BAB I PENDAHULUAN
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian mencakup dua dimensi, yakni keilmuan dan praktis.
Manfaat keilmuan dalam kasus ini bersifat confirmatory (membenarkan) bahwa ada hubungan antara psikologi dan sastra sebagai teori yang dilontarkan oleh pakar-pakar sastra.
Manfaat praktis merujuk kepada nilai kegunaan bagi kehidupan dan pengajaran sastra. Dari sisi manfaat kehidupan kita bisa belajar dari kasus Nayla yang mengalami frustrasi berat akibat dari korban pendidikan orang tua yang keras dan keliru. Dengan mengambil “hikmah” isi cerita itu, kita bisa belajar dan menjadi tahu tentang frustrasi dan menyikapi nasib yang menimpa kapan saja tanpa harus mereaksinya secara eksesif berlebihan.
Manfaat dari pengajaran creative wreating yaitu para penulis perlu memiliki kesadaran tentang Id, Ego, dan Superego serta dinamika agar karya sastra semakin bermutu.
10 1.5 Tinjauan Pustaka
Studi Id, Ego dan Superego pernah dilakukan oleh Andi Nurwahyudi di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro dengan judul Aspek Psikologis Tokoh Utama dalam Novel Antara Dua Hati Karya Maria A. Sardjono. Dalam skripsinya Andi Nurwahyudi mengungkap analisis struktural dan menganalisis bentuk perubahan psikologis tokoh utama, dengan tokoh utama Anggraini.
Digambarkan Anggaraini memiliki gejolak seksual dengan laki-laki, dalam hal ini tidak hanya pada satu laki-laki yaitu Sahat dan Totok. Perubahan terjadi pada saat kesadarannya bahwa pada saat berciuman yang dicium bukan Sahat, melainkan Totok, sehingga terjadi penolakan oleh Anggraini.
Selain itu, Ike Yulianti (A2A0099016), dengan skripsi berjudul Gender di dalam Novel Ca Bau Kan Karya Remy Sylado. Dalam skripsi Ike Yulianti, mengungkap perjalanan hidup seseorang perempuan bernama Tinung untuk mencari kebahagiaan hidup. Mengungkap persoalan gender yang dialami oleh Tinung yang adanya bentuk perstereotipan, serta mengungkap perubahan psikologi yang dialami oleh tokoh Tinung pada diri sendiri, keluarga atau lingkungannya.
Penelitian tentang kajian yang berkaitan dengan teori psikoanalisis pernah dilakukan oleh Iin Indra Nuraeni, S.S.Ing., M.Pd. dengan judul Katak Hendak Menjadi Lembu, karya Nur Sutan Iskandar. Dalam penelitian ini teori Freud digunakan untuk menemukan bahwa kepribadian tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian dalam novel karya Nur Sutan Iskandar ini yang ternyata sangat sesuai
11
dengan teori-teorinya mengenai kepribadian manusia yang dikuasai oleh Id, Ego, dan Superego.
Penelitian tentang kajian psikoanalisis juga pernah dilakukan oleh Edoard Baweh Yekameam dengan judul Kepribadian Tokoh Utama Antagonis dalam Film My Way: Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud. Film My Way dipilih menjadi objek penelitian karena diangkat dari kisah nyata yang menampilkan berbagai peristiwa dan konflik di medan perang sehingga mempengaruhi kepribadian tokoh utama antagonis, yaitu Tatsuo dan pendekatan psikoanalisis dari aspek Id, Ego dan Superego digunakan untuk mendeskripsikan kepribadian tokoh utama dan dinamika antara ketiga aspek tersebut.
Penelitian tentang kajian yang berkaitan dengan teori psikoanalisis pernah dilakukan oleh Jaafar Abdul Rahim (2004) dengan judul Perjudian Menurut Nazrah Teori Psikoanalisis yang mempunyai simpulan bahwa novel ini memiliki teknik penceritaan yang begitu mudah, dan berbagai kemelut konflik jiwa yang terjadi pada tokoh utamanya yakni Pak Mat. Pak Mat mengalami berbagai kemelut konflik batin yang terlihat pada kematian orang-orang yang dicintainya dan juga banyak permasalahan yang harus ia hadapi sendiri, di antaranya perampasan hak tanah secara paksa yang dilakukan oleh kerajaan dan robohnya rumah miliknya oleh kaki tangan pejabat tanah.
