• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Id, Ego dan Superego Tokoh Ibu

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 60-0)

BAB III KAJIAN TENTANG ID, EGO DAN SUPEREGO DALAM DIRI

3.3 Kajian Id, Ego dan Superego Tokoh Ibu

Ibu memberikan pengaruh yang sangat besar dalam perjalanan hidup Nayla. Apapun yang dilakukan Nayla, ia akan teringat ibunya. Beberapa karya yang ditulis oleh Nayla berhubungan dengan tokoh ibu. Ibu kandung Nayla (tokoh ibu) mempunyai alasan yang menurut ibu benar dalam menghukum Nayla.

48

Sedangkan bagi Nayla hukuman itu merupakan tekanan yang tidak bisa dia ungkapkan kepada ibu, hal ini terbawa sampai dewasa. Kedua kepribadian ini memiliki pengaruh yang sangat kuat karena kepribadian kedua tokoh sama-sama keras.

Tokoh Ibu dalam novel Nayla mempengaruhi kehidupan Nayla selanjutnya. Pengaruh negatif mempengaruhi sekali kehidupan Nayla. Perilaku ibu yang negatif berdamapk jelas pada Nayla. Ibu menggunakan hukuman sebagai bentuk kasih sayangnya. Pengaruh negatif yang timbul jika orang tua mengunakan hukuman badan yang tidak konsisten terhadap anak adalah kenakalan remaja yang semakin menjadi. Ibu menginginkan Nayla hidup sesuai dengan aturan yang dibuat Ibu. Pola asuh yang ibu berikan pada Nayla tidak mengajarkan disiplin, kehidupan yang bermoral, serta tidak adanya ajaran agama. Ibu lebih banyak menghukum Nayla melakukan kesalahan tanpa ada komunikasi atau dialog terlebih dahulu.

Ibu adalah wanita yang mandiri serta memiliki kepribadian yang kuat. Saat Ibu ditinggal ayah dan harus membesarkan Nayla seorang diri. Tokoh Ibu sangat keras dan memiliki kepribadian yang labil.

(33) “Kamu tak akan pernah tahu, anakku, seberapa dalam ayahmu menyakiti hatiku. Ia menyakiti kita dengan tidak mengakui janin yang kukandung adalah keturunannya. Ia meninggalkan kita begitu saja tanpa mengurus atau pun mendiskusikan terlebih dulu masalah perceraian. Aku yang merawatmu dengan penuh ketegaran sejak kamu berada dalam kandungan. Aku yang membesarkanmu dengan penuh ketabahan. Aku menafkahimu. Aku memberimu tempat berteduh yang nyaman. Aku menyediakanmu segala kebutuhan sandang dan pangan akan kubuktikan kepadamu, anakku, bahwa aku bisa berdiri sendiri tanpa perlu ia mengeluarkan tangan. Kamu milikku, bukan milik ayahmu” (Nayla, 2005:6)

49

Ibu menunjukan ketegarannya saat ditinggal Ayah dan saat harus

membesarkan Nayla seorang diri. Semua yang dia lakukan hanya untuk Nayla.

Ibu berusaha memenuhi kebutuhan Nayla dengan berbagai cara. Dalam kutipan di atas juga terlihat tokoh Ibu yang keras serta berani. Ibu berani hidup sendiri dan membesarkan anak. Ibu juga berkepribadian keras karena egonya yang merasa bahwa Nayla anak yang ia besarkan sendiri jadi Nayla miliknya. Semua hukuman-hukuman yang diberikan pada Nayla merupakan haknya karena ego lebih besar mempengaruhi kepribadiannya.

(34) “Aku juga merasa serba salah. Segala kebutuhan dicukupi malah keenakan. Tapi jika tak dicukupi, untuk apa aku susah-susah mencari nafkah? Aku benar-benar sudah kehabisan akal, anakku.

