• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA

5.4 Jaringan Sosial Pedagang Pekan Etnis Minang

5.4.4 Jaringan dan Hubungan Antara Pedagang Pekan Etnis

Berdasarkan hasil observasi serta wawancara yang dilakukan terhadap informan, jaringan yang terbentuk antara pedagang pekan etnis Minang dan pedagang etnis lainnya dapat dilihat dari keeratan hubungan antara pedagang pekan etnis Minang dan pedagang etnis lain dilokasi pekan. Dapat diukur intensitas keeratannya berdasarkan hubungannya dengan pedagang pekan etnis Jawa dan pedagang pekan etnis Batak di lokasi pekan. Di lapangan ditemukan data bahwa hubungan yang terjalin antara pedagang pekan etnis Minang dan pedagang pekan etnis Jawa lebih dekat daripada hubungan antara pedagang pekan etnis Minang dengan pedagang pekan etnis Batak sehingga jaringan yang terbentuk lebih kuat jaringan antara pedaganag etnis Minang dan pedagang etnis Jawa dibandingkan antara pedagang etnis Minang dengan pedagang etnis Batak. Hal ini tergambar dalam wawancara dengan salah satu informan berikut ini.

“Kalo dengan etnis lain tergantung, misalnya dengan pedagang Batak, kenapa orang Minang tidak terlalu dekat pertama karena secara kultur beda mereka cenderung kasar sedangkan kita pedagang Minang tidak bisa dikasari. Kedua, di pekan tu mereka solid dengan kelompoknya dan kita juga harus solid dengan kelompok kita sehingga di pekan jarang terlihat orang Batak dan Minang duduk sama sambil ngobrol.” (Sudirman Pili)

Selain itu menurut penuturan Bapak Sudirman Pili bahwa :

“Di pekan pedagang Minang justru ngumpulnya atau bisa berbaur dengan pedagang Jawa yang jualan makanan atau buka warung. Kalo saya perhatikan karena orang Jawa ini juga ga bisa dikasari jadi bisa masok sana orang Minang.” (Sudirman Pili)

Hal senada juga disampaikan salah satu informan sebagai berikut.

“Sama orang Batak kita kurang dekat karena jarang kenal dan jarang berbaur tapi sama orang Jawa kita dekat, kita beli makan atau minum sama mereka duduk makan atau nongkrong juga di warung mereka jadi uda dekat. Saking dekatnya kita ambil makanan ato gorengan ambil sendiri bayarnya belakangan pas mau tutup.” (Khairil Arman)

Begitu juga dengan penuturan salah satu pedagang sebagai berikut.

“Kalo dengan pedagang Batak kita memang kurang dekat tapi kalo sama orang Jawa yang jual makanan kita dekat karena kita orang Minang ngumpulnya di tempat pedagang Jawa penjual makanan atau gorengan jadi kita lebih akrab.” (Yan)

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi lapangan yang telah dilakukan terhadap pedagang pekan etnis Minang di Kota Pinang, jaringan yang terbentuk antara pedagang etnis Minang dan pedagang etnis Jawa lebih kuat dibuktikan dengan keakraban antara kedua belah pihak di lokasi pekan dengan saling berkumpul di lokasi jualan pedagang etnis Jawa yang mayoritas menjual makanan dan minuman selain itu pedagang etnis Jawa juga akan mengundang pedagang etnis Minang jika ada hajatan dan acara tertentu dan begitu juga sebaliknya. Sedangkan jaringan yang terbentuk antara pedagang etnis Minang dan etnis Batak tidak terlalu kuat dikarenakan kedua belah pihak rendah intensitas interaksinya di lokasi pekan sehingga tidak terlalu akrab dalam pergaulan bahkan jika ada kendaraan pedagang etnis Minang yang rusak di perjalanan, pedagang etnis Batak

tidak akan membantu dan begitu juga sebaliknya karena mereka hanya solid keada kelompok etnis masing-masing. Berikut matriks derajat keeratan hubungan antara pedagang pekan etnis Minang dengan pedagang pekan etnis lain.