Penelitian yang berkaitan dengan psikoanalisis juga pernah dilakukan oleh Setyo Yuwono Sudikan dalam makalahnya yang berjudul Novel Kenanga Karya Oka Rusmini: Suatu Pendekatan Hermeneuitik Freudian (2004). Simpulan penelitian ini adalah tokoh utamanya yaitu Kenanga mengalami berbagai konflik
12
batin, kecemasan, dan konflik psikis, ketidakberdayaannya menghadapi realitas di luar dirinya (lingkungannya). Namun tidak hanya Kenanga yang mengalaminya, tokoh-tokoh yang lain pun mengalaminya yang dianalisis melalui Id, Ego, dan Superego.
Tinjauan psikologi sastra juga pernah diteliti oleh Wishnu Yuliardani, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan judul Penyebab dan Tipe Kenakalan Tokoh Nayla dalam Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu:
Tinjaun Psikologi Sastra (2007). Simpulan penelitian ini yaitu ditemukan hal-hal yang mengarah pada suatu tindak kenakalan, sehingga peneliti ini menganalisis struktur cerita dalam novel Nayla khususnya tokoh Nayla dan Ibu yang sangat mempengaruhi keberadaan dan penceritaan tokoh Nayla. Analisis penyebab dan tipe kenakalan tokoh Nayla sangat beragam, antara lain: membolos sekolah, memalak orang, berantem, merampok taksi, mabuk-mabukan, dan seks bebas termasuk lesbian.
Novel Nayla juga pernah diteliti oleh Maria Saraswati Setyaningrum dari Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2007) dengan judul Bentuk-bentuk Kompensasi Inferioritas Tokoh Nayla dalam Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu: Suatu Tinjauan Psikologi Sastra. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu Nayla digambarkan sebagai seorang perempuan yang berasal dari keluarga broken home, karena kedua orangtuanya berpisah saat Nayla belum dilahirkan. Selama tinggal bersama Ibunya, Nayla sering mengalami kekerasan fisik. Nayla juga sering mengalami pelecehan seksual atau pemerkosaan oleh pacar Ibunya. Semua itu menyebabkan Nayla mengenal dunia malam.
13 1.6 Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan teori psikoanalis Sigmund Freud; Id, Ego, dan Superego, teori psikoanalisis, serta tokoh dan penokohan pada tokoh yang ada dalam novel sebagai landasan teori.
1.6.1 Kajian Struktural Tokoh dan Penokohan
Dalam studi ini, kajian struktur dibatasi pada aspek tokoh dan penokohan. Hal ini berkaitan erat dengan judul dan tujuan yaitu Id, Ego, dan Superego tokoh Nayla. Keberlangsungan sebuah novel sangat dipengaruhi oleh hadirnya seseorang atau beberapa orang yang menjadi tokoh. Tokohlah yang mengalami peristiwa atau perlakuan dalam berbagai peristiwa cerita tersebut. Tokoh tentu saja dilengkapi dengan watak atau karakteristik tertentu.
Menurut Jones (melalui Nurgiyantoro, 2005:165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh, sebab penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita hingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.
Tokoh adalah suatu kepribadian fiksi yang mewakili suatu figur dengan predikat penilaian tertentu baik secara fisik maupun mental. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, terdapat dua jenis tokoh yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan (Nurgiantoro,
14
1995:176-177). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenal kejadian. Tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung maupun tidak langsung.
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara penampilan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita. (http://adiel87.blogspot.com/2009/01/analisis-struktural.html).