Ku hukum kamu, tapi kamu malah menentang. Kamu tak menangis, tak takut, kamu pun tak berubah. Aku ini ibumu. Satu-satunya orang yang bisa kamu andalkan. Kenapa kamu tega menyakitiku seperti ayahmu? Kenapa begitu banyak sifatnya menurun kepadamu? Kenapa tak ada sedikit saja sifat dan sikapku yang setiap hari kucoba contohkan kepadamu dan kamu jadikan panutan?” (Nayla, 2005:7)

Nayla belajar mempertahankan hidup dari tokoh Ibu. Ibu tidak pernah mau diinjak oleh laki. Ego Ibu terlalu besar untuk tunduk dan menurut pada laki-laki. Ibu ingin laki-laki yang bersujut dan tunduk pada Ibu. Nayla juga tidak bisa mencintai laki-laki karena Nayla lebih mencintai Ibu. Nayla hanya menjadikan laki-laki tempat bersenang-senang tempat cinta.

Berbeda dengan Nayla, Id pada tokoh Ibu bekerja menurut prinsip kesenangan dan tujuannya sebagai pemenuhan kepuasan yang segera. Karena pekerjaan Ibu adalah seorang pelacur tidur bersama laki-laki manapun tidak masalah baginya. Dengan kepribadian Ibu yang seperti itu, Ibu menginginkan Nayla mencontoh sifat Ibunya. Pada cerita pendek Nayla, ia menuliskan bahwa

50

Djenar kagum kepada Ibu. Ibu juga kagum kepada dirinya sendiri. Ia sering memberitahu Djenar, kalau sebagai Ibu ia sangat ingin melihat anaknya sukses seperti dirinya. Tapi Ibu juga sering bilang, kalau Djenar tak akan pernah mampu mengikutinya.

(35) Ibu juga penyayang binatang. Binatang pun sayang pada Ibu. Tidak hanya sayang, tapi juga patuh. Di mata Djenar, Ibu tak ubahnya seorang pawang. Ada beberapa jenis binatang yang mudah menerima pengarahan. Tapi ada beberapa jenis binatang yang sulit sekali diarahkan. Untuk binatang-binatang bermasalah ini, Ibu punya aneka ragam jurus penakluk (Nayla, 2005:39)

kutipan (34) membuktikan bahwa binatang pun dapat takluk dan menyayangi Ibu.

Sedangkan tokoh Ibu berwatak keras. Semua yang Ibu inginkan harus tercapai. Ibu juga memegang prinsip bahwa Nayla harus menjadi seperti yang ia inginkan. Setiap keputusan yang sudah Ibu buat tidak bisa diubah dan ditawar lagi. Ibu selalu memandang semua benar dan salah menurut aturannya. Bahkan bentuk kedisiplinan yang diterapkan untuk Nayla juga sesuai dengan aturannya, bila Nayla melakukan kesalahan Ibu menghukum tanpa melihat sebab akibat nayla melakukan kesalahan itu. Seperti saat Nayla tetap mengompol dan Ibu menghukumnya dengan menusukkan peniti ke selangkangannya dan vagina Nayla.

(36) “Kenapa Ibu tak bisa berpikir bahwa tak akan ada satu orang pun yang memilih ditusuk vaginanya dengan peniti hanya karena ingin mempertahankan rasa malas” (Nayla, 2005:2)

Kutipan di atas merupakan pernyataan Nayla tentang tokoh Ibu yang tetap menghukum Nayla tanpa mengetahui alasan yang jelas. Nayla tidak merasa mengompol itu karena Nayla malas, tetapi dikarenakan Nayla tertekan akan

51

keadaan yang dia alami. Bentuk watak keras Ibu juga terlihat karena Ibu tidak mau mendengar alasan Nayla mengapa masih mengompol pada malam hari sebenarnya bukan karena malas tetapi ada alasan lain. Kutipan itu juga menunjukkan bahwa tokoh Ibu berperilaku keras. Perilaku keras diakibatkan ego yang mempengaruhi kepribadiannya. Bila ego mendominasi kepribdian Ibu, Ibu akan berperilaku dan berpikir rasional tetapi Ibu juga memegang peranan dan menghubungkan dengan objek yang dihadapinya (Nayla). Ibu mempertahankan egonya dengan menghukum Nayla walaupun tanpa alasan yang jelas.

