• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jintan Hitam (Nigella sativa)

Jintan hitam atau yang dikenal dengan nama blackseed (Nigella sativa) merupakan tanaman asli Eropa Selatan dan banyak ditemukan di India, Bangladesh, Mesir, Sudan, Turki, Irak, Iran, dan Pakistan (Goreja 2003). Tanaman jintan hitam merupakan jenis tanaman rempah yang tergolong dalam famili Ranunculaceae dan merupakan tanaman herbal berbunga berupa tanaman semak semusim dengan ketinggian lebih kurang 30 cm. Budi daya perbanyakan tanaman dilakukan dengan biji (Nergiz dan Ötles 1993; Adi 2008).

2.1.1 Klasifikasi

Menurut Hutapea (1994), klasifikasi dari tanaman jintan hitam adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Ranunculales Famili : Ranunculaceae Genus : Nigella

Spesies : Nigella sativa 2.1.2 Morfologi

Menurut Hutapea (1994), jintan hitam merupakan tanaman dengan warna batang hijau kemerahan, tegak, lunak, beralur, berusuk dan berbulu kasar rapat atau jarang, dan disertai dengan adanya bulu-bulu yang berkelenjar. Tanaman ini berdaun tunggal dan lonjong dengan panjang 1.5-2 cm serta ujung pangkalnya meruncing, tepi berigi berwarna hijau, pertulangan menyirip dengan tiga tulang daun yang berbulu. Kelopak bunganya kecil berjumlah lima, berbentuk bulat telur, sampai agak tumpul, pangkal mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar.

Mahkota berjumlah 8 berwarna putih kekuningan dengan benang sari yang banyak dan berwarna kuning. Biji tanaman ini berbentuk bulat, kecil, jorong bersusut 3 tidak beraturan dan sedikit berbentuk kerucut dengan panjang 3 mm seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Tanaman dan biji jintan hitam (Nigella sativa)

(sumber: World Scientific 2009; Yulianti dan Junaedi 2006).

2.1.3 Khasiat

Jintan hitam umumnya digunakan di Timur Tengah sebagai obat tradisional untuk memperbaiki berbagai kondisi kesehatan manusia (Al-Saleh et al. 2009). Biji jintan hitam berkhasiat sebagai obat cacing (Hutapea 1994). Sedangkan menurut Hargono (1985), biji jintan hitam berguna sebagai pelancar ASI, pencegah muntah, pencahar, pengkelat (pengikat ion logam) dan pengobatan pasca persalinan. Studi klinis terbaru menunjukkan bahwa ekstrak jintan hitam memiliki efek terapi seperti bronkhodilatator, imunomodulator, antibakteri, hepatoprotektif (Demir et al. 2006), dan antidiabetes (Al-Hader et al. 1993 ; El-Shabrawy dan Nada 1996). Bentuk komersial ekstrak minyak siap pakai yang digunakan dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Ekstrak minyak jintan hitam siap pakai (sumber: indonetwork.co.id).

6

Berbagai bentuk sediaan jintan hitam komersial lainnya yang dapat ditemukan di pasaran antara lain ekstrak dalam bentuk bubuk atau ekstrak minyak yang dikemas di dalam kapsul, dan dalam bentuk campuran dengan madu atau minyak zaitun.

Jintan hitam memiliki banyak kegunaan menurut berbagai penelitian yang telah dilakukan. Beberapa kegunaan jintan hitam antara lain untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh sehingga dapat digunakan untuk pengobatan kanker, AIDS, dan penyakit lain yang berhubungan dengan penurunan tingkat kekebalan tubuh (El-Kadi et al. 1986). Jintan hitam juga dimanfaatkan sebagai bahan antibakterial, karena minyak atsiri jintan hitam efektif melawan bakteri seperti Vibrio cholera, Eschericia coli, dan Shigella sp. Jintan hitam juga baik dikonsumsi oleh orang yang sehat karena jintan hitam mengikat radikal bebas dan menghilangkannya (Astawan 2009).

Selain itu, jintan hitam tidak menimbulkan alergi karena memiliki aktivitas antihistamin. Kristal nigellone merupakan agen penghambat histamin yang bekerja menghambat proteinkinase C yang dikenal sebagai zat yang memacu pelepasan histamin. Kristal nigellone juga menurunkan pengambilan kalsium dari sel yang peka, sehingga dapat menghambat pelepasan histamin (Chakravarty 1993).

