• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN

2.2 Landasan Teori

2.2.4 Jenis- jenis Tindak Tutur

Bertolak dari pengertian tindak tutur dari beberapa ahli bahasa mengenai tiga jenis tindak tutur, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi di atas, ada beberapa jenis lagi tindak tutur berdasarkan bermacam-macam aktivitas komunikasi, yaitu tindak tutur langsung, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal, tindak tutur tidak literal, tindak tutur langsung literal, tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, dan tindak tutur tidak langsung tidak literal. Adapun penjelasan dari berbagai jenis tindak tutur tersebut dapat dilihat di bawah ini.

2.2.4.1Tindak Tutur Langsung

Tindak tutur langsung adalah kalimat berita yang difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, dan memohon (Wijana, 1996:31). Berdasarkan pendapat Wijana dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak langsung suatu tuturan yang bersifat umum dan tidak bersifat tersirat. Adapun Yule (2006:95) mengatakan tindak tutur langsung adalah ada hubungan langsung antara struktur dengan fungsi. Berdasarkan pendapat Yule, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur langsung adalah adanya hubungan struktur dan fungsi dalam berkomunikasi. Struktur yang dimaksud adalah bahasa dan fungsi adalah tujuan penuturan. Tindak tutur langsung adalah tindakan yang dinyatakan langsung oleh isi kalimatnya (Rahardi dan Cummings dalam Ida Bagus, 2014:92).

Rahardi (2003:74) berpendapat bahwa dari berbagai macam suruhan dapat disimpulkan adanya dua hal yang amat mendasar dalam pembicaraan tindak tutur ini, yakni: (1) adanya tuturan yang bersifat langsung dan (2) adanya tuturan yang pada hakikatnya memang berciri tidak langsung. Tingkat sebuah kelangsungan sebuah tuturan dapat diukur berdasarkan besar kecilnya jarak tempuh. Adapun yang dimaksud dengan jarak tempuh dalam hal ini adalah jarak antara titik ilokusi yang secara konseptual berada di dalam diri si penutur, dengan titik tujuan ilokusi yang terdapat dalam diri si mitra tutur. Semakin jauh jarak tempuhnya, akan semakin tidak langsunglah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin dekat jarak tempuhnya akan semakin langsunglah tuturan tersebut. Berdasarkan pendapat

Rahardi, tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang memiliki jarak tempuh yang dekat antara titik tolak ilokusi dan titik tujuan ilokusi.

Selain itu, Rahardi (2003:75) berpendapat bahwa tingkat kelangsungan sebuah tuturan dapat pula diukur berdasarkan kejelasan pragmatiknya. Adapun kejelasan pragmatiknya adalah kenyataan bahwa semakin tembus pandang maksud sebuah tuturan akan semakin langsunglah maksud tuturan yang dimunculkan. Rahardi menegaskan kembali bahwa kelangsungan dan tidak langsung sebuah tuturan tergantung kejelasan pragmatik, yaitu semakin tembus pandang maksud, semakin langsunglah sifat tuturan tersebut. Sementara semakin tidak tembus pandang maksud sebuah tuturan, semakin tidak langsunglah sifat tuturan tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas tentang tindak tutur langsung, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang dalam pengungkapannya secara langsung tanpa mengandung kata-kata tersirat seperti perumpamaan, peribahasa atau kata yang mengandung kiasan dalam bertutur. 2.2.4.2Tindak Tutur Tidak Langsung

Tindak tutur tidak langsung adalah tuturan yang diutarakan secara tidak langsung biasanya tidak dijawab secara langsung, tetapi harus segera dilaksanakan maksud dan terimplikasi di dalamnya (Wijana, 1996:31). Berdasarkan pendapat Wijana, tindak tutur tidak langsung adalah suatu tuturan yang tidak serta merta dapat dijawab langsung, harus memerhatikan konteks untuk menangkap maksud dan impilkasinya.

Yule (2006:95) mengatakan tindak tutur tidak langsung adalah apabila ada hubungan tidak langsung antara struktur dengan fungsi. Berdasarkan pendapat Yule, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak langsung adalah tidak adanya hubungan struktur dan fungsi. Struktur yang dimaksud adalah bahasa dan fungsi adalah tujuan penuturan. Tindak tutur tidak langsung itu harus dimaknai dengan sesuatu yang tersirat atau yang terimplikasi di dalamnya. Makna yang demikian itu dapat diperoleh hanya dengan melibatkan konteks situasi (Rahardi dan Cummings dalam Ida Bagus, 2014:92). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan langsung dinyatakan secara langsung tanpa mengandung kata atau kalimat tersirat dan tuturan tidak langsung bersifat tersirat. Seorang mitra tutur harus melihat konteks dan implikasi dari tuturan untuk menangkap maksud tuturan.

Rahardi (2003:74) berpendapat bahwa dari berbagai macam suruhan dapat disimpulkan adanya dua hal yang amat mendasar dalam pembicaraan tindak tutur ini, yakni: (1) adanya tuturan yang bersifat langsung dan (2) adanya tuturan yang pada hakikatnya memang berciri tidak langsung. Tingkat sebuah kelangsungan sebuah tuturan dapat diukur berdasarkan besar kecilnya jarak tempuh. Adapun yang dimaksud dengan jarak tempuh dalam hal ini adalah jarak antara titik ilokusi yang secara konseptual berada di dalam diri si penutur, dengan titik tujuan ilokusi yang terdapat dalam diri si mitra tutur. Semakin jauh jarak tempuhnya, akan semakin tidak langsunglah tuturan itu.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan tidak langsung adalah tuturan yang jarak tempuhnya jauh antara titik tolak ilokusi dan titik tujuan ilokusi yang terdapat dari dalam diri si penutur.