(37) “Contohlah aku. Aku tak butuh mereka. Lihat betapa banyak laki-laki yang takluk kepadaku. Lihat betapa mereka rela meyerahkan jiwa dan raganya hanya untukku. Kamu pun harus bisa seperti aku.

Akan ada banyak laki-laki seperti ayahmu yang kelak mencampakkanmu jika kamu tak sekuat dan sepandai aku. Apalagi fisikmu pas-pasan, anakku. Kamu tak seperti aku” (Nayla, 2005:8).

Pada kutipan di atas Ibu mengharapkan Nayla menjadi seperti dirinya.

Tokoh Ibu juga menginginkan banyak laki-laki yang tergila-gila pada Nayla seperti banyak laki-laki yang suka atau tunduk pada Ibu. Tokoh Ibu menggambarkan bahwa dia bangga dengan apa yang dia miliki dan yang dia punya pada dirinya. Ibu menginginkan Nayla mencontoh dia dan berharap Nayla bisa menaklukan banyak laki-laki. Semula hal yang dilakukan Nayla harus sesuai dengan keinginan Ibu. Perilaku Ibu yang demikian dikategorikan dalam perilaku yang Oktokrat. Perilaku oktokrat, perilaku ingin mendominasi orang lain. Ibu mendominasi hidup Nayla karena merasa memiliki Nayla. Bahkan semua keputusan yang harus Nayla ambil sendiri, Ibu menginginkan dia yang

52

memutuskan. Saat Nayla mengambil keputusan tidak sesuai dengan yang ibu inginkan, Ibu marah dan kecewa.

Tokoh Ibu juga mengalami kecemasan. Bila dilihat dari semua pernyataan Ibu tentang dia dan perlakuannya terhadap Nayla berdasarkan pada kecemasan yang dialami Ibu. Kecemasan realistis, kecemasan atau ketakutan yang realistis atau takut akan bahaya-bahaya di dunia luar. Tokoh Ibu mengalami ketakutan terhadap nayla kalau-kalau Nayla tidak bisa menghadapi hidupnya, hal ini yang menimbulkan kecemasan realistis. Kecemasan realistis berdasarkan tingkah laku.

Kecemasan realistis merupakan ketakutan terhadap dunia luar, Ibu takut bila Nayla tidak bisa bertahan hidup bila Ibu memberi bekal kehidupan yang banyak pada Nayla.

Tokoh Ibu tidak ingin menerima Nayla kembali ke rumah dengan alasan Nayla telah menyakiti hati Ibu dengan memilih tinggal bersama Ayah.

(39) “Namun kenapa kamu kembali? Kamu kembali untukku, atau hanya karena Ayahmu mati? Harusnya kamu tahu, sikapku tak bisa ditawar. Aku tak akan menjulat ludahku sendiri. Sudah kukatakan berkali-kali, kamu harus memilih aku atau ayahmu. Dan kamu sudah memilihnya. Tak ada alasan untuk menyatukan kita berdua”

(Nayla, 2005:17)

Sikap keras karena Ibu merasa dikhianati oleh Nayla karena lebih memilih Ayah. Tokoh Ibu juga sudah tidak ingin lagi tinggal bersama Nayla bahkan hati

53

Ibu juga sudah tertutup untuk Nayla. Bagi Ibu semua konsekuensi yang telah diambil Nayla merupakan pilihan yang harus dijalani Nayla dalam kehidupan Nayla. Ego muncul saat Ibu tidak mengizinkan Nayla tinggal bersama Ibu. Tokoh Ibu menganggap dirinya berpikir realistis tentang hidup yang dijalani Nayla.