Ekstrak jintan hitam berguna untuk mengurangi efek radang sendi. Turunan dari fixed oil jintan hitam yaitu thymoquinone merupakan agen antiperadangan. Cara kerjanya adalah dengan menghambat pembentukan eicosanoid (El-Dakhakhny et al. 2000). Thymoquinone yang terkandung dalam ekstrak jintan hitam dapat menghambat jalur siklo-oksigenase dan lipo-oksigenase dari metabolisme arakhidonat. Lipo-oksigenase dapat mengkatalisis pembentukan leukotrienes dari asam arakhidonat yang berfungsi sebagai mediator dari alergi dan peradangan. Siklo-oksigenase adalah enzim pertama dalam metabolisme siklo-oksigenase yang dihasilkan dari asam arakhidonat yang akhirnya menghasilkan prostaglandin dan trombosit. Prostaglandin juga merupakan mediator peradangan. Selain itu, thymoquinone juga dapat menghambat peroksidasi non-enzimatis. Dengan demikian mendukung fakta bahwa ekstrak jintan hitam dapat melawan reumatik dan peradangan (Houghton et al. 1995).

Thymoquinone juga menunjukkan aktivitas antioksidan di dalam sel (Mansour et al. 2002; Demir et al. 2006). Selain itu, kombinasi dari bagian lipid dan struktur hormon dalam jintan hitam meningkatkan aliran air susu ibu (Agarwal et al. 1979; Adi 2008).

2.1.4 Kandungan Kimia

Kandungan kimia jintan hitam adalah minyak atsiri, minyak lemak, saponin, polifenol, nigelin (zat pahit), nigellone, dan thymoquinone (Suryo 2010). Sedangkan menurut Al-Jabre et al. (2003), kandungan biji jintan hitam antara lain: thymoquine, thymohydroquinone, dithymoquinone, thymol, carvacrol, nigellicine, nigellidine, nigellimine-N-oxide dan α-hedrin. Komposisi biji jintan hitam disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi biji jintan hitam

Komposisi Jumlah (mg/100g) Air (moisture) 6.4 ± 0.15 Lemak 32.0 ± 0.54 Serat Kasar 6.6 ± 0.69 Protein 20.2 ± 0.82 Abu 4.0 ± 0.29 Karbohidrat 37.4 ± 0.87

Sumber: Nergiz dan Ötles 1993

Biji jintan hitam juga mengandung logam yang berjumlah sekitar 1510.8 mg/100g biji. Kandungan logam biji jintan hitam tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan logam dalam biji jintan hitam

Komposisi Jumlah (mg/100g)

Kalsium 188.0 ± 1.50

Besi 57.5 ± 0.50

Natrium 85.3 ± 16.07

Kalium 1180.0 ± 10.00

Sumber: Nergiz dan Ötles 1993

Biji jintan hitam mengandung asam lemak tak jenuh dalam jumlah yang cukup berarti. Secara lengkap komposisi asam lemak dan sterol biji jintan hitam tersaji pada Tabel 3.

8

Tabel 3 Komposisi asam lemak dan sterol biji jintan hitam

Asam lemak Jumlah (mg/100g)

Miristat (C14:0) 1.2 ± 0.04 Palmitat (C16:0) 11.4 ± 1.00 Stearat (C18:0) 2.9 ± 0.24 Oleat (C18:1) 21.9 ± 1.00 Linoleat (C18:2) 60.8 ± 2.67 Arakhidat (C20:0) Sedikit Eicosadienoat 1.7 ± 0.11 Sterol Jumlah (mg/100g) Campesterol 11.9 ± 0.99 Stigmasterol 18.6 ± 1.52 β-sitosterol 69.4 ± 2.78

Sumber: Nergiz dan Ötles 1993

Kandungan tokoferol dan polifenol dalam biji jintan hitam menunjukkan adanya senyawa fenolik yang merupakan faktor utama yang berkhasiat sebagai obat dan zat pembentuk rasa. Kandungan tokoferol dan polifenol dari minyak biji jintan hitam tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Kandungan tokoferol dan polifenol minyak biji jintan hitam

