• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Jenis dan Karakteristik Tanah

Jenis tanah pada kawasan Waduk Cacaban didominasi oleh kompleks tanah latosol merah kekuningan, latosol coklat tua, dan litosol. Jenis tanah yang mendominasi berikutnya adalah kompleks tanah podsolik merah kekuningan, podsolik kuning, dan regosol. Adapun spesifikasi luasan areanya yakni: (1) komplek latosol merah kekuningan dan latosol coklat tua seluas 1.078,8 Ha; (2) komplek podsolik merah kekuningan, podsolik kuning dan regosol seluas 636 Ha; (3) asosiasi latosol coklat dan regosol kelabu seluas 30,9 Ha; (4) grumusol kelabu tua seluas 11,87 Ha . Data mengenai spesifikasi jenis tanah tersebut dapat dilihat juga pada Tabel 7.

Gambar 13 Kondisi Area Bermain Anak dan Struktur Bendung Utama

Ga mbar 14 P eta R awa n Ana li sis B aha ya Longsor

Tabel 7 Jenis Tanah dan Presentase Luasan pada Kawasan Waduk Cacaban

No Jenis Tanah Luas (Ha) Presentase (%)

1 Latosol merah kekuningan dan Latosol

coklat tua 1.078,8 61,37

2 Podsolik merah kekuningan, Podsolik

kuning, dan Regosol 636 36,2

3 Asosiasi Latosol coklat dan Regosol

kelabu 30,9 1,76

4 Grumusol kelabu tua 11,87 0,68

Sumber: Bappeda dan Sumargo (2006)

Tanah latosol banyak mengandung zat besi dan alumunium sehingga menimbulkan warna kemerahan dan kekuningan. Tanah jenis ini memiliki tingkat produktifitas sedang hingga tinggi dan bersifat tahan terhadap erosi. Jenis pemanfaatan yang cocok untuk jenis tanah latosol adalah kegiatan pertanian dan perkebunan terutama tanaman karet, buah dan sayuran, palawija, dan kelapa sawit. Tanah podsolik merupakan jenis tanah yang terbentuk oleh aktivitas pencucian tanah seperti erosi. Oleh karena itu, jenis tanah ini sangat peka terhadap erosi dan rawan terhadap longsor. Kandungan mineral primer dan unsur hara pada tanah podsolik rendah sehingga tingkat produktifitasnya memiliki rentang antara rendah hingga sedang. Jenis pemanfaatan yang memungkinkan untuk jenis tanah podsolik antara lain persawahan, perkebunan karet, kopi, dan kelapa sawit.

Menurut hasil pengamatan di lapangan, terdapat beberapa tanaman eksisting yang menjadi tanaman lokal sekaligus dibudidayakan oleh masyarakat setempat. Tanaman tersebut antara lain, jagung, tebu, padi, durian, mangga, dan pinus.

3. Hidrologi

Waduk Cacaban memiliki DAS yang mengaliri 8 kecamatan dan 49 desa di Kabupaten Tegal. Sumber air yang masuk ke Waduk Cacaban adalah berasal dari air hujan yang langsung jatuh ke permukaan waduk dan juga merupakan outlet dari beberapa sungai di sekitar waduk antara lain Sungai Cacaban Kulon, Sungai Cacaban Wetan, Sungai Curug Agung dan Sungai Lajak. Volume air Waduk Cacaban pada saat musim kemarau seringkali mengalami penyusutan sehingga dapat mengurangi volume pasokan air untuk kegiatan irigasi pertanian di sekitarnya. Oleh karena itu telah dibuat kanal aliran tambahan yang berasal dari Kali Rambut.

Gambar 15 Kondisi Hidrologi Waduk Cacaban (a) Saluran Irigasi Waduk Cacaban

Berdasarkan data Balai Pengelolaan Sumberdaya Air (BPSDA) Pemali Comal, Waduk Cacaban memiliki daerah tangkapan seluas 59 km², elevasi air banjir mencapai 79,91 meter, elevasi air maksimum mencapai ketinggian 77,38 meter, dan elevasi air minimum 66 meter. Volume tampungan waduk tercatat sebesar 90 juta meter kubik pada tahun 1959, kemudian berkurang hingga 57 juta meter kubik (1990), dan terus berkurang hingga 49 juta meter kubik (2002). Penurunan volume tampung air pada waduk cacaban terjadi akibat adanya endapan tanah pada bagian dasar waduk yang disebabkan oleh erosi lereng bukit di sekeliling waduk yang terjadi pada saat musim hujan.

