• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar dan Produktivitas Rutin Biji Soba pada Iklim Mikroyang Berbeda

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Kadar dan Produktivitas Rutin Biji Soba pada Iklim Mikroyang Berbeda

Kadar Rutin

Hasil penelitian menunjukkan kondisi iklim berpengaruh pada kadar rutin biji soba. Secara keseluruhan di ketinggian 600 m dpl menunjukkan nilai kadar rutin lebih tinggi dibanding di ketinggian 1150 m dpl. Hasil analisis menunjukkan kadar rutin berbeda nyata pada ketinggian 600 m dpl dan 1150 m dpl, namun secara keseluruhan kombinasi di ketinggian 600 m dpl musim kemarau tanpa naungan populasi 50 tanaman m-2memberikan kadar rutin tertinggi dibanding

41

Gambar 24 Hubungan iklim dengan rutin dan produksi rutin

Gambar 23 Rata-rata produksi rutin biji soba (mg m-2) pada kombinasi perlakuan

yang berbeda

42

Produktivitas Rutin

Produksi rutin biji soba merupakan hasil perkalian antara biomassa biji dan kadar rutin. Hasil penelitian menunjukkan kondisi iklim berpengaruh terhadap produksi rutin biji soba (Gambar 26).Hasil analisis menunjukkan kombinasi perlakuan di ketinggian 600 m dpl musim kemarau tanpa naungan populasi 200 tanaman m-2 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kombinasi perlakuan di

ketinggian 600 m dpl musim kemarau tanpa naungan populasi 200 tanaman m-2

memberikan produksi rutin 298.9 mg m-2 (2.98 ton ha-1).

Kombinasi perlakuan ketinggian, musim, naungan, dan populasi yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kadar rutin. Ketinggian berpengaruh nyata terhadap kadar rutin. Hasil analisis menunjukkan kombinasi di ketinggian 600 m dpl musim kemarau tanpa naungan populasi 50 tanaman m-2 berbeda nyata terhadap produksi rutin biji soba dibanding perlakuan lainnya.

Hasil analisis biplot yang terbentuk (Gambar 27) mampu menjelaskan keragaman data sebesar (82.4%). Suhu berkorelasi positif dengan kadar rutin. Produksi rutin berkolerasi positif dengan radiasi. Radiasi berkorelasi negatif dengan kelembaban. Kelembaban berkorelasi positif dengan curah hujan.

Hasil analisis regresi menunjukan bahwa radiasi, suhu, curah hujan dan kelembaban berpengaruh terhadap kadar rutin. Berdasarkan hasil pengujian, semua variabel radiasi, suhu, curah hujan dan kelembaban memiliki tanda positif, ini berarti bahwa perubahan kadar rutin sejalan dengan variabel-variabel yang

0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Kadar rutin (mg g-1) P ro d u k si b ij i (g m -2) 0.259 371.9 T2M2N1P2 T2M2N1P1 T2M2N0P2 T2M2N0P1 T2M1N1P2 T2M1N1P1 T2M1N0P2 T2M1N0P1 T1M2N1P2 T1M2N1P1 T1M2N0P2 T1M2N0P1 T1M1N1P2 T1M1N1P1 T1M1N0P2 T1M1N0P1

Gambar 26 Pemetaan kombinasi perlakuan berdasarkan nilai rata-rata produksi dan kadar rutin biji soba

30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 Suhu (oC) K ad ar ru tin (m g g- 1) T2M2N1P2T2M2N1P1 T2M2N0P2 T2M2N0P1 T2M1N1P2T2M1N1P1 T2M1N0P2 T2M1N0P1 T1M2N1P2 T1M2N1P1 T1M2N0P2 T1M2N0P1 T1M1N1P2 T1M1N1P1 T1M1N0P2 T1M1N0P1

Gambar 25 Hubungan suhu dengan kadar rutin Kadar rutin = -0.394 + 0.025

43 mempengaruhinya (radiasi, suhu, curah hujan dan kelembaban) dan besarnya perubahan masing-masing sebesar koefisien regresi dari setiap variabel. Hasil analisis regresi menunjukkan secara simultan faktor- faktor iklim mempengaruhi kadar rutin ditampilkan pada Tabel 9:

Kadar rutin biji soba dipengaruhi oleh radiasi, Suhu, curah hujan, dan kelembaban sebesar 0.98. Artinya sumbangan pengaruh secara simultan keempat variabel tersebut sebesar 98%. Suhu merupakan faktor yang paling berpengaruh pada peningkatan kadar kadar rutin.