Komposisi Jumlah (mg/100g) Total tokoferol 340 ± 8.66 Alfa-tokoferol 40 ± 10.00 Beta-tokoferol 50 ± 15.00 Gamma-tokoferol 250 ± 13.00 Total polifenol 1 744 ± 10.60

Sumber: Nergiz dan Ötles 1993

Biji jintan hitam dapat direkomendasikan sebagai makanan tambahan yang cukup bergizi. Kandungan vitamin dari biji jintan hitam tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi vitamin biji jintan hitam

Vitamin (mg/100g) B1 (Thiamin) 831 ± 11.36 B2 (Riboflavin) 63 ± 3.32 B6 (Pyridoxin) 789 ± 8.89 PP (Niasin) 6 311 ± 16.52 Asam Folat 42 ± 4.58

Sumber: Nergiz dan Ötles 1993

Jintan hitam mengandung 8 jenis dari 10 asam amino esensial dan 7 jenis dari 10 asam amino non-esensial. Komposisi asam amino biji jintan hitam tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi asam amino biji jintan hitam

Asam amino (mg/100g) Asam amino (mg/100g)

Alanin 3.77 Serin 1.98

Valin 3.06 Asam aspartat 5.02

Glisin 4.17 Metionin 6.16

Isoleusin 4.03 Fenilalanin 7.93

Leusin 10.88 Asam glutamat 13.21

Prolin 5.34 Tirosin 6.08

Treonin 1.23 Lisin 7.62

Arginin 19.52

Sumber: Babayan et al. 1978

Jintan hitam sudah digunakan sejak jaman dahulu selain karena bijinya memiliki aroma khas yang sering digunakan sebagai bumbu untuk penyedap masakan (Nugroho 2006), berbagai khasiatnya juga telah dirasakan. Menurut Goreja (2003), seorang ilmuwan terdahulu sekaligus dokter dari Persia yaitu Ibn Sina menggunakan biji jintan hitam sebagai obat untuk mengatasi demam, sakit gigi, sakit kepala, pilek, luka atau iritasi luar, obat antijamur dan obat cacing, terutama pada anak. Penggunaan ramuan jintan hitam menyebar dengan cepat di kalangan masyarakat Muslim dan telah menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari sebagai rempah kaya nutrisi untuk menjaga kesehatan.

Menurut berbagai penelitian terdahulu, kandungan jintan hitam terbukti mampu memperkuat dan menstabilkan sistem imunitas tubuh (Schleicher dan Saleh 2000) dengan meningkatkan rasio antara sel-T helper dan sel-T supressor sebesar 55% dengan rata-rata pencapaian aktivitas sel pembunuh alami sebesar 30% (Haq et al. 1999). Jintan hitam mampu menstimulasi sumsum tulang dan sel imun, melindungi sel normal dari perusakan sel oleh virus, menghancurkan sel tumor dan meningkatkan jumlah antibodi yang diproduksi oleh sel-B (Astawan 2009).

2.2 Madu

Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh manusia sebelum mengenal gula karena bisa langsung dikonsumsi tanpa diolah (Suranto 2004). Sedangkan menurut Al-Qassemi dan Robinson (2003), madu adalah salah satu makanan pemanis tertua yang paling populer, dan selama berabad-abad selalu mempertahankan citra yang alami. Madu merupakan zat

10

kental manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari berbagai jenis tanaman yang berbeda (Pohl dan Sergiel 2009).

Madu umumnya dikonsumsi dalam keadaan mentah, seperti kristal cair atau disisir dan digunakan sebagai obat, dimakan sebagai makanan atau dimasukkan sebagai bahan dalam resep berbagai makanan. Madu digunakan sebagai suplemen makanan, pengobatan medis dan makanan alami, tanpa menambahkan zat apapun. Madu juga dianggap sebagai indikator pencemaran lingkungan yaitu dengan keberadaan logam dalam kadar tertentu yang tidak seharusnya ditemukan pada madu (Bağciet al. 2007).

Secara umum madu berkhasiat untuk menghasilkan energi, meningkatkan daya tahan tubuh, dan meningkatkan stamina. Selain itu, di dalam madu terdapat zat asetilkolin yang dapat melancarkan metabolisme seperti memperlancar peredaran darah dan menurunkan tekanan darah. Madu mengandung zat antibakteri sehingga baik untuk mengobati luka bakar dan infeksi. Salah satu sifat madu adalah preservatif atau bersifat mengawetkan. Madu murni memiliki osmolaritas yang tinggi sehingga bakteri sulit untuk hidup, sehingga madu sering digunakan sebagai bahan pengawet dan dapat disimpan baik selama ratusan tahun (Suranto 2004).