Masalah utama yang berkaitan dengan kondisi hidrologis Waduk Cacaban adalah terjadinya sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan waduk. Hal ini tentunya akan berdampak langsung pada berkurangnya volume tangkapan air pada waduk. Pengurangan volume air waduk akan mengurangi luasan sawah irigasi yang sumber pasokan airnya berasal dari waduk. Apabila masalah ini tidak segera ditanggulangi, tentunya akan memberikan pengaruh buruk terhadap kondisi perekonomian masyarakat sekitar waduk yang sebagian besar mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian. Hasil produksi pertanian akan menjadi tidak maksimal dengan adanya keterbatasan pasokan air untuk irigasi yang disebabkan oleh berkurangnya volume air waduk akibat pendangkalan. Beberapa upaya telah dilakukan oleh pihak pengelola waduk bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk memperbaiki kondisi tersebut. GERHAN (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) merupakan upaya konservasi dengan melakukan penanaman vegetasi dan pembuatan hutan rakyat dengan maksud untuk meningkatkan penyerapan air tanah di sekitar waduk. Selain itu upaya pengerukan endapan lumpur pada dasar waduk sebaiknya juga dilakukan secara rutin dan terjadwal oleh pihak pengelola terkait mengingat kondisi fisik kawasan waduk yang berbukit sehingga tanah sangat rentan longsor ke dasar waduk.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bappeda (2005), diperoleh gambaran terjadinya penurunan sedimentasi di daerah tangkapan waduk dari 28,39 mm/th pada tahun 1959 menjadi 7,11 mm/th pada Tahun 2001. Apabila dilihat dari data tersebut, selama kurun waktu kurang lebih 42 tahun telah terjadi penurunan sedimentasi sebesar 20,51 mm/th. Meskipun demikian, hal tersebut belum dapat menjadi indikator bahwa usaha yang telah dilakukan oleh pengelola dan masyarakat untuk mengatasi masalah pendangkalan ini secara maksimal. Batas ambang sedimen yang diperkenankan adalah kurang dari 1mm/th. Peta analisis kondisi hidrologis kawasan waduk dapat dilihat pada Gambar 16.

4. Iklim

a. Curah Hujan

Data curah hujan di kawasan Cacaban berasal dari pantauan 6(enam) stasiun penakar curah hujan yang berada paling dekat dengan waduk yaitu stasiun Jatinegara, Sirampok, Cipero, Pangkah, Gegerbuntu, dan Warujero selama 10 tahun (1995-2004) melalui BPSDA Pemali-Comal. Stasiun pengamat Jatinegara mencatat rata-rata curah hujan tahunan yang terjadi adalah 2.942 mm/tahun, stasiun pengamat Sirampok 2.474 mm/tahun, stasiun pengamat Cipero 2.108 mm/tahun, stasiun pengamat Pangkah

Ga mbar 16 P eta Ana li sis Hidr ologi

2.221 mm/tahun, stasiun pengamat Gegerbuntu 2.444 mm/tahun, dan stasiun pengamat Warujero 1.912 mm/tahun. Rata –rata curah hujan bulanan sebesar 126 mm/bulan. Menurut klasifikasi iklim Oldeman, kawasan Waduk Cacaban memiliki tipe iklim dengan kategori C3. Kategori tersebut menunjukkan bahwa kawasan tersebut memiliki panjang bulan basah secara berturut-turut antara 5-6 bulan/tahun dan memiliki panjang bulan kering antara 4-6 bulan/tahun.Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari beberapa stasiun tersebut, dapat dilihat rata-rata curah hujan berkisar antara 1.912 mm/tahun hingga 2.942 mm/tahun. Kondisi curah hujan yang cukup tinggi di kawasan waduk menyebabkan sering terjadinya erosi pada dinding area tangkapan air yang berdampak pada pendangkalan waduk dan berkurangnya volume air waduk.

