• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin

penduduk 3606 3789 3274 3530 6880 7319

Sumber: Data monografi Desa Bagelen tahun 2004 dan 2009

Berdasarkan data pada tabel 3, diketahui pada tahun 2009 jumlah penduduk di Desa Bagelen adalah sebanyak 7319 jiwa. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam waktu 5 tahun, penduduk di Desa Bagelen bertambah sebanyak 439 jiwa atau terjadi pertambahan penduduk sebesar 6,4% dari jumlah penduduk pada tahun 2004. Pada data tersebut, didapat informasi bahwa penambahan jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan dengan penambahan jumlah penduduk laki-laki. Pertambahan jumlah penduduk bukan hanya terjadi akibat kelahiran tetapi juga dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang masuk ke dalam desa. Begitu juga dengan pengurangan penduduk bukan hanya terjadi akibat kematian tetapi juga karena jumlah penduduk yang keluar desa. Fenomena di

Laki-Laki 52% Perempuan

48%

lapangan yang terjadi, banyak warga laki-laki Desa Bagelen yang menikah dengan warga dari luar desa dan kemudian memilih untuk tinggal di Desa Bagelen. Hal ini menjadi salah satu faktor pengaruh jumlah penduduk wanita bertambah lebih pesat dari jumlah penduduk laki-laki. Di sisi lain, penduduk laki-laki lebih banyak yang melakukan mobilisasi ke luar desa. Perpindahan tersebut biasanya dilakukan dengan tujuan mencari pekerjaan di luar desa. Beberapa ada yang melakukan komutasi, namun beberapa juga ada yang melakukan migrasi. Hal ini menunjukkan bahwa proses mobilisasi untuk keluar-masuk desa sudah mudah dan memadai penduduk untuk melakukannya secara mandiri.

Pada tabel 3 juga diketahui bahwa sebanyak 2532 orang atau sebanyak 34,5% penduduk Desa Bagelen masuk dalam kelompok tenaga kerja dan usia produktif yang berada pada rentang usia 26-50 tahun. Jumlah penduduk desa ini yang masih termasuk dalam kelompok muda dan pelajar yaitu usia 0-25 tahun, adalah sebanyak 3818 orang dan dalam kelompok lansia yang berusia lebih dari 50 tahun terdapat sebanyak 969 orang, sehingga diketahui bahwa per tahun 2009 di Desa Bagelen lebih banyak penduduknya yang termasuk dalam golongan muda hingga dewasa.

Bila didasarkan pada mata pencahariannya, penduduk Desa Bagelen mayoritas bekerja sebagai wirausaha. Wirausaha yang dilakukan di desa ini lebih mengarah kepada usaha-usaha mandiri atau pekerjaan serabutan yang dilakukan oleh penduduknya. Jumlah terbanyak kedua setelah wirausaha adalah petani. Petani yang dimaksudkan disini selain petani pemiliki, juga merupakan petani penggarap dan petani buruh. Selebihnya merupakan karyawan, PNS (Pegawai Negeri Sipil), pensiunan, dan tukang seperti yang tercantum pada tabel 4.

Tabel 4 Jumlah penduduk Desa Bagelen tahun 2009 berdasarkan mata pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah Persentase

(%) 1 Petani 467 6,4 2 Buruh Tani 352 4,8 3 Karyawan 70 0,9 4 PNS 160 2,1 5 Tukang 250 3,4 6 ABRI 160 2,1 7 Pensiunan 275 3,7 8 Wiraswasta (usaha mandiri/serabutan) 2034 27,7

Sumber: Monografi Desa Bagelen 2009

Sekalipun jumlah pekerjaan petani memiliki jumlah yang cukup banyak, namun banyak yang tidak memiliki lahan untuk bertani sehingga tidak jarang bertani dijadikan pekerjaan sampingan bagi beberapa penduduk di desa ini. Hal ini dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat tidak hanya menggantungkan hidupnya pada satu pekerjaan saja, melainkan memiliki pekerjaan sampingan. Ada pula kepala rumahtangga yang mengizinkan anggota rumahtangganya untuk mencari

sumber penghasilan, seperti berdagang, kuli serabutan, bahkan bermigrasi ke luar desa untuk memperoleh pekerjaan.