Komposisi kimia dari lebah madu tergantung pada aktivitas biologi tanaman yang dikumpulkan serta kondisi makro dan mikroklimat. Banyak senyawa dalam madu yang berfungsi sebagai antioksidan. Salah satunya adalah asam L-askorbat. Asam L-askorbat adalah antioksidan fase cair paling efektif dalam plasma darah yang berfungsi sebagai antioksidan fisiologis penting untuk perlindungan terhadap penyakit dan proses degeneratif yang disebabkan oleh stres

oksidatif (Kesićet al. 2009).

Fruktosa, glukosa, dan sukrosa adalah komponen utama madu, selain zat-zat gula lainnya dalam konsentrasi yang lebih sedikit. Terdapat juga zat-zat lain dalam jumlah sedikit yaitu asam amino, resin, protein, garam, mineral, asam organik, lakton, asam amino, mineral, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin C, vitamin K, niasin, asam pantotenat, asam folat, dan pigmen. Madu mengandung banyak mineral seperti kalsium, besi, seng, kalium, fosfor, magnesium, selenium, kromium mangaan, natrium, kalium, dan alumunium (Suranto 2004; Mohammed

dan Babiker 2009). Kandungan mineral magnesium dalam madu ternyata sama dengan kandungan magnesium yang ada dalam serum darah manusia. Selain itu, kandungan mineral besi dalam madu dapat meningkatkan kadar hemoglobin, sedangkan enzim yang penting dalam madu adalah enzim diastase, invertase, glukosa oksidase, peroksidase, dan lipase (Suranto 2004). Madu biasanya dikonsumsi dengan cara dicampur dengan minyak jintan hitam dan minyak zaitun. Dalam sediaan komersial juga banyak dijumpai beberapa sediaan madu siap konsumsi. Sediaan madu yang dapat dijumpai antara lain sediaan madu murni, campuran madu dengan minyak zaitun atau campuran madu dengan ekstrak minyak jintan hitam yang digunakan pada penelitian ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Campuran ekstrak minyak jintan hitam dengan madu komersial (sumber: dutaherbal.indonetwok.co.id).

2.3 Mencit (Mus musculus)

Mencit merupakan salah satu hewan laboratorium atau hewan percobaan. Hewan ini paling kecil diantara jenisnya yang memiliki galur mencit yang berwarna putih (Malole dan Pramono 1989). Mencit putih memiliki bulu pendek halus berwarna putih serta ekor berwarna kemerahan dengan ukuran lebih panjang daripada badan dan kepala. Taksonomi mencit menurut Besselen (2004):

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodensia Famili : Muridae Genus : Mus

12

Gambar 4 Mencit (Mus musculus) (sumber: Rothbart 2004).

Sampai saat ini, mencit sering digunakan sebagai hewan model untuk penelitian dasar pada obat, toksikologi, medikasi, kultur jaringan dan organ, mikologi, uji sensitifitas kulit, imunologi, ophtalmologi, onkologi, dan biologi reproduksi (Hafez 1970). Selain itu, mencit merupakan salah satu hewan pengerat yang memiliki siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, serta sifat-sifat produksi dan reproduksinya menyerupai hewan mamalia (Nafiu 1996), dapat berkembang biak dengan cepat, pemeliharaan yang relatif mudah walaupun dalam jumlah banyak, ekonomis dan efisiensi dalam hal tempat dan biaya (Malole dan Pramono 1989). Oleh karena itu, mencit banyak digunakan dalam berbagai bidang penelitian medis, biomedis, dan obat-obatan herbal karena memiliki arti penting pada penelitian berbasis genetik. Tabel 7 Data biologis mencit normal

Data Biologis Waktu/Jumlah

Berat dewasa

a. Jantan 20-40 g

b. Betina 18-35 g

Konsumsi air 6.7 ml/dewasa/hari

Konsumsi pakan Total leukosit 5 g/dewasa/hari 5-12 × 103/mm3 a. Neutrofil b. Limfosit 7-37% 63-75% c. Monosit 0-3% d. Eosinofil 0-4% e. Basofil 0-1.5%