1.6.2 Teori Psikoanalisis
Teori psikoanalisis yang dipakai pada penelitian ini mengacu pada konsep Sigmund Freud tentang kepribadian. Freud mengatakan bahwa kepribadian terbagi atas tiga aspek, yaitu: Id, Ego, dan Superego yang selalu ada dalam diri manusia. Perbedaan Id, Ego, dan Superego yang membangun struktur akal pikiran manusia dalam pandangan Freud dapat dijelaskan sebagai berikut. Kesadaran dapat disesuaikan dengan sistem persepsi, mengamati, dan menyusun dunia luar, bawah sadar dapat diberikan
15
kesadaran, manakala sadar dibangun pula berdasarkan hal-hal yang keluar dari sistem sadar bawah sadar (Sudikan, 2004:3).
Dalam karya sastra, konflik-konflik yang dialami tokoh-tokohnya merupakan cerminan dari kehidupan kita sehari-hari yang tidak akan pernah bisa lepas dari rasa bahagia, senang, sedih, dan juga rasa moral. Demikian juga pada karya sastra atau novel, yang diungkapkan oleh seorang pengarang adalah sebuah ungkapan kejiwaan yang tertampung dalam karya-karyanya.Menurut Freud (1991:83), kesedihan merupakan suatu proses yang sangat panjang dan kesulitan, ini diikuti dengan lenyapnya nafsu libido dan objek cinta yang meninggalkannya, dan diarahkan pada kesulitan yang lebih umum yang dialami oleh setiap orang saat meninggalkan posisi libido, melankolia juga sering ditimbulkan oleh kehilangan orang yang dicintainya, meskipun kehilangan tersebut mungkin disebabkan oleh penolakan atau ditinggalkan, bukan kematian.
Dalam Koswara (1991:109), Abraham Maslow berpendapat bahwa dalam psikologi terdapat tiga revolusi yang mempengaruhi pemikiran personologis modern, yaitu: psikoanalisis yang menghadirkan manusia sebagai bentukan dari naluri-naluri dan konflik-konflik; behaviorisme mencirikan manusia sebagai korban yang fleksibel, pasif dan penurut terhadap stimulus lingkungan; psikologi humanistik yang muncul dengan menampilkan gambaran manusia yang berbeda dengan gambaran manusia dari psikoanalisis maupun behaviorisme yakni berupa gambaran manusia
16
sebagai makhluk yang bebas dan bermartabat serta selalu bergerak ke arah pengungkapan.
Koswara (1991:109) menyatakan bahwa kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan afektif atau ikatan emosional dengan individu lain, baik dengan sesama jenis maupun dengan yang berlainan jenis di lingkungan keluarga ataupun di lingkungan kehidupan masyarakat.
1.6.3 Kajian Id, Ego dan Superego 1.6.3.1 Konsep Id
Freud (1980:xxxiii) menyatakan bahwa Id adalah lapisan psikis yang paling dasariah: yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan (seksual dan agresif) dan keinginan-keinginan yang direpresi. Id menjadi bahan dasar bagi pembentukan psikis lebih lanjut dan tidak terpengaruh oleh kontrol pihak ego dan prinsip realitas.
Koswara (1991:32) mengatakan bahwa Id adalah sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang dialaminya terdapat naluri-naluri bawaan. Id adalah sistem yang bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh sistem-sistem tersebut untuk operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan.
Id memiliki perlengkapan berupa dua macam proses. Proses pertama adalah tindakan-tindakan refleks, yakni suatu bentuk tingkah laku atau
17
tindakan yang mekanisme kerjanya otomatis dan segera. Serta adanya pada individu merupakan bawaan. Proses yang kedua adalah proses primer, yakni suatu proses yang melibatkan sejumlah reaksi psikologis yang rumit (Koswara, 1991:33). Freud menambahkan bahwa pikiran autistic atau angan-angan sangat diwarnai oleh pengaruh proses primer, gambaran-gambaran mentah yang bersifat memenuhi hasrat ini merupakan satu-satunya kenyatan yang dikenal Id.
Jadi, Id merupakan sistem yang paling dasar yang dimiliki oleh manusia . Id tidak membutuhkan perintah dari sistem yang lainnya karena Id akan bekerja secara otomatis.
