• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-jenis Adat Melayu

ADAT MELAYU

B. Jenis-jenis Adat Melayu

Dalam adat istiadat Melayu Riau masing-masing wilayah budaya mempunyai konsep yang beragam. Namun secara umum konsep-konsep adat dikenal dengan empat yaitu adat yang sebenar adat adat yang diadatkan adat yang terdapatkan dan adat istiadat.46

1. Adat yang sebenar adat.

Adat yang sebenar adat adalah adat yang asli dalam bentuk hukum alam, tidak dapat diubah oleh akal pikiran dan hawa nafsu manusia, dan tidak

45 Suwardi, Kebudayaan Melayu, (Pekanbaru: STPR Riau, 2007), hlm. 86

46 Heddy Shri Ahimsa Putra, (Ed.), (Yogyakarta: Badan Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, 2007), hlm. 504

75 dapat diganggu gugat sehingga dikatakan tidak akan layu di tidak akan mati diinjak. Adat yang sebenarnya ada bersumber dari hukum-hukum Allah dan RasulNya dalam wujud syara‘.

2. Adat yang diadatkan

Adat yang diadatkan adalah hokum, norma atau adat buah pikiran leluhur manusia yang yang piawai, yang kemudian berperan untuk mengatur lalu lintas pergaulan kehidupan manusia. Anak yang diharapkan bisa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan kemajuan zaman. Bisa ditambah dan dikurangi agar tetap dapat menjawab tantangan kehidupan masyarakatnya dan mempunyai perbedaan antar wilayah budaya. Adat yang diadatkan termaktub di dalam pepatah petitih, undang-undang, adat dan ketetapan lainnya yang disepakati secara bersama. Contoh adat yang diadatkan misalnya dinukilkan di dalam nyanyian panjang dan bilang undang tentang syarat dan sifat manusia yang baik dalam memilih raja yang menyebutkan sekurang-kurangnya di dalam memenuhi empat perkara, pertama dua hati betul, kedua bermuka manis, ketiga berlidah fasih, dan keempat bertentang murah. Penguasa atau Raja mengatur hak dan kewajiban para kawula menurut tingkat sosial mereka. Hak-hak istimewa raja dan para pembesar diatur dan diwujudkan dalam bentuk rumah, bentuk dan warna pakaian, kedudukan dalam upacara-upacara, dan pelanggaran bagi bagi rakyat biasa untuk memakai atau mempergunakan jenis yang sama. Dengan demikian tercipta ketentuan-ketentuan yang berisi suruhan dan pantangan. Di samping itu juga tercipta kelas-kelas yang masyarakat yang pada umumnya terdiri dari raja dan anak raja

76 raja, orang baik-baik dan orang kebanyakan. Stratifikasi sosial dalam masyarakat Melayu itu telah menciptakan hak dan kewajiban yang berbeda-beda tiap-tiap tingkatan.

3. Adat yang teradatkan

Adat yang teradat merupakan aturan budi pekerti sehingga membuat penampilan manusia yang berbudi bahasa. Dipelihara dari generasi kepada generasi berikutnya, sehingga menjadi resam (tradisi) budi pekerti orang Melayu. Adat ini merupakan konsensus bersama yang dirasakan baik, sebagai pedoman dalam menentukan sikap dan tindakan dalam menghadapi setiap peristiwa dan masalah masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Konsensus dijadikan pegangan bersama sehingga merupakan kebiasaan turun menurun.

Oleh karena itu adat yang teradat dapat berubah sesuai dengan nilai-nilai baru yang berkembang adat. Adat yang teradat misalnya aturan panggilan dalam keluarga masyarakat dan kerajaan seperti misalnya panggilan Ayah, bapak, Abah, Ibu, Emak, Abang, Kakak, tuan, tuan guru, Paduka datuk nenek dan nenek moyang.