Sumber: Smith dan Mangkoewidjojo 1988 2.4 Darah

Darah merupakan jaringan khusus yang bersirkulasi, terdiri dari sel-sel yang terendam dalam plasma darah (Dellmann dan Brown 1989). Beberapa fungsi darah di dalam sirkulasi diantaranya: (1) membawa gas-gas dan oksigen (O2) dari paru-paru ke dalam jaringan dan membawa (CO2) dari jaringan ke paru-paru. (2)

membawa produk-produk metabolit atau nutrien oleh saluran pencernaan menuju ke jaringan tubuh. (3) membawa produk-produk metabolit dari jaringan perifer ke tempat-tempat ekskresi. (4) membawa enzim dan hormon ke dalam jaringan target spesifik. (5) mengatur pH dan komposisi elektrolit cairan interstitial dalam tubuh. (6) mencegah terjadinya kehilangan darah yang berlebihan saat perlukaan dengan proses pembekuan darah. (7) mengandung faktor-faktor penting untuk pertahanan terhadap penyakit (Frandson 1992).

Volume sel darah umumnya 6-8% dari berat badan, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan volume plasma. Volume darah hewan dipengaruhi oleh umur, keadaan kesehatan dan gizi makanan, ukuran tubuh, waktu menyusui atau laktasi, derajat aktivitas dan faktor lingkungan. Menurut Jain (2003), jika tubuh hewan mengalami perubahan fisiologis, maka gambaran darah juga akan mengalami perubahan. Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan karena faktor internal seperti pertambahan umur, keadaan gizi, latihan, kesehatan, siklus stres, proses produksi darah, kebuntingan, dan suhu tubuh. Perubahan eksternal antara lain infeksi kuman penyakit, fraktura, dan perubahan lingkungan.

Komponen darah terdiri dari 60% bagian cair (plasma darah) dan 40% bagian padat (butir darah). Bila darah disentrifuse terdiri dari tiga lapisan yaitu, 54% plasma darah pada lapisan pertama terdiri dari 91% air, 7% protein darah, dan 2% nutrisi, hormon serta elektrolit, lapisan kedua adalah buffy coat dengan persentase 1% yang terdiri dari leukosit dan trombosit, serta 45% eritrosit pada lapisan ketiga (Guyton dan Hall 2005).

Gambar 5 Buffy coat (sumber: Hall et al. 2009). Platelet-poor plasma

Buffy coat

(platelet and white blood cells) Red blood cells

14

2.4.1 Sumsum Tulang

Sumsum tulang merupakan tempat dihasilkannya sel darah. Pada sumsum tulang terdapat sel yang disebut stem cell hemopoietic pluripotent (SHSC) yang akan berdiferensiasi menjadi sel induk khusus. Selanjutnya sel ini akan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel darah tertentu (Ganong 2005). Proses berlangsungnya pembentukan darah disebut hemopoiesis (Manoharan dan Sethuraman 2003). Pada saat janin, hemopoiesis terjadi di kantung kuning telur, hati, limpa dan sumsum tulang (pada semua tulang). Sedangkan pada saat dewasa, hemopoiesis terjadi di tulang vertebrata, tulang iga, sternum, tulang tengkorak, tulang sacrum dan pelvis, serta ujung proksimal femur (Fawcett 2002).

Sel darah diproduksi dengan tahap perkembangan yang berbeda-beda secara morfologi maupun fungsinya. Pembentukan sel darah tergantung adanya SHSC dalam sumsum. Sel induk ini berjumlah kurang dari 0.2% dari populasi total sel berinti dalam sumsum. Kebanyakan dari mereka dalam keadaan tidak aktif dan hanya membelah setelah interval tertentu atau terhadap permintaan luar biasa akan sel darah baru. Sel induk yang beredar dapat mengalami pembelahan atau pembaharuan diri untuk mempertahankan jumlah sel pluripoten atau mengalami pembelahan diferensiasi yang menghasilkan sel progenitor. Sel progenitor tidak atau sedikit sekali memiliki kemampuan memperbarui diri dan harus berkembang menjadi satu jenis sel darah. Sel induk dan sel progenitor jalur spesifik yang berasal darinya secara morfologis dan sitokimia tidak dapat dibedakan. Dalam perkembangannya, turunan sel progenitor berbagai jalur sel berlanjut melalui sederet tahap intermediet yang secara morfologis dapat dibedakan berdasarkan ukuran, konfigurasi inti, dan ada atau tidaknya granul spesifik dalam sitoplasma (Weiss dan Wardrobe 2010).