1.6.3.2 Konsep Ego
Menurut Freud (1980:xxxiii), ego terbentuk dengan diferensiasi dari Id karena kontaknya dengan dunia luar. Aktivitasnya bersifat sadar, prasadar, maupun tak sadar. Ego seluruhnya dikuasai oleh prinsip realitas, tugas ego adalah untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan untuk memecahkan konflik-konflik dengan realitas dan konflik-konflik antara keinginan-keinginan yang tidak cocok satu sama lain, juga mengontrol apa yang mau masuk kesadaran yang akan dikerjakan. Masih menurut Freud (dalam Koswara, 1991:34), ego terbentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar.
18
Menurut Koswara (1991:33-34), ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari kenyatan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan.
Jadi dalam hal ini, ego merupakan alat pengarah menuju dunia objek dan menjalankan prinsipnya berdasarkan kenyataan dan merupakan hasil persinggungan dengan dunia luar atau realitas kehidupan.
1.6.3.3 Konsep Superego
Menurut Freud (1980:xxxiii), Superego dibentuk dengan melalui proses internalisasi dari nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figure yang berperan, berpengaruh atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru. Menurut Koswara (1991:34-35) fungsi utama superego adalah sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri Id agar impuls-impuls-impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat; mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral daripada dengan kenyataan; dan mendorong individu kepada kesempurnaan.
1.7 Metodologi Penelitian 1.7.1 Pendekatan
Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologis analisis. Pendekatan psikologis pada dasarnya
19
berhubungan dengan tiga gejala utama, yaitu: pengarang, karya sastra, dan pembaca dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologis lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya sastra (Ratna, 2007:61).
Peneliti melakukan analisis isi untuk menganalisis data-data yang telah dikumpulkan (Ratna 2010: 48). Peneliti menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud pada novel Nayla untuk mendeskripsikan tokoh dan penokohan pada novel Nayla, kemudian mendeskripsikan Id, Ego dan Superego pada tokoh Nayla dan Ibu.
1.7.2 Metode Penelitian
Ada dua jenis metode yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode deskriptif dan metode analisis isi. Metode deskriptif merupakan metode pemecah masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya untuk memberikan bobot lebih tinggi pada metode ini (Namawi dan Martini, 1994: 73).
Peneliti menggunakan metode analisis isi dengan menganalisis isi laten dari sebuah teks sastra dan menggabungkannya dengan isi komunikasi sebagai pesan yang terkandung dalam teks. Isi dalam metode analisis ini terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen atau naskah, sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai akibat komunikasi yang terjadi. Isi
20
laten adalah isi sebagaimana dimaksudkan oleh penulis, sedangkan isi komunikasi adalah isi sebagaimana terwujud dalam hubungan naskah dengan konsumen (Ratna, 2004:48).
Karena penelitian ini menggunakan kajian psikoanalisis, peneliti akan langsung memaparkan tokoh dan penokohan tokoh Nayla untuk menjelaskan isi laten dari teks sastra. Teks laten tersebut berupa deskripsi dinamika dalam kajian struktur disamakan dengan kajian tokoh dan penokohan.
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik studi pustaka digunakan dalam pengumpulan data. Teknik tersebut digunakan untuk mendapatkan data yang ada, berupa buku-buku referensi, artikel, dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan objek tersebut.
Teknik simak dan teknik catat juga digunakan dalam penelitian ini.
Teknik simak digunakan untuk menyimak teks sastra yang telah dipilih sebagai bahan penelitian. Teknik catat digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap sesuai danmendukung peneliti dalam memecahkan rumusan masalah.
1.7.4 Sumber Data
Judul Buku : Nayla
Pengarang : Djenar Maesa Ayu
21 Tahun Terbit : 2005
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Halaman : 180
1.8 Sistematika Penyajian
Penyajian hasil penelitian diuraikan dalam beberapa bab. Bab I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II merupakan analisis dinamika dalam struktur yaitu tokoh Nayla dalam novel Nayla.