Selain itu, Rahardi (2003:75) berpendapat bahwa tingkat kelangsungan sebuah tuturan dapat pula diukur berdasarkan kejelasan pragmatiknya. Adapun kejelasan pragmatiknya adalah semakin tidak tembus pandang maksud sebuah tuturan akan semakin tidak langsunglah maksud dari tuturan itu. Rahardi menegaskan kembali bahwa kelangsungan dan tidak langsung sebuah tuturan tergantung kejelasan pragmatik, yaitu semakin tembus pandang maksud, semakin langsunglah sifat tuturan tersebut. Sementara semakin tidak tembus pandang maksud sebuah tuturan, semakin tidak langsunglah sifat tuturan tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas tentang tindak tindak tutur tidak langsung, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak langsung merupakan tindak tutur yang dalam pengungkapannya secara tidak langsung dan mengandung kata-kata tersirat seperti menggunakan peribahasa, kiasan, atau perumpamaan dalam bertutur, sehingga mitra tutur tidak serta-merta bisa menangkap langsung maksud tuturan dari penutur.

2.2.4.3Tindak Tutur Literal

Wijana (1996:32) mengatakan tindak tutur literal (literal speech act) tindak tutur yang dimaksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Contoh: Penyanyi itu suaranya bagus. Maksudnya, memuji atau mengagumi kemerduan suara penyanyi (tindak tutur literal).

Berdasarkan pendapat Wijana mengenai tindak tutur literal, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur literal adalah tindak tutur antara maksud dan makna kata yang menyusunya sama.

2.2.4.4Tindak Tutur Tidak Literal

Wijana (1996:32) mengatakan tindak tutur tidak literal adalah (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Contoh: Suaramu bagus, (tapi tak usah nanyi saja). Maksudnya, penutur mau mengatakan bahwa suara lawan tuturnya tidak bagus (tindak tutur tidak literal).

Berdasarkan pendapat Wijana mengenai tindak tutur tidak literal, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur antara maksud dan makna kata-kata yang menyusunnya tidak sama.

2.2.4.5 Tindak Tutur Langsung Literal

Wijana (1996:33) berpendapat bahwa tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. Contoh: (a) “Orang itu sangat pandai.” Maksudnya, memberitakan orang itu sangat pandai. (b) “Buka mulutnya!” Maksudnya, menyuruh lawan tuturnya membuka mulut. (c) “Jam berapa sekarang?” Maksudnya, menanyakan pukul berapa ketika itu. Wijana menekankan pada kesamaan antara modus tuturan dan makna dan maksud pengutaraannya. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tindak

tutur langsung literal adalah adanya kesesuaian antara modus tuturan, makna dan maksud pengutaraannya.

2.2.4.6 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal

Wijana (1996:34) berpendapat bahwa tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) adalah tindak tutur yang diucapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan yang dimaksudkan penutur. Adapun contohnya: (a) “Lantainya kotor sekali.” Maksudnya, tuturan ini tidak hanya sekedar menginformasikan tetapi terkandung maksud memerintah yang secara tidak langsung dengan kalimat berita. (b) “Di mana handuknya?” Maksudnya, memerintah untuk mengambil handuk diungkapkan dengan kalimat Tanya. Wijana menekankan tindak tutur langsung tidak literal pada modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sama dengan maksud tuturan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak langsung literal merupakan tuturan yang dituturkan dengan bentuk yang tidak sesuai dengan tindakan yang diharapkan tetapi ada kesamaan antara makna literal dengan tindakan yang diharapkan.

2.2.4.7 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal

Wijana (1996:34) berpendapat bahwa tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speedh act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan tetapi kata-kata yang menyusunnya

tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Adapun contohnya adalah: (a) “Suaramu bagus kok.” Maksudnya, suara lawan tuturnya tidak bagus. (b) “Kalau makan biar kelihatan sopan, buka saja mulutmu!” Maksudnya, menyuruh lawan tuturnya yang mungkin dalam hal ini anak, atau adiknya untuk menutup mulut sewaktu makan agar terlihat sopan. Kembali Wijana membalikan dari arti tindak tutur tidak langsung literal, yaitu jika tindak tutur tidak langsung literal tidak sesuai antara modus tuturan dan maksud tetapi makna kata-katanya sama dengan maksud tuturan. Sebaliknya, tindak tutur langsung tidak literal, yaitu kesesuaian antara modus tuturan dengan maksud. Namun, makna kata-kata yang menyusunnya tidak sama dengan maksud.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diungkapkan sesuai dengan tindakan, tetapi mempunyai maksud lain dari ungkapan yang dituturkan.

2.2.4.8 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal

Wijana (1996:35) berpendapat bahwa tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan. Contoh: (a) “Lantainya bersih sekali.” Maksudnya, menyuruh membersihkan. (b) “Radionya terlalu pelan, tidak kedengaran.” Maksudnya, menyuruh mengecilkan volume atau mematikan radionya supaya tidak berisik. Wijana menekankan pada ketidaksesuaian antara modus kalimat dan makna kalimat dengan maksud pengutaraannya. Maksudnya, kebalikan dari apa yang dituturkan.

Berdasarkan pendapat di atas mengenai tindak tutur tidak langsung tidak literal, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang tidak sesuai antara bentuk dan makna literal dengan tindakan atau maksud yang diharapkan.

Dokumen terkait