Hasil analisis regresi menunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi rutin adalah radiasi, suhu, curah hujan dan kelembaban. Berdasarkan hasil pengujian, maka diperoleh bahwa radiasi, suhu dan curah hujan memiliki tanda positif, ini berarti bahwa perubahan satu satuan variabel radiasi, curah hujan dan kelembaban akan meningkatkan atau menambah produksi rutin masing- masing sebesar koefisien regresi regresi radiasi, suhu dan curah hujan. Kelembaban memiliki tanda negatif yang berarti bahwa perubahan produksi rutin berbanding terbalik dengan perubahan variabel kelembaban.

Hasil analisis regresi menunjukkan secara simultan faktor- faktor iklim mempengaruhi produksi rutin ditampilkan pada Tabel 10:

Radiasi, suhu, curah hujan, dan kelembaban berpengaruh terhadap produksi rutin biji soba, secara simultan keempat variabel tersebut memengaruhi produksi rutin biji soba sebesar 64.4%, dengan pengaruh terbesar adalah faktor suhu.

Hasil analisis menunjukkan kombinasi perlakuan ketinggian 600 m dpl, musim kemarau, tanpa naungan dengan populasi renggang memberikan kadar rutin tertinggi. Intensitas radiasi dan populasi memberikan kondisi iklim mikro yang berbeda sehingga memengaruhi kadar rutin biji soba. Suhu udara sekitar pertanaman pada tanaman yang renggang 50 tanaman m-2 lebih tinggi dibanding pada tanaman yang rapat 200 tanaman m-2. Hal ini dipengaruhi oleh transmisi

radiasi datang yang lebih besar, sehingga panas yang diterima oleh permukaan tanah juga lebih besar. Panas yang diterima oleh permukaan dipindahkan ke dalam tanah, dengan tekstur dan struktur tanah yang sama pada populasi 200 tanaman m-2 dan populasi 50 tanaman m-2 maka suhu tanah pada populasi 50

tanaman m-2 lebih besar dari populasi 200 tanaman m-2. Pada proses selanjutnya,

panas dipergunakan kembali untuk memanaskan permukaan tanah. Jumlah panas Tabel 10 Hasil persamaan regresi pengaruh unsur iklim pada produksi rutin

Variabel (Y) Persamaan Regresi P R2

Produksi Rutin Y = - 6.43 + 26.7S + 0.210R + 0.0803CH – 0.03233RH 0.015 64.4

Ket: S = suhu; R = Radiasi; CH = curah hujan; RH = kelembaban

Tabel 9 Hasil persamaan regresi pengaruh unsur iklim pada kadar rutin

Variabel (Y) Persamaan Regresi P R2

Kadar Rutin Y = - 0.803 + 0.0354S + 0.00660R + 0.00393CH + 0.00046RH 0.000 98.0

44

di dalam tanah yang lebih besar pada populasi 50 tanaman m-2, mengakibatkan jumlah panas yang dipindahkan ke udara di atas permukaan juga lebih besar oleh karena itu suhu di dalam tajuk pada populasi 50 tanaman m-2 relatif lebih tinggi.

Suatu kenyataan bahwa sangat sedikit keterangan mengenai pengaruh suhu pada tanaman di daerah tropis, dan dari beberapa keadaan fisik lingkungan yang memengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman, pengaruh suhu paling sedikit dipelajari, karena adanya hubungan yang paralel antara radiasi dan suhu. Tanaman merupakan organisme poikilothermic, yaitu organisme yang suhunya cenderung mendekati suhu sekelilingnya (Larcher 1975).

Hasil regresi menunjukkan, pada pembentukan kadar rutin unsur-unsur iklim yang berpengaruh, yaitu suhu udara, radiasi, curah hujan, kelembaban, namun unsur iklim yang dominan berpengaruh pada kadar rutin, yaitu suhu udara diikuti radiasi, curah hujan dan kelembaban. Pembentukan rutin sangat dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh tanaman soba (Tsurunaga et al. 2013; Sommavilla et al. 2012). Suhu udara rata-rata di ketinggian 600 m dpl lebih tinggi dibanding suhu udara rata-rata di ketinggian 1150 m dpl. Akibat kondisi suhu yang berbeda berpengaruh terhadap metabolism tanaman, dalam hal ini aktivitas enzim. Peningkatan suhu sampai pada batas tertentu berbanding lurus dengan aktivitas enzim. Enzim chalcone sintase yang merupakan enzim kunci dalam pembentukan rutin aktivitasnya, sangat dipengaruhi oleh suhu, sehingga pada ketinggian 600 m dpl dengan suhu rata-rata yang tinggi menyebabkan lebih tinggi kadar rutinnya. Tanaman soba merupakan tanaman introduksi dari daerah subtropis, sehingga pada saat ditanam di daerah yang kondisi iklim berbeda dengan kondisi iklim daerah asal akan mengalami stress. Hal ini sesuai hasil penelitian yang dilakukan pada tanaman anggur (Petrussa et al. 2013).