b. Suhu

Suhu maksimum di kawasan Cacaban berkisar antara 29,4 – 33,6˚C, suhu minimumnya berkisar antara 23,1 – 25,3˚C, dan suhu rata-ratanya tercatat pada suhu 27,7 ˚C. Suhu tertinggi tercatat terjadi pada bulan September dan suhu terendah pada bulan Juli. Grafik fluktuasi suhu di kawasan Waduk Cacaban dapat dilihat pada Gambar 17.

c. Kelembaban Relatif (RH)

Kelembaban udara relatif di kawasan Cacaban berkisar antara 81,9% hingga 94,9%. Rata – rata kelembaban relatif bulanan sebesar 88,8%. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Februari dan kelembaban udara terendah terjadi pada bulan September. Grafik fluktuasi kelembaban udara relatif di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 17 Grafik Fluktuasi Suhu Sumber: BMKG (2009)

Sumber: BMKG (2009)

Berdasarkan data tersebut, maka dapat dihitung derajat kenyamanan suhu atau

Thermal Humidity Index (THI) dan diketahui nilanya adalah sebesar 27,1˚C. Ambang

batas kenyamanan suhu untuk daerah beriklim tropis adalah < 27˚C. Hal ini

menunjukkan bahwa kondisi suhu eksisting kawasan Cacaban masih dapat dikategorikan belum cukup nyaman untuk melakukan aktivitas manusia terutama aktivitas di ruang luar (outdoor space) karena berada sedikit di atas batas ambang derajat kenyamanan. Hal ini dapat diatasi dengan memodifikasi iklim mikro di kawasan Waduk Cacaban yaitu dengan pemilihan vegetasi yang tepat. Vegetasi berdaun lebat sangat efektif untuk mengontrol dan menyerap radiasi matahari seperti pada ilustrasi Gambar 19. (Grey dan Deneke, 1987 dalam Colorado, 2011).

Teknik analisis aspek fisik dilakukan menggunakan metode overlay. Hasil analisis keseluruhan pada aspek fisik akan disajikan dalam bentuk peta spasial seperti pada Gambar 20.

Biofisik

1. Vegetasi

Vegetasi yang terdapat di kawasan Waduk Cacaban di dominasi oleh tanaman perkebunan dan tanaman hutan tropis basah. Selain itu, tanaman pertanian seperti padi dan jagung juga banyak ditemukan di kawasan tersebut mengingat mayoritas masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani. Adapun daftar beberapa jenis tanaman eksisting dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Daftar Nama Tanaman di Lokasi Penelitian

No. Nama Latin Nama Lokal Keterangan

1. Tectona grandis Jati Tanaman konservasi

2. Pinus mercusii Pinus Tanaman konservasi/produksi

3. Albizisa falcata Sengon Tanaman konservasi

4. Swetenia macrophylla Mahoni Tanaman konservasi/produksi

5. Durio zibentinus Durian Tanaman produksi

6. Mangifera indica Mangga Tanaman produksi

7. Oryza sativa Padi Tanaman produksi

8. Sacharum officinarum Tebu Tanaman produksi

9. Zea mays Jagung Tanaman produksi

Gambar 19 Keefektifan Penyerapan Radiasi Matahari oleh Vegetasi

Pohon daun jarum Pohon daun lebat Pohon daun jarang

Ga mbar 20 P eta Ha sil A na li sis Ke se suaia n F isi k untuk Wisa ta

Masalah yang sering terjadi di lapangan adalah adanya penyerobotan lahan hutan oleh masyarakat sekitar hutan, pembukaan wilayah hutan menjadi kebun produksi masyarakat, penjarahan kayu hutan sehingga menyebabkan kondisi lingkungan kawasan Waduk Cacaban semakin terdegradasi. Pengurangan jumlah populasi vegetasi hutan di lingkungan waduk secara tidak langsung akan berdampak kepada berkurangnya jumlah resapan air ke dalam tanah. Air hujan yang jatuh ke permukaan lereng bukit di sekitar waduk langsung mengalir ke bawah dan menyebabkan terjadinya longsor. Dampak ikutan yang ditimbulkan dari hal tersebut adalah mempercepat terjadinya proses sedimentasi dan pendangkalan dasar waduk sehingga volume air waduk akan berkurang.