Bab III berisi tentang analisis Id, Ego, dan Superego yang terdapat dalam tokoh Nayla dan Ibu. Bab IV merupakan bab terakhir yang menjadi penutup atas isi makalah. Bab IV berisi mengenai kesimpulan dan saran.
22 BAB II
ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN
DALAM NOVEL NAYLA KARYA DJENAR MAESA AYU
2.1 Pengantar
Dalam bab ini, akan dianalisis tokoh dan penokohan dalam novel Nayla.
Keberlangsungan sebuah novel sangat dipengaruhi oleh hadirnya seseorang atau beberapa orang yang menjadi tokoh. Tokohlah yang mengalami peristiwaatau perlakuan dalam berbagai peristiwa cerita tersebut. Tokoh tentu saja dilengkapi dengan watak atau karakteristik tertentu.
Hartono (2003: 5) menjelaskan pendapat Freud, bahwa alam tak sadar dapat mempengaruhi dinamika kepribadian tokoh. Berbagai kebutuhan badaniah manusia menimbulkan berbaga ketegangan atau kegairahan dan akan terungkap melalui sejumlah perwakilan mental dalam bentuk dorongan/keinginan yang dinamakan naluri. Jadi naluri adalah perwujudan ketegangan badaniah yang berusaha mencari pengungkapan dan peredaan serta merupakan bawaan tiap makhluk hidup.
Dinamika tersebut akan membentuk struktur kepribadian yang terbagi menjadi id, ego, dan superego. Id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan, dimana ia selalu mencari kesenangan dan menghindari ketegangan. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, ego dapat menunda pemuasan diri dan mencari pemuasan lain yang sesuai dengan batasan lingkungan dan hati nurani. Superego
23
merupakan perwakilan dari berbagai nilai dan norma yang ada dalam masyarakat.
Pada novel Nayla, Id dalam tokoh Nayla selalu dominan.
Dalam novel Nayla, peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tokoh Nayla menentukan perjalanan hidupnya. Peristiwa yang dialami oleh Nayla membuatnya bertahan.
Dalam bab ini akan dianalisis dimensi fisik, psikis dan sosiologis dua tokoh yaitu Nayla dan Ibunya. Kedua tokoh ini dipilih karena menjadi tokoh protagonis dan antagonis.
2.2 Dimensi Fisik
Dimensi fisik adalah keadaan fisik tokohnya meliputi usia (tingkat kedewasaan), jenis kelamin, keadaan tubuh (tinggi, pendek, gagah, pincang, dan sebagainya), ciri wajah (cantik, jelek, keriput, dan sebagainya), serta ciri khas yang spesifik. Lebih lanjut peneliti akan menjelaskan tentang dimensi fisik tokoh dalam novel Nayla.
Nayla adalah anak remaja yang usianya sudah menjelang sepuluh tahun.
Dengan usia yang menjelang sepuluh tahun ia masih saja mengompol. Ketika ia mengompol Ibu selalu menusukan peniti ke selangkangannya bahkan ke vaginanya. Hal ini sudah dialami Nayla berkali-kali sehingga menurut Nayla hal ini sudah biasa. Tampak pada kutipan berikut.
(1) Tapi kini, beberapa tahun kemudian, tak ada satu peniti pun yang membuat Nayla gentar maupun gemetar. Ia malah menantang dengan memilih peniti yang terbesar. Membuka pahanya lebar-lebar. Tak terisak. Tak meronta. Membuat Ibu semakin murka. Tak hanya
24
selangkangan Nayla yang ditusukinya. Tapi juga vaginanya. Nayla diam saja. Tak ada sakit terasa. Hanya nestapa. Tak ada takut. Hanya kalut.
Pertanyaan-pertanyaan masih kerap hadir di kepalanya walaupun fisiknya sudah terbiasa. Ia masih saja heran kenapa setiap malam ngompol di celana padahal sudah menjelang sepuluh tahun usianya (Nayla, 2005:2).