Dari data mata pencaharian tersebut diketahui bahwa telah terjadi transisi nafkah warga Desa Bagelen dari pertanian menuju non pertanian. Transisi nafkah yaitu perpindahan sektor mata pencaharian yang dimiliki oleh individu ataupun rumahtangga. Transmigran pertama yang datang pada 1905 semuanya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah petani menjadi menurun. Hingga setelah 110 tahun kemudian, lebih banyak warga yang bekerja di sektor non pertanian dibandingkan dengan sektor pertanian. Bukan hanya itu saja, bila dilihat dari tabel 4, pekerjaan yang mayoritas dimiliki warga Desa Bagelen saat ini adalah wirausaha. Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa wirausaha yang dimaksud warga adalah usaha mandiri rumah tangga dan pekerjaan serabutan yang dilakukan, seperti berdagang atau warung, bengkel, supir, pengrajin, dan lain sebagainya. Pekerjaan-pekerjaan tersebut dinilai lebih menjanjikan dibandingkan dengan menjadi petani ataupun buruh tani. Dapat disimpulkan bahwa pertanian sudah mulai ditinggalkan oleh warga Desa Bagelen.

Karakteristik Sosial Ekonomi

Desa Bagelen tidak memiliki begitu banyak fasilitas seperti wilayah lainnya. Desa ini hanya memiliki beberapa fasilitas yang mencakup bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial. Di bidang keagamaan, terdapat beberapa sarana berupa masjid dan musholla sebab mayoritas penduduk di Desa Bagelen beragama Islam. Masjid dan musholla digunakan oleh masyarakat untuk beribadah dan melakukan kegiatan keagamaan. Di desa ini terdapat 7 buah masjid, yaitu Masjid Assadikin, Masjid Assalam, Masjid Al-Ikhlas, Masjid Al-Muttaqin, Masjid Hidayatushibyan, Masjid Hidayatul Muslimin, dan Masjid Hasrotul Jannah, serta terdapat 7 buah musholla. Tak hanya keagamaan, di Desa Bagelen juga terdapat fasilitas pendidikan formal. Desa Bagelen memiliki 1 PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), 1 TK (Taman Kanak-Kanak), 7 SD (Sekolah Dasar), dan 2 SMP (Sekolah Menengah Pertama) yang tersebar dari Dusun 1 hingga Dusun 5. Untuk tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas), belum terdapat fasilitas bangunannya di desa ini sehingga setiap anak yang berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA harus merantau keluar desa.

Fasilitas sosial juga terdapat di desa ini yaitu berupa Poskamling (Pos Keamanan Lingkungan) dengan jadwal jaga yang baik. Di desa ini juga terdapat beberapa tenaga ahli kesehatan seperti 2 orang bidan, 2 orang mantri kesehatan, dan 6 orang dukun bayi yang sudah mendapat pelatihan dan pembimbingan dari Departemen Kesehatan/Puskesmas. Namun sangat di sayangkan, di Desa Bagelen sendiri belum terdapat bangunan untuk melaksanakan kegiatan penunjang kesehatan, hanya saja ada beberapa pusat kesehatan swasta yang letaknya tak jauh dari desa ini.

“Dulu waktu zaman Belanda sudah tidak di Indonesia, PKI (Partai Komunis Indonesia) langsung masuk ke desa ini, Nduk. Kita sebagai rakyat biasa tidak tahu apakah mereka PKI atau memang utusan dari pemerintah. Semua fasilitas seperti sekolah, rumah berobat, sampai masjid kita bangun

sama-sama dengan mereka. Memang mereka yang bantu cari dananya kita yang kerjakan. Setelah hampir jadi, baru terungkap kalau mereka PKI. Mereka suruh kita untuk patuh dan jadi PKI seperti mereka. Karena tidak ada yang mau, semua bangunan diambil alih dan beberapa di rubuhkan” ( Bapak EW, 79 tahun)