Matriks Keeratan Hubungan Antara Pedagang Pekan etnis Minang dan Pedagang Pekan Etnis Lain

Indikator Keeratan Hubungan

Etnis Sikap dengan Pedagang Etnis Minang

Karakter

Jawa

- Saling mengenal dan akrab - Tutur bahasa yang halus

- Sering berinteraksi dan berkumpul

Batak

- Tidak saling mengenal dan akrab - Tutur bahasa yang kasar

- Jarang berinteraksi dan berkumpul Agama Jawa - Islam Batak - Kristen Protestan - Kristen Khatolik Kultur

Jawa - Kultur yang sama Batak - Kultur yang berbeda

Motivasi Ekonomi

Jawa - Lokasi berjualan yang berdekatan - Tidak menjual barang sejenis

Batak - Lokasi berjualan yang tidak membaur atau ekslusif - Menjual barang yang sejenis

Faktor keeratan hubungan yang terjalin antara pedagang pekan etnis Minang dan pedagang pekan etnis Jawa dikarenakan kedekatan dan komunikasi yang terjalin intens antara kedua belah pihak di lokasi pekan. Para pedagang pekan etnis Minang lebih tinggi intensitas komunikasi dan interaksinya dengan pedagang pekan etnis Jawa dikarenakan kebanyakan pedagang pekan etnis Minang lokasi berjualannya berdekatan dengan para pedagang pekan etnis Jawa yang kebanyakan menjual makanan dan minuman. Para pedagang pekan etnis Minang juga sering

berkumpul dan istirahat makan di lokasi tempat berjualan pedagang pekan etnis Jawa, selain itu faktor budaya juga menjadi alasan keeratan hubungan antara kedua belah pihak. Para pedagang etnis Jawa lebih nyaman bergaul dengan pedagang pekan etnis Minang di lokasi pekan karena tutur bahasanya tidak keras dan kasar seperti pedagang pekan etnis Batak.

Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap para informan juga didapatkan data bahwa ketidakeratan hubungan antara pedagang pekan etnis Minang dengan pedagang pekan etnis Batak dikarenakan terdapat kultur yang berbeda yaitu perangai para pedagang pekan etnis Batak yang cenderung kasar dan keras sehingga tidak cocok dengan orang Minang yang tidak bisa dikasari, serta faktor tidak berbaurnya baik lokasi jualan serta tempat berkumpul yang berbeda antara kedua belah pihak sehingga mengakibatkan hubungan antara keduanya tidak terlalu dekat selain itu sebagian pedagang etnis Batak juga ada yang menjual barang jenis pakaian sehingga menimbulkan persaingan di antara pedagang pekan etnis Minang dan etnis Batak.

5.5 Kelompok Salang atau Pinjam-meminjam Antara Pedagang Pekan Etnis Minang

Salah satu bentuk modal sosial yang ada pada pedagang pekan etnis Minang Kota Pinang yaitu sistem pinjam meminjam uang yang berlangsung diantara sesama para pedagang. Bagi para pedagang salah satu hambatan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya adalah ketersediaan modal yang cukup namun dengan adanya sistem pinjam meminjam tersebut, maka permasalahan permodalan ini dapat mereka atasi dan ini terbukti dengan usaha mereka masih

tetap bertahan dan eksis sampai sekarang. Dalam bahasa para pedagang pekan, sistem pinjam meminjam ini biasa mereka sebut salang (Dalam bahasa Minang yang artinya pinjam terlebih dahulu). Ketika para pedagang pekan akan berbelanja barang pada hari rabu atau hari jumat, biasanya di lokasi pekan atau sesudah pulang berjualan sebelum berangkat ke Medan maka para pedagang akan mendatangi pedagang lain yang merupakan teman salangnya untuk meminjam uang sebagai tambahan modal membeli barang jualan. Pinjaman ini akan dikembalikan ketika pedagang yang meminjamkan uang tadi berbelanja barang pada minggu depannya. Berikut penuturan salah satu pedagang yang menganggap bahwa sistem pinjam meminjam seperti ini telah menolong para pedagang untuk mempertahankan keberlangsungan usaha dagangnya.