(40) “Saya dipukuli ketika menumpahkan sebutir nasi. Tidak rapi, kata Ibu. Tapi saya lihat di sekolah, anak lain kerap menumpahkan tidak hanya sebutir, namun segepok nasi berikut lauknya tanpa dipukuli maupun diomeli Ibunya. Saya di jemur di atas seng yang tanpa kemali menutupnya. Tidak bertanggung jawab, kata Ibu. Tapi yang saya lihat di sekolah, anak lain kerap membiarkan pensil mereka tak berpenutup dan orang tuanya dengan suka rela mencarikan dan menutupnya. Saya dipaksa mengejan sampai berak di lantai lalu diikat dan tahinya direkatkan dengan plester di sekujur tubuh jugamulut saya karena ketahuan tidak makan sayur. Tidak bersyukur, kata Ibu. Tapi yang saya lihat disekolah, anak lain banyak menampik sayur yang dibawakan Ibunya, lantassang Ibu malah menjajani mereka bakso atau pempek. Ibu memang kuat.

Dan saya begitu lemah untuk tidak merasa takut pada Ibu” (Nayla, 2005: 112-113).

Sejak Nayla kecil ia selalu mendapat hukuman badan dari ibu kandungnya.

Saat usia Nayla masih belasan, Ibu masih sering menghukum Nayla dengan menusukan peniti di vagina dan selangkangannya, hanya karena Nayla mengompol saat malam hari. Hukuman-hukuman yang diberikan Ibu kadang tidak sesuai dengan kesalahan yang dilakukan Nayla. Ibu juga mengajarkan Nayla untuk membenci Ayah kandungnya sendiri. Karena Id yang tidak terpenuhi akhirnya Egolah yang menguasi diri. Bila ego mendominasi kepribadian Ibu, Ibu berperilaku dan berpikir rasional tetapi Ibu juga memegang peranan dan menghubungkan dengan objek yang dihadapinya (Nayla). Ibu mempertahankan egonya dengan menghukum Nayla walau tanpa alasan yang jelas. Ibu

54

mempertahankan egonya dihadapan Nayla sehingga Nayla menganggap Ibu kuat dan memegang kendali atas kehidupannya.

Ego juga muncul saat Ibu mengencani banyak laki-laki. Ego juga mencari keenakan dalam hidup tanpa mencari ketidakenakan. Hal ini yang ditunjukan Ibu saat Ibu harus berganti-ganti pasangan untuk memenuhi kebutuhan dia dan Nayla.

Perilaku ini ditunjukan dihadapan Nayla.

(41) “Tapi Ibu tidak mengagumi om Billy. Ibu hanya menginginkan uang om Billy. Maka ketika om Billy yang jadwalnya sebagai birokrat begitu padat itu harus segera pergi setelah memasukkan sejumlah uang ke dalam tas Nayla, Ibu sama sekali tidak peduli.

Ibu peduli berapa banyak uang yang sudah tersimpan di tas Nayla.

Karena itu tak lama setelah Om Billy menghilang dari hadapn mereka, Ibu mengambil tas Nayla mengeluarkan uangnya. Dan rasa puas terpancar dari wajahnya.” (Nayla, 2005:9)

Kutipan ini merupakan pernyataan Nayla tentang Ibu sehabis berkencan dengan laki-laki. Perilaku yang seperti ini ditunjukan tokoh Ibu di depan Nayla.

Kepuasan yang dimaksud dalam kutipan diatas, Ibu mencoba menghindari ketidakenakan dengan berkencan bersama laki-laki untuk memperoleh uang dan memenuhi kebutuhan Ibu dan Nayla. Selain itu juga Ibu mencari kepuasan biologis yang didapat dari banyak laki-laki. Ibu berperilaku hidup bebas tanpa memikirkan norma yang ada dalam masyarakat.