Perubahan kebijakan dan pemerintahan yang kerap kali dialami warga transmigran mengakibatkan warga tidak berdaya dalam usaha mengembangkan desanya. Mulai dari masa penjajahan Belanda hingga pemerintah dan PKI, warga transmigran seolah tidak memiliki naungan dan tidak ada pihak yang dengan jelas bertanggung jawab akan kehidupan warga transmigran. Hal ini yang kemudian menjadi alasan diawal perpindahan para transmigran tidak mampu mengembangkan desa secara maksimal. Berdasarkan sistem pemerintahan yang berlaku saat ini, program transmigrasi telah secara langsung berada di bawah naungan dan tanggung jawab Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia yang sebelumnya dibawah tanggung jawab Kementrian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi.

Bahasa sehari-hari yang digunakan masyarakat Desa Bagelen adalah bahasa Jawa dan bahasa Indonesia karena sebagian besar warga desa ini merupakan orang suku Jawa asli. Dari segi hubungan sosial dan organisasi, terdapat beberapa kelembagaan di Desa Bagelen seperti PKK, Karang Taruna, Kelompok Tani, Koperasi Desa, Kelompok Lansia, Ikatan Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (IPPNS), serta Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) yang bernama Gapoktan Sidodadi yang berada di Dusun 3 Desa Bagelen.

Untuk kondisi perumahan warga Desa Bagelen cukup beragam, ada yang masih menggunakan bilik untuk dinding rumah dan beralaskan tanah ataupun semen, ada pula alas rumah yang sudah menggunakan keramik dan berdinding batu bata. Posisi setiap rumah di desa ini tidak berurutan. Berdasarkan pemaparan sejarahnya, rumah-rumah tersebut dibangun di atas lahan warisan yang sudah dibagi-bagi oleh orang tua masing-masing. Dalam sepetak lahan memungkinkan dibangun 4 atau lebih rumah karena sifat lahan sulit dibagi jika tidak melalui penjualan, sehingga keturunan selanjutnya memilih untuk membangunan rumah masing-masing secara berdekatan. Nilai-nilai dan norma yang menjadi ciri khas suku Jawa juga masih dijunjung tinggi oleh warga desa. Bahkan beberapa kegiatan adat pun masih sering dilakukan di desa ini.

Kondisi lahan saat ini sudah tidak sesubur ketika transmigran pertama datang, sehingga sudah sangat jarang ditemukannya sawah atau lahan yang ditanami tumbuhan pertanian. Lahan-lahan kosong biasanya akan dijadikan lapangan bermain, tempat usaha seperti warung atau bengkel, ataupun ditanami dengan tanaman yang tidak membutuhkan banyak air dan hara. Sebagian besar warga memilih untuk menanam tanaman yang dapat menghasilkan kayu yang bagus, kemudian kayu dapat dijual untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Letak desa ini juga berdekatan dengan lahan usaha tanaman karet milik PT. Perkebunan Nusantara, sehingga tak jarang ada warga yang bekerja sebagai buruh penyadap karet pada perusahan besar tersebut. Berdasarkan cerita warga, lahan kebun karet tersebut awalnya merupakan lahan warga yang kemudian dijual ke perusahaan. Tanaman-tanaman karet tersebut diolah di atas lahan warga yang

telah dibeli dengan harga murah oleh perusahaan. Hal ini yang menjadi salah satu alasan berkurangnya lahan-lahan subur warga di Desa Bagelen. Salah satu penyebab murahnya harga lahan tersebut adalah rendahnya perekonomian rumahtangga warga. Perekonomian rumahtangga yang rendah diakibatkan pendidikan warga yang rata-rata hanya sampai pada jenjang Sekolah Menengah Atas, sehingga warga kesulitan dalam bersaing ketika mencari pemasukan untuk rumahtangganya. Kesulitan mendapat pekerjaan kemudian mengakibatkan warga mengalami desakan dimana kebutuhan hidup harus segera dipenuhi sedangkan modal fisik tidak terlalu menunjang. Dengan memanfaatkan keadaan tersebut, kemudian PT. Perkebunan Nusantara membeli lahan dengan harga murah dan merekrut beberapa tenaga kerja dari warga Desa Bagelen sebagai buruh penyadap karet dengan gaji yang kecil.