“Kalau mau belanja ke Medan tapi uang ga cukup saya minjam buat nambahin barang. Saya meminjam karena lagi butuh barang lagi sedikit kebetulan pedagang yang saya pinjam ga turun ke Medan jadi bisa saya salang dulu uangnya pas dia turun baru uangnya saya kembalikan.” (Syahrial)

Sependapat dengan pedagang di atas, berikut penuturan pedagang lainnya.

“Berdagang di sini meminjam uang memang penting dilakukan jika modal kita ga besar untuk nambah barang jualan kita. Jadi kita udah biasa saling pinjam meminjam uang secara gantian. Misalnya dia mau belanja ke Medan hari ini jadi saya pinjamkan uang kumpulan saya nanti dia kembalikan dan minggu depan saya bisa pinjam uang dia.” (Dedi Arman)

Hal senada juga disampaikan pedagang berikut ini.

“Di sini para pedagangnya sering ganti-gantian pake uang buat belanja. Misalnya abang sama pedagang A, hari ini si A ga belanja ke Medan jadi abang pinjam uangnya dulu buat nambahin belanja abang. Uang tadi abang balikin pas minggu depannya, di minggu depannya abang yang gantian minjamin uang abang kayak gitu la terus.” (Yan)

Berikut penuturan pedagang yang lainnya.

“Karena modal kita ga terlalu besar jadi di sini kita biasa pinjam meminjam buat belanja supaya barang kita bertambah ga susut. Jadi kita saling tolong-menolong dan saling membantu aja supaya usaha kita tetap berjalan.” (Khairil Arman)

Bagi para pedagang, salang atau saling pinjam meminjam ini berlangsung dengan sesama pedagang yang telah dekat dan akrab sama mereka agar proses pinjam meminjam ini berlangsung lancar dan berkelanjutan tidak bersifat sementara karena pengertian yang sudah saling terjalin diantara mereka. Berikut ini penuturan salah satu pedagang pekan.

“Kita sesama pedagang biasa saling pinjam meminjam uang buat belanja jadi sistemnya bergantian. Biasanya tiap pedagang uda ada pedagang-pedagang tertentu kawan dia gantian pinjam meminjam karena sudah sangat dekat dengan pedagang tersebut.” (Suardi)

Hal senada juga disampaikan pedagang berikut ini.

“Memang uda sistemnya kayak gitu kalo mau bertahan ya harus saling pinjam meminjam karena modal kita kan ga besar. Pinjam meminjamnya biasanya sama pedagang yang memang sudah sangat dekat jadi ada pengertiannya diantara sesama pedagang.” (Jamil Pili)

Selain meminjamkan uang sebagai tambahan modal untuk membeli barang jualan, para pedagang juga ada yang meminjamkan dalam bentuk barang jualan kepada pedagang lain. Biasanya para pedagang akan mengambil barang jualan kepada pedagang yang meminjamkan barang, ketika barang jualan tersebut telah habis atau laku maka akan dikembalikan atau dibayarkan sebesar harga modal kepada pedagang yang meminjamkan tersebut. Berikut penuturan salah satu pedagang yang meminjamkan barang jualan kepada pedagang lain.

“Saya meminjamkannya dalam bentuk barang jualan kepada pedagang lain, ketika barang tersebut laku maka akan dibayarkan barang yang diambil tadi seharga harga modal.” (Sudirman Pili)

Hal yang sama juga disampaikan pedagang berikut ini.

“Terkadang saya ngasi minjam uang tapi lebih sering saya ngasi pinjam barang, jadi dia ngmbil barang sama kita aja nanti pas laku barangnya baru dibayarkan sama kita.” (Buyung Seiko)