Watak keras ditunjukan juga saat Nayla kembali ke rumah setelah Ayahnya meninggal. Tokoh Ibu tidak ingin menerima Nayla kembali ke rumah dengan alasan Nayla telah menyakiti hati Ibu dengan memilih tinggal bersama Ayah.

55

(42) “Namun kenapa kamu kembali? Kamu kembali untukku, atau hanya karena Ayahmu mati? Harusnya kamu tahu, sikapku tak bisa ditawar. Aku tak akan menjilat ludahku sendiri. Sudah kukatakan berkali-kali, kamu harus memilih aku atau Ayahmu. Dan kamu sudah memilihnya. Tak ada alasan untuk menyatukan kita berdua.”

(Nayla, 2005:17)

Sikap keras karena Ibu merasa dikhianati oleh Nayla karena lebih memilih Ayah. Tokoh Ibu juga sudah tidak ingin lagi tinggal bersama Nayla bahkan hati Ibu jug sudah tertutup untuk Nayla. Bagi Ibu semua konsekuensi yang telah diambil nayla merupakan pilihan yang harus dijalani Nayla dalam kehidupan Nayla. Ego muncul saat Ibu tidak mengizinkan Nayla tinggal bersama Ibu. Tokoh Ibu menganggap dirinya berpikir realistis tentang hidup yang dijalani Nayla.

Dalam beberapa kutipan juga terlihat kepribadian Ibu yang keras serta berani. Ibu berani hidup sendiri dan membesarkan anak. Ibu juga berkepribadian keras karena Egonya yang merasa bahwa Nayla anak yang ia besarkan sendiri jadi Nayla miliknya. Semua hukuman-hukuman yang diberikan pada Nayla merupakan haknya karena Ego lebih besar mempengaruhi kepribadiannya.

3.4 Rangkuman

Dalam bab III telah dilakukan analisis Id, Ego, dan Superego tokoh Nayla dan tokoh Ibu. Id dalam diri Nayla sangat mempengaruhi keadaan psikologinya, karena dia merasa sendiri dan selalu mengalami kesulitan yang berkepanjangan walaupun sudah berusaha untuk melupakan masa lalunya yang penuh denga trauma dan siksaan dari ibu. Sedangkan Ego dalam diri Nayla membuat dirinya begitu membenci ibunya karena trauma akan siksaan yang selalu dilakukan oleh

56

ibunya. Selain itu, Ego telah menghalangi dirinya untuk menganggap laki-laki sebagai makhluk yang tidak hanya mementingkan seks saja dalam hidupnya.

Superego dalam diri Nayla telah menghantarkan dirinya untuk selalu bangga kepada ibunya dan menganggap ibunya sebagai perempuan terhebat dan juga menghargai dan berbuat baik kepada ayahnya walaupun itu cuma singkat.

Ibu memberikan pengaruh yang besar dalam perjalanan hidup Nayla.

Apapun yang dilakukan Nayla, ia akan teringat ibunya. Beberapa karya yang ditulis oleh Nayla berhubungan dengan tokoh ibu. Ibu kandung Nayla (tokoh ibu) mempunyai alasan yag menurut ibu benar dalam menghukum Nayla. Sedangkan bagi Nayla hukuman itu merupakan tekanan yang tidak bisa dia ungkapkan kepada ibu, hal ini terbawa sampai dewasa. Kedua kepribadian ini memiliki pengaruh yang sangat kuat karena kepribadian kedua tokoh sama-sama keras. Ki Hajar Dewantara dalam Shochib (1998:10) menyatakan bahwa keluarga merupakan “pusat pendidikan” yang pertama dan terpenting karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sampai kini, keluarga selalu mempengaruhi budi pekerti tiap-tiap manusia.