Adat di dalam hubungan komunikasi merangkup empat panduan, yaitu:

a. Kata mendaki, yakni adab bertutur kepada orang tua tua yang harus dihormati dan disegani. Orang tua-tua dalam hal ini tidak saja terbatas tua dalam artian umur, tetapi juga kepada guru, pimpinan atau ataupun rasi yang lebih tinggi, yaitu saudara yang secara umum lebih muda. Tetapi secara garis keturunan lebih tinggi misalnya adik ibu yang usianya lebih

77 mudah dalam interaksi sehari-hari, penggunaan kata pada kata mendaki hendaklah terkesan meninggikan martabat atau dengan gaya menghormati.

b. Kata melereng, yakni adab berbicara dengan orang semenda. Caranya tidak boleh langsung begitu saja. Terhadap orang semenda dalam masyarakat adat di samping dipanggil dengan gelar juga dipakai gaya berkias atau kata perlambangan. Gunanya untuk menjaga perasaan dalam rangka menghormati orang semenda tersebut.

c. Kata mendatar, yakni cara berkomunikasi terhadap teman sebaya. Dalam keadaan ini kita boleh bebas memakai kata-kata yang gaya. Mulai dari gaya terus terang, jenaka, kiasan bahkan juga saran dan sindiran atau kritik, sesuai dengan ruang waktu dan medan berkomunikasi.

d. Kata menurun, yakni cara berkomunikasi dengan kanak-kanak atau pada orang yang usianya lebih muda.

Pelanggaran terhadap adat mengandung sanksi seberat kedua tingkat adat yang disebutkan di atas. Jika terjadi pelanggaran,maka orang yang melanggar hanya ditegur atau dinasihati oleh pemangku adat atau atau orang-orang yang dituakan dalam masyarakat. Namun pelanggar tetap dianggap sebagai orang yang kurang adab atau tidak tahu adat. Ketentuan adat seperti ini biasanya tidak tertulis sehingga pengukuhannya dilestarikan dalam kelengkapan yang disebut ―pepatah adat‖ atau ―undang adat‖. Apabila terjadi suatu kasus maka diadakan musyawarah yang menggunakan ungkapan adat yang disebut ―bilang undang‖.

4. Adat istiadat

78 Adat istiadat adalah adat tradisi dengan segala ragam karena pelaksanaan serta peralatannya. Adat istiadat ini lebih kepada tradisi yang ada dalam persekutuan dan pelaksanaannya diserahkan kepada suku-suku masing-masing, sedangkan bagi Raja dilaksanakan oleh anggota kerapatan adat di bawah Sultan Mahmud dan datuk bandoaro. Pengertian lain yang dikenal misalnya adat-adat, yaitu adat baru yang dimasukkan ke dalam adat asli yaitu adat baru yang ditambah tambahkan bisa berupa adat istiadat orang lain atau yang ada di tempat lain kemudian dibawa masuk ke dalam adat asli dengan bentuk yang tidak biasa, misal jamuan makan ala Perancis, menyorongkan tepak dengan bentuk tepak bulat ketika beradat, memakai pakaian adat daerah lain dalam kegiatan beradat, maka adat seperti itu adalah adat yang asing bagi masyarakat akad namun ada kalanya memang beredar yang dibuat orang juga maka disebut orang lain dengan istilah adat-adat yang artinya bukan yang sebenarnya adat yang berlaku dan asli tempatan.

Tata aturan dalam kehidupan sosial masyarakat Melayu yang dipegang kuat serta dipertahankan. Tata aturan yang sudah menjadi pegang pakai, selalu dilakukan dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari yang telah menjadi kebiasaan serta mentradisi, tersebutlah di dalam pepatahnya ―hidup dikandung adat mati dikandung bumi‖ bermakna bahwa manusia yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat haruslah Ia memakai dan menggunakan adat yang berlaku dalam masyarakat tersebut, keharusan itu diibaratkan sebagaimana manusia mati haruslah dikebumikan.

79

―Biar mati anak asal jangan mati adat‖, bermakna betapa pentingnya kedudukan dan peranan adat dalam kehidupan orang Melayu. Karenanya, sebutan ―tak beradat‖ atau ―tak tahu adat‖ amatlah memalukan, menjadi aib dan dipantangkan dalam pergaulan.

―Adat sepanjang jalan cupak sepanjang betung‖; pepatah menyebutkan bahwasanya adat yang disusun dan dipakai telah menjadi sendi-sendi kehidupan sehari-hari yang selalu dilaksanakan dan diperlukan setiap saat, sedangkan hukum serta tata aturan yang berlaku tidak boleh dilanggar sebagaimana dijelaskan sebagai cupak (alat penyukat biji-bijian dari bamboo) yang telah ditetapkan dimensi ukurannya dengan kesepakatan dan tidak bisa diubah-ubah sesuka hati untuk mengambil keuntungan dan merugikan orang lain.

