• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab V merupakan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian ini yang terdir

PRINSIP DAN ALASAN YANG MENJADI DASAR BAGI BANK SEBELUM MELAKUKAN PERIKATAN DENGAN

C. Prinsip Dan Alasan Yang Menjadi Dasar Bagi Bank Dalam Melakukan Perikatan Dengan Asurans

2. Jaring Pengaman Sistem Keuangan

“Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) merupakan kerangka kerja yang melandasi pengaturan mengenai skim asuransi simpanan, mekanisme pemberian fasilitas pembiayaan darurat oleh bank sentral (lender of last resort), serta kebijakan penyelesaian krisis”.70 JPSK pada dasarnya lebih ditujukan untuk pencegahan krisis, namun demikian kerangka kerja ini juga meliputi mekanisme penyelesaian krisis sehingga tidak menimbulkan biaya yang besar kepada perekonomian. Dengan demikian, sasaran JPSK adalah menjaga stabilitas sistem keuangan sehingga sektor keuangan dapat berfungsi secara normal dan memiliki kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi yang berkesinambungan.

Pada tahun 2005, Pemerintah dan Bank Indonesia telah menyusun kerangka Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) yang kelak akan dituangkan dalam sebuah

      

70 

Hasil wawancara dengan Bapak Zulkarnain, Pimpinan Bidang Logistik PT. Bank SUMUT,  pada tanggal 24 Maret 2010. 

Rancangan Undang Undang tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan. Dalam kerangka JPSK dimaksud dimuat secara jelas mengenai tugas dan tanggung-jawab lembaga terkait yakni Departemen Keuangan, Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pemain dalam jaring pengaman keuangan. Pada prinsipnya Departemen Keuangan bertanggung jawab untuk menyusun perundang- undangan untuk sektor keuangan dan menyediakan dana untuk penanganan krisis. Bank Indonesia sebagai bank sentral bertanggung-jawab untuk menjaga stabilitas moneter dan kesehatan perbankan serta keamanan dan kelancaran sistem pembayaran. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bertanggung jawab untuk menjamin simpanan nasabah bank serta resolusi bank bermasalah.

“Kerangka JPK tersebut telah dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang JPSK yang pada saat ini masih dalam tahap pembahasan”.71 Dengan demikian, UU “JPSK kelak akan berfungsi sebagai landasan yang kuat bagi kebijakan dan peraturan yang ditetapkan oleh otoritas terkait dalam rangka memelihara stabiltas sistem keuangan”.72 Dalam RUU JPSK semua komponen JPSK ditetapkan secara rinci yakni meliputi:

       

a. Pengaturan dan pengawasan bank yang efektif

Pengaturan dan pengawasan bank yang efektif merupakan jarring pengaman pertama dalam JPSK (first line of defense). Mengingat pentingnya fungsi pengawasan

 

71 Hasil wawancara dengan Bapak Zulkarnain, Pimpinan Bidang Logistik PT. Bank SUMUT,  pada tanggal 24 Maret 2010. 

72 

Hasil wawancara dengan Bapak Zulkarnain, Pimpinan Bidang Logistik PT. Bank SUMUT,  pada tanggal 24 Maret 2010. 

dan pengaturan yang efektif, dalam kerangka JPSK telah digariskan guiding

principles bahwa pengawasan dan pengaturan terhadap lembaga dan pasar keuangan

oleh otoritas terkait harus senantiasa ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, serta harus berpedoman kepada best practices dan standard yang berlaku.

b. Lender of last resort

Kebijakan lender of last resort (LLR) yang baik terbukti sebagai salah satu alat efektif dalam pencegahan dan penanganan krisis. Sejalan dengan itu, BI telah merumuskan secara lebih jelas kebijakan the lender of last resort (LLR) dalam kerangka JPSK untuk dalam kondisi normal dan darurat (krisis) mengacu pada best

practices. Pada prinsipnya, LLR untuk dalam kondisi normal hanya diberikan kepada

bank yang dilikuid tetapi solven yang memiliki agunan likuid dan bernilai tinggi. Sedangkan dalam pemberian LLR untuk kondisi krisis, potensi dampak sistemik menjadi faktor pertimbangan utama, dengan tetap mensyaratkan solvensi dan agunan.

Untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang berdampak sistemik, Bank Indonesia sebagai lender of last resort dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat kepada Bank Umum yang pendanaannya menjadi beban Pemerintah berdasarkan Undang-undang No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No 3 Tahun 2004 yang telah disetujui DPR tanggal 15 Januari 2004. Sebagai peraturan pelaksanaan fungsi lender of the last

resort, telah diberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor

Nomor 8/1/2006 tanggal 3 Januari 2006. Pendanaan FPD bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

c. Skim penjaminan simpanan (deposit insurance) yang memadai

Pengalaman menunjukkan bahwa LPS merupakan salah satu elemen penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Program penjaminan pemerintah (blanket

guarantee) yang diberlakukan akibat krisis sejak tahun 1998 memang telah berhasil

memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan. Namun penelitian menunjukkan bahwa blanket guarantee tersebut dapat mendorong moral hazard yang berpotensi menimbulkan krisis dalam jangka panjang. Dalam perkembangannya program penjaminan simpanan ini tidak hanya terhadap LPS saja, akan tetapi mengalami perbaruan. Dimana penjaminan simpanan ini juga melibatkan pihak ketiga yaitu asuransi. Asuransi ini juga bertujuan untuk menjamin simpanan terhadap barang-barang berharga yang ada di bank.

Sejalan dengan itu, telah diberlakukan Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Nomor 24 Tahun 2004. Dalam undang-undang tersebut tersebut, LPS nantinya memiliki dua tanggung jawab pokok yakni: (i) untuk menjamin simpanan nasabah bank; dan (ii) untuk menangani (resolusi) bank bermasalah. Untuk menghindari dampak negatif terhadap stabilitas keuangan, penerapan skim LPS tersebut akan dilakukan secara bertahap. Selanjutnya, jaminan simpanan nasabah bank akan dibatasi sampai dengan Rp100 juta per rekening mulai Maret 2007.

d. Kebijakan Resolusi Krisis Yang Efektif

Kebijakan penyelesaian krisis yang efektif dituangkan dalam kerangka kebijakan JPSK agar krisis dapat ditangani secara cepat tanpa menimbulkan beban yang berat bagi perekonomian. Dalam JPSK ditetapkan peran dan kewenangan masing-masing otoritas dalam penanganan dan penyelesaian krisis, sehingga setiap lembaga memiliki tanggung jawab dan akuntabilitas yang jelas. Dengan demikian, krisis dapat ditangani secara efektif, cepat, dan tidak menimbulkan biaya sosial dan biaya ekonomi yang tinggi.

Dalam pelaksanaannya, JPSK memerlukan koordinasi yang efektif antar otoritas terkait. Untuk itu dibentuk Komite Koordinasi yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sebagai bagian dari kebijakan JPSK tersebut, telah dikeluarkan Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner LPS tentang Forum Stabilitas Sistem Keuangan sebagai wadah koordinasi bagi Bank Indonesia, Departemen Keuangan dan LPS dalam memelihara stabilitas sistem keuangan.

BAB III

BENTUK PERIKATAN ANTARA BANK DAN ASURANSI DALAM