2.4.2 Hemopoiesis

Menurut Fawcett (2002), potensi perkembangan masing-masing sel pembentuk koloni dapat lebih jelas dengan identifikasi mikroskopik sel darah dewasa. Jika semua jalur sel darah tercakup, maka sel asal adalah sebuah sel induk hemopoietik pluripoten (PHSC). Jika granulosit dan monosit yang diperoleh, progenitor bipotennya disebut unit pembentuk koloni monosit (CFU-GM). Jika hanya granulosit yang ditemukan, koloni tersebut berasal dari unit pembentuk

koloni granulosit (CFU-G), dan jika hanya monosit yang ada, sel asalnya adalah unit pembentuk koloni monosit (CFU-M). Sel progenitor unipoten yang hanya menghasilkan satu dari jenis sel lain yaitu yaitu eritrosit E), eosinofil (CFU-Eo), megakariosit (CFU-Meg), dan seterusnya seperti terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Skema proses hemopoiesis (sumber: Morrel 2011).

2.4.3 Sel Darah Putih (Leukosit)

Sel darah putih (leukosit) berasal dari bahasa Yunani, yaitu leukos yang berarti putih dan cytes yang berarti sel. Menurut Guyton dan Hall (2005), sel darah putih (leukosit) merupakan unit yang aktif dari sistem pertahan tubuh. Fungsi utama dari leukosit adalah merusak bahan-bahan infeksius dan toksik melalui proses fagositosis (dilakukan oleh makrofag dan neutrofil) serta membentuk antibodi. Leukosit memiliki lebih dari satu jenis sel yang bersirkulasi dengan fungsi yang berbeda-beda dalam waktu yang bersamaan dan dapat keluar dari pembuluh darah menuju jaringan dalam melaksanakan fungsinya (Dellmann dan Brown 1989).

Sel darah putih dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama granulosit disimpan di dalam sumsum tulang sampai mereka diperlukan di dalam sirkulasi dan sebagian lagi dibentuk di jaringan limfe (Guyton dan Hall 2005). Menurut

16

Jain (1993), leukopenia atau penurunan jumlah leukosit di dalam sirkulasi, umumnya disebabkan karena neutropenia atau limfopenia. Leukositosis merupakan keadaan bila jumlah leukosit meningkat, yaitu melebihi 10.000/µl. Leukositosis merupakan suatu reaksi terhadap adanya cidera. Leukositosis ini disebabkan produksi sumsum tulang yang meningkat, sehingga jumlahnya dalam darah cukup untuk menyelenggarakan emigrasi pada waktu ada jaringan cidera atau radang (Guyton dan Hall 2005). Leukosit terbagi atas dua golongan besar berdasarkan ada tidaknya granula.

Leukosit Agranulosit 2.4.3.1Limfosit

Limfosit termasuk dalam leukosit agranular karena di dalam sitoplasmanya tidak terdapat granula. Berdasarkan ukurannya, limfosit dibedakan menjadi dua kelompok yaitu limfosit besar (large lymphocyte) dan limfosit kecil (small lymphocyte). Pada fetus, limfosit dibentuk di sumsum tulang dan dipengaruhi oleh beberapa fungsi baik oleh kelenjar timus untuk limfosit-T maupun bursa equivalen oleh limfosit-B dan kemudian akan berdiferensiasi, sehingga dapat menghasilkan antibodi pada anak-anak (Ganong 2005). Pada akhir masa fetal dan post natal, kebanyakan limfosit diproduksi di limpa, limfonodus dan usus yang berhubungan dengan jaringan limfoid. Limfopoiesis pada organ sekunder bergantung pada stimulasi antigenik.

Limfosit sebagian besar disimpan dalam berbagai area jaringan limfoid kecuali pada sedikit limfosit yang secara temporer diangkut dalam darah. Limfosit tersebar dalam limfonodus namun dapat juga dijumpai dalam jaringan limfoid khusus, seperti limpa, daerah submukosa dari traktus gastrointestinal, dan sumsum tulang. Masa hidup limfosit berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, hal ini dikarenakan ketergantungan tubuh akan sel-sel tersebut (Guyton dan Hall 2005). Secara umum limfosit berupa sel bulat kecil berdiameter 7-12 µm, dengan nukleus berlekuk yang terpulas gelap dan sedikit sitoplasma biru terang (Fawcett 2002).