―Adat muda yang dipakai ada tua yang ditinggalkan‖ bermakna sindiran bagi orang-orang tua yang masih bersifat dan berperilaku kurang baik dan tidak menyadari bahwa dirinya harus mempunyai sifat yang lebih terhormat bagi orang Melayu usia tua tersebut harus penuh diisi dengan kebajikan dan kebijaksanaan menghindari pekerjaan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh orang muda-muda.

‖Adat sama diisi lembaga sama dituang‖ mempunyai makna bahwa peraturan dan adat istiadat yang ada yang telah disepakati bernama bersama kendala dipatuhi dan dilaksanakan sepenuhnya bisa juga diartikan sebagai segala persyaratan yang telah disepakati bersama antara Ninik Mamak kedua

80 belah pihak dalam acara pernikahan maka hendaklah sama-sama dipatuhi dan dilaksanakan.

―Menurut sepanjang adat‖ istilah adat, menyebutkan bahwa hal tersebut telah menjadi tradisi yang terus-menerus dilakukan sehingga apabila ditinggalkan atau tidak dibuat maka akan terasa timpang atau tidak lengkap, bisa juga bermakna bahwa hal tersebut atau adat merupakan hak salat syarat yang harus dipenuhi menurut tata cara dan aturan adat yang telah disepakati bersama. Pertama kali orang mulai menggunakan alat adalah ketika mereka telah mengenal pentingnya tata aturan, penghormatan, pemujaan pada Sang Penguasa alam, perayaan-perayaan ketika mendapat kebahagiaan, sukacita, upacara-upacara dan memecahkan masalah. Cikal bakal adat tersebut terbentuk dikarenakan adanya sistem kepemimpinan dalam suatu kelompok masyarakat yang menginginkan keteraturan dalam kelompoknya, pada awalnya tata aturan yang masih dalam tataran kelompok kecil sebenarnya belumlah bisa sebenarnya disebut dengan adat, setelah kelompok tersebut berkembang maka permasalahan di dalamnya menjadi berkembang dan sang pemimpin membuat aturan untuk kemaslahatan kelompoknya, kemudian di samping kelompok tersebut ternyata ada kelompok yang lain sehingga tata aturan hubungan antara kelompok yang menyentuh langsung dengan urusan mereka haruslah dibuat sedemikian rupa, maka dalam tingkatan ini ada sudah mulai terlihat yang berfungsi sebagai identitas yang membedakan antar kelompok.

Adat menjadi berkembang ketika suatu komunitas masyarakat mempunyai kedaulatan atas wilayah dan mempunyai tata aturan dalam

81 kepemimpinannya maka adat disusun lalu dijadikan peraturan baku untuk mendukung pemerintahan serta wilayah kekuasaan mereka, alat berkembang pula sehingga menjadi sangat kompleks dalam tataran pemerintahan kerajaan.

Adat barulah akan bisa berbentuk dengan baik bila komunitas dalam suatu kelompok masyarakat sudah mapan dan telah menganggap sanggup mengusahakan penyusunan tata aturan hukum serta mengatur tatanan hirarkis sosial masyarakatnya. Bila sebuah komunitas tidak memiliki aspek kepemimpinan maka tata aturan dan sistem sosial yang dipakai dalam kelompok tersebut tidak bisa disebut dengan adat, mungkin hanya disebut sebagai sebuah tradisi atau kebiasaan saja.

Adat yang dipegang dan dipakai oleh bangsa Melayu dianggap sebagai sebuah pusaka turun-temurun yang sudah tidak diketahui dengan pasti kapan adat tersebut bermula Namun demikian tetap terjadi perubahan-perubahan yang memang dilakukan sesuai dengan perkembangan yang terjadi pada zamannya masing-masing ada tumbuh dan dari kebutuhan dasar manusia akan keteraturan namun yang memberikan pengaruh besar dan ruh dalam adat tersebut adalah agama dan kepercayaan yang dianut dalam masyarakat manusia Melayu sejati senantiasa telah diadakan semenjak Ia lahir sebagai bayi hingga ia meninggal dunia adat dimulai dalam hubungan antar manusia salah satu contoh adalah gerakan ketika ada cakap cakap dia percakapan di sungai pembicaraan antara ibu-ibu di sungai tentang hubungan anak laki-laki dan anak perempuannya Apakah telah sesuai atau patut untuk digerakkan kemudian melakukan pekerjaan menulis atau medis yaitu mencari tahu dia perempuan kepada siapa