Transmisi radiasi surya adalah energi radiasi radiasi surya yang lolos pada permukaan tanah dibawah tajuk. Transmisi radiasi berbeda di antara daun sehubungan dengan perkembangan daun (ketebalan daun dan kandungan pigment seperti klorofil). Menurut Rosenberg (1974), besarnya radiasi transmisi dipengaruhi oleh karakter kanopi yaitu luas daun, sudut daun, filotaksis, jumlah daun, dan ukuran daun. Nilai transmisi radiasi surya selalu berubah setiap minggu yang dipengaruhi oleh nilai indeks luas daun. Pada minggu ketiga indeks luas daun pada populasi 200 tanaman m-2dan populasi 50 tanaman m-2 masing-masing

sebesar 0.71 dan 0.23 diperoleh nilai transmisi radiasi surya untuk populasi 200 tanaman m-2 dan populasi 50 tanaman m-2 masing-masing sebesar 77.2% dan 90%.

Berdasarkan nilai indeks luas daun dan transmisi radiasi surya dari minggu ketiga sampai minggu ketujuh terlihat bahwa semakin kecil nilai indeks luas daun maka transmisi radiasi surya semakin besar.

Perbedaan kerapatan populasi pada areal pertanaman menyebabkan adanya perbedaan penerimaan radiasi surya. Menurut Geiger (1959), energi radiasi surya yang sampai pada permukaan akan mengalami perubahan pada pengurangan dalam perjalanannya menuju permukaan tanah, salah satu faktor yang memengaruhi pengurangan tersebut adalah tingkat kerapatan populasi tanaman. Perbedaan penerimaan radiasi, akan berpengaruh terhadap unsur iklim mikro lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian, proporsi radiasi yang ditransmisikan oleh tanaman pada tingkat kerapatan populasi 50 tanaman m-2 lebih tinggi dibanding

45 populasi 200 tanaman m-2 lebih banyak mengintersepsi radiasi dibanding pada populasi 50 tanaman m-2. Keadaan tersebut disebabkan kepadatan populasi

tanaman per luasan meter persegi pada populasi 200 tanaman lebih tinggi dibanding pada 50 tanaman meter persegi, sehingga radiasi yang ditangkap oleh tanaman (daun) di populasi 200 tanaman m-2 lebih banyak. Selanjutnya dengan perbedaan penerimaan radiasi memengaruhi keadaan fisik lingkungan pertanaman lainnya seperti suhu. Akibat suhu yang tinggi memicu aktivitas kerja enzim chalcone sintase. Hasil penelitian sebelumnya melaporkan aktivitas chalcone sintase meningkat dengan meningkatnya suhu (Rahman et al. 2012; Dao et al. 2011).

Produksi kadar rutin biji soba tertinggi didapatkan pada kombinasi ketinggian 600 m dpl, musim kemarau, tanpa naungan dan populasi rapat. Pada kombinasi perlakuan ini, menunjukkan pada musim kemarau memberikan produksi rutin tertinggi. Pada musim hujan ada kecenderungan produksi rutin biji soba lebih tinggi diberikan pada kombinasi di ketinggian 1150 m dpl, musim hujan, tanpa naungan dengan populasi rapat. Hal ini disebabkan karena produksi rutin biji soba merupakan perkalian antara biomassa biji dan kadar sehingga pada musim hujan biomassa biji di ketinggian 1150 m dpl pada musim hujan lebih tinggi dibanding dengan ketinggian 600 m dpl pada musim hujan. Produksi rutin biji soba tertinggi di ketinggian 1150 m dpl dan di ketinggian 600 m dpl pada perlakuan tanpa naungan, sebaliknya, pemberian naungan memberikan produksi rutin biji soba rendah baik di ketinggian 1150 m dpl maupun di ketinggian 600 m dpl. Pemberian naungan menurunkan produksi rutin rata-rata sebesar 57.03%. Penurunan rata-rata produksi rutin biji soba ini disebabkan didalam naungan terjadi penurunan intensitas radiasi 19.78%. Hal ini terjadi karena biosintesis rutin dikendalikan oleh enzim, sehingga aktivitasnya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama suhu, sedangkan karbohidrat sebagai hasil asimilat yang dihasilkan rendah. Hal serupa ditemukan pada penelitian Rachmawati (2005) yang melaporkan bahwa pada tanaman pegagan terjadi penurunan kandungan flavonoid sebesar 55-75% pada keaadan ternaungi. Hal yang sama juga diungkapkan Martono (2011) pada tanaman Centella asiatica. Hal ini disebabkan proses fotosintesis terganggu karena rendahnya intensitas radiasi surya sehingga fotosintat yang dihasilkan rendah.