• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHSAN

3. Kadar Oryzanol

Oryzanol merupakan komponen penyusun minyak bekatul padi, yang jumlahnya tidak besar, yaitu 2-5 % dari minyak bekatul padi kasar, tergantung dari varietas padinya. Komponen ini bersifat sebagai antioksidan dan memberikan manfaat bagi kesehatan manusia. Serat pangan dan senyawa antioksidan dalam bekatul berguna antara lain sebagai zat hipokolesterolemik atau dapat menurunkan kadar kolesterol darah, mencegah terjadinya kanker, dan memperlancar sekresi hormonal (Kahlon et al. 1994). Penetapan kadar oryzanol pada penelitian ini menggunakan metode spektofotometri. Berikut adalah hasil analisis kadar oryzanol pada bubuk bekatul awet.

Gambar 13 Kadar oryzanol bubuk bekatul awet berdasarkan berat kering (bk)

Keterangan : Tidak atau dicampurkan kembali bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh

Berdasarkan grafik di atas kandungan oryzanol pada perlakuan tidak dicampurkan sebesar 0.25 % atau 250 mg/100 g. Hasil ini lebih rendah dibandingkan pada perlakuan dicampurkan yaitu sebesar 0.33 % atau 330 mg/100 g. Apabila seseorang mengkonsumsi 1 cangkir minuman bubuk bekatul, mengandung 15 g bubuk, maka oryzanol yang dikonsumsi adalah sebanyak 43.35 mg. Hasil uji independent samples test antara perlakuan tidak dicampurkan tidak berbeda secara nyata (p>0.05) dengan perlakuan dicampurkan kembali bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh (Gambar 13). Kandungan oryzanol pada perlakuan dicampurkan + flavor sebesar 0.35 %. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan perlakuan dicampurkan, karena bahan yang digunakan relatif sama yaitu bahan baku yang dicampurkan kembali bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh. Perbedaannya yaitu penambahan flavor, sukralosa, dan garam pada perlakuan dicampurkan + flavor.

Kandungan oryzanol telah dilaporkan oleh Seetharamaiah dan Prabhakar (1986), yaitu 1100–2600 mg/100 g minyak bekatul padi, dan Xu dan Godber (1999), sebesar 980 mg/100 g minyak bekatul padi. Perbedaan ini disebabkan perbedaan pada metode analisis. Seetharamaiah dan Prabakhar (1986) mengukur contoh langsung dari minyak tanpa purifikasi, sedangkan Xu dan Godber (1999) mengukur contoh setelah di semipurifikasi menggunakan metode kolom silika tekanan rendah. Diack dan Saska (1994) menyatakan bahwa konsentrasi -oryzanol adalah sebesar 460 mg/100 g di dalam minyak kasar setelah disaponifikasi.

Damayanthi (2003) melaporkan bahwa kandungan oryzanol bekatul awet dengan berbagai derajat sosoh berkisar antara 0.27–361.14 mg/100 g lemak bekatul dan mempunyai kecenderungan tertinggi pada derajat sosoh 13 %. Kandungan oryzanol tidak berbeda nyata antara bekatul dari beras varietas padi IR-64 dan Cilamaya Muncul, sebaliknya derajat sosoh berpengaruh nyata terhadap kandungan oryzanol. Derajat sosoh 13 % yaitu seperti yang dilakukan secara komersial di pabrik penggilingan padi merupakan tingkat yang menghasilkan kandungan oryzanol tertinggi, yaitu sebesar 17.70 mg/g lemak untuk varietas IR 64 dan 17.92 mg/g lemak untuk varietas Cilamaya muncul. Derajat sosoh 13 % dan varietas padi IR-64 merupakan perlakuan yang paling optimal dengan pertimbangan bahwa pada 13 % menghasilkan rendemen tertinggi, sedangkan IR-64 merupakan varietas padi yang ditanam lebih banyak oleh petani dibandingkan Cilamaya Muncul. Oryzanol ternyata bukanlah merupakan suatu senyawa murni, melainkan terdiri atas 10 senyawa dengan struktur kimia yang sedikit agak berbeda (Xu dan Godber 1999).