Sistem pinjam meminjam antara sesama pedagang ini merupakan salah satu bentuk modal sosial yang timbul akibat hambatan-hambatan usaha yang dialami para pedagang pekan etnis Minang. Didasarkan atas semangat tolong menolong antara sesama orang Minang, sistem pinjam meminjam ini menjadi solusi untuk memecahkan permasalahan permodalan yang dialami para pedagang. Menurut Prof. Arif, sifat komunal dari orang Minangkabau merupakan faktor yang dapat mendukung kegiatan usaha mereka di perantauan. Orang Minangkabau saling membantu dalam kehidupan sosial di perantauan ataupun dalam kegiatan-kegiatan berusaha seperti permasalahan permodalan yang sering terjadi pada para perantau baru ataupun dalam masalah-masalah yang timbul akibat interaksinya dengan kelompok etnik lain seperti adanya persaingan dan konflik. Sifat komunal ini menjadi salah satu faktor yang memajukan kegiatan usaha orang Minangkabau di daerah perantauan, selain karena faktor lain seperti keuletan, hemat dan agresifitas mereka dalam berusaha.

Sifat komunal komunitas masyarakat Minang di Kota Pinang ini juga yang mengakibatkan mereka solid, para pedagang pekan etnis Minang sebagian besar tinggal di daerah pancasila dan sekitarnya sehingga memudahkan sesama pedagang untuk membangun kekompakan diantara mereka. Tempat tinggal yang

saling berdekatan ini juga yang memudahkan sesama pedagang untuk saling membantu agar sesama orang Minang dapat maju dan tegak bersama-sama di daerah perantauan dalam hal ini di Kota Pinang.

5.6 Membangun dan Manfaat Adanya Rasa Saling Percaya (Trust) 5.6.1 Trust antara sesama pekan etnis Minang

Kepercayaan adalah unsur penting dalam modal sosial yang merupakan perekat bagi langgengnya hubungan dalam kelompok masyarakat, dengan menjaga suatu kepercayaan maka orang-orang bisa bekerja sama secara efektif. (Fukuyama, 2002: 37). Kemudian Qianhong Fu, (Hasbullah, 2006: 12 dikutip dari skripsi: Modal sosial pasar tradisional oleh Dedy Kurnia Putra) membagi tiga tingkatan trust yaitu pada tingkatan individual, relasi sosial dan pada tingkatan personal dan sekaligus sebagai karakteristik individu. Pada tingkatan hubungan sosial, trust merupakan atribut kolektif untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok sedangkatan pada tingkatan sistem sosial trust merupakan nilai yang berkembang menurut sistem sosial yang ada. Trust juga dipandang sebagai komponen ekonomi yang relevan pada kultur yang ada pada masyarakat dan membentuk kekayaan modal sosial.

Terbentuknya rasa percaya antara sesama pedagang pekan etnis Minang di Kota Pinang merupakan salah satu wujud bentuk modal sosial yang ada pada hubungan relasi sesama pedagang pekan etnis Minang, rasa percaya yang terbangun sesama pedagang memudahkan mereka dalam menjalin pergaulan sehari-hari sehingga dengan adanya rasa percaya tersebut maka para pedagang

menjadi lebih solid, hubungan persaudaraan semakin erat dan permasalahan yang dihadapi pedagang dapat dicari solusinya bersama-sama.

Membangun rasa percaya sesama pedagang pekan etnis Minang diwujudkan dalam sikap ketika bergaul sehari-hari dengan pedagang Minang lainnya. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap para pedagang pekan etnis Minang di Kota Pinang, diketahui bahwa wujud dari sikap itu dapat dilihat dari kejujuran ketika berkata, sikap tidak melebih-lebihkan serta apa adanya ketika berbicara. Berikut penuturan salah satu pedagang.

“Rasa percaya sesama kita itu terbangun karena sikap kita ketika bergaul sehari-hari dengan pedagang yang lain, apalagi kita semua kan tinggal berdekatan dan bertetangga tiap hari pasti jumpa dan bersama-sama. Kalo kita uda saling percaya, pas kita mau pinjam uang buat belanja pasti dapat gampang dikasi orang trus klo udah gitu hubungan pertemanan dan persaudaraan kita pasti semakin baik.” (Dedi Arman)

Sependapat dengan pedagang di atas, berikut penuturan salah satu pedagang lainnya.

“Dalam bergaul ya kita harus jujur apa adanya jadi kedekatan terbangun dengan pedagang lain. Kalo udah gitu pasti keakraban sesama kita pasti makin dekat dan akrab.” (Johan Pili)

Hal senada juga disampaikan pedagang berikut ini.