Vegetasi memiliki peran penting dalam upaya pencegahan erosi suatu lahan antara lain melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan secara langsung, menjaga partikel tanah agar tetap di tempat, dan menjaga stabilitas resapan air tanah (Hakim, 2011). Pengaruh vegetasi secara hidrologis untuk mencegah erosi adalah sebagai berikut:

1. Pemotong atau interseptor. Intersepsi oleh vegetasi dapat terjadi dengan dua cara yaitu mengurangi jumlah air yang menyentuh tanah sehingga meminimalisir aliran permukaan dan memperkecil kekuatan air hujan yang jatuh ke tanah karena batang dan ranting mengahalangi air bertumbukan langsung dengan tanah.

2. Penahan (restraint). Akar pohon secara fisik dapat berfungsi untuk mengikat dan menahan partikel tanah.

3. Infiltrasi. Infiltrasi merupakan proses meresapnya air dari permukaan melalui pori-pori tanah. Vegetasi membantu memelihara porositas dan permeabilitas tanah sehingga mengurangi dampak negatif dari aliran permukaan

Ada beberapa jenis vegetasi yang dapat menjadi rekomendasi untuk mengurangi resiko terjadinya longsor berdasarkan kecocokannya dengan kemiringan lahan (Suryatmojo 2009). Daftar vegetasi tersebut disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Karakteristik Tajuk dan Perakaran Vegetasi untuk Pengendalian Longsor.

No. Nama Latin Nama Lokal Kerapatan Tajuk Akar Cabang

Kemiringan < 25˚

1. Acacia leucophloea Pilang Ringan Sedikit

2. Bauhinia hirsula Tayuman Sedang Sedikit

Tabel 9 Lanjutan

No. Nama Latin Nama Lokal Kerapatan Tajuk Akar Cabang

3. Cassia fistula Trengguli Sedang Sedikit

4. Dalbergia latifolia Sono Keliang Sedang Sedikit

5. Dalbergia sisoides Sono Brits Sedang Sedikit

Kemiringan 25 - 40˚

1. Leuncaena glauca Lamtoro Sabrang Ringan Banyak

2. Swietenia macrophylla Mahoni daun besar Berat Sedikit

3. Gluta renghas Renghas Berat Sedikit

4. Schleichera oleosa Kesambi Berat Sedikit

5. Melia azedarach Mindi Ringan Banyak

Kemiringan > 40˚

1. Cassia simea Johar Sedang Banyak

2. Aleurites moluccana Kemiri Berat Banyak

3. Lagerstomia speciosa Bungur Sedang Banyak

4. Vitex pubescens Laban Sedang Banyak

2. Satwa

Beberapa jenis satwa yang ditemukan pada kawasan Waduk Cacaban adalah jenis mamalia antara lain Muntiacus muntjak (kijang), Macaca fascicularis (monyet), dan beberapa jenis aves seperti Gallus gallus (ayam hutan merah), dan

Machaeramphus alinus (alap-alap kelelawar). Masyarakat sekitar waduk seringkali melakukan kegiatan memancing di daerah tangkapan waduk/badan air utama. Menurut hasil wawancara dan penelitian di lapangan ada beberapa jenis ikan air tawar yang dapat ditemukan antara lain Oreochromis mosambicus (mujair) dan

Cyprinus carpio (ikan mas), Channa striata (gabus), dan Oreochromis niloticus

(nila).

Aspek Sosial Preferensi Masyarakat dan Pengunjung

Keberadaan Waduk Cacaban merupakan hal yang tidak dapat lepas dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sebagian besar masyarakat dan penduduk Cacaban memiliki mata pencaharian yang berhubungan dengan pertanian. Waduk Cacaban merupakan sumber pengairan utama untuk irigasi areal persawahan masyarakat. Keindahan serta keunikan alam kawasan Waduk Cacaban juga memiliki potensi daya tarik untuk dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai kawasan wisata yang dapat menyokong pergerakan roda perekonomian masyarakat lokal. Arah pengembangan ini diharapkan dapat melibatkan peran aktif masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.