Di desa ini terdapat satu bangunan yang menjadi icon sejarah desa ini. Setelah pemerintah Republik Indonesia mengambil alih tanggung jawab atas program perpindahan penuduk, dibangunlah sebuah Museum Nasional Ketransmigrasian yang menjadi penanda akan sejarah masuknya transmigran pada tahun 1905 silam. Namun ternyata, pembangunan tersebut dilakukan di atas lahan warga seluas 6 hektar yang secara langsung mengurangi lahan usaha pertanian warga. Museum yang berada di bawah naungan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemerintah Provinsi Lampung ini kemudian diisi dengan peninggalan-peninggalan transmigran pertama seperti alat makan, alat pertanian, infromasi sejarah, dan menjadi tempat pelatihan pertanian bagi warga transmigran dan keturunannya. Tak hanya itu, museum ini kemudian menjadi sarana edukasi dan wisata yang memberi informasi tentang transmigrasi mula-mula (Kolonisasi Hindia Belanda) hingga saat ini (Transmigrasi Pemerintah Republik Indonesia).

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Karakteristik responden merupakan hal-hal spesifik yang diteliti dari responden dan dianggap penting karena karakteristik tersebut diduga mempengaruhi variabel-variabel yang diteliti. Karakteristik yang digali pada penelitian ini mencakup usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, modal sosial, dan strategi nafkah rumahtangga responden. Responden pada penelitian ini merupakan keturunan transmigran generasi ke-3 dan 4 yang tinggal di Desa Bagelen, Kecamatan Gedong Tataan yang merupakan keturunan dari transmigran pertama (tahun 1905). Dengan demikian, responden telah berusia sekurang-kurangnya 20 tahun sehingga dianggap telah memahami kondisi Desa Bagelen secara sosial-ekonomi dan perubahannya sejak 10 tahun terakhir.

Usia

Usia merupakan suatu angka yang menunjukan selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Data usia responden yang diperoleh bervariasi dari 25 tahun hingga 79 tahun dan beberapa responden masih termasuk ke dalam usia produktif. Usia responden digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu usia muda (19-29 tahun), usia dewasa tengah (30-60 tahun), dan usia tua (61 tahun ke atas). Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia (Desa Bagelen tahun 2016)

Usia Responden

n %

Muda (19-29 tahun) 2 5,7

Dewasa Tengah (30-60 tahun) 15 42,8

Tua (61 tahun ke atas) 18 51,5

Jumlah 35 100

Berdasarkan data pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa jumlah responden yang tergolong usia muda sebanyak 2 orang (5,7 persen) yaitu usia 27 tahun dan 29 tahun, sedangkan responden yang tergolong usia dewasa sebanyak 15 orang (42,8 persen), dan responden yang tergolong usia tua sebanyak 18 orang (51,5 persen). Hasil penelitian menunjukkan kategori usia yang memiliki persentase tertinggi adalah usia tua. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar responden dari penelitian ini adalah responden dengan golongan usia tua atau berumur 61 tahun ke atas. Data usia ini juga berhubungan secara langsung dengan data jumlah responden berdasarkan generasinya yang dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6 Jumlah responden berdasarkan usia, penggolongan generasi, rata-rata dan range usia (Desa Bagelen tahun 2016)

Generasi Golongan Usia (Havighurst 1972) Jumlah Rata-Rata Usia (tahun) Range Usia (tahun) Muda (19-29 tahun) Dewasa Tengah (30-60 tahun) Tua (61 tahun ke atas) Generasi 3 0 11 9 20 61 36-79 Generasi 4 2 4 9 15 50 25-68 Jumlah 2 15 18 35

Berdasarkan tabel 6, responden yang merupakan keturunan generasi ke-3 berjumlah 20 orang (57,2 persen), sedangkan responden yang merupakan keturunan generasi ke-4 berjumlah 15 orang (42,8 persen). Generasi merupakan sekelompok orang dalam angkatan dari keturunan dalam silsilah kehidupan keluarga. Generasi ke-3 menandakan bahwa dirinya merupakan keturunan ke-3 dari tetuanya.