Kepribadian ibu dalam novel Nayla mempengaruhi kehidupan Nayla selanjutnya. Pengaruh negatif mempengaruhi kehidupan Nayla. Perilaku ibu yang negatif berdampak jelas pada Nayla. Ibu menggunakan hukuman sebagai bentuk kasih sayangnya. Schochib (1998:8) pengaruh negatif yang timbul jika orang tua menggunakan hukuman badan yang tidak konsisten terhadap anaknya adalah kenakalan remaja yang semakin menjadi. Ibu menginginkan Nayla hidup sesuai dengn aturan yang dibuat ibu. Pola asuh yang ibu berikan pada Nayla tidak

57

mengajarkan disiplin, kehidupan yang bermoral, serta tidak adanya ajaran agama.

Ibu lebih banyak menghukum Nayla bila Nayla melakukan kesalahan tanpa ada komunikasi atau dialog terlebih dahulu.

58 BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti menarik kesimpulan bahwa dalam Novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu terdapat kajian tentang Id, Ego dan Superego pada tokoh Nayla dan tokoh Ibu begitu juga dimensi fisik, psikis dan sosial pada tokoh novel tersebut. Dalam upaya melakukan penelitian yang menggunakan kajian psikoanalisis, maka pada bab II peneliti terlebih dahulu melakukan analisis struktural yaitu menganalisis tokoh dan penokohan yang menonjol pada novel Nayla, kemudian menganalisis Id, Ego dan Superego pada tokoh Nayla dan Ibu.

Pada Bab II dijelaskan juga dimensi fisik, psikis dan sosiologis. Dimensi fisik yang dialami tokoh Nayla yaitu, (a) ketika ia berusia sepuluh tahun dan ia masih saja mengompol. Ketika ia mengompol Ibu selalu memasukan peniti ke selangkangannya bahkan ke vaginanya. (b) karena sering ditusuki dengan peniti, Nayla mempunyai fisik yang tegar sekarang. Ia mulai terbiasa dengan peniti dan tidak takut lagi.

Dimensi psikis melukiskan latar belakang kejiwaan, kebiasaan, sifat dan karakternya seperti mentalitas, ukuran moral dan kecerdasan, dll. Nayla merasa sedih karena ia mempunya Ibu yang selalu menyiksa anaknya sendiri. Ia merindukan sosok ibu yang menyayangi anaknya dan menjag anaknya dengan tulus bukan dengan siksaan.

59

Dimensi sosiologis yang Nayla alami yaitu Nayla tertekan dan tidak suka dengan sikap Ibunya yang selalu menghukumny. Nayla selalu mencari rasa aman lewat alkohol. Nayla pun mengalami frustasi akibat ibu yang selalu menyiksanya.

Pada Bab III, peneliti menganalisis tentang Id, Ego dan Superego dalam diri tokoh Nayla dan tokoh Ibu. Dari tokoh Nayla terlihat jelas bahwa Id Nayla begitu ingin menjadi seorang anak yang normal yang selalu memperoleh kebahagiaan dengan cara yang normal dan dia begitu ingin segera lepas dari kesulitan yang selama ini selalu menghimpitnya dan menjalar di sela-sela hidupnya.

Sedangkan Superego dalam diri Nayla telah mengantarkan dirinya untuk selalu bangga kepada ibunya dan menganggap ibunya sebagai perempuan terhebat dan juga menghargai dan berbuat baik kepada ayahnya walaupun itu cuma singkat.

Nayla bersikap agresif karena perilaku ini dipengaruhi oleh Id. Walau ada beberapa kalimat yang menunjukan bahwa Ego muncul dan menguasai saat bercinta. Dorongan-dorongan dan nafsu termasuk dalam Id. Saat insting seksual muncul kepribadian lebih banyak dipengaruhi oleh Id, karena seksualitas yang dicari Nayla hanya kepuasan sesaat. Etapi saat Id muncul, juga dipengaruhi oleh Ego, karena Ego sebagai penggerak sistem Id yang berperilaku agresif tetapi Ego tidak mendominasi.