Menurut hasil penelitian di lapangan, sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke lokasi adalah masyarakat lokal yang berasal dari sekitar waduk,Kabupaten Tegal dan sekitarnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui persepsi dan preferensi terhadap pengembangan wisata dilakukan penyebaran kuisioner kepada masyarakat setempat sekaligus pengunjung di kawasan tersebut dengan

jumlah sampel responden sebanyak 30. Adapun data kuisioner dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil Kuisioner Preferensi Pengunjung dan Masyarakat

No. Variabel Frekuensi Frekuensi

Relatif Identitas Responden 1 Jenis Kelamin a. Laki-laki 16 53,3% b. Perempuan 14 46,7% 2 Umur a. < 14 tahun - - b. 15-24 tahun 21 70% c. 25-55 tahun 9 30% d. > 55 tahun - - 3 Pendidikan Terakhir a. SD - - b. SLTP 1 3,3% c. SLTA 17 56,7 d. Perguruan Tinggi (S1/S2/S3) 12 40% 4 Pekerjaan a. Siswa 1 3,3% b. Mahasiswa 10 33,3% c. Karyawan (PNS/swasta) 10 33,3% d. Wirausaha 6 20% e. Lainnya (petani/pedagang/nelayan) 3 10% Preferensi Responden

5 Dengan siapa datang ke lokasi

a. sendiri 3 10%

b. berdua 1 3,3%

c. kelompok kecil (3-10 orang) 2 6,7%

d. rombongan (>10 orang) 24 80% 6 Transportasi a. kendaraan pribadi 29 96,7% b. kendaraan umum - 0 c. sewa 1 3,3% 7 Frekuensi kunjungan a. >2 jam 4 13,3% b. 2-5 jam 26 86,7% c. 1 hari - - d. >1 hari - -

8 Daya tarik apa yang ada di lokasi menurut anda?

a. keunikan (bentukan alam) 23 76,7%

b. kuliner lokal 8 26,7%

c. suasana kawasan pertanian 21 70%

d. suasana pedesaan tradisional 19 63,3%

e. suasana pegunungan 14 46,7%

9 Aktivitas yang dilakukan di lokasi

a. menikmati pemandangan 19 63,3%

b. jalan-jalan 14 46,7%

c. piknik 2 6,7%

Tabel 10 Lanjutan

No. Variabel Frekuensi Frekuensi

Relatif

e. duduk-duduk 2 6,7%

f. lainnya 1 3,3%

10 Fasilitas yang perlu diperbaiki/disediakan

a. kemudahan akses jalan 20 66,7%

b. alternatif transportasi umum 11 37%

c. penginapan 11 37%

d. pusat informasi 22 73%

e. kios souvenir 24 80%

f. fasilitas umum (toilet,musholla,parkir,tempat

sampah,tempat duduk, kantin) 9 30%

11 Aktivitas/atraksi yang disukai/diinginkan di lokasi

a. bersampan (keliling waduk) 10 33,3%

b. memancing 9 30%

c. edukasi (training,ekplorasi/touring) 16 53,3%

d. outbound 12 40%

e. kuliner 2 6,7%

Hasil kuisioner menunjukkan bahwa sebanyak 93,3% responden telah mengetahui tentang pengertian lanskap dan hasil lainnya menunjukkan bahwa sebanyak 100% atau dengan kata lain semua responden merasa perlu dengan adanya penataan lanskap di kawasan wisata Waduk Cacaban. Tingkat kepuasan masyarakat dan pengunjung terhadap keamanan, kebersihan, kenyamanan, fasilitas, dan pelayanan di kawasan wisata juga dapat dilihat dari kuisioner ini. Hasil olahan dari kuisioner tersebut menunjukkan sebanyak 43,3% (13 orang) pengunjung memiliki persepsi bahwa keamanan di kawasan wisata cukup dan kurang baik, sebanyak 50% (15 orang) berpersepsi kebersihan cukup baik, sebanyak 66,7% (20 orang) berpersepsi fasilitas kurang baik, dan sebanyak 50% (15 orang) berpersepsi bahwa pelayanan di kawasan wisata tersebut kurang baik.