“Saling percaya bisa terbangun kalo dalam sehari-hari kita bicara apa adanya, ga mengadakan apa yang tidak ada begitu juga sebaliknya. Yang penting jangan banyak cakap yang berlebihan. Kalo kita uda saling percaya pas bergaulnya enak ga ada lagi yang ditutup-tutupi, ga saling menjatuhkan dan menjelek-jelekkan satu sama lain.” (Suardi)

Begitu juga penuturan pedagang berikut ini.

“Membangun rasa percaya sesama kita contohnya dengan berbuat jujur dalam bergaul sehari-hari, kalo

kita cakap itu apa adanya aja. Misalnya gitu pasti kita uda saling percaya aja hubungan persaudaraan dan pertemanan kita pasti berjalan baik, pasti ada rasa gotong royong dan tolong menolong sesama kita.” (Syahrial)

Dari hasil wawancara serta observasi yang telah dilakukan terhadap para pedagang pekan etnis Minang di Kota Pinang, terbentuknya rasa saling percaya antara sesama pedagang pekan etnis Minang maka terdapat kemudahan-kemudahan atau manfaat yang mereka rasakan antara lain yaitu para pedagang mendapatkan kemudahan dalam meminjam uang baik untuk keperluan belanja maupun keperluan lainnya, hubungan pertemanan serta keakraban menjadi lebih erat, sesama pedagang Minang menjadi lebih solid, silaturrahmi persaudaraan tetap langgeng, gotong royong sesama pedagang semakin kuat dan sesama pedagang akan saling tolong menolong dalam memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi. Bagi para pedagang pekan etnis Minang manfaat-manfaat tersebut merupakan modal berharga untuk mempertahankan usaha dagang yang mereka rintis bersama.

5.6.2 Trust antara pedagang pekan etnis Minang dan pedagang grosir Banyak peneliti merujuk bahwa kepercayaan atau trust bersumber dari jaringan itu sendiri, jaringan merupakan sumber penting tumbuh dan hilangnya

trust tersebut (Hasbullah, 2006:12). Seperti hubungan yang terjalin antara seorang pedagang di Tanah Abang, Jakarta Pusat yang memberi cicilan jual beli barang kepada pedagang lain yang merupakan pelanggannya yang berasal dari Ujung Pandang (Damsar, 2002:33). Cicilan dibayar setiap kali pedagang yang berutang tersebut datang ke Jakarta untuk membeli barang, dalam perilaku ekonomi tersebut melekat konsep kepercayaan atau trust.

Begitu juga hubungan yang terjalin antara pedagang grosir di Pusat Pasar Medan Mall yang memberi cicilan jual beli barang (bon barang) kepada pedagang pekan etnis Minang di Kota Pinang yang merupakan pelanggannya. Pembayaran bon dilakukan setiap kali pedagang pekan tersebut datang ke Medan untuk membeli barang. Dalam perilaku ekonomi antara pedagang grosir dan pedagang pekan etnis Minang tersebut juga melekat konsep kepercayaan (trust).

Membangun rasa percaya antara pedagang grosir dan pedagang pekan etnis Minang diwujudkan dengan pembayaran utang atau bon barang secara tepat waktu sesuai janji yang telah disepakati sebelumnya. Pembayaran secara tepat waktu akan membuat pedagang grosir lebih percaya kepada pedagang pekan tersebut sehingga berani memberikan barang terlebih dahulu kepada pedagang pekan meskipun dalam transaksi tersebut tidak ada jaminan tertentu karena hanya dilandaskan atas rasa saling percaya. Berikut penuturan salah satu pedagang pekan yang menganggap bahwa kepercayaan pedagang grosir terhadap pedagang pekan akan timbul dan semakin kuat karena pembayaran utang barang atau bon secara tepat waktu.

“Biar dia percaya misalnya kita janji bayar utang tanggal sekian, ya harus dibayar jangan disengaja ditunda-tunda. Kalo pedagang itu udah percaya sama kita pasti kita lebih mudah dapat barang dengan cara bon.” (Yan)

Hal yang sama juga disampaikan pedagang pekan berikut ini.