Kutipan (1) mendeskripsikan tokoh Nayla yang mempunyai fisik tegar.
Rasa tegarnya karena ia sudah terbiasa ditusuki dengan peniti. Hukuman yang Ibu berikan membuat Nayla menjadi anak yang tegar dan ketika ia disiksa oleh Ibunya ia pun sudah merasa terbiasa. Begitu pula dengan Ibunya yang mempunyai fisik yang tegar dan kuat. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
(2) Ibu memang orang yang kuat. Tak akan pernah saya sekuat Ibu. Saya tak pernah melihat Ibu begitu mencintai laki-laki seperti ia mencintai Om Indra. Tapi ketika hubungan mereka berakhir pun, Ibu terlihat biasa-biasa saja.
Ya, saya tak akan pernah sekuat Ibu. Ibu yang dulu, maupun Ibu yang sekarang. Ibu yang semakin kuat saja setelah putus dengan Om Indra.
Ia tidak hanya memasuki vagina saya dengan peniti setiap kali saya ngompol. Ia memukuli saya tanpa sebab yang bisa diterima akal sehat.
Karena Ibu berkuasa. Karena Ibu kuat (Nayla, 2005:112).
Kutipan (2) menjelaskan bahwa Ibu mempunyai fisik yang kuat dan tegar.
Dengan fisik Ibu yang seperti itu ia selalu saja menyiksa Nayla tanpa alasan yang tepat. Hanya karena ngompol Ibu lalu menusiki vagina Nayla dengan peniti. Ibu tak melihat dan mencoba mengerti bagaimana perasaan Nayla.
25 2.3 Dimensi Psikis
Dimensi psikis dari tokoh melukiskan latar belakang kejiwaan, kebiasaan, sifat dan karakternya seperti misalnya mentalitas, ukuran moral dan kecerdasan, temperamen, keinginan, dan perasaan pribadi, kecakapan dan keahlian khusus.
Nayla ingin melihat Ibu seperti Ibu-ibu lainnya yang menjaga dan menyayangi anaknya dengan tulus bukan dengan siksaan. Rasa cinta Ibu yang tidak dirasakan oleh Nayla membuatnya kepikiran. Dalam benaknya ia selalu menyalahkan sosok Ibu yang dimilikinya. Hal ini tampak dalam kutipan berikut.
(3) Rasa sakit di hatinya pun masih kerap menusuk setiap kali melihat sosok Ibu tak ubahnya monster. Padahal ia ingin melihat ibu-ibu lain yang biasa dilihatnya di sekolah ataupun di ruang tunggu dokter. Ia ingin Ibu seperti ibu-ibu lain yang terkejut ketika anak kandungnya jatuh hingga terluka dan mengeluarkan darah, bukan sebaliknya membuat berdarah. Nayla ingin punya ibu, tapi bukan ibunya sendiri.
Nayla ingin memilih tak punya ibu, ketimbang punya Ibu yang mengharuskannya memilih peniti (Nayla, 2005:2).
Kutipan (3) membuat Nayla semakin tenggelam dengan perasaannya terhadap Ibu. Ia ingin mempunyai Ibu seperti ibu-ibu lainnya bukan Ibu yang memilih peniti. Itulah perasaan yang dialami Nayla saat ini. Menahan rasa sakit di hatinya dan mencoba terus tegar saat Ibu memilih peniti. Menurut Ibu yang dilakukannya memilih peniti adalah hal yang baik, agar Nayla tidak ngompol dan tidak membuat kesalahn lagi. Ibu ingin Nayla mengikuti sifat Ibunya bukan Ayahnya yang telah meninggalkan mereka. Karena selama ini Nayla tinggal bersama Ibunya. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
(4) Kamu tak pernah tahu, anakku, seberapa dalam Ayahmu menyakiti hatiku. Ia menyakiti kita dengan tidak mengakui janin yang kukandung
(4) Kamu tak pernah tahu, anakku, seberapa dalam Ayahmu menyakiti hatiku. Ia menyakiti kita dengan tidak mengakui janin yang kukandung