili.”

Lili membawa minuman dan kue-kue yang dia punyai. Mereka bertiga makan-makan bersama-sama sambil bercerita, tertawa dengan senangnya. Mereka sudah terasa capai, akhirnya Azka dan Fiki pamit pulang. Mereka berdua mengucapkan terima kasih kepada Lili atas minuman dan kue-kue yang diberikan oleh Lili. Ada wajah-wajah susah, yang terselip dalam hati mereka bertiga, karena harus berpisah pulang kerumah lagi.

“Sudah dulu, ya...Assalamu’alaikum,” salam Azka dan Fiki berbarengan.

“Wa’alaikum salam,” jawab Lili.

Azka dan Fiki segera pulang. Sesampainya di rumah, tidak diduga-duga, di depan pintu Fiki mengucapkan salam.

“Assalamu’alaikum. Assalamu’alaikum.”

“Wah, sekarang Fiki sudah pinter mengucapkan salam, ya.” “Iya, dong, Azka!” kata Fiki sambil menepuk dada. Fiki pun mengucapkan terima kasih kepada Azka, atas nasihat-nya yang diberikan kepada Fiki. Walaupun nasihat itu tidak secara langsung, dengan contoh perilaku yang dilakukan Azka, tetapi sangat terasa berkesan di hati Fiki sehingga dengan mudah Fiki dapat melakukan atau menerapkan sopan santun kepada orang lain. Azka juga sanagat senang dengan perkembangan kebaikan yang dilakukan oleh Fiki. Kemudian Azka dan Fiki saling tersenyum gembira sambil mereka berpelukan.

Pada hari Minggu, Ibu mengajak Titin ke Pasar Demangan. Mereka akan berbelanja untuk kebutuhan di rumah. Ketika me-lewati sebuah toko sepeda, Titin menarik tangan Ibunya seraya berkata, “Ibu...Titin mau itu, Bu!” kata Titin.

Titin langsung berlari masuk dan memegang sepeda yang berwarna merah.

“Ibu...Ibu...beli sepeda ini, ya? Titin mau yang ini, Bu? Bagus, ya?!”

Ibu Titin mendekati Titin sambil berkata sambil terseunyum, “Nak....sepeda itu harganya mahal, sekarang Ibu tidak punya uang untuk membelinya!”

“Hu...hu...hu...tapi, Bu, Titin mau sekarang! Pokoknya sekarang!” Titin menangis sambil memegang sepeda yang di-kehendakinya.

“Kalau Titin ingin punya sepeda ini, bagaimana kalau kita menabung dulu?” usul Ibu.

“Tidak mau! Titin tidak mau menabung, itu lama, Ibu. Titin maunya sekarang!”

“Hu hu hu...pokoknya sekarang harus beli.”

Titin terus menangis dan tetap minta sepeda saat itu juga. Dengan sabar dan penuh kasih sayang, Ibu berusaha terus