• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA

C. Jenis-Jenis Perjanjian

22

C. Jenis-jenis perjanjian

Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan

21 Prof. R.Subekti, S.H., op.cit. hal.20..

sesuatu. Apabila ditinjau dari segi prestasinya, maka perjanjian dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:23

1.Perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang; 2.Perjanjian untuk berbuat sesuatu;

3.Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.

Perjanjian macam pertama, misalnya: jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, penghibahan (pemberian). Perjanjian macam kedua, misalnya: perjanjian untuk membuat suatu lukisan, perjanjian perburuhan, perjanjian untuk membuat garasi rumah. Dan perjanjian macam ketiga, misalnya: perjanjian untuk tidak mendirikan tembok, perjanjian untuk tidak mendirikan suatu perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan seorang lainnya.

Akan tetapi disamping pembagian diatas, perjanjian dapat lagi dibagi apabila ditinjau dari segi isi dan subjek daripada prestasinya perjanjian tersebut dibuat.

Beberapa jenis perjanjian yaitu :24 1. Perjanjian Positif dan Negatif.

Perjanjian positif dan negatif ini adalah pembagian perjanjian ditinjau dari segi “isi” prestasi yang harus dilaksanakan. Suatu perjanjian disebut positif apabila pelaksanaan prestasi yang dimaksudkan dalam isi perjanjian merupakan tindakan positif, baik berupa memberi/menyerahkan sesuatu barang atau melakukan sesuatu perbuatan (te doen).

23 Ibid. hal.36.

Sedangkan sesuatu perjanjian disebut negatif, apabila prestasi yang menjadi maksud perjanjian merupakan sesuatu tindakan negatif atau persetujuan yang berupa tidak melakukan sesuatu (niet te doen).

2. Perjanjian Sepintas Lalu dan Yang Berlangsung Terus.

Disebut perjanjian sepintas lalu, apabila pemenuhan prestasi berlangsung sekaligus dalam waktu yang singkat dan dengan demikian perjanjian pun berakhir. Yang paling jelas dalam contoh perjanjian ini adalah perjanjian jual beli, yaitu perjanjian akan berakhir sekejap setelah barang yang dibeli diserahkan dan harga disetujui telah dibayar.

Lain halnya dengan perjanjian yang berlangsung terus, dimana kewajiban pemenuhan dan pelaksanaan prestasi berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Sebagai contoh, misalnya perjanjian perjanjian kerja. Kewajiban prestasi yang berlangsung lama sesuai jangka waktu yang telah ditentukan.

3. Perjanjian Alternatif (Alternatieve Verbintenis).

Penggolongan perjanjian alternatif ini didasarkan pada segi isi dan maksud perjanjian maupun dari segi subjek. Dalam perjanjian alternatif, debitur dalam memenuhi kewajibannya melaksanakan prestasi, dapat memilih salah satu di antara prestasi yang telah ditentukan. Hal yang memudahkan kita mengetahui apakah suatu perjanjian bersifat alternatif, apabila dalam perjanjian itu terselip pengertian “atau”.

Dalam perjanjian ini, debitur tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima prestasi dari satu bahagian dan selebihnya dari bahagian lain, jika hal itu tidak ditentukan secara tegas dalam perjanjian.

4. Perjanjian Kumultatif atau Konjungtif.

Kalau dalam alternatif debitur diberi kebebasan memilih prestasi mana yang akan dipenuhinya, maka di dalam perjanjian kumultatif, prestasi yang dibebankan terhadap debitur terdiri dari bermacam-macam jenis dan prestasi tersebut dibebankan sekaligus. Oleh karena itu perjanjian kumultatif berbeda dengan perjanjian alternatif. Memang di dalam perjanjian alternatif ditentukan

beberapa prestasi, tetapi debitur dapat memilih atau terserah satu saja yang dilaksanakannya.

5. Perjanjian Fakultatif.

Perjanjian Fakultatif berbeda dengan perjanjian alternatif dan perjanjian kumultatif. Kalau dalam perjanjian alternatif debitur diberi hak bebas memilih prestasi yang hendak dilaksanakannya, maka perjanjian fakultatif hanya mempunyai satu objek prestasi. Di dalam perjanjian fakultatif, debitur mempunyai hak untuk mengganti prestasi yang telah ditentukan dengan prestasi lain, apabila debitur tidak mungkin menyerahkan prestasi yang telah ditentukan semula.

Dengan demikian, dalam perjanjian ini seolah-olah ada prestasi “primair” dan “subsidair”. Jika yang primair tidak mungkin dilaksanakan debitur, dia

dapat menggantinya dengan prestasi subsidair. Sebagai contoh, debitur diwajibkan menyerahkan rumah. Akan tetapi bila penyerahan tidak mungkin, prestasi itu dapat digantinya dengan sejumlah uang. Dengan penyerahan uang sebagai pengganti, berarti debitur telah melaksanakan prestasi dengan sempurna.