“Supaya orang toko ga jera ngasi bon, kita harus bayar sesuai janji jangan sampai dia nagih-nagih utang sama kita. Kalo lancar pembayarannya, orang toko pasti ga takut-takut ngasi bon sama kita.” (Khairil Arman)

Sependapat dengan informan di atas, berikut penuturan pedagang pekan lainnya.

“Menjaga sistem pembayaran utang atau bon supaya tidak macet, pembayarannya harus tepat waktu dan terus berlangganan meskipun di toko lain ada barang yang sama. Kalo sistem pembayarannya kita jaga pasti pedagang grosir tersebut ga segan-segan nasi barang sama kita.” (Yul)

Begitu juga penuturan pedagang pekan berikut.

“Dengan membayar tepat waktu maka dia mau atau tidak jera membiarkan kita mengambil barang terlebih dahulu. Kalo udah saling percaya pastinya kita mudah akses dapatkan barang, tiap ada barang murah yang dijual cepat pasti kita duluan yang dihubunginya. Suplay barang yang kita butuhkan lancar apalagi menjelang lebaran sulit mencari barang tapi kita yang uda langganan ga perlu khawatir pasti ada suplay barang.” (Sudirman Pili)

Hal yang sama juga disampaikan salah satu pedagang grosir yang menganggap bahwa dengan pembayaran utang barang atau bon secara tepat waktu maka pedagang tersebut akan terus memberikan barang secara bon

“Selama ini belum ada masalah dalam pembayaran bon, bayarnya juga ga pernah macet. Jadi saya berani ngasi barang terus sama pedagang pekan tersebut.” (Basyarudin Tanjung)

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap pedagang pekan dan pedagang grosir, diketahui bahwa dengan terbentuknya rasa saling percaya antara pedagang grosir dan pedagang pekan etnis Minang di Kota Pinang terdapat kemudahan-kemudahan atau manfaat yang dirasakan para pedagang antara lain kemudahan dalam mendapatkan barang, para pedagang pekan akan terbantu karena mendapat bon barang dari pedagang grosir, ketika hari-hari besar tertentu para pedagang pekan mudah mendapatkan stok barang karena biasanya barang

sulit dicari pada hari-hari besar, selain itu hubungan dagang antara kedua belah pihak akan berjalan lancar sehingga usaha yang mereka jalankan dapat besar bersama-sama. Bagi para pedagang pekan etnis Minang, manfaat-manfaat tersebut merupakan modal yang berharga untuk mempertahankan usaha dagang yang mereka rintis. Dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan, berikut gambar diagram jaringan hubungan dagang antara pedagang pekan etnis Minang di Kota Pinang dan pedagang grosir di Medan.

5.7 Moral Ekonomi Pedagang Pekan Etnis Minang

Moral adalah hal-hal yang berkenaan dengan suatu kebaikan dan keburukan atau apa hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Moral dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek religiusitas dan aspek sosial, aspek religiusitas berhubungan dengan hal-hal yang boleh atau yang tidak boleh dilakukan dilihat dari persektif ajaran agama sedangkan aspek sosial berhubungan dengan perilaku yang sesuai dengan kesepakatan kolektif yang bertujuan untuk mencapai kepentingan bersama sehingga kesepakatan tersebut menimbulkan suatu legalitas perilaku ekonomi.

Moral ekonomi adalah suatu tindakan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi sesuai dengan etika atau tata tertib tingkah laku dalam bertindak dan berpikir yang dianggap baik dan benar di dalam aktivitas ekonomi. Jika menurut Hans Dieters Evers (Damsar, 2000: 90-92), moral ekonomi pedagang muncul ketika pedagang mengalami dilema yaitu memilih antara memenuhi kewajiban moral kepada kerabat-kerabat dan tetangga-tetangga untuk menikmati bersama pendapatan yang diperolehnya sendiri sedangkan disatu pihak

adalah untuk mengakumulasi modal dalam wujud barang dan uang, dengan kata lain adanya pemenuhan kepentingan ekonomi. Maka dalam penelitian ini, moral

Dokumen terkait