82 saja dianggap mengetahui dengan pasti adat menjadi Tata aturan yang harus dipakai di sepanjang kehidupan manusia mengatur seluruh lapisan masyarakat yang ada di suatu kampung negeri atau daerah termasuk orang-orang pendatang istilah menyesuaikan diri dengan adat setempat sebagaimana bunyi pepatah dimana ranting di patah di situ air di ciduk dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung maksudnya Bila seseorang mencari penghidupan dan pekerjaan di negeri orang Hendaklah ia ikut membangun Negeri tersebut dan menghormati adat istiadat yang berlaku di daerah itu sehingga tidak seperti yang disebutkan dalam pepatah hidup bagai bayam bertabur maksudnya hidup sesuka hati saja tanpa menghormati orang lain yang menjadi pantangan pada suatu negeri untuk membuat rumah dalam rumah maksudnya adalah mendirikan adat yang dibawa dari luar ke dalam adat yang berlaku disebut daerah setempat sehingga berkesan berbangga diri terhadap kebesaran adanya dan bersaing dengan adat masyarakat setempat

C. Perkawinan

Perkawinan bagi orang Melayu dianggap amat penting dan sakral. Hal ini ditandai dengan tata cara dan sistem perkawinan yang berkembang dipenuhi dengan upacara dan ritual tertentu. Perkawinan dianggap cerminan dari nilai-nilai luhur agama dan budaya dan dipandang tidak hanya sebagai suatu bentuk penyaluran biologis semata melainkan mempunyai dimensi yang lebih sakral, serta memiliki tujuan yang hendak diwujudkan bersama.

83 Kesakralan suatu perkawinan bukan disebabkan karena hanya berlangsung sekali seumur hidup (sebagian kasus juga ditemukan perkawinan lebih dari satu kali, biasanya disebabkan oleh kematian atau perceraian), melainkan peristiwa perkawinan melibatkan dimensi supranatural atau kepercayaan.

Perkawinan adalah perjanjian yang bersifat ikatan antara pria dengan seorang wanita yang nantinya menjadi suami isteri yang nantinyaa melahirkan generasi selanjutnya. Perjanjian tersebut dilakukan oleh dua buah keluarga, sehingga dengan adanya perkawinan diharapkan kedua keluarga tersebut akan semakin bertambah erat hubungan keluarga serta kerabat kedua belah pihak.

Adat perkawinan adalah aturan-aturan, ide-ide serta tata cara dan tradisi masyarakat yang waijib dipenuhi dan dijalani dalam menghadapi, melaksanakan dan mewujudkan suatu perkawinan (pernikahan).

1. Tujuan Perkawinan

Menurut adat istiadat Melayu, dalam ungkapan disebutkan, "di dalam nikah banyak faedah, di dalam kawin banyak diingin. Hal ini menunjukkan beragamnya tujuan, keinginan dan faedah yang diharapkan dari suatu perkawinan.

Ada beberapa tujuan dari perkawinan yaitu:

a. Menyambung tali darah

Menyambung tali darah ialah melanjutkan keturunan. Di dalam ungkapan lain dijelaskan lagi: "tuah hidup beranak pinak, tuah kaum berturunan keluarga itu akan terus berlanjut, berkembang biak, sesuai dengan

84 ungkapan adat yang mengatakan, "kayu besar berkayu kecil, kayu kecil beranak laras", "tuah bersalin, muda berganti".

Mendekatkan yang jauh, merapatkan yang renggang. Maksudnya, melalui perkawinan ini, hubungan kekerabatan dan kekeluargaan semakin dekat dan akrab. Di dalam ungkapan adat disebutkan, "nikah berdua kawin beramai'" bersambung hendak panjang, bertampun hendak lebar.

Ungkapan ini mencerminkan tujuan perkawinan selain mendekatkan kerabat dan keluarga, sekaligus memperluas kaum kerabat kedua belah pihak.

b. Menjunjung Sunnah

Maksudnya, mengikuti sunnah nabi Muhammad S.a.w. Yang menganjurkan perkawinan bagi umatnya yang patut dan mampu. Di dalam ungkapan disebut, "tegak nikah menurut sunnah, tegak adat menurut syarak‖.

c. Nikah Sekandang

Nikah sekandang adalah perkawinan antar sesama anggota keluarga sepanjang dibenarkan oleh syarak dan adat. Pada perkawinan ini terkandung tujuan untuk menjaga agar harta keluarga tidak "jatuh keluar".

d. Nikah Berkat

Nikah berkat ialah perkawinan yang mengandung maksud untuk memperoleh "berkat", "tuah" atau meningkatkan status sosial keluarga.

e. Nikah Menembus Budi

85 Ungkapan adat Melayu disebutkan, "Termakan amanah, binasa, termakan budi mati". Dalam adat perkawinan tersebut juga dengan ungkapan "Nikah menebus budi" atau Kawin membayar budi, yakni perkawinan yang dilakukan, untuk membalas budi seseorang yang diterimanya atau diterima keluarga.

f. Nikah negeri

Perkawinan ini dapat bertujuan politis, karena dilakukan lazimnya oleh raja-raja zaman dahulu antar kerajaan. Melalui perkawinan itu hubungan kedua kerajaan menjadi baik, dan terhindar dari permusuhan.