Kalau transmigran pertama yang datang tahun 1905 itu generasi pertama semua. Anaknya kemudian disebut generasi kedua. Cucunya baru disebut generasi ketiga, seperti saya ini. Anak saya baru generasi keempat. Begitu seterusnya” (Bapak W, 77 tahun)

Sistem generasi yang dianut oleh warga di Desa Bagelen adalah seperti yang telah dijelaskan oleh Bapak W, sehingga saat ini sudah memasuki generasi ke-5 dengan usia 20-30 tahun. Berdasarkan data pada tabel 6, pada responden generasi ke-3 lebih banyak responden yang termasuk dalam golongan usia tua yaitu 9 orang yang sudah berusia 61 tahun ke atas dan sisanya masuk ke dalam golongan usia dewasa. Responden generasi ke-3 memiliki range usia 36 sampai 79 tahun dengan rata-rata usia 61 tahun. Begitu juga pada responden generasi ke-4, lebih banyak responden yang termasuk ke dalam golongan usia tua, yaitu sebanyak 9 orang dengan usia lebih dari 50 tahun, sedangkan golongan dewasa hanya 4 orang dan golongan muda sebanyak 2 orang. Secara keseluruhan data pada penelitian ini lebih banyak diperoleh dari responden generasi ke-3 dengan golongan usia tua. Hal ini juga ditandai dengan rata-rata usia pada setiap generasi, dimana rata-rata usia generasi ke-3 adalah 61 tahun yang dalam penggolongan Havighurst (1972) sudah masuk ke dalam golongan tua, sedangkan generasi ke-4 masih dalam kategori dewasa karena rata-rata usia berada pada usia 50 tahun. Namun tidak menutup kemungkinan terdapat responden generasi ke-4 yang lebih tua dibandingkan dengan responden generasi ke-3 karena selisih rata-rata usia pada kedua generasi ini hanya berjarak 11 tahun.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir dan jenjang pendidikan tertinggi yang dijalani oleh responden. Tingkat pendidikan responden yang ada di Desa Bagelen berada pada tingkat Tidak Sekolah, SD, SMP, SMA,

D1, D3, dan S1. Riwayat pendidikan responden dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Gambar 4 Grafik riwayat pendidikan responden di Desa Bagelen tahun 2016 Berdasarkan grafik tersebut, jumlah tertinggi terdapat pada responden yang hanya sampai pada tahap atau bangku SMA, yaitu sebanyak 14 orang (40 persen), sedangkan masih terdapat responden yang tidak bersekolah sebanyak 2 orang (5,7 persen). Di sisi lain, hanya terdapat 4 orang (11,4 persen) yang menamatkan diri dari bangku sekolah dan melanjutkan ke jenjang berikutnya, yaitu 1 orang (2,8 persen) telah sampai pada tahap D1, 2 orang (5,7 persen) telah sampai pada tahap D3, dan 1 orang (2,8 persen) telah sampai pada tahap Sarjana, sisanya, sebanyak 15 orang responden (31,6 persen) hanya menyelesaikan sekolah di bangku SD dan SMP.

Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan dikategorikan sebagai tingkat pendidikan rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat pendidikan responden dikatakan rendah jika responden memiliki riwayat pendidikan terakhir sampai pada tahap tidak sekolah dan juga bila sudah pada tahap SD baik tamat maupun tidak tamat SD/sederajat. Tingkat pendidikan responden dikatakan sedang jika pengalaman sekolah responden sampai pada tahap tamat atau tidak tamat SMP/sederajat dan/atau bila sudah pada tahap tamat/tidak tamat SMA dan tamat atau tidak tamat D1, sedangkan tingkat pendidikan responden dikatakan tinggi jika pengalaman sekolah responden sampai pada tamat dan tidak tidak tamat D3 dan/atau tamat dan tidak tamat Sarjana. Hal ini dapat diuraikan pada tabel 7.

Tidak Sekola h SD SMP SMA D1 D3 S1 Tingkat Pendidikan 2 8 7 14 1 2 1 0 2 4 6 8 10 12 14 16