Tingkat kepuasan dan kenyamanan responden setelah berwisata di kawasan Waduk Cacaban juga dapat dilihat dari hasil kuisioner ini. Sebanyak 43,3% (13 orang) merasa cukup puas, sebanyak 50% (15 orang) berpersepsi bahwa kawasan wisata cukup nyaman secara fisik dan sebanyak 66,7% (20 orang) berpersepsi cukup nyaman secara sosial. Kawasan obyek wisata TWC memiliki daya tarik dan potensi alami fisik yang berbukit dan pemandangan yang indah. Hal ini didukung dengan hasil kuisioner yakni sebanyak 60% (18 orang) memiliki persepsi bahwa kondisi alam kawasan obyek wisata TWC indah. Grafik hasil kuisioner preferensi masyarakat dan pengunjung akan disajikan pada Gambar 22.

Preferensi Pihak Pengelola TWC

Adapun preferensi dan keinginan pihak pengelola diketahui dengan metode wawancara kepada pihak-pihak terkait. Secara fisik, pengelolaan kawasan waduk dibagi menjadi dua yakni zona darat dan zona perairan. Oleh karena itu wawancara dilakukan terhadap Bappeda Kabupaten Tegal sebagai pihak yang berwenang

mengawasi zona darat dan BPSDA Pemali-Comal sebagai pihak yang berwenang pada zona perairan.

Secara garis besar pihak yang terkait memang telah memliki rencana pengembangan untuk kawasan Waduk Cacaban. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang tertera pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tegal tahun 2009-2014 kawasan Waduk Cacaban termasuk ke dalam zona pengembangan wisata andalan. Arahan konsep pengembangannya adalah kepada kegiatan agroforestri dengan peran serta aktif masyarakat. Upaya tersebut telah diwujudkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Tegal dengan melaksanakan program GERHAN (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) yang dilakukan bersama dengan masyarakat. BPSDA Pemali- Comal juga telah mengakomodir rencana pengembangan tersebut dengan memberikan alokasi sebesar 5% dari luas genangan utama waduk untuk dikembangkan menjadi keramba oleh masyarakat. Namun demikian, rencana tersebut

Gambar 22 Grafik Hasil Kuisioner

belum dapat terealisasi secara maksimal dikarenakan keterbatasan pengetahuan masyarakat terhadap budidaya perikanan dengan sistem keramba.

Hasil diskusi juga menunjukkan bahwa kawasan Waduk Cacaban memiliki beberapa potensi yang belum dikembangkan antara lain potensi sejarah,budaya, dan edukasi. Waduk Cacaban merupakan waduk bersejarah yang dibangun pada awal masa kemerdekaan Republik Indonesia dengan peletakan batu pertamanya oleh Presiden pertama RI Ir. Soekarno pada tahun 1959. Masyarakat sekitar waduk juga memiliki kearifan dan kesenian budaya lokal berupa Cangklung yang sering ditampilkan pada upacara perkawinan dan ritual adat ruat bumi. Potensi edukasi terkait Waduk Cacaban adalah pengenalan terhadap kegiatan agroforestri dan sistem operasional waduk.

Aspek Wisata

Menurut Gunn (1979) diacu dalam Smith (1989), ada beberapa komponen utama yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan sebuah kawasan wisata yaitu keindahan (kualitas visual), potensi obyek dan atraksi eksisting, serta kemudahan aksesibilitas transportasi dan fasilitas pendukung.