2. Bentuk Perkawinan

Bentuk perkawinan dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu bentuk perkawinan berdasarkan asal istri/suami dan bentuk perkawinan berdasarkan jumlah istri/suami. Bentuk perkawinan berdasarkan asal istri/suami. Bentuk perkawinan ini dibagi lagi menjadi 2 bagian yaitu endogami dan eksogami. Endogami adalah suatu perkawinan antara etnis, klan, suku, kekerabatan dalam lingkungan yang sama. Eksogami adalah suatu perkawinan antara etnis, klan, suku, kekerabatan dalam lingkungan yang berbeda.

Secara umum, perkawinan di Riau Kepulauan membolehkan perkawinan satu etnis, sesuku atau antara keluarga terdekat, sistem perkawinan seperti ini disebut dengan endogami. Hal ini tentu berbeda dengan Riau

86 Daratan pada umumnya yang menganut sistem eksogami, yang melarang perkawinan sesuku.

Bentuk perkawinan menurut jumlah istri/suami adalah sebagai berikut:

a. Monogami

Monogami adalah suatu bentuk perkawinan/pernikahan di mana si suami tidak menikah dengan perempuan lain dan si isteri tidak menikah dengan lelaki lain. Jadi singkatnya, monogami merupakan nikah antara seorang laki dengan seorang wanita tanpa ada ikatan penikahan lain.

Sistem perkawinan monogami adalah sistem perkawinan yang banyak dijumpai di tengah Masyarakat Bengkalis. Namun sistem perkawinan, umum yang ini yang dianut dan diterapkan oleh masyarakat di tengah-tengah masyarakat Bengkalis.

b. Poligami

Poligami adalah bentuk perkawinan, seorang pria menikahi beberapa wanita atau seorang wanita menikah dengan beberapa laki- laki. Poligami dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu poligini dan poliandri. Poligini yaitu satu orang laki-laki memiliki 2 atau lebih isteri. Sedangkan poliandri adalah satu orang perempuan memiliki banyak suami. Poligini dapat lagi dibagi menjadi dua bagian yaitu poligini sororat dan poligini non-sororot.

Poligini Sororat adalah dua atau lebih istri yang dinikahi adalah kakak beradik kandung, sedangkan poligini non-sororot adalah jika dua atau lebih istri yang dinikahi tidak ada hubungan darah (bukan kakak adik kandung). Poliandri juga terbagi lagi menjadi dua yaitu poliandri fraternal

87 yaitu jika si suami beradik kakak dan non-frateral bila suami-suami Tersebut tidak ada hubungan Kakak adik kandung.

Poligami atau banyak istri sering dijumpai di tengah-tengah masyarakat, hal ini disebabkan masyarakat umum bisa menerima keadaan dan perilaku tersebut, karena hal ini tidak bertentangan dengan adat dan Islam. Namun berbeda dengan poliandri (seorang perempuan menikah dengan banyak laki-laki), selain bertentangan dengan agama juga tidak sejalan adat dan kebiasaan yang ada, setakat ini belum dijumpai kasus dengan sistem perkawinan tersebut.

Dalam masyarat juga dikenal dengan istilah salin tikar, yaitu seorang istri yang meninggal lalu sang suami menikahi saudara kandung sang istri tersebut. hal ini biasanya dilakukan demi menjaga hubangan baik dua keluarga tersebut (keluarga suami dan keluarga istri yang telah meninggal) di samping hal-hal lainnya seperti perawatan anak, harta, dan lain-lain.

3. Jenis-jenis Perkawinan

Adat dan tradisi masyarakat Melayu mengenal pula beberapa jenis perkawinan. Jenis-jenis perkawinan tersebut ada yang buruk atau tidak diinginkan dan ada pula yang baik. Jenis-jenis perkawinan tersebut adalah:

a. Kawin Biasa

Kawin biasa, ialah perkawinan yang dilakukan secara normal, dilaksanakan melalui ketentuan adat istiadatnya, serta menuruti berbagai urutan yang lazim. Di dalam pepatah adat disebut "nikahnya menurut

88 syarak, kawinnya menurut adat, sesuai alur dengan patutnya, sesuai langkah dengan niatnya".