Gambar 7 Limfosit (sumber: Sobotta 1993).

Menurut Tizard (1987) fungsi utama limfosit adalah memproduksi antibodi atau sebagian sel efektor khusus dalam menanggapi antigen yang dibawa oleh makrofag, menghasilkan berbagai limfokin, salah satunya adalah migration inhibitor factor (MIF) yang mencegah perpindahan makrofag. Menurut Dellmann dan Brown (1989) zat lain yang juga dihasilkan dari limfosit yang terstimulasi adalah faktor kemotaktik untuk makrofag, lymphocyte transforming factor dan faktor penyebab peradangan. Jumlah limfosit dalam darah dipengaruhi oleh jumlah produksi, resirkulasi dan proses penghancuran limfosit. Setelah limfosit hancur atau dihancurkan, kemudian akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke hati (Jain 1993; Tizard 1987).

2.4.3.2Monosit

Monosit adalah leukosit terbesar berdiameter 15-20 µm. Sitoplasmanya lebih banyak daripada sitoplasma sel limfosit. Nukleus seperti ginjal atau mirip tapal kuda. Monosit darah tidak pernah mencapai dewasa penuh sampai bermigrasi ke dalam jaringan menjadi makrofag tetap pada sinusoid hati, sumsum tulang, alveoli paru-paru dan jaringan limfoid (Dellmann dan Brown 1989).

Gambar 8 Monosit (sumber: Sobotta 1993).

Monosit berperan sebagai prekursor untuk makrofag dimana sel ini akan mencerna dan membaca antigen. Monosit juga berfungsi melindungi tubuh

18

terhadap organisme penyerang terutama dengan fagositosis (Guyton dan Hall 2005). Aktivitas fagositosis dari monosit tergantung dari bahan yang difagosit (Tizard 1987).

Monosit memiliki masa edar yang singkat, yaitu 10-20 jam. Begitu masuk ke dalam jaringan sel-sel ini membengkak dengan ukuran yang sangat besar untuk membentuk makrofag jaringan, dan dalam bentuk ini sel-sel tersebut dapat bertahan hidup berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun kecuali bila mereka dimusnahkan karena melakukan fungsi fagositik (Guyton dan Hall 2005).

Leukosit Granulosit 2.4.3.3Neutrofil

Neutrofil merupakan sel leukosit dengan mobilitas tinggi sehingga menjadi sel pertama yang sampai ke jaringan penghasil substansi kimia yang bersifat kemotaksis. Substansi kimia tersebut mampu merangsang neutrofil keluar dari pembuluh darah melalui proses diapedesis atau gerakan amuboid (Ganong 2005). Menurut Dellmann dan Brown (1989) sel neutrofil dewasa berukuran 10-12 µm. Inti bergelambir 2-5, sitoplasma bergranul eosinofilik dan basofilik. Setelah 6-10 jam di dalam darah, memasuki jaringan dan tahan 1-2 hari. Waktu paruh rata-rata sel neutrofil di dalam sirkulasi adalah 6 jam. Untuk dapat mempertahankan kadar normal di dalam peredaran darah diperlukan pembentukan lebih dari 100 milyar sel neutrofil per hari.

Gambar 9 Neutrofil (sumber: Sobotta 1993).

Secara klinis apabila jumlah neutrofil muda meningkat dalam sirkulasi disebut left shift. Kondisi ini ditemukan pada saat infeksi akut. Sedangkan apabila jumlah neutrofil abnormal dengan hipersegmentasi disebut right shift yang ditemukan pada infeksi kronis atau stres (Dellmann dan Brown 1989). Menurut

Tizard (1987), fungsi utama neutrofil adalah penghancur bahan asing melalui proses fagositosis yaitu menghancurkan benda asing dengan segera. Oleh karena itu, neutrofil disebut sebagai lini pertahanan pertama. Bersama dengan makrofag, neutrofil dalam sirkulasi darah meningkat cepat saat terjadi infeksi yang akut.

Dokumen terkait