Kualitas Visual

Kondisi fisik alami kawasan Waduk Cacaban yang dikelilingi bukit dan pegunungan menciptakan nuansa alami yang dapat menjadi daya tarik visual (good view) wisata di lokasi tersebut. Waduk Cacaban memiliki keunikan yang berbeda dengan waduk atau bendungan yang lain di Indonesia. Waduk ini memiliki beberapa pulau-pulau di tengah badan air/genangan utama waduk yang relatif datar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai area wisata seperti viewing ataupun fasilitas rest area. Kondisi topografi yang bervariasi dan bergelombang hingga ketinggian 300 m di atas permukaan laut di sekeliling badan air utama waduk, membentuk beberapa spot area yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai area aktivitas ekplorasi alam/touring dan interpretasi pemandangan sekitar waduk. Pada waktu sore hari antara pukul 16.00- 17.00, area di sekitar sempadan waduk dapat menjadi potensi untuk spot berfoto dengan memanfaatkan efek pantulan cahaya senja matahari dan latar belakang suasana alami pegunungan.

Potensi berikutnya yang dapat dikembangkan adalah pengamatan langsung dari badan air utama waduk dengan menggunakan sampan/perahu yang disewakan oleh masyarakat setempat. Pengunjung dapat merasakan keindahan suasana pertanian dan pegunungan secara langsung dengan mengelilingi genangan air waduk. Kawasan wisata TWC memiliki area hutan rekreasi dimana di dalamnya terdapat jajaran pohon sengon (Albizia falcata) yang membentuk axis sekaligus berfungsi sebagai penaung di area tersebut (Gambar 23).

Kualitas visual buruk (bad view) juga terdapat ditemukan pada beberapa titik di lokasi wisata TWC. Kondisi warung usaha milik masyarakat (terutama pada hari libur akhir pekan/nasional) yang berada di area badan bendungan utama menyebabkan penurunan kualitas visual pada area yang seharusnya dapat menjadi daya tarik utama untuk melihat pemandangan waduk secara langsung seperti pada Gambar 24. Hal ini disebabkan karena tidak tertatanya warung dan lapak dagangan milik masyarakat tersebut dengan baik. Permasalahan ini dapat diatasi dengan cara merelokasi warung dan lapak usaha milik masyarakat tersebut ke satu area tertentu dimana pada area tersebut dikhususkan untuk kegiatan usaha masyarakat seperti warung jajanan, kantin, kios kerajinan dan oleh-oleh (souvenir), dan sebagainya. Kualitas visual di TWC juga diperburuk dengan adanya beberapa parkir roda dua (motor) yang tidak resmi/liar dan beberapa jalan internal yang rusak. Menurut hasil wawancara dengan pengunjung di lokasi, mereka enggan berjalan kaki karena kondisi cuaca yang cukup panas sehingga memilih untuk membawa kendaraan roda dua (motor) hingga ke area badan bendungan utama. Hal ini menyebabkan terciptanya tempat parkir liar yang kemudian dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari masalah tersebut. Pihak pengelola TWC seharusnya melakukan pengawasan yang lebih maksimal dan memberikan sanksi tegas bagi para pengunjung yang tidak memarkir kendaraannya di area parkir resmi yang telah disediakan. Selain itu, masalah ini juga dapat diatasi dengan melakukan penanaman vegetasi penaung terutama di sepanjang area jalur pejalan kaki sehingga pengunjung lebih nyaman untuk berjalan kaki sambil melihat keindahan visual yang terdapat di lokasi TWC. Adapun hasil analisis visual dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 23 Axis yang dibentuk oleh jajaran pohon sengon (Albizia falcata)

Gambar 24 Kualitas Visual Buruk

Potensi Obyek dan Atraksi

Kawasan Waduk Cacaban memiliki beberapa potensi yang dapat menjadi daya tarik untuk dikembangkan antara lain potensi alam, sejarah, budaya, dan edukasi.

a. Potensi Alam

Saat ini daya tarik utama yang paling menonjol adalah potensi alam kawasan waduk. Bentukan alam di sekeliling waduk berupa pegunungan dan perbukitan yang ditumbuhi oleh massa tanaman pohon hutan tropis seperti jati, sengon, pinus, dan sebagainya menjadikan kawasan tersebut unik dan memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Masyarakat lokal juga sering memanfaatkan hasil kekayaan perairan waduk dengan melakukan kegiatan memancing dan menangkap ikan air

Dokumen terkait