Orang tua-tua, pemuka dan pemangku adat mengatakan, bahwa lazimnya kawin biasa ini adalah perkawinan antara bujang dan gadis yang dilaksanakan menurut tata cara adat. Itulah sebabnya, perkawinan ini disebut juga "nikah kawin penuh", karena pelaksanaannya dari awal sampai akhir memang dilakukan secara wajar sesuai menurut adat istiadatnya

b. Kawin Gantung

Perkawinan ini disebut nikah gantung yakni dilakukan dengan jarak waktu relatif lama antara akad nikah menurut agama dan akad nikah menurut hukum. Perkawinan ini dilakukan bila keadaan anak perempuan masih di bawah umur sehingga belum dapat memenuhi semua persyaratan untuk berumah tangga secara hukum. Walau mereka telah melangsungkan pernikahan (akad nikah) namun mereka belum boleh serumah (bersatu), setelah anak perempuan cukup umur dan diresmikan secara hukum barulah mereka boleh untuk serumah.

c. Kawin Janda/Kawin Duda

Perkawinan ini ialah perkawinan antara lelaki bujang dengan wanita janda, atau lelaki duda dengan anak gadis. Perkawinan ini walaupun dilakukan menurut adat dan tradisi, lazimnya tidak lagi melalui proses seperti

89 perkawinan biasa. Di dalamnya pelaksanaannya banyak bagian- bagian yang ditiadakan.

d. Kawin Salin Tikar

Apabila seorang suami ditinggal oleh istrinya karena meninggal, kemudian kawin dengan saudara kandung istrinya (saudara ipar), disebut kawin salin tikar atau disebut juga kawin ganti tikar. Perkawinan ini lazim terjadi antar keluarga demi untuk melanjutkan hubungan kekeluargaan, atau untuk kepentingan anak-anak (kalau mereka memiliki anak). Pelaksanaan perkawinan ini tidaklah seperti perkawinan anak bujang dan dara, prosesi dilakukan sangat sederhana dan dalam suasana penuh dukacita. Biasanya perkawinan ini terjadi atas amanah si istri yang telah meninggal yang memberi amanat kepada sang suami atau kepada keluarga, bila ia mati maka ia menginginkan suaminya menikah dengan saudara kandungnya.

Perkawinan memenuhi amanah ini disebut "Ganti Tikar Amanah".

Berbeda dengan si istri yang meninggal, namun jika si suami yang meninggal maka secara adat tidak diperbolehkan si istri menikah dengan saudara kandung suaminya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga perasaan si istri dan keluarganya.

4. Prosesi Pernikahan47

a. Mencari jodoh/Mengintip

47 Edi Ruslan Pe Amanriza, Senarai Upacara Adat Perkawinan Melayu Riau, (Pekanbaru: Unri Press, 2000), hlm. 3-34

90 Bagi masyarakat Melayu Bengkalis beban dan tanggung jawab orang tua terhadap anak hingga anaknya sudah sampai berumah tangga. Orang tua dapat dikatakan terlepas beban jika anaknya sudah kawin. Orang tua yang masih mempunyai anak yang belum kawin jika meninggal dunia dikatakan masih mempunyai beban. Oleh karena itu, orang tua berupaya menyegerakan anaknya agar dapat jodoh. Orang Melayu Bengkalis pada masa dahulu akan merasa malu, jika anaknya lambat mendapatkan jodoh, baik bujang maupun dara. Si Bujang yang terlambat mendapatkan jodoh,

90 Bagi masyarakat Melayu Bengkalis beban dan tanggung jawab orang tua terhadap anak hingga anaknya sudah sampai berumah tangga. Orang tua dapat dikatakan terlepas beban jika anaknya sudah kawin. Orang tua yang masih mempunyai anak yang belum kawin jika meninggal dunia dikatakan masih mempunyai beban. Oleh karena itu, orang tua berupaya menyegerakan anaknya agar dapat jodoh. Orang Melayu Bengkalis pada masa dahulu akan merasa malu, jika anaknya lambat mendapatkan jodoh, baik bujang maupun dara. Si Bujang yang terlambat mendapatkan jodoh,