6. Perjanjian Generik dan Perjanjian Spesifik.

Perjanjian Generik ialah perjanjian yang hanya menentukan jenis dan jumlah atau benda/barang yang harus diserahkan debitur seperti yang diatur dalam pasal 1392 KUHPerdata. Sesuai dengan ketentuan pasal tersebut, pada perjanjian generik debitur dalam memenuhi kewajibannya guna membebaskan dirinya atas pemenuhan prestasi, tidak berkewajiban untuk menyerahkan yang terbaik. Tetapi sebaliknya, debitur tak boleh pula menyerahkan jenis yang terburuk.

Lain halnya dengan perjanjian spesifik (pasal 1391) yang ditentukan ialah hanya ciri-ciri khusus yang menjadi objek perjanjian, sehingga jelaslah perbedaan yang dapat dilihat dari perjanjian generik yang lebih cenderung ke jenis benda objek perjanjian dan perjanjian spesifik yang lebih mengarah ke ciri-ciri khusus dari bendanya.

7. Perjanjian Yang Dapat Dibagi dan Tidak Dapat Dibagi.

Suatu perjanjian dapat dibagi adalah perjanjian yang prestasinya dapat dibagi, pembagian mana tidak boleh mengurangi hakikat prestasi itu. Sedangkan perjanjian yang tidak dapat dibagi adalah perjanjian yang prestasinya tidak dapat

dibagi. Soal dapat tidak dapat dibaginya prestasi itu tergantung pada sifat barang yang tersangkut di dalamnya, tetapi juga dapat disimpulkan dari maksudnya perjanjian itu. Atau, kriteria untuk membedakannya ialah apakah suatu perikatan itu ditinjau dari segi pengertian hukum dapat dibagi atau tidak.25

8. Perjanjian Tanggung-menanggung.

Perjanjian Tanggung-menanggung merupakan perjanjian yang lazim disebut dengan perjanjian tanggung renteng. Perjanjian Tanggung-menanggung adalah suatu perjanjian dimana debitur dan/atau kreditur terdiri dari beberapa orang. Perjanjian tanggung-menanggung diatur dalam Pasal 1749 dan 1836 KUHPerdata, serta Pasal 18 KUHDagang.26

Jika debiturnya terdiri dari beberapa orang maka tiap-tiap debitur dapat dituntut untuk memenuhi seluruh prestasi. Sedangkan jika krediturnya terdiri dari beberapa orang, maka tiap-tiap kreditur berhak menuntut pemenuhan seluruh prestasi. Dengan dipenuhinya prestasi oleh salah seorang debitur kepada kreditur, perjanjian menjadi hapus.27

9. Perjanjian Pokok dan Tambahan.

Perjanjian pokok adalah perjanjian antara debitur dan kreditur yang berdiri sendiri tanpa bergantung kepada adanya perikatan yang lain, misalnya perjanjian peminjaman uang.

25 Prof. DR. Mariam Darus, S.H., op.cit. hal.70.

26 Lihat pasal 1749, 1836 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Sedangkan perjanjian tambahan adalah perjanjian antara debitur dan kreditur yang diadakan sebagai perjanjian tambahan daripada perjanjian pokok, misalnya perjanjian gadai dan hipotik. Perjanjian tambahan ini tidak akan dapat berdiri sendiri, tetapi bergantung pada perjanjian pokok, sehingga apabila perjanjian pokok berakhir, maka perjanjian tambahan ikut berakhir pula.28

10.Perjanjian Bersyarat.

Perjanjian bersyarat adalah perjanjian yang lahirnya maupun berakhirnya digantungkan kepada suatu peristiwa yang belum dan tidak tentu akan terjadi. Apabila suatu perjanjian yang lahirnya digantungkan pada terjadinya peristiwa itu dinamakan perjanjian dengan syarat tangguh. Misalnya, A berjanji memberikan buku-bukunya kepada si B kalau ia lulus ujian.

Sedangkan apabila suatu perjanjian yang sudah ada yang berakhirnya digantungkan pada peristiwa itu dinamakan perjanjian dengan syarat batal. Misalnya, perjanjian sewa-menyewa rumah antara A dan B yang sekarang sudah ada dijanjikan akan berakhir kalau A dipindahkan ke kota lain.

11.Perjanjian Dengan Ancaman Hukuman.

Menurut Pasal 1304 KUHPerdata menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ancaman hukuman adalah suatu ketentuan yang sedemikian rupa dengan

mana seorang untuk jaminan pelaksanaan suatu perjanjian diwajibkan melakukan sesuatu manakala perjanjian itu tidak dipenuhi.29

Maksud dari ancaman hukuman itu adalah : untuk memastikan agar perjanjian itu benar-benar dipenuhi dan untuk menetapkan jumlah ganti rugi tertentu apabila terjadi wanprestasi, serta untuk menghindari pertengkaran tentang hal itu.30 Janji ancaman hukuman bersifat accesoir, karena teragantung pada perjanjian pokoknya.

Dokumen terkait