Berbeda dengan Nayla, Id pada tokoh Ibu bekerja menurut prinsip kesenangan dan tujuannya sebagai pemenuhan kepuasaan yang segera. Karena pekerjaan Ibu adalah seorang pelacur dan tidur bersama laki-laki manapun tidak

60

masalah baginya.Dengan mempertahankan egonya yang membenci sosok seorang Ibu, Nayla tidak ingin punya Ibu.

4.2 Saran

Persoalan yang belum diteliti secara mendalam dalam studi ini adalah persoalan sosiologis yang dialami tokoh Nayla dan keluarganya, termasuk KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Jadi novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu ini memaparkan kehidupan Nayla yang mengalami persoalan sosiologis. Persoalan sosiologis primitif dijelaskan lebih mendalam agar dapat dipahami faktor-faktor penyebab tekanan dan persoalan psikologis yang dialami tokoh.

Pengalaman masa kecil yang kurang menyenangkan yang dialami Nayla dari kecil hingga dewasa bisa disebabkan oleh didikan keras dari ibunya. Watak keras serta hukuman-hukuman yang ibu berikan untuk Nayla menyebabkan Nayla begitu membenci ibunya. Nayla pun menjadi tertekan hidupnya karena perilaku ibu yang kurang baik. Nayla akhirnya hidup mandiri dan mengenal yang namanya dunia malam dan berteman dengan alkohol. Tinjauan sosiologis sastra dapat digunakan untuk menganalisis pola kehidupan Nayla dan keluarganya. Analisis dengan menggunakan tinjauan sosiologi sastra dapat digunakan juga untuk memperkaya pembahasan sastra dalam novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu.

61

DAFTAR PUSTAKA

Ayu, Djenar Maesa, 2005. Nayla. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

E, Koswara. 1991. Teori-teori Kepribadian Psikoanalisis, Behaviorisme, Humanistik. Refika Aditama.

Freud, Sigmund. 1983. Sekelimut Sejarah Psikoanalisa. Jakarta. PT Gramedia.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada Univercity Press.

Nurwahyudi, Andi. “Aspek Psikologis Tokoh Utama dalam Novel Antara Dua Hati Karya Maria A. Sardjono”. Skripsi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.

Nuraeni, Indra Iin S.S.Ing., M.Pd. “Katak Hendak Menjadi Lembu, karya Nur Sutan Iskandar.

Pradopo, Rahmat Djoko. 1988. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta : Lukman.

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Rahim, Abdul Jaafar. 2004. Perjudian Menurut Nazrah Teori Psikoanalisis.

Satoto, Soediro. 1991. Metode Penelitian Sastra. Jakarta. Gramedia

Setyaningrum, Maria Saraswati. 2007. Bentuk-bentuk Kompensasi Inferioritas Tokoh Nayla dalam Novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu: Suatu Tinjauan Psikologi Sastra. Fakultas Sastra. Univ. Sanata Dharma.

62

Sudikan, Setya Yuna. 2001. Metode Penelitian Kebudayaan. Surabaya. Citra Wacana.

Wellek, Rene & Austin Wareen. 1993. Teori kesusastraaan (diterjemahkan oleh Melani Budianta). Jakarta : Gramedia.

Yekameam, Baweh Edoard. “Kepribadian Tokoh Utama Antagonis dalam Film My Way. Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud.

Yulianti, Ike. “Gender di dalam Novel Ca Bau Kan karya Remy Sylado

Yuliardani, Wishnu. 2007. Penyebab dan Tipe Kenakalan Tokoh Nayla dalam Novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu: Tinjauan Psikologi Sastra.

Fakultas Sastra. Univ. Sanata Dharma.

Yuwono, Setyo. 2004. Novel Kenanga Karya Oka Rusmini: Suatu Pendekatan

Yuwono, Setyo. 2004. Novel Kenanga Karya Oka Rusmini: Suatu Pendekatan

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 60-0)

Dokumen terkait