• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINDAK PIDANA DAN SANKSI PIDANA MENURUT HUKUM

3. Jenis-Jenis Hukuman Dalam Hukum Islam

Hukum pidana Islam merupakan aturan-aturan yang bersumber dari syariat Islam yang memiliki tujuan yang luhur baik untuk kepentingan pelaku tindak pidana maupun masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu menurut keduanya bahwa hukuman menjadi beberapa macam sesuai dengan tindak pidananya, yaitu:

a) Hukuman dari segi terdapat atau tidak terdapat nashnya dalam Al-qur’an dan Hadist, yaitu:

1.Hukuman yang ada nashnya, yaitu hudud, qishas, diyat, kafarat. Misalnya pencurian, perzinahan, minum khamar, murtad.

2.Hukuman yang tidak ada nashnya, hukuman ini disebut juga dengan hukuman ta’zir, seperti percobaan melakukan tindak pidana, melakukan perbuatan maksiat.

b) Hukuman dari segi hubungan antara satu hukuman dengan hukuman yang lain, yaitu:

1. Hukuman pokok (uqubat ashliyah), yaitu hukuman yang asal bagi suatu kejahatan, seperti hukuman mati bagi pembunuh dan hukuman dera seratus kali kepada pelaku zinah yang belum kawin (ghairu muhson).

2. Hukuman Pengganti (uqubat badaliyah), yaitu hukuman yang menempati tempat hukuman pokok apabila hukuman pokok itu tidak dapat dilaksanakan karena satu alasan hukum, seperti hukuman diyat atau denda bagi pembunuhan sengaja yang telah mendapatkan maaf

oleh pihak keluarga korban atau hukuman ta’zir apabila suatu alasan hukum pokok yang berupa had tidak dapat dilaksanakan.

3. Hukuman Tambahan (uqubat taba’iyah), yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku atas dasar mengikuti hukuman pokok, seperti terhalangnya seorang pembunuh.

4. Hukuman Pelengkap (uqubat takmiliyah), yaitu hukuman yang dijatuhkan sebagai pelengkap terhadap hukuman yang dijatuhkan, seperti mengalungkan tangan pencuri yang telah dipotong dan diletakan dilehernya.

c) Hukuman dari segi kekuasaan hakim yang menjatuhkan hukuman, yaitu: 1. Hukuman yang memiliki batas tertentu, dimana hakim tidak dapat

menambah atau mengurangi batas itu, seperti hukuman had.

2. Hukuman yang memiliki dua batas, yaitu batas tertinggi dan batas terendah di mana hakim dapat memilih hukuman yang paling adil dijatuhkan kepada terdakwa, seperti pada kasus maksiat, mengganggu kemaslahatan dan ketertiban umum yang diancam hukuman ta’zir. d) Hukuman dari segi tempat dilakukannya hukuman, yaitu:

1. Hukuman badan, hukuman yang dijatuhkan atas badan, seperti hukuman dera (jilid).

2. Hukuman yang dikenakan kepada jiwa, seperti hukuman mati, hukuman rajam.

3. Hukuman yang dikenakan kepada kemerdekaan manusia, seperti hukuman penjara dan pengasingan.

4. Hukuman yang dikenakan kepada harta, seperti hukuman diyat, denda. Berdasarkan pemaparan diatas apabila seseorang melakukan suatu tindak pidana khususnya di bidang pelanggaraan dalam hukum perkawinan dan kejahatan terhadap anak yang mengakibatkan luka-luka yang mana membahayakan atas diri sang anak karena dalam suatu perkawinan melakukan persetubuhan dengan anak (istri) yang seharusnya atau sepatutnya belum waktunya untuk dikawin, maka penguasa dalam hal ini negara dapat melakukan suatu tindakan dalam upaya menjerat dan menghukum pelaku sesuai dengan hukuman yang berlaku di negara tersebut, artinya kepada pelaku dapat dikenakan suatu hukuman ta’zir.

Adapun macam-macam sanksi yang berkaitan dengan jarimah ta’zir adalah sebagai berikut:

1. Sanksi ta’zir yang mengenai badan, maka hukuman yang terpenting dalam hal ini adalah hukuman mati dan hukumaan jilid.

2. Sanksi yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang, sanksi yang terpenting dalam hal ini adalah penjara dengan berbagai macamnya dan pengasingan. 3. Sanksi ta’zir yang berkaitan dengan harta, dalam hal ini yang terpenting

adalah denda, penyitaan atau perampasan.

4. Sanksi-sanksi lainya yang ditentukan ulil amri demi kemaslahatan umum (masyarakat pada umumnya).

B. Ketentuan Hukum Pidana Positif Mengenai Tindak Pidana dan Sanksi Pidana 1.Pengertian Tindak Pidana dan Sanksi Pidana

Secara terminologis, kata tindak pidana terdiri dari dua kata, yaitu kata Tindak dan kata Pidana. Kata tindak berasal dari bahasa Jawa yang artinya perbuatan, tingkah laku, kelakuan, sepak terjang. Sedangkan kata pidana berarti kejahatan kriminal dan pelanggaran. Sementara kalau dilihat dari segi hukum berarti hukum mengenai perbuatan-perbuatan kejahatan dan pelanggaran terhadap penguasa.20

Dalam keterangan yang lain, pengertian yang lebih luas tentang tindak pidana, ialah untuk menyatakan konkrit sebagaimana halnya peristiwa dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku, dan gerak gerik atau sikap jasmani seseorang.21 Secara tradisional, pidana dipandang sebagai suatu nestapa (derita) yang dikenakan kepada si pembuat karena melakukan suatu delik (kejahatan).22 Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan perkataan ”strafbaar feit” untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai ”Tindak Pidana” di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan ”strafbaar feit”. Perkataan ”feit” itu sendiri didalam bahasa Belanda berarti sebagian dari suatu kenyataan atau een gedeelte van de werkelijkheid sedangkan ”strafbaar” berarti dapat dihukum, sehingga secara harfiah perkataan ”strafbaar feit” itu dapat diterjemahkan sebagai

20

Poerwa Darminto, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976). h. 1074.

21

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana. (Jakarta: Bina Aksara, 1986) h. 55.

22

”bagian dari suatu kenyatan yang dapat dihukum”, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan kita ketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan, ataupun tindakan.

Oleh karena seperti yang telah dikatakan diatas, bahwa pembentuk undang-undang kita itu tidak memberikan suatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya telah ia maksud dengan perkatan ”strafbaar feit”, maka timbullah di dalam doktrin berbagai pendapat tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan ”strafbaar feit” tersebut. Para sarjana hukum telah merumuskan suatu teori yang berbeda-beda di antara mereka, antara lain adalah:

Pendapat Hazewinkel Suringa sebagaimana yang dikutip oleh Lamintang dalam bukunya Dasar - Dasar Hukum Pidana Indonesia bahwa kata ”strafbaar feit” adalah sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya.23

Moeljatno mengatakan bahwa perkataan ”strafbaar feit” secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai suatu sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut.24

23

P.A.F, Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997) h. 181.

24

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli hukum tersebut, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan straafbaar feit (tindak pidana) menurut hukum pidana positif adalah perbuatan, gerak-gerik, tingkah laku, sikap jasmani seseorang yang bertentangan dengan hukum atau mengadakan suatu pelanggaran terhadap penguasa yang diancam dengan hukuman, yang dilakukan oleh orang yang bersalah dan orang itu mempunyai kemampuan untuk bertanggungjawab atas perbuatannya, dimana pelaksanaannya dilakukan oleh instansi yang diberi wewenang untuk menjalankannya.

Dalam ruang lingkup hukum pidana, istilah sanksi diidentikan dengan pidana. Namun pada dasarnya pengertian sanksi lebih luas jangkauannya dibandingkan dengan istilah pidana. Kata sanksi berasal dari Bahasa Belanda yaitu ”Sanc’tie” yang artinya alat pemaksa sebagai hukuman jika tidak taat kepada perjanjian.25 Sedangkan menurut kamus Bahasa Indonesia, sanksi berarti tanggungan (tindakan-tindakan, hukuman) untuk memaksa orang menepati perjanjian atau mentaati ketentuan undang-undang. Dalam kamus istilah hukum, sanksi mempunyai arti ancaman hukuman, merupakan suatu alat pemaksa guna ditaatinya suatu kaidah, (undang-undang).26 Pengertian sanksi apabila dilihat dari segi tugasnya, sanksi adalah suatu jaminan bahwa sesuatu akan ditaati yang merupakan akibat hukum (rechtgevolg) dari pada pelanggaran suatu kaidah. Akibat hukum yang dimaksud disini adalah berupa

25

S. Wojo Wasito, Kamus Umum Belanda - Indonesia, (Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve, 1990) h.560.

26

suatu tindakan, yaitu dimana hukum dijatuhkan berhubung telah dilanggarnya suatu aturan oleh seseorang.27

Diatas diterangkan bahwa apabila dipandang dari sudut sifatnya, sanksi merupakan akibat hukum (rechtsgecolg) dari pada pelanggaran suatu kaidah. Akibat ini merupakan suatu tindakan, dimana hukuman dijatuhkan berhubung dilanggarnya sesuatu norma oleh seseorang. Tugas dari sanksi adalah suatu jaminan bahwa suatu norma akan ditaati. Pada azasnya tiap norma dapat dijamin dengan sanksi yang berbentuk siksaan (leed) karena itu hukum pidana di dalam lapangan hukum disebut ”het strafrecht is de citadel van het recht” (hukum pidana adalah merupakan benteng hukum). Dari beberapa definisi yang dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sanksi pidana adalah tindakan atau sikap berupa hukuman yang dijatuhkan atau diberikan karena adanya pelanggaran atau perbuatan kejahatan sebagai akibat hukum untuk menjamin ditaatinya suatu norma yang terdapat didalam masyarakat.

Dokumen terkait