Identifikasi senyawa volatil

Identifikasi senyawa volatile yang terdapat pada bubuk bahan baku bubuk bekatul dan bubuk bekatul berflavor menggunakan metode Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS). Tujuan dari identifikasi ini yaitu untuk mengetahui berbagai komponen yang dapat memberikan aroma atau flavor dari bahan baku bubuk bekatul dan bubuk bekatul berflavor. Menurut Hartomo & Purba 1986, spektroskopi massa dapat digunakan untuk mengetahui rumus molekul tanpa melalui analisis unsur. Misalnya C4H10O, biasanya memakai cara kualitatif atau kuantitatif. Setelah diketahui rumus empirisnya, yaitu (CxHyOz)n, kemudian baru ditentukan BM-nya. Komputer pada alat GC-MS dapat langsung mengetahui rumus molekulnya. GC-MS hanya dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap. Glukosa, sukrosa, sakarosa bersifat tidak menguap sehingga tidak dapat dideteksi dengan alat GC- MS.

Ekstrak volatil dari bubuk bekatul yang diperoleh dengan mengekstrak menggunakan alat rotary evaporator dan ditambahkan etil asetat sebagai bahan pengekstrak. Hasil ini kemudian di sentrifuge selama 10 menit dan diambil fase organik yang kemudian diuapkan menggunakan nitrogen sampai kering. Langkah berikutnya yaitu ditambahkan etil asetat 200 ul kemudian di injeksi ke GC-MS. Dari tiga sampel yaitu bahan baku dengan perlakuan tidak dicampurkan, bahan

baku dengan perlakuan dicampurkan, dan bekatul terpilih dengan penambahan flavor terdapat komponen volatil masing-masing 27, 35, dan 53 komponen. Bentuk kromatogram dari ketiga perlakuan bekatul ini diperlihatkan pada Gambar 14, 15 dan 16.

Gambar 14 Hasil kromatogram pada bekatul dengan perlakuan tidak dicampurkan

Komponen volatil yang terdeteksi pada bekatul dengan perlakuan tidak dicampurkan berjumlah 27 komponen yang di dominasi oleh asam lemak misalnya acetic acid, Namun jumlah ini belum tentu semuanya terdeteksi karena banyak komponen-komponen yang dalam jumlah kecil yang mungkin tidak terdeteksi. Selain itu komponen yang tidak terdeteksi bisa disebabkan oleh tidak adanya base line data yang terdapat pada alat GC-MS, sehingga tidak bisa dikenali dan dideteksi. Dibawah ini merupakan kromatogram dari bekatul dengan perlakuan dimasukan bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh.

Hasil dari kromatogram untuk bekatul dengan perlakuan dicampurkan yaitu berjumlah 35 komponen volatil. Jumlah kompnen volatil pada perlakuan dicampurkan lebih banyak dengan perlakuan tidak dicampurkan kembali bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh. Namun komponen volatil yang terdapat pada bekatul dengan perlakuan dicampurkan hampir sama dengan komponen volatil yang terdapat pada bekatul dengan perlakuan tidak dicampurkan. Komponen volatil pada bekatul dengan perlakuan dicampurkan didominasi oleh asam lemak. Berikut merupakan kromatogram dari bekatul terpilih dengan penambahan flavor jasmine tea.

Gambar 16 Hasil kromatogram pada bekatul terpilih dengan flavor jasmine tea Komponen volatil yang terdapat pada bekatul terpilih dengan penambahan flavor jasmine tea berjumlah 53 komponen. Jumlah ini lebih banyak dari bekatul dengan perlakuan dicampurkan padahal bahan baku dari bekatul ini sama yaitu bahan baku bekatul dengan perlakuan dicampurkan kembali bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh. Komponen volatil yang terdapat pada bekatul berflavor ini berbeda dengan komponen volatil bekatul lainnya. Perbedaan ini diduga adanya senyawa dari penyusun flavor jasmine tea misalnya senyawa 3- metyl-2-[(2z)-2-pentenyl]-2-cyc Jasmone. Selain itu, komponen volatil lain yang diduga dari bahan tambahan minuman misalnya dari sukralosa dan garam.

Komponen-komponen volatil yang berhasil diideteksi dari ketiga perlakuan bekatul ini merupakan komponen volatil yang memiliki peranan penting sebagai pemberi aroma pada bekatul dan minuman bubuk bekatul, namun tidak semua komponen volatil yang berhasil dideteksi dengan menggunakan GC-MS ini berkontribusi terhadap aroma/flavor bekatul. Menurut Hartomo & Purba

(1986), banyak komponen volatil dalam produk pangan dengan konsentrasi mulai dari parts-per-million (ppm) sampai sekitar 100 ppm, dalam kondisi tunggal konsentrasinya mulai dari parts per billion (ppb) sampai parts per trillion (ppt), akan tetapi sebagian besar dari komponen volatil ini tidak memberikan kontribusi terhadap aroma. Profil kromatogram pada bekatul dengan perlakuaan tidak dicampurkan dan bekatul dengan perlakuan dicampurkan yang terlihat hampir sama menunjukkan bahwa komposisi komponen volatil pada bekatul dengan perlakuaan tidak dicampurkan lebih mendekati komposisi komponen volatil pada bekatul dengan perlakuaan dicampurkan, Namun sedikit berbeda dengan bekatul pada bekatul terpilih dengan ditambahkan flavor. Berikut merupakan 10 komponen yang ada pada masing-masing perlakuan bekatul.

Tabel 5 Komponen volatil pada bubuk bekatul dengan berbagai perlakuan No tidak dicampurkan Dicampurkan Bekatul terpilih dengan flavor

1 propanic acid propanic acid propanic acid

2 formic acid formic acid formic acid

3 acetic acid 1-butanol acetic acid

4 1-butanol acetic acid 1.6-octadien-3-ol

5 acetic acid octanoic acid acetic acid

6 octanoic acid 7-pentadecanone

3-metyl-2-[(2z)-2-pentenyl]-2- cyc

7 2-pentadecanone caprolactam 2-pentadecanone 8 9-octadecenoic acid 9-octadecenoic acid Eugenol

9 hexadecanoic acid- metyl ester hexadecanoic acid-metyl ester 2h-azepin-2-one 10 hexadecanoic acid-

etyl ester tetracosanoic acid benzoic acid

Komponen-komponen volatil utama yang berhasil dideteksi dari ketiga perlakuan bubuk bekatul terdiri dari kelompok asam lemak dan metil. Pada table diatas merupakan 10 komponen yang ada pada tiga perlakuan bekatul. Bekatul dengan perlakuan tidak dicampurkan memiliki komponen volatil diantaranya propanic acid, formic acid, 1-butanol, acetic acid, octanoic acid, 2- pentadecanone, 9-octadecanoik acid, hexadecanoic acid-metyl ester, hexadecanoic acid-etyl ester. Komponen volatil bekatul dengan perlakuan tidak dicampurkan hampir sama dengan komponen volatil bekatul dicampurkan, namun berbeda pada komponen volatil bekatul terpilih dengan flavor. Perbedaan terlihat pada komponen yang ada pada bekatul terpilih dengan flavor yaitu eugenol, benzoic acid, 2h-azepin-2-one.

Karakteristik Organoleptik Bahan Baku Bubuk Bekatul Awet

Uji organoleptik yang akan dilaksanakan meliputi uji mutu hedonik dan uji hedonik atau kesukaan. Tujuan dari uji organoleptik adalah untuk mengetahui karakteristik mutu bahan baku bubuk bekatul awet menurut persepsi panelis (uji mutu hedonik) dan mengetahui tingkat kesukaan dan penerimaan panelis terhadap produk yang diujikan (uji hedonik). Dari dua perlakuan bahan baku bubuk bekatul awet akan diuji mutu hedonik dan uji hedonik. Formulasi untuk uji organoleptik ini yaitu sukralosa 0.067 g/15 g bubuk bekatul, garam 0.2 g/15 g bubuk bekatul. Dan flavor coklat sebesar 0.60 g/15 g bubuk bekatul. Konsentrasi sukralosa, garam, dan flavor untuk dua perlakuan dianggap sama, pembedanya hanya bahan baku bubuk bekatul yang tidak dicampurkan dengan yang dicampurkan. Selanjutnya formula diseduh dengan air panas sebanyak 200 ml/15 g bubuk bekatul. Uji organoleptik dilaksanakan dengan melibatkan 30 orang panelis semi terlatih. Sementara itu skala garis yang digunakan adalah 1 sampai 5.

Uji Hedonik

Uji hedonik merupakan bagian dari uji organoleptik. Uji hedonik burtujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap berbagai atribut dari produk yang disajikan. Uji hedonik ini juga berguna untuk mengetahui seberapa besar penerimaan panelis terhadap produk. Atribut yang digunakan yaitu rasa, arom, bau/odor dan warna. Berdasarkan uji k-Independent Test atribut hedonik rasa, aroma, bau/odor, dan warna, minuman bekatul yang tidak dicampurkan bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh dan minuman bekatul yang dicampurkan bahan yang lolos 20 mesh tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 % (p>0.05) (Gambar 17). Rata-rata penerimaan dari masing-masing atribut hedonik yaitu pada penerimaan biasa. Hal ini diduga karena kedua bahan bekatul dari dua perlakuan persiapan yang berbeda tersebut memberikan hasil yang relatif seragam. Berikut merupakan grafik rata-rata hasil uji hedonik bahan baku bubuk bekatul awet.

Gambar 17 Hasil uji hedonik bahan baku bubuk bekatul awet Keterangan: 1 = tidak suka, 2 – agak tidak suka, 3 = basa, 4 = agak suka, 5 = suka

tidak atau dicampurkan kembali bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh

Dari grafik di atas dapat dilihat pada perlakuan tidak dicampurkan penerimaan dari segi rasa, aroma, bau/odor, dan warna ada pada rentang rata- rata 2.81-3.33. Nilai ini berada pada skala biasa. Begitu juga dengan perlakuan dicampurkan berada pada skala biasa yaitu 2.56-3.11.

Uji Mutu Hedonik

Uji mutu hedonik yang dilakukan meliputi atribut rasa, aroma, bau/odor, dan warna. Uji mutu hedonik dikenakan pada bubuk bekatul yang sudah diseduh dengan air panas sebanya 200 ml/15 g bubuk bekatul.. Nilai skala yang digunakan adalah 1 sampai 5 yang akan diinterpretasikan menjadi mutu produk yang telah diklasifikasikan terlebih dahulu. Nilai rata-rata dari mutu hedonik setiap atribut untuk setiap formula dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambarn 18 Hasil uji mutu hedonik bahan baku bubuk bekatul awet Keterangan : Tidak atau dicampurkan kembali bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh

Keterangan skala mutu hedonik :

Bau/Odor Rasa Warna Aroma Kekentalan

1. Apek 2. Agak apek 3. Sedang 4. Agak harum 5. Harum 1.Tidak enak 2.Agak tidak enak 3. sedang 4. Agak enak 5. Enak 1. Coklat tua 2. Coklat muda 3. Putih pucat/putihgading 4. Kuning muda 5. Kuning keemasan

1. Off flavor (menyimpang) 2. Agak menyimpang 3. Tidak ada bau

4. Agak harum/agak wangi 5. Harum /wangi 1. Encer 2. Agak encer 3. Sedang 4. Agak kental 5. kental

Berdasarkan uji k-Independent Test Atribut mutu hedonik rasa, aroma, dan bau/odor, minuman bekatul yang tidak dicampurkan bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh dan minuman bekatul yang dicampurkan bahan yang lolos 20 mesh tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 % (p>0.05), sedangkan mutu hedonik warna minuman minuman bekatul yang tidak dicampurkan bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh dan minuman bekatul yang dicampurkan bahan yang lolos 20 mesh berbeda secara nyata (p<0.05) (Gambar 18). Warna minuman bekatul dari bahan yang tidak lolos 20 mesh berwarna coklat tua, sedangkan warna minuman bekatul yang dicampurkan bahan yang lolos 20 mesh berwarna coklat muda. Perbedaan ini diduga karena adanya campuran bahan yang lolos dan tidak lolos 20 mesh. Rasa, aroma, dan bau/odor berada pada rentang skala biasa yaitu 2.73-3.31.

Berdasarkan hasil berbagai analisis di atas maka bahan baku bekatul yang digunakan untuk penelitian selanjutnya yaitu bahan baku bekatul awet yang dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh. Hal ini dikarenakan dari segi penerimaan (hedonik) dan mutu hedonik kedua perlakuan tidak berbeda nyata. Selain itu, kadar proksimat, mineral seng, vitamin E dan kadar oryzanol bahan baku bubuk bekatul awet yang tidak dicampurkan bahan yang tidak lolos ayakan 20 mesh tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan bahan baku yang dicampurkan kembali bahan yang lolos ayakan 20 mesh. Namun untuk kadar serat pangan, mineral Ca dan Fe, persen antioksidan dan AEAC-nya, bahan baku bekatul awet yang dicampurkan bahan yang lolos ayakan 20 mesh lebih tinggi secara nyata (p<0.05) dibandingkan bahan baku bekatul awet yang tidak dicampurkan yang tidak lolos ayakan 20 mesh.

Penelitian Tahap II Pembuatan minuman fungsional bubuk bekatul

Proses pembuatan minuman funsional bubuk bekatul dengan berbagai flavor dilakukan dengan menggunakan metode Farizal (2010) dengan modifikasi. Semua bahan-bahan yang terdiri dari bubuk bekatul awet, pemanis rendah kalori, flavor, garam dicampurkan dengan metode whait mixing. Proses pencampuran semua bahan ini dilakukan agar semua bahan tercampur secara merata, sehingga pada saat pembuatan produk minuman ini, semua bahan harus mempunyai ukuran partikel yang seragam. Keseragaman ukuran partikel akan memudahkan pada saat pencampuran sehingga hasilnya akan merata.

Bubuk bekatul yang digunakan pada pembutan minuman fungsional ini yaitu bubuk bekatul hasil perlakuan dicampurkan, karena sifat funsional seperti kandungan antioksidan lebih tinggi dari perlakuan tidak dicampurkan. Pemanis yang digunakan pada penelitian ini yaitu sukralosa. Menurut BPOM 2004, sukralosa merupakan pemanis yang aman dikonsumsi oleh segala usia, karena sukralosa tidak dapat dicerna oleh tubuh namun langsung dikeluarkan bersama feses. Keuntungan lain dari sukralosa adalah sifatnya yang tahan panas dan tidak mengandung kalori atau energi, sehingga aman untuk dikonsumsi oleh kalangan yang mempunyai penyakit gula. Sesuai dengan tujuan awal bahwa pengembangan minuman fungsional ini untuk pencegahan penyakit tidak menular. Salah satu penyakit tidak menular yaitu diabetes mellitus atau penyakit gula. Dengan demikian penggunaan sukralosa ini sangatlah aman untuk dikonsumsi, baik oleh penderita diabetes maupun orang yang mencegah diet rendah kalori.

Konsentrasi penggunaan sukralosa dan garam sesuai dengan yang dilakukan oleh Farizal 2010 yaitu 0.067 g/200 ml air untuk sukralosa dan 0.2 g/200 ml air untuk garam. Penggunaan garam ditujukan untuk memperkuat rasa manis. Bubuk bekatul yang digunakan setiap serving size yaitu 15 gram. Hal ini sesuai dengan penelitian Damayanthi 2004, bahwa konsumsi bekatul dua kali sehari dengan satu kali minum sebanyak 15 gram dapat menurunkan ukuran leci kista pada wanita kanker payudara. Dengan demikian setiap serving size produk minuman funsional bubuk bekatul ini terdiri dari 15 gram bubuk bekatul, 0.067 gram sukralosa, dan 0.2 gram garam meja. Formula ini sebagai variabel terikat, sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini yaitu konsentrasi penambahan flavor.

Flavor yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 5 jenis flavor. Kelima jenis flavor itu antara lain flavor anggur merah, coklat, vanilla, sirsak, dan jasmine tea. Flavor yang digunakan merupakan flavor sintetik atau flavor buatan. Konsentarsi flavor yang digunakan pada penelitia ini yaitu 0.1 %, 0.3 %, dan 0.5 % untuk masing-masing flavor. Konsentrasi flavor ini berdasarkan anjuran yang diberikan oleh pihak produsen pembuat flavor. Menurut BPOM 2004 batas penggunaan flavor sintetis yaitu 0.1-1 %. Konsentrasi dari air, sukralosa, bekatul, dan garam dianggap sama untuk semua formula.

Karakteristik organoleptik minuman fungsional bubuk bekatul

Uji organoleptik atau pengujian secara sensory evaluation merupakan pengujian suatu produk makanan berdasarkan indera penglihatan, indera pencium, indera perasa, dan mungkin indera pendengar (Setyaningsih et al. 2010). Pengujian sifat organoleptik digunakan untuk menentukan formula terbaik, mengetahui daya terima dan kesukaan panelis. Untuk menentukan penerimaan panelis dan karakteristik terhadap minuman bekatul maka dilakukan uji hedonik dan mutu hedonik. Dalam uji hedonik ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap sampale minuman bekatul. Untuk uji mutu hedonik, panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya terhadap atribut mutu yang sudah ditetapkan.

Uji Hedonik

Uji hedonik merupakan uji kesukaan atau merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya terhadap minuman bekatul dengan berbagai flavor dan tingkat konsentrasi yang berbeda. Skala yang digunkan yaitu 1 sampai 5 dimulai dari tidak suka sampai suka. Atribut yang digunakan dalam uji hedonik ini yaitu rasa, bau/odor, aroma flavor dan aroma keseluruhan.

Untuk mengeahui total penerimaan dilakukan pembobotan dari masing- masing atribut hedonik yaitu untuk rasa sebesar 30%, bau sebesar 20%, aroma flavor sebesar 30%, dan aroma kesuluruhan sebesar 20%. Hal ini berdasarkan pendugaan bahwa konsentrasi flavor akan berpengaruh besar terhadap rasa dan aroma flavor itu sendiri. Rasa merupakan tanggapan cicip dan bau sehingga lebih menggambarkan penilaian kesukaan panelis. Menurut Winarno (2002) rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Rasa dalam minuman bekatul

merupakan kombinasi pencampuran antara bubuk bekatul siapa seduh dengan flavor itu sendiri.

Untuk aroma flavor menggambarkan kesesuaian aroma flavor yang bisa diterima oleh panelis. Menurut Ostendrof (1978) dalam Farizal (2010) Flavor itu sendiri merupakan sensori yang diproduksi oleh bahan makanan yang ada dalam mulut, terutama dirasakan oleh indra prasa dan indra penciuman dan secara umum oleh berbagai reseptor yang terdapat di dalam mulut. Flavor juga didefinisikan sebagai komponen yang memiliki karakteristik yang dapat menghasilkan sifat sensori yaitu aroma dan rasa. Meskipun dalam jumlah kecil flavor sangat berarti atau berperan dalam produk minuman. Menurut Herzberg (1978) dalam Farizal (2010) sifat-sifat yang harus dimiliki oleh senyawa flavor buatan yang baik diantaranya harus larut dalam air, tidak meninggalkan after taste, tahan asam, murni (bebas dari bahan pengotor), tahan panas dan digunakan dalam jumlah yang tepat.

Berdasarkan hasil pembobotan bahwa penerimaan (hedonik) paling tinggi untuk flavor coklat yaitu pada konsentrasi 0.1 %, vanilla pada konsentrasi 0.5 %, anggur merah pada konsentasi 0.5 %, dan sirsak pada konsentasi 0.3 % dengan masing-masing pada skala penerimaan biasa. Untuk falvor jasmine tea pada konsentrasi 0.3 % dengan skala penerimaan agak suka (Tabel 6).

Tabel 6 Hasil uji hedonik minuman bekatul dengan berbagai flavor

Jenis flavor Konsentras i flavor (%) Rasa Bau (Odor) Aroma falvor Aroma keseluruha n Penerima- an Total Coklat 0.1 2.91a 2.48a 2.42a 2.73a 2.64 0.3 2.3a 2.33a 2.58a 2.42a 2.42 0.5 2.21a 2.52a 2.55a 2.58a 2.45 Vanilla 0.1 3.27b 3.3a 3.12a 3.45a 3.27 0.3 2.73a 3.0a 3.03a 3.09a 2.95 0.5 2.94a 3.85a 3.27a 3.61a 3.35 Jasmin tea 0.1 2.48a 3.45a 3.09a 3.09a 2.98 0.3 3.45a 3.67b 3.67a 3.82b 3.63 0.5 3.21a 3.48a 3.48a 3.64a 3.43 Anggur merah 0.1 2.39a 2.15a 2.64a 2.58a 2.45 0.3 2.06a 2.09a 2.27a 2.24a 2.17 0.5 2.58a 2.39a 2.76b 2.73a 2.62 Sirsak 0.1 2.7a 2.61a 2.76a 2.82a 2.72 0.3 2.79a 2.48a 3.06a 3.0a 2.85 0.5 2.24a 2.42a 2.48a 2.58a 2.42 Keterangan: 1 = tidak suka, 2 – agak tidak suka, 3 = basa, 4 = agak suka, 5 = suka

Berdasarkan hasil pembobotan, presentase penerimaan untuk minuman bekatul dengan flavor coklat yang paling tinggi yaitu 2.64 berada pada skala penerimaan biasa, dengan konsentrasi flavor 0.1 %. Berdasarkan hasil uji friedman, bahwa atribut hedonik flavor coklat tidak berbeda nyata semua. Dengan demikian konsentrasi flavor coklat paling optimum yaitu 0.1 % dilihat dari segi penerimaannya.

Untuk atribut hedonik dari flavor vanilla hanya bau yang berbeda nyata (p<0.05) berdasarkan uji statistic friedman. Perbedaan terlihat pada konsentrasi 0.5 % artinya yaitu semakin tinggi konsentrasi maka baunya akan semakin disukai. Hasil ini sesuai dengan hasil pembobotan, yaitu penerimaan total untuk flavor vanilla paling tinggi berada pada konsentrasi flavor vanilla 5 %. Dengan demikian konsentrasi flavor vanilla paling optimum berada pada konsentrasi 5 % dari segi penerimannya.

Berdasarkan uji statistik friedman, untuk flavor jasmine tea rasa dan aroma keseluruhan berbeda nyata (p<0.05) yaitu perbedaan kedunya terlihat pada konsentasi 0.3 %. Berdasarkan total penerimaan, penerimaan paling tinggi yaitu pada konsentrasi 0.3 % yaitu pada rentang skala agak suka (3.63). Oleh karena itu, konsentrasi paling optimum untuk flavor jasmine tea yaitu pada konsentrasi 0.3 % berdasarkan penerimaan panelis.

Berdasarkan uji statistik friedman untuk flavor anggur merah hanya aroma flavor yang berbeda nyata (p<0.05). Perbedaan terlihat pada konsentrasi 0.5 %, artinya semakin tinggi konsentasi maka penerimaanya semakin disukai. Hal ini, sesuai dengan penerimaan totalnya yitu paling tinggi pada konsentrasi 0.5 %, dengan skala penerimaan ada pada rentang biasa (2.62). Oleh karena itu konsentrasi paling optimum untuk falvor anggur merah yaitu pada konsentrasi 5 %.

Berdasarkan uji statistik friedman untuk flavor sirsak semua atribut hedonik tidak berbeda nyata, namun untuk penerimaan total yang paling tinggi tingkat kesukaannya adalah pada pada konsentasi 0.3 % yaitu pada rentang skala biasa (2.85). Dengan demikian, konsentrasi paling optimum untuk flavor sirsak yaitu 0.3 %.

Uji Mutu hedonik

Uji mutu hedonik yang digunakan meliputi atribut rasa, bau/odor, aroma